ABSTRAK
PENDAHULUAN
Gaya arsitektur diwakili oleh dua hal. Pertama, yang paling kasat mata
adalah arsitektur dalam pengertian formