Oleh :
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2016/2017
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan dan Sasaran .......................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Evaluasi Kebijakan......................................................................................... 3
2.2 Karakteristik Evaluasi Kebijakan ..................................................................................... 3
2.3 Fungsi Evaluasi Kebijakan............................................................................................... 4
2.4 Kriteria Evaluasi Kebijakan ............................................................................................. 4
2.5 Pendekatan Terhadap Evaluasi Kebijakan ....................................................................... 5
2.5.1 Evaluasi Semu ........................................................................................................... 5
2.5.2 Evaluasi Formal ......................................................................................................... 5
2.5.3 Evaluasi Teoritis ........................................................................................................ 7
2.6 Perbandingan Pendekatan Evaluasi.................................................................................. 9
BAB III STUDI KASUS KEBIJAKAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA
BANDUNG.............................................................................................................................. 10
3.1 Pendahuluan ................................................................................................................... 10
3.2 Metode Penelitian........................................................................................................... 13
3.3 Hasil dan Pembahasan.................................................................................................... 14
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 18
4.1 Kesimpulan Berdasarkan Materi ............................................................................... 18
4.2 Kesimpulan dan Saran Berdasarkan Studi Kasus ..................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
Bagaimana Bandung mengevaluasi kebijakan Ruang Terbuka Hijau dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang ada di Kota Bandung ?
2
BAB II LANDASAN TEORI
3
Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda,
karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Nilai- nilai dari evaluasi
mempunyai arti ganda baik rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada
maupun nilai yang diperlukan dalam memepengaruhi pencapaian tujuan lainnya.
4
4. Reliabilitas, adalah evaluasi yang berisi bukti bahwa simpulan tidak berdasarkan
pada informasi melalui prosedur pengukuran yang tidak teliti dan tidak
konsekwen,
5. Objektifitas, adalah evaluasi harus melaporkan simpulan dan informasi
pendukung yang sempurna dan tidak melenceng (bias) yaitu informasi yang
membuat evaluator-evaluator dapat mencapai simpulan yang sama,
6. Ketepatan waktu, adalah evaluasi yang membuat informasi tersedia pada waktu
keputusan harus dibuat,
7. Daya guna, adalah evaluasi yang menyediakan informasi yang dapat
dipergunakan dan dapat dimengerti oleh pengambil keputusan dan pelaku-pelaku
kebijakan lain
5
4. Bersifat kuantitatif
5. Melihat dampak jangka pendek dari pelaksanan kebijakan
Dalam model ini terdapat tipe-tipe untuk memahami evaluasi kebijakan lebih
lanjut, yakni: evaluasi sumatif, yang berusaha untuk memantau pencapaian tujuan dan
target formal setelah suatu kebijakan atau program diterapkan untuk jangka waktu
tertentu; dan kedua, evaluasi formatif, suatu tipe evaluasi kebijakan yang berusaha
untuk meliputi usaha-usaha secara terus menerus dalam rangka memantau pencapaian
tujuan-tujuan dan target-target formal.
Selain evaluasi sumatif dan formatif, evaluasi formal dapat juga meliputi
kontrol langsung atau tidak langsung terhadap masukan kebijakan da n proses-proses.
Dari tabel 2 mengenai variasi evaluasi formal di atas, secara lebih spesifik,
tiap jenis variasi evaluasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Evaluasi Perkembangan
Dalam varian ini evaluasi formal berupaya untuk menunjuukan
kegiatan/aktivitas evaluasi kebijakan secara eksplisit yang diciptakan untuk
melayani kebutuhan sehari- hari staf program. Evaluasi perkembangan yang
meliputi beberapaukuran pengontrolan langsung terhadap aksi-aksi kebijakan,
telah digunakan secara luasuntuk berbagai situasi di sektor-sektor publik dan
swasta. Evaluasi perkembangan karena bersifat formatif dan meliputi kontrol
secara langsung, dapat digunakan untuk mengadaptasi secara langsung
pengalaman baru yang diperoleh melalui manipulasi secara sistematis terhadap
variabel masukan dan proses.
