Anda di halaman 1dari 15

Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024

Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan


Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

REVIEW JURNAL

Identitas Jurnal
Analisis Implementasi Kebijakan Kurikulum Berbasis Lingkungan Hidup Pada
Program Adiwiyata Mandiri di SDN Dinoyo 2 Malang.
Ahmad Fajarisma Budi Adam
Magister Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang
Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Volume 2, Nomor 2, Juli 2014;
166-173
Permasalahan yang Dikaji dalam Jurnal
Beberapa aspek yang dibahas dalam jurnal ini adalah menjelaskan implementasi
kebijakan kurikulum berbasis lingkungan hidup pada program Adiwiyata Mandiri,
menjelaskan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat implementasi kebijakan
kurikulum berbasis lingkungan hidup pada program Adiwiyata Mandiri, dan
menjelaskan solusi dalam menghadapi hambatan terhadap implementasi kebijakan
kurikulum berbasis lingkugan hidup pada program Adiwiyata Mandiri
Aspek Teori
1. Sumardi (2007) pendidikan lingkungan tidak akan mengubah situasi dan kondisi
lingkungan yang rusak menjadi baik dalam waktu yang singkat, melainkan
membutuhkan waktu, proses, dan sumber daya
2. Kualitas manusia menjadi isu sentral dan mempunyai peran penting dalam upaya
penyelamatan SDA (KNLH, 2010)
3. Buku panduan Adiwiyata (2010:15) pengembangan kurikulum berbasis
lingkungan merupakan indikator kedua penilaian program Adiwiyata. Indikator
pengembangan kurikulum berbasis lingkungan harus mengembangkan empat
kriteria, yaitu: 1) pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran; 2)
penggalian dan pengembangan materi serta persoalan lingkungan hidup yang ada
di masyarakat sekitar; 3) pengembangan metode belajar berbasis lingkungan dan
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

budaya, dan 4) pengembangan kegiatan kurikuler untuk peningkatan dan


kesadaran peserta didik tentang lingkungan
Aspek Metodologi
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif untuk
menjelaskan upaya-upaya sekolah dalam hal menjalankan kebijakan berbudaya
lingkungan hidup, faktor pendukung apa saja yang menyebabkan program berjalan,
serta tidak lepas dengan kendala-kendala yang dihadapi. Selanjutnya menjelaskan
solusi dalam mengatasi hambatan yang terjadi bagi keberhasilan pencapaian sekolah
yang peduli dan berbudaya lingkungan hidup.
Temuan/ Kesimpulan
1) Implementasi kebijakan kurikulum berbasis lingkungan hidup pada program
Adiwiyata Mandiri di SD Negeri Dinoyo 2 Malang dituangkan dalam Surat
Keputusan Kepala Sekolah tentang pengembangan materi pembelajaran
lingkungan hidup dan dalam kegiatan belajar mengajar telah dilakukan
pembelajaran lingkungan hidup secara monolitik dari kelas 1 sampai dengan kelas
6; faktor-faktor yang mendukung dan menghambat implementasi kebijakan
kurikulum berbasis lingkungan hidup pada program Adiwiyata Mandiri meliputi
dari guru, anak didik, serta sarana dan prasarana
2) Kebijakan tentang program Adiwiyata tertuang dalam SK Kementerian Negara
Lingkungan Hidup yang kemudian disosialisasikan ke sekolah-sekolah dalam
upaya mewujudkan sekolah agar peduli dan berbudaya lingkungan. Surat
Keputusan Nomor : Kep.07/MENLH/06/2005 dan Nomor : 05/VI/KB/2005 yang
pada tahun 2010 diperuntukkan bagi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten dan
Kota di seluruh Indonesia, yang isinya secara garis besar mengenai himbauan
agar Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dilaksanakan di sekolah mulai tingkat
SD hingga SMA dengan mengintegrasikan materi Lingkungan Hidup dalam
kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler untuk mewujudkan sekolah berbudaya
lingkungan.
3) Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, warga
sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktifitas pembelajaran lingkungan hidup,
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat sekitarnya dalam


melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah,
masyarakat maupun lingkungannya seperti kebersihan kantin sekolah, kegiatan
baersih-bersih setiap hari jumat, sekolah membentuk kelompok dengan nama
Laskar Hijau mempunyai misi untuk mengajak siswa-siswa lainnya agar selalu
berupaya menjaga kebersihan lingkugan sekolah
4) Solusi dalam menghadapi hambatan implementasi kebijakan kurikulum
lingkungan hidup pada program Adiwiyata Mandiri di SD Negeri Dinoyo 2
Malang dengan melakukan beberapa program antara lain; pembinaan PLH;
menanamkan pembiasan peduli dan bebrbudaya lingkungan; mengoptimalkan
fasilita penunjang pembelajaran PLH; berpartisipasi aktif dengan kegitan aksi
lingkungan; menciptakan kader siswa duta lingkugan hidup; pengelolaan sampah
secara maksimal dan komposting; mendirikan forum kelas peduli lingkungan
sekolah; dan membuat misi lngkungan
5) Saran agar implementasi kebijaan kurikulum lingkungan hidup ini dapat berjalan
dengan lancar, yaitu; 1. Pihak sekolah lebih intens dan saling bekerjasama dalam
menjalankan visi misi sekolah, agar tercipta kondisi sekolah yang memiliki
kesadaran peduli dan berbudaya lingkungan hidup, yaitu dengan cara memberikan
perhatian kepada anak didik jika terjadi pelanggaran dalam menjaga kondisi
sekolah maka diberikan peringatan atau jika diperlukan sanksi agar siswa dapat
membentuk tanggungjawab dan sadar selalu mewujudkan sekolah peduli dan
berbudaya lingkungan hidup. Sebaliknya guru pun juga komitmen dalam hal ini,
guru jika melanggar aturan yang ditentukan, harus sportif dan bersama saling
mengingatkan untuk tidak melakukan tindakan yang membuat menyebabkan
diketahui oleh siswa-siswinya. Sehingga ada nilai keteladanan yang terus menerus
dijadikan contoh anak didiknya; 2. Pihak sekolah selalu mengadakan kerjasama
yang baik, utamanya masyarakat di luar sekolah dan juga instansi terkait yang
meliputi dinas lingkungan, dan lembaga swadaya masyarakat yang berperan pada
kepedulian terhadap lilngkungan. Sehingga dukungan terus mengalir dari
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

masyarakat, baik diberikan secara materiil maupun moril demi kemajuan dan nilai
manfaat sekolah tersebut dalam mempertahankan prestasi sekolah sebagai sekolah
Adiwiyata Mandiri yang peduli dan berbudaya lingkungan.

Identitas Jurnal
Evaluasi Kebijakan Peraturan Majelis Dikdasmen Muhammadiyah tentang
Kinerja Guru di SMA Muhammadiyah 1 Gresik.
Any Faizah
Guru Biologi SMA Muhammadiyah 1 Gresik
Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Volume 2, Nomor 2, Juli 2014; 93-
10
Permasalahan yang Dikaji dalam Jurnal
Permasalahan yang dikaji dalam jurnal ini adalah hasil evaluasi tentang kinerja guru
yang di laksanakan di SMA Muhammadiyah I Gresik dan melihat dampak
kebijakan peraturan Majlis Dikdasmen Muhammadiyah Kabupaten Gresik terhadap
kinerja guru di SMA Muhammadiyah 1 Gresik.
Aspek Teori
1. Depdiknas (2000) mengemukakan enam unsur yang merupakan indikator kinerja
guru, yaitu: 1) penguasaan landasan kependidikan; 2) penguasaan bahan
pembelajaran; 3) pengelolaan proses belajar mengajar; 4) penggunaan alat
pelajaran; 5) pemahaman metode penelitian untuk peningkatan pembelajaran, dan
6) pemahaman administrasi sekolah.
2. Schacter (2000) membagi indikator kinerja guru dalam tiga bagian, yaitu: 1)
keterampilan, pengetahuan, dan tanggung jawab guru; 2) pencapaian prestasi
siswa pada level kelas, dan 3) pencapaian prestasi sekolah.
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

