Anda di halaman 1dari 6

Informasi Tumbuhan Obat sebagai Anti Jamur

PENDAHULUAN

Dalam sistematika organisme hidup, jamur ditempatkan dalam kelas tersendiri, tidak
ditempatkan sebagai kelas tumbuhan dan juga kelas hewani. Sebagian besar jamur adalah
saprofilik, di alam berperan sebagai pengurai bahan organik, yang bermanfaat untuk peragian
makanan dan juga produksi antibiotika. Di sisi lain jamur dapat menyebabkan penyakit infeksi
dikenal dengan nama mikosis(1,2).

Mikosis dibedakan 2 kelompok: mikosis superfisial terdapat pada kulit, kuku, rambut dan selaput
lendir dan mikosis sistemik. Ada mikosis terletak di tengah-tengah yaitu akibat Candida, infeksi
biasanya superfisial, tetapi kadang-kadang menyebar luas(2,3).

Penggunaan obat jamur untuk mikosis sistemik, seperti Amfoterisin B yang dihasilkan oleh
Streptomyces nodus, mempunyai efek samping kerusakan ginjal. Sedang Nistatin yang
dihasilkan oleh Streptomyces noursei merupakan obat mikosis superfisial dengan penggunaan
topikal, dapat menyebabkan iritasi kulit meskipun jarang(6). Demikian juga penggunaan obat
jamur yang lain terutama untuk mikosis sistemik mempunyai efek samping mulai dari mual,
muntah, sakit kepala sampai hipertensi, trombositopenia dan leukopenia (7).

Pemanfaatan bahan tumbuh-tumbuhan untuk tujuan pengobatan penyakit kulit akibat jamur
dikenal juga oleh nenek moyang kita, umumnya pemakaiannya berdasarkan pengalaman; karena
itu, penilaian dan pengkajian khasiatnya secara ilmiah perlu dilakukan baik secara invitro
maupun invivo. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui tumbuhan apa saja yang telah diteliti
khasiat antijamurnya terutama yang menyerang kulit melalui informasi data sekunder dari
penelusuran berbagai hasil penelitian dan pustaka.

Tulisan tersebut tentunya masih banyak kekurangannya, tetapi diharapkan informasi tersebut
berguna sehingga nantinya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut.

HASIL PENELITIAN ANTI JAMUR

Penelitian-penelitian tumbuhan sebagai anti jamur yang berhasil dihimpun mencatat 36


tumbuhan dalam beberapa bentuk sediaan mulai dari infus/rebusan, bentuk ekstraknya, maupun
minyak atsirinya. Sedangkan yang diuji hanya jamur yang menyebabkan infeksi kulit misalnya :
Aspergilus niger, Aspergilus flavus, Tricophyton rubrum, Tricophyton ajelloi, Tricophyton
mentagrophytes, Microsporum gypseum, Microsporum canis, Epidermo floccosum, dan Candida
albicans (Tabel 1).

Tabel : Uji tanaman terhadap jamur penyebab penyakit kulit secara in-vitro.
Keterangan
a = Candida albicans; b = Aspergilus niger, c = Aspergilus flavus, d = Tricophyton rubrum
e = Tricophyton ajelloi; f = Tricophyton mentagrophytes; g = Mycrosporum gypseu m
h= Epidermo floccosum
+ = menghambat pertumbuhan; - = tidak menghamba
Nomor pada kolom 5 menunjukkan kepustakaan dan kolom yang kosong belum ada dat
penelitian

PEMBAHASA

Mikosis atau penyakit kulit akibat jamur, sering dialami terutama oleh orang yang kuran
menjaga kebersihan tubuhnya. Penyakit tersebut tidak berbahaya, tetapi sangat menggangg
yaitu : rasa gatal pada kulit, disertai timbulnya ruam sampai melepuh berisi nanah. Bis
mengenai semua bagian kulit, tetapi biasanya menyerang kulit kepala, lipat paha, lipat lengan
kaki dan kuku