2. Evaluasi proses retrospektif
6
Evaluasi proses retrospektif, yang meliputi pemantauan/evaluasi program
setelah program tersebut diterapkan untuk hangka waktu tertentu. Varian ini
cenderung dipusatkan pada masalah-masalah dan kendala-kendala yang terjadi
selama implementasi berlangsung, yang berhubungan dengan keluaran dan
dampak yang diperoleh. Evaluasi ini tidak memperkenankan dilakukannya
manipulasi langsung terhadap masukan atau proses.
3. Evaluasi eksperimental
Varian evaluasi eksperimental adalah evaluasi kebijakan yang lahir dari
hasil kondisi kontrol langsung terhadap masukan dan proses kebijakan. Evaluasi
eksperimental yang ideal secaara umum merupakan faktor eksperimental ilmiah
yang terkontrol, dimana semua faktor yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan,
dikontrol, dipertahankan konstan, atau diperlakukan sebagai hipotesis tandingan
yang masuk akal.
4. Evaluasi hasil retrospektif
Evaluasi hasil retrospektif, meliputi pemantauan dan evaluasi hasil tetapi
tidak disertai dengan kontrol langsung terhadap masukan- masukan dan prose
kebijakan yang dapat dimanipulasi.
7
Sebagian besar informasi yang dihasilkan melalui evaluasi kurang digunakan
atau tidak pernah digunakan untuk memperbaiki pembuatan kebijakan. Untuk
sebagian, hal ini karena evaluasi tidk cukup responsive terhadap tujuan dan target
dari pihak-pihak yang mempunyai andil dalam perumusan dan implementasi
kebijakan dan program.
2. Ambiguitas kinerja tujuan.
Banyak tujuan dan program public yang kabur. Ini berarti bahwa tujuan umum
yang sama misalnya untuknya meningkatkan kesehatan dan mendorong
konservasi energy yang lebih baik dapat menghasilkan tujuan spesifik yang saling
bertentangan satu terhadap lainnya. Ini dapat terjadi jika diingat bahwa tujuan
yang sama (misalnya, perbaikan kesehatan) d apat dioperasionalkan kedalam
paling sedikit enam macam criteria evaluasi: efektivitas, efisiensi, kecukupan,
kesamaan, responsivitas dan kelayakan. Salah satu tujuan dan evaluasi keputusan
teoritis adalah untuk mengurangi kekaburan tujuan dan menciptaka n konflik
antar tujuan spesifik atau target.
3. Tujuan-tujuan yang saling bertentangan.
Tujuan dan target kebijakan dan program-program public tidak dapat secara
memuaskan diciptkan dengan memusatkkan pada nilai- nilai salah satu atau
beberapa pihak (misalnya kongres, kelompok klien yang dominan atau kepala
administrator). Dalam kenyataan, berbagai pelaku kebijakan dengan tujuna dan
target yang saling berlawanan Nampak dalam hamper semua kondisi/situasi yang
memerlukan evaluasi. Evaluasi keputusan-teoritis berusaha untuk
mengidentifikasi berbagi pelaku kebijakan ini dan menampakkan tujuan-tujuan
mereka.
Salah satu tujuan utama dari evluasi teoritis keputusan adalah untuk
menghubungkan informasi mengenai hasil- hasil kebijakan dengan nilai- nilai dari
berbagai pelaku kebijakan. Asumsi dari evaluasi teoritis keputusan bahwa tujuan dan
sasaran dari pelaku kebijakan baik yang dinyatakan secara formal maupun secara
tersembunyi merupakan aturan yang layak terhadap manfaat atau nilai kebijakan dan
program. Bentuk utama dari evaluasi teoritis kebijakan adalah penaksiran
evaluabilitas dan analisis utilitas multiatribut, keduanya berusaha menghubungkan
informasi mengenai hasil kebjakan dengan nilai dari berbagi pelaku kebijakan.