3. Parsons (2006), model rasional berisi gagasan bahwa implementasi adalah


menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan
tahapan dalam sebuah sistem. Isi kebijakan, mencakup hal-hal sebagai berikut: 1)
kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan ; 2) jenis manfaat yang akan
dihasilkan; 3) derajat perubahan yang diinginkan; 4) kedudukan pembuat
kebijakan; 5) pelaksana program, dan 6) sumber daya yang dikerahkan.
4. Dunn (2000) mendefinisikan istilah evaluasi: prosedur analisis-kebijakan yang
digunakan untuk menghasilkan informasi mengenai nilai atau manfaat dari
serangkaian aksi di masa lalu dan atau di masa depan.
5. Evaluasi dapat diartikan sebagai kegiatan pengendalian, penjaminan dan
penetapan kualitas dari hasil suatu kegiatan (Depdiknas, 2005)
6. Tes adalah suatu metode untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang secara
tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau
pertanyaan (Djemari Mardapi, 1999)
7. Pengukuran, didefinisikan oleh Allen & Yen sebagai penetapan angka secara
sistematik untuk menyatakan keadaan individu (Mardapi, 2000)
8. Hopkins & Stanley mengatakan bahwa evaluations is a process of summing up
the results of measurements or tests, giving them some meaning based on value
judgement
9. proses menyimpulkan hasil pengukuran atau test dengan memberi makna
berdasarkan penetapan nilai (Oriondo,1998)
10. Cizek (2000) menyatakan bahwa evaluasi merupakan the process of ascribing
merit or worth to the results of on observation or data collection.
11. Stark (1994) memberikan definisi evaluasi pendidikan adalah: 1) evaluasi sebagai
pertimbangan atau keputusan professional; 2) evaluasi sebagai pengukuran; 3)
evaluasi sebagai penilaian dari kesesuaian antara prestasi atau hasil dan tujuan; 4)
keputusan yang berorientasi pada evaluasi, dan 5) tujuan yang dihadapkan pada
evaluasi
12. Fernandes (1984) memaparkan, bahwa dua fungsi dasar evaluasi, yaitu evaluasi
formatif digunakan untuk memperbaiki dan mengembangkan dari sebuah
program, sedangkan fungsi dari evaluasi sumatif adalah digunakan untuk
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

tanggung jawab, memilih dan sertifikasi. Informasi untuk mengukur pencapaian


hasil dari suatu kegiatan
13. Evaluasi kebijakan terdiri dari: 1) evaluasi impresionistik; 2) evaluasi
operasional; 3) evaluasi sistemik (Imron, 2002)
14. Mangkunegara (2007) mengatakan bahwan istilah kinerja adalah performance
yang merupakan kata benda.
15. Purwadarminta (1990) kinerja atau prestasi kerja adalah hasil yang telah dicapai,
sedangkan menurut Saidi (1992) kinerja adalah kemampuan, kesanggupan dan
kecakapan seseorang atau suatu bangsa
16. Mangkunegara (2000) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya
17. Gibson (1996) mengatakan kinerja adalah hasil yang dicapai menurut ukuran
yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan
18. Suyadi Prawirosentono (1999) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai
oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai kegunaan
organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum sesuai moral
maupun etika
19. Kinerja sebagai suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2003)
20. Simamora (2000), indikator-indikator kinerja meliputi: 1) keputusan terhadap
segala aturan yang ditetapkan organisasi; 2) dapat melaksanakan pekerjaan atau
tugasnya tanpa kesalahan (atau dengan tingkat kesalahan yang paling rendah);
dan 3) ketepatan dalam menjalankan tugas
21. Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan bahwa peneliti berusaha
menelaah fenomena sosial dalam suasana yang berlangsung secara alamiah, atau
bagaimana menjelaskan suatu fenomena sosial demikian adanya dan situasi
penelitian tidak diintervensi (Balitbangdikbud, 2002 ).
22. Tahap penelitian kualitatif mengacu pada pendapat Moleong (2006), suatu
penelitian hendaknya dilakukan dalam tahap-tahap tertentu, yaitu; 1) tahap
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

orientasi, pada tahap ini, langkah pertama yang peneliti lakukan adalah
pemahaman terhadap literatur atau sumber-sumber bacaan yang berhubungan
dengan masalah penelitian. Langkah berikutnya pembuatan proposal penelitian
dan mengikuti seminar setelah mendapat persetujuan pembimbing. Kemudian
melakukan pendekatan terhadap sekolah dan pihak-pihak yang terkait lainnya; 2)
tahap eksplorasi focus, pada tahap ini dilakukan wawancara dan pengamatan
secara intensif dengan pihak-pihak yang diteliti, serta studi dokumentasi secara
mendalam sesuai dengan fokus penelitian setelah mendapatkan izin penelitian; 3)
tahap pengecekan, pada tahap ini pengecekan dilakukan penghapusan data atau
tahap membuat laporan tertulis. Pada tahap ini laporan dicek pada subjek, dan jika
kurang sesuai, perlu diadakan perbaikan untuk membangun derajat kepercayaan
pada informasi yang telah diperoleh.
Aspek Metodologi
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan
menggunakan teknik observasi, kuesioner, wawancara dan dokumentasi.
Temuan/ Kesimpulan
1. Peraturan Majelis Dikdasmen Pimpinan daerah Muhammadiyah tentang kinerja
guru terbukti efektif dalam pelaksanaannya di SMA Muhammadiyah 1 Gresik;
Dampak Penerapan Kebijakan Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kabupaten Gresik terhadap Kinerja Guru. Nilai kinerja yang
diraih oleh guru SMA Muhammadiyah 1 Gresik rata-rata BAIK. Keberhasilan
tersebut tidak terlepas dari kerja keras Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kabupaten Gresik, dan semua guru dan karyawan, serta
kekuatan peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh
penyelenggara pendidikan. Implementasi peraturan Majelis Dikdasmen Pimpinan
Daerah Muhammadiyah Kabupaten Gresik tentang kinerja guru membawa
pengaruh positif terhadap peningkatan kualitas guru di SMA Muhammadiyah 1
Gresik.
2. Kebijakan memang menjadi kunci keberhasilan dari suatu program. Apabila
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

kebijakan-kebijakan sekolah yang berkaitan dengan program evaluasi kinerja


guru telah direncanakan dan ditetapkan sejak awal, maka program-program
sekolah akan menjadi terarah dan pada saat ada penilaian kinerja, guru tidak akan
mengalami ketakutan.
3. Setiap kebijakan yang akan diterapkan tentunya harus diketahui oleh sasaran
kebijakan itu, karena kebijakan itu mengandung beberapa komponen, antara lain ;
1) kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan; 2) jenis dan manfaat yang akan
dihasilkan; 3) derajat perubahan yang diinginkan; 4) kedudukan pembuat
kebijakan; 5) pelaksana program; dan 6) sumber daya yang dikerahkan.
4. Faktor penghambat penilaian pembelajaran yang antara lain dirasakan adalah; 1)
masih rendahnya kemampuan guru dalam melakukan penilaian, terutama
penilaian proses; dan 2) perbedaan karakteristik siswa yang menyulitkan guru.
Faktor penghambat pengembangan profesi yang antara lain dirasakan adalah; 1)
kurangnya akses informasi terbaru, karena berada di daerah terpencil, dan 2)
kesibukan lain di luar kegiatan sekolah.

Identitas Jurnal
A Syamsu Alam
ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK KEBIJAKAN SOSIAL DI PERKOTAAN
SEBAGAI SEBUAH KAJIAN IMPLEMENTATIF
Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan Vol. 1 No. 3 Juni 2012.
Permasalahan yang Dikaji dalam Jurnal
Permasalahan yang dibahas dalam jurnal ini adalah masalah kebijakan tentang
manajemen perkotaan sebagai proses manajemen untuk membuat sistem kota yang
ideal seperti sesuatu yang diharapkan. Manajemen perkotaan ini sangat terkait
dengan tingkat kompleksitas masalah perkotaan yang terkait dengan sejumlah faktor
dan tantangan, seperti populasi, tingkat tinggi pada urbanisasi, Kemiskinan
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

meningkat / minimalnya kesempatan kerja, peningkatan ketidaksetaraan sosial /


kesenjangan ekonomi, Penurunan kualitas lingkungan di daerah perkotaan, dan
keterbatasan sumber daya manusia, kelembagaan dan fundrising untuk
mengembangkan dan memelihara infrastruktur perkotaan.
Aspek Teori
1. Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kombinasi dari dua kegiatan, penemuan)
dan menemukan solusi untuk masalah sosial (Bessant, et al 2006: 3).
2. Untuk dianalisis, dilihat tiga perspektif, kebijakan sosial sebagai proses
(perspektif proses), sebagai produk (perspektif produk) dan sebagai kinerja atau
prestasi (performance perspective), Hutman (1981) dan Gilbert dan Specht
(1986).
3. Kebijaksanaan menurut James E.Anderson (Solichin, 2003: 2), adalah sebagai
perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau
serangkaian aktor dalam sustu bidang kegiatan tertentu.
4. Carl Friedrich (Budi, 2002: 16), yang menyatakan bahwa kebijaksanaan sebagai
suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan
kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan
dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu
sasaran atau suatu maksud tertentu.
5. Hogwood dan Gunn, Bridgman dan Davis (2004) menyatakan bahwa kebijakan
publik sedikitnya mencakup hal-hal seperti: (1) Bidang kegiatan sebagai ekspresi
dari tujuan umum atau pernyataan-pernyataan yang ingin dicapai. (2) Proposal
tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintah yang telah
dipilih. (3) Kewenangan formal seperti undangundang atau peraturan pemerintah.
(4) Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan
sumberdaya lembaga dan strategi pencapaian tujuan. (5) Keluaran (output), yaitu
apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah, sebagai produk dari kegiatan
tertentu.
6. Robert Eyestone (Budi: 15), merupakan sebagai hubungan suatu unit pemerintah
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