Penggunaan tumbuhan obat untuk mengatasinya telah lama dikenal oleh nenek moyang kita
Dari 36 tanaman yang diuji terdapat 8 tanaman yaitu : Allium cepa L., Canangium adoratum L.
Cassia fistula L., Clerodendron indicum L., Elephanthopus scaber L., Euphorbia hirta L.
Jatropha curcas L dan Leucaena leucocephal a (Lam.) de Wit., tidak dapat menghamba
pertumbuhan jamur Aspergilus niger dan Aspergilus flavus. Hal tersebut mungkin karena jamu
tersebut sangat tahan terhadap zat aktif tumbuhan tersebut di atas terutama terhadap minya
atsirinya. Tetapi terdapat 10 tumbuhan yang dapat menghambat kedua jamur tersebut di atas

Alpinia galanga L. atau laos tumbuhan tersebut cukup lengkap data penelitiannya sebagai ant
jamur yaitu baik varietas putih maupun merah, bentuk sediaan yang diujipun bervariasi mula
dari perasan, infus, ekstrak etanolnya maupun minyak atsirinya. Ternyata rimpang laos dapa
menghambat pertumbuhan 5 jamur yaitu : Tricophyton rubrum, Tricophyton ajelloi, Tricophyto
mentagrophytes, Mycrosporum gypseum dan Epidermo floccosum. Zat aktif anti jamur yait
asetoksi kavikol asetat yang merupakan senyawa minyak atsiri

Andrographis paniculata Ness. (sambiloto) bentuk sediaan infusnya dapat menghamba


pertumbuhan 4 jamur yaitu : Candida albicans, Tricophyton rubrum, Tricophyto
mentagrophytes dan Epidermo floccosum. Diduga kandungan glikosidanya yang bersifa
antijamur

Cassia alata L. bentuk sediaan ekstrak etanolnya, dapat juga menghambat pertumbuhan 4 jamu
yaitu Candida albicans, Tricophyton rubrum, Mycrosporum gypseum, dan Epidermo floccosum
Diduga kandungan glikosida antrakinon yang bersifat antijamur, karena terdapat gugus -O
fenolik. Candida albican, selain dapat menyebabkan infeksi pada kulit dapat juga menyebabka
infeksi pada selaput mukosa, pada wanita sering menyebabkan keputihan. Terdapat sepulu
tanaman yang telah diketahui dapat menghambat pertumbuhan jamur tersebut. Bahan yang diuj
meliputi minyak atsiri, dekok, infus, ekstrak etanol dan ekstrak minyak bumi. Wagner (1977)
mengatakan monoterpena, diterpena dan seskuiterpena yang merupakan senyawa dari minya
atsiri, selain bersifat antibakteri juga bersifat antijamur.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dikumpulkan tercatat 36 tumbuhan yang telah diteliti
secara in-vitro terhadap jamur Aspergilus niger, Aspergilus flavus, Tricophyton rubrum,
Tricophyton ajelloi, Tricophyton mentagrophytes, Microsporum gypseum, Microsporum canis,
Epidermo floccosum, dan Candida albicans.

Zat aktif yang dapat menghambat pertumbuhan jamur diduga minyak atsiri, dan glikosida.