8
2.6 Perbandingan Pendekatan Evaluasi
Perbedaan antara ketiganya dapat dilihat dari tujuan, asumsi, dan bentuk-bentuk
utama pendekatan evaluasi dibawah ini.
9
BAB III STUDI KASUS KEBIJAKAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA
BANDUNG
(PENDEKATAN FORMAL)
3.1 Pendahuluan
Kota merupakan lambang peradaban kehidupan manusia, sebagai pertumbuhan
ekonomi, sumber inovasi dan kreasi, pusat kebudayaan dan wahana untuk peningkatan
kualitas hidup. Ruang tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara psikologis,
emosional ataupun dimensional. Komponen utama perancangan kota terdiri dari dua
kategori yakni ruang keras dan ruang lembut. Ruang terbuka yang merupakan ruang
yang direncanakan untuk kebutuhan pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka
masuk ke dalam komponen ruang lembut.
Luas ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bandung setiap tahun semakin
berkurang, hal tersebut disebabkan terjadinya perubahan fungsi yang semula berupa
lahan terbuka menjadi terbangun untuk berbagai keperluan seperti perumahan, industri,
pertokoan, kantor, dan lain- lain. Semakin sempitnya RTH, khususnya taman dapat
menimbulkan munculnya kerawanan dan penyakit sosial sifat individualistik dan
ketidakpedulian terhadap lingkungan yang sering ditemukan di masyarakat perkotaan.
Disamping ini semakin terbatasnya RTH juga berpengaruh terhadap peningkatan iklim
mikro, pencemaran udara, banjir dan berbagai dampak negatif lingkungan lainnya.
Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada
KTT Johanesburg Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002), disepakati bersama bahwa
sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30 % dari total luas kota. Namun
tampaknya bagi kota-kota di Indonesia pada umumnya hal ini akan sulit terealisir akibat
terus adanya tekanan pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana kota, seperti
10
pembangunan bangunan gedung, pengembangan dan penambahan jalur jalan yang terus
meningkat serta peningkatan jumlah penduduk.
Kegiatan pengembangan RTH di Kota Bandung tidak terlepas dari kebijakan dan
rencana penataan ruang Kota Bandung yang tertuang pada Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota (RTRWK), Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Bandung, dan
Rencana Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung. Berdasarkan Kondisi diatas, peneliti
tergerak untuk mengetahui mengenai kebijakan RTH di Kota Bandung dan posisi
kebijakan RTH tersebut dalam perlindungan dan pengelolaan LIngkungan hidup di Kota
Bandung.
1. Setiap 250 penduduk tersedia satu taman seluas 250 m2 . Taman ini merupakan taman
lingkungan perumahan untuk melayani aktivitas balita, manula dan ibu rumah tangga
sehingga menjadi sarana sosialisasi penduduk di sekitarnya.
11
2. Setiap 2500 penduduk tersedia satu taman seluas 1.250 m2 . Taman ini untuk
menampung kegiatan remaja seperti berolahraga atau kegiatan kemasyarakatan
lainnya.
3. Setiap 30.000 penduduk tersedia satu taman seluas 9.000 m2 . Taman ini untuk
melayani kegiatan masyarakat seperti pertunjukan music atau kegiatan olahraga pada
minggu pagi, shalat Idul Fitri, pameran pembangunan dan atau kampanye di musim
pemilu atau Pilkada. RTH ini dapat pula berupa acara kegiatan pasif sehingga fasilitas
utama yang disediakan hanya berupa kursi-kursi taman, jalur sirkulasi serta pohon-
pohon besar sebagai peneduhnya.
4. Setiap 120.000 penduduk tersedia satu taman seluas 24.000 m2 . RTH inisudah dapat
dikategorikan sebagai taman kota, untuk menampung berbagai kegiatan baik skala
kota maupun skala bagian wilayah kota.
5. Setiap 480.000 penduduk tersedia taman kota seluas 144.000 m2 . Taman ini berupa
komplek olahraga masyarakat yang dilengkapidengan fasilitas olahraga dan fasilitas
pendukung lainnya.