dengan lingkungannya
7. Thomas R. Dye (Budi, 2002: 15), mengatakan bahwa Kebiajakan publik adalah
apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan
8. Analisa kebijakan adalah suatu bentuk penelitian terapan (action) yang dilakukan
untuk memahami secara mendalam berbagai permasalahan sosial guna
mendapatkan pemecahan yang lebih baik sebagaimana dikemukakan oleh Quide
(Mustopadidjaya, 1986).
9. Analisa kebijakan publik adalah penentuan dalam rangka hubungan antara
berbagai alternative kebijakan, keputusan atau cara-cara lainnya, yang terbaik
untuk mencapai sejumlah tujuan tertentu (Nagel, 1984).
10. Analisa kebijakan adalah metode atau disiplin untuk mengkaji, menemukenali,
merumuskan permasalahan yang dihadapi, kemudian mengembangkan, menilai
serta memilih alternative kebijakan, guna memecahkan permasalahan atau tujuan
yang diinginkan (Mustopadidjaya, 1984)
11. E.S.Quide (Riant: 83), bahwa asal muasal analisa kebijakan disebabkan
banyaknya kebijakan yang tidak memuaskan.
12. Carl W. Patton dan David S. Savicky (Riant, 2004: 84), dengan kritis menjelaskan
bahwa analisa kebijakan adalah tindakan yang diperlukan untuk dibuatnya sebuah
kebijakan, baik kebijakan yang baru sama sekali atau kebijakan yang baru sebagai
konsekuensi dari kebijakan yang ada.
13. William N. Dunn (Riant, 2003: 86), bahwa analisis kebijaksanaan sebagai disiplin
ilmu sosial terapan yang menerapkan berbagai metode penyelidikkan, dalam
konteks argumentasi dan debat publik, untuk menciptakan secara kritis menaksir,
dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan.
14. William N. Dunn (2000), bahwa hubungan antara komponenkomponen informasi
kebijakan dan metode-metode analisis kebijakan memberikan landasan untuk
membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan, antara lain; analisis kebijakan
prospektif, analisis kebijakan restrospektif, dan analisis kebijakan terintegrasi.
15. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon
isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi
kebutuhan masyarakat banyak. (Bessant, Watts, Dalton dan Smith 2006: 4).
16. Huttman (1981) dan Gilbert dan Specht (1986) melihat kebijakan sosial dari tiga
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

sudut pandang, yakni kebijakan sosial sebagai proses (process), sebagai produk
(product) dan sebagai kinerja atau capaian (performance).
Aspek Metodologi
-
Temuan/ Kesimpulan
1. Regulasi tentang keberadaan para PKL di kota Makassar sangat mendesak untuk
ditinjau kembali, seiring dengan adanya perubahan tentang kemajuan kota.
2. Munculnya pusat-pusat PKL pada tempat-tempat yang dilarang, merupakan
gambaran kekurangmampuan atau kekurangtegasan pemerintah kota dalam
menyediakan sumber-sumber ekonomi warganya, termasuk mengatur dan menata
PKL.

Identitas Jurnal
Guadalupe Francia
The impacts of individualization on equity educational policies
NEW APPROACHES IN EDUCATIONAL RESEARCH
Vol. 2. No. 1. January 2013 pp. 1722 ISSN: 2254-7399 DOI: 10.7821/naer.2.1.17-22
Permasalahan yang Dikaji dalam Jurnal
Jurnal ini mendiskusikan dampak strategi individualisasi mengenai kesetaraan
kebijakan pendidikan melalui analisis strategi pengajaran individual yang diterapkan
dalam rangka kebijakan prioritas pendidikan di Swedia.
Aspek Teori
1. Mons (2007), strategi pengajaran individualisasi yang diterapkan dalam sistem
pendidikan ini sangat berkontribusi terhadap keadilan dalam model sekolah ini.
2. Penelitian Pendidikan Komparatif tentang kebijakan prioritas pendidikan
(Demeuse, Frandji, Pincemin, Greger, & Rochex, [Eds.], 2008) menegaskan
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