KEPUSTAKAAN
1. Michael J. dkk. Dasar-dasar Mikrobiologi (terjemahan). UI Press. Jakarta 1986.
2. Dwidjoseputro. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan, Jakarta 1985.
3. Cavanagh F. Analtical Microbiolog. Academic Press. New York: 1963.
4. Yezdana M. et al. Studies on antifungal properties of indigenous plants from the Karachi
region. Part II. Pak. J. Sci. Ind. Res. 1989; 32 (9) : 608-11.
5. Shadab Qamar, Chaudhary FM. Antifungal activity of some essential oils from local plants.
Pak. J. Sci. Ind. Res. 1991; 34 (I) : 30-1.
6. Farmakologi dan Terapi edisi II. Bag. Farmakologi FK UI. Jakarta. 1983.
7. Herman MJ. Antijamur Sistemik. Cermin Dunia Kedokteran 1996; 108 : 37-44.
8. Lili Hamzah. Uji daya anti jamur dari infus herba sambiloto terhadap beberapa jamur
penyebab penyakit kulit. Jurusan farmasi FMIPA UI 1994.
9. Wagner H, Wolff P. New natural product and plants drugs with pharmacological, biological or
therapeutical activity 1977.
10. Ita Yukimartati. Perbedaan aktivitas antimikroba minyak atsiri dengan ekstrak eter Minyak
bumi rimpang temu mangga (C. mangga Val.) Jurusan Farmasi MIPA UNPAD 1991.
11. Dien Ariani L. dkk. Daya antimikroba ekstrak brotowali terhadap S. aereus, E. coli, C.
albicans dan T. ajelloi. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1998; 4 (2) : 15-7.
12. Chang HM. Pharmacology and applications of Chinese materia Iviedica. World Scientific
Publishing Co. Pte Ltd. 1986.
13. Erny Sihaya. Uji daya hambat ekstrak daun ketepeng (C. alata L.) terhadap pertumbuhan T.
rubrum. Jurusan Farmasi MIPA UNHAS. 1988.
14. Cooy P. Pengaruh ekstrak temuhitam (C. aeroginosa Roxb.) terhadap jamur E. floccosum
penyebab penyakit kurap. Jurusan Farmasi MIPA UNHS 1986.
15. Oei Ban Liang dkk. Efek koleretik dan antikapang komponen C. xanthrorrhiza Roxb. dan C.
domestica Val. PT Darya Varia Laboratoria. 1986.
16. Endang Adriyani. Uji khasiat sediaan daun pegagan (C. asiatica L.) terhadap S. aereus, E.
coli dan C. albicans secara in-vitro. Fakultas Farmasi. UGM. 1987.
17. Rahayu. Pengaruh infusa umbi lapis A. sativum L. terhadap pertumbuhan C. albicans dan A.
niger. Fakultas Farmasi UNAIR. 1992.
18. Pudjiastuti. Uji pendahuluan daya antibakteri dan antijamur kulit batang C. fistula L.
terhadap beberapa kuman dan jamur penyebab penyakit kulit. Jurusan farmasi MIPA UI. 1994.
19. Aan Risma. Uji pendahuluan efek antimikroba dari infus daun johar terhadap beberapa
bakteri dan jamur peneyabab penyakit kulit. Jurusan Farmasi MIPA UI. 1994.
20. Dedi Sutardi. Uji daya antimikroba suposutoria vagina minyak atsiri daun sirih terhadap C.
albicans. Jurusan Farmasi UNPAD 1994.
21. Nur Patria T. Aktivitas antimikroba minyak atsiri kuncup bunga cengkeh dan bunga kenanga
terhadap S. aureus, E. colli dan A. flavus secara invitro. Fakultas Farmasi UGM 1995.
22. M. Nordin A. Uji aktivitas antimikroba minyak ketumbar secara in-vitro. Fakultas Farmasi
UGM. 1996.
23. Nurul Khikmah. Aktivitas antimikrobia atsiri daun kemangi dan rimpang kunyit terhadap B.
cereus, P. fluorescens dan A. flavus secara invitro. Fakultas Farmasi UGM 1995.
24. Debora B. Penelitian daya hambat ekstrak daun tereba (R.. nastutus L.) farmasi Widman.
1981. terhadap kapang penyebab penyakit kurap. Jurusan Farmasi MIPA UNHAS. 1988.
25. Asri Sulistijowati. Efek ekstrak daun kembang bulan (T. diversifolia A. Gray) terhadap C.
albicans dan S. aureus serta profil kromatografinya. Fakultas farmasi UG 1992.
26. Asni Amir. Efek anti jamur perasan rimpang Laos terhadap jamur M. gypseum, T. rubrum
dan E. floccosum dengan metode silinder. Fakultas Farmai UNTAG 1990.
27. Julia Kalumpiu. Pemeriksaan beberapa zat kandungan L. galanga dan pengaruh infusnya
terhadap T. mentagophytes dan T. rubrum. Fakultas
28. Sandra W. Perbandingan daya anti fungi ekstrak rimpang lengkuas putih dan lengkuas merah
terhadap T. ajelloi. Fakultas Farmasi Widman 1995.
29. Ishantica. Studi perbandingan antara minyak atsiri lengkuas merah hasil isolasi dingin
dengan panas dan uji antijamur terhadap jamur M. gypseum. Fakultas Farmasi Univ. Pancasila.
1993.

Oleh:

Dian Sundari, M. Wien Winarno


Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan Rl, Jakarta.

sumber: CDK

Anda mungkin juga menyukai