Besaran RTH yang disyaratkan Inmendagri ini diharapkan bisa memenuhi fungsi
RTH yang terdiri atas :
1. Fungsi edhapis, yaitu sebagai tempat hidup satwa dan jasad renik lainnya, dapat
dipenuhi dengan penanaman pohon yang sesuai.
2. Fungsi hidro-orologis adalah perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air dapat
diwujudkan dengan tidak membiarkan lahan terbuka tanpa tanaman penutup.
3. Fungsi klimatologis adalah terciptanya iklim mikro sebagai efek dari proses
fotosintesis dan respirasi tanaman.
4. Fungsi Protektif adalah melindungi dari gangguan angin, bunyi dan terik matahari
melalui kerapatan dan kerindangan pohon perdu dan semak.
5. Fungsi Higienis adalah kemampuan RTH untuk mereduksi polutan baik di udara
maupun di air , dengan cara memilih tanaman yang memiliki kemampuan menyerap
Sox, Nox dan atau logam berat lainnya.
6. Fungsi Edukatif adalah RTH bisa menjadi sumber pengetahuan masyarakat tentang
berbagai hal, misalnya macam dan jenis vegetasi, asal muasalnya, nama ilmiahnya,
manfaat serta khasiatnya.
7. Fungsi Estetis adalah kemampuan RTH untuk menyumbangkan keindahan pada
lingkungan sekitarnya.
12
8. Fungsi Sosial Ekonomi adalah RTH sebagai tempat berbagai kegiatan social dan tidak
menutup kemungkinan memiliki nilai ekonomi.
Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah :
1. Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan
lingkungan perkotaan.
2. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi
kepentingan masyarakat.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam Pengelolaan RTH adalah :
1. Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun persegi
empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai geo-topografinya.
13
Metode pendekatan sistemik ini digunakan sebagai konsekuensi dari pemahaman
tentang pengertian lingkungan, khususnya pengertian tentang ekosistem. Selanjutnya,
penelitian ini harus pula mendekati permasalahan tersebut di atas secara futuristik,
mengingat penelitian ini menyangkut pembangunan yang berkelanjutan.
Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan. Data kepustakaan ini
diperoleh dari perpustakaan perguruan tinggi yang diperkirakan memiliki kompetensi di
bidang lingkungan hidup dan penataan ruang. Bahkan pada instansi atau lembaga-
lembaga penelitian yang berkaitan dengan lingkungan dan penataan ruang, termasuk
lembaga swadaya masyarakat. Pengumpulan data dan informasi dilakukan pula melalui
internet.
Pengumpulan informasi dilakukan pula dengan wawacara dengan nara sumber
terpilih. Wawancara dilakukan berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun dan
nara sumber yang telah ditetapkan terlebih dahulu, sesuai dengan data dan informasi
yang diharapkan. Wawancara juga dilakukan secara insidentil dengan nara sumber yang
tidak terjadwal dan tidak terencana. Data dan informasi yang diperoleh, baik yang
diperoleh melalui studi kepustakaan maupun wawancara, akan dianalisis secara
kualitatif.
14
5. Meningkatkan kinerja pemerintah kota yang efektif, efisien, akuntabel dan transparan
dalam upaya meningkatkan kapasitas pelayanan kota metropolitan;
6. Meningkatkan kapasitas pengelolaan keuangan dan pembiayaan pembangunan kota
yang akuntabel dan transparan dalam menunjang sistem pemerintahan yang bersih
dan berwibawa.