risiko strategi individualisasi berdasarkan kurikulum yang dikurangi dan


terdiferensiasi untuk kelompok minoritas di negara-negara Eropa yang berbeda.
3. Model pendidikan homogen ini gagal memperhitungkan perbedaan budaya dan
individu di antara siswa dan memberikan pendidikan yang benar-benar setara.
Selain itu, ia menganggap keragaman dalam pendidikan sebagai masalah dan
dengan demikian secara signifikan menghambat integrasi dan pencapaian etnis
minoritas (Sjgren, 1995; Lahdenper, 1997). Pada saat bersamaan, model ini
berfungsi sebagai instrumen untuk melegitimasi perbedaan kinerja akademik
siswa (Wallin, 2002).
4. Dengan cara itu, ia melegitimasi pengalihan proses pendidikan dari guru ke siswa
sebagai mekanisme untuk meningkatkan tingkat pilihan dan tanggung jawab
bebas siswa dalam proses pendidikan mereka sendiri (Francia & Moreno, 2008).
5. Pengaruh yang cukup besar dari teori pedagogi John Dewey dan juga teori Piaget
di Swedia sebagian besar berkontribusi pada pengembangan tradisi pendidikan
yang panjang yang ditandai dengan kurikulum yang berpusat pada anak dan
partisipasi aktif siswa dalam proses pendidikan di sekolah-sekolah Swedia
(Bergqvist, 2005)
6. Bergqvist (2005) kurikulum postmodern ini menekankan pengendalian diri dan
tanggung jawab siswa berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
terhadap pekerjaan sekolah mereka sendiri.
7. Ideologi individualisasi menyiratkan penyesuaian isi pembelajaran, metode dan
lingkungan tidak hanya terhadap kebutuhan, profil dan minat siswa, tetapi juga
latar belakang sosial, budaya dan agama mereka (Vinterek, 2006).
8. Ajaran individual telah berkembang dengan mengorbankan pelajaran kelompok
yang dipimpin oleh guru dan sebagian besar relevansinya sesuai dengan
pengajaran dan instruksi langsung guru telah hilang (Vinterek, 2006).
9. these equity strategies lack a problematization of the negative effects derived
from implementing different syllabuses and evaluation criteria for different
groups of pupils at the school level (Francia & Moreno, 2008).
Aspek Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: (a) studi literatur
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

penelitian tentang individualisasi pengajaran yang diterapkan di sekolah wajib


komprehensif Swedia; Dan (b) studi literatur penelitian tentang kebijakan prioritas
pendidikan yang ditujukan untuk anak-anak dari daerah yang dipisahkan secara sosial
dan etnis.
Temuan/ Kesimpulan
Artikel ini mengklaim bahwa strategi individualisasi berdasarkan kurikulum
terdiferensiasi untuk siswa berisiko meningkatkan diskriminasi siswa karena alasan
bahasa atau latar belakang etnis. Meskipun penelitian ini berfokus pada pengalaman
Swedia, namun dapat menyebabkan pemahaman yang lebih baik mengenai dampak
yang ditimbulkan oleh strategi individualisasi mengenai keadilan di negara-negara
Eropa lainnya.

Identitas Jurnal
Regina Clia Linhares Hostins & Suelen Garay Figueiredo Jordo Universidade do
Vale do Itaja Brasil
School Inclusion Policy and Curricular Practices: Teaching Strategies for the
Conceptual Preparation of the Target Public of Special Education
Epaa aapee Arizona State University Journal Volume 23 Number 28
Permasalahan yang Dikaji dalam Jurnal
Dalam tulisan ini penulis menganalisis wacana guru (diperoleh dalam wawancara
kelompok), interaksi dan tindakan pengajaran guru. Hal ini bertujuan untuk
mengidentifikasi permasalahan pedoman kebijakan, praktik kurikuler, Dan peran
MRR di sekolah.
Aspek Teori
1. Pengaruh dan kepentingan baru ini merupakan indikasi perubahan material dan
medan diskursif kebijakan pendidikan dalam skala global, atau apa yang Lingard,
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

Creagh, dan Vass (2012, hal 315) sebut sebagai "bidang kebijakan global Yang
memiliki implikasi signifikan untuk definisi kebijakan pendidikan di Brasil.
2. Apa yang diselidiki adalah kemungkinan bahwa pedoman ini dalam praktiknya
dapat meningkatkan kesenjangan antara pendidikan reguler dan khusus yang
memprovokasi penyertaan terbalik dan / atau merangsang perkembangan apa
yang disebut oleh Lingard (2007, p 246) sebagai "pedagogi ketidakpedulian."
3. Dalam konsepsi penulis, pedagogies ini dapat dilihat sebagai terapi terapeutik
dalam kepedulian yang diberikan siswa, namun berbeda dalam hal kerja efektif
dengan perbedaan dan dalam kaitannya dengan bagaimana membuat perbedaan
mengenai peluang belajar di lingkungan sekolah (Lingard, 2007)
4. Dua aspek mendasar mencirikan penelitian kolaboratif: pendidikan dan
penelitian, yang mendefinisikannya sebagai dimensi pendidikan dan transformasi
(Oneesp, 2010).
5. Menurut kebijakan Pendidikan Khusus yang berlaku (Brasil, 2008) pendidikan
khusus: Mengidentifikasi, mempersiapkan, dan mengatur sumber daya pedagogis
dan aksesibilitas yang menghilangkan hambatan partisipasi penuh siswa, dengan
mempertimbangkan kebutuhan spesifik mereka. Kegiatan yang dilakukan dalam
pendidikan khusus berbeda dengan yang dilakukan di kelas umum, dan tidak
melakukan substitusi sekolah. Layanan ini melengkapi dan / atau melengkapi
pendidikan siswa yang bertujuan otonomi dan kemandirian di sekolah dan di
luarnya. (Halaman 16)
6. Melihat kasus spesifik siswa penyandang cacat, dapat dilihat bahwa itu persis
karena mereka mendominasi pemikiran abstrak dengan kesulitan lebih besar
sehingga sekolah harus mengembangkan kemampuan ini dengan menggunakan
semua cara yang mungkin.
7. "Dalam bentuk yang dirangkum, tugas sekolah terdiri dari tidak hanya
menyesuaikan diri dengan yang cacat, tapi juga mengatasinya" (Vygotski, 1997,
hal 45).
8. Sebuah konsep bukanlah formasi terisolasi, fosil, tidak berubah, melainkan bagian
aktif dari proses intelektual, terus-menerus dalam pelayanan komunikasi,
pemahaman, dan pemecahan masalah" (Vygotski, 1993). , Hal. 46).
Nama / Nim : Mutiara Arlisyah Putri Utami / 16701251024
Prodi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Istiana Hermawati, M.Sos

Aspek Metodologi
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi yang
melibatkan 203 peneliti di 16 negara bagian dan 20 Program Pasca Sarjana di
Institusi Pendidikan tingkat tiga di Brasil.
Temuan/ Kesimpulan
1. Praktik kurikuler yang mengarah pada persiapan konseptual siswa di sekolah
yang memiliki target masyarakat pendidikan khusus tidak dibedakan dari
persiapan konseptual praktik yang digunakan bersama siswa lainnya.
Perbedaannya terletak pada konsep pembelajaran dan di praktik pengajaran yang
telah dipicu, baik di sekolah reguler maupun di MRR, dan yang ke tingkat yang
lebih besar atau lebih kecil berkontribusi untuk memperluas atau membatasi
kemungkinan konseptual persiapan siswa dan proses sekolah mereka.
2. Tersirat dalam wacana pendidikan inklusif atau masuknya sekolah subjek
penyandang cacat, gangguan perkembangan global, atau yang berbakat, adalah
sebaliknya, menuju segmentasi, pemisahan, dan pembedaan antara
Guru, siswa, dan pekerjaan pedagogis dari layanan ini di sekolah.
3. Dari sudut pandang penjabaran kebijakan sekolah inklusi dalam konteks
praktik, apa yang diamati adalah pembatasan aktivitas MRR terhadap dukungan
kegiatan pedagogis, individualisasi pengajaran dan isolasi kerja, yang
berkontribusi terhadap pemeliharaan sebuah gagasan tentang tempat untuk
pendidikan khusus di sekolah, pengosongan kurikulum, dan kelanjutan ketidak
pedulian terhadap pedagogi.

Anda mungkin juga menyukai