Dasar kebijakan RTH Kota Bandung adalah poin keempat dalam misi kota
bandung yaitu penataan kota Bandung menuju metropolitan terpadu yang berwawasan
lingkungan. Bila melihat isu strategis yang terdapat dalam RPJM kota Bandung 2009-
2013 dan fungsi dari RTH, keberadaan RTH sangat menunjang tercapainya kelima isu
tersebut. Beberapa Perangkat Peraturan yang berkaitan Dengan RTH :
15
Program Prioritas Kota Bandung terdiri atas: Bandung Cerdas, Bandung Sehat,
Bandung Makmur, Bandung Hijau, Bandung Kota Seni Budaya, Bandung Berprestasi,
Bandung Agamis. Program Lingkungan Hidup kota Bandung termasuk ke dalam Program
Bandung Hijau yang didukung oleh 5 (lima) Gerakan yaitu Gerakan Penghijauan, Hemat
dan Menabung Air, Gerakan Cikapundung Bersih, Gerakan Udara Bersih, Gerakan Sejuta
Bunga untuk Bandung, Gerakan Pembibitan, Penanaman, Pemeliharaan dan Pengawasan
Lingkungan Hidup.
Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua
puluh) persen dari luas wilayah kota
Pasal ini diterjemahkan oleh pemerintah sebagai dasar melibatkan p ihak swasta
untuk memenuhi sisa 10% RTH dalam bentuk RTH Privat. Kebijakan pemenuhan RTH
oleh pihak swasta ini diwujudkan dalam bentuk mewajibkan pihak swasta:
1. Menyediakan fasos / fasum pada lokasi pembangunan sebesar 40 % dari areal yang
dikuasai.
2. Membuat sumur resapan
3. Menanam pohon
Pada peroses perizinan, pihak swasta diwajibkan berperan serta dalam penyediaan
lahan pemakaman sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Tingkat I Jawa
Barat No 39 Tahun 1996 Tentang Penyediaan Lahan Untuk Tempat Pemakaman Umum
Oleh Perusahaan Pembangunan Perumahan serta Surat Keputusan Walikotamadya
Daerah Tingkat II Bandung No 467 / SK. 317 / Bandung Huk / 1994 Tentang Kewajiban
Developer Perumahan Untuk Berperan Serta Menyediakan Lahan Pemakaman. Peluang
penyediaan RTH oleh pihak swasta sesuai dengan Ketentuan Pasal 6 Permendagri No 1
Tahun 2007 Tentang RTH Kawasan Perkotaan juga dapat dilakukan dalam bentuk
pembangunan:
16
1. Taman Lingkungan Perumahan dan Pemukiman, Contoh : Taman di Komplek
Perumahan Parakan Mas, Kopo mas, Buah Batu Regency, dsb.
2. Taman Rekreasi, Contoh : Taman Rekreasi Karang Setra, Taman Kebun Binatang
Bandung, dsb.
3. Taman Lingkungan Perkantoran dan Gedung Komersial, Contoh : Perkantoran di
jl.Asia Afrika
4. Perdagangan, seperti Bandung Super mall, Ciwalk, Paris Van Java, Carefour, dsb.
5. Taman di Lingkungan Rumah Sakit Contoh: taman di RS. Hasan Sadikin, RS. ST
Borromeus, RS. Kawaluyaan. Dsb.
6. Taman Wisata Alam, Contoh : Karang Setra, Water Boom Cibiru, Water Boom di Jl.
Aceh, Kawasan Punclut, dsb
7. Lapangan Olah Raga, Contoh : Lapangan Batununggal di komplek Batununggal
Indah
8. Parkir Terbuka, Contoh : di area Mall, Super Market, dsb
17
BAB IV PENUTUP
Masing- msing pendekatan evaluasi kebijakan memiliki tujuan yang berbeda yaitu,
18
disimpulkan bahwa kebijakan mengenai RTH merupakan bagian dari kebijakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
19
DAFTAR PUSTAKA
Fajar. (2011, Juni 19). PENDEKATAN DALAM EVALUASI. Retrieved November 28, 2016,
from PENDEKATAN DALAM EVALUASI :
http://www.PENDEKATANDALAMEVALUASI.html
Masithoh, F. (2014, April 29). Evaluasi Kebijakan . Retrieved November 27, 2016, from Fiki
Porniadi : http://www.EvaluasiKebijakan.html
Nadia Astriani, I. A. (2011). Kebijakan Ruang Terbuka Hijau dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bandung : Universitas Padjadjaran.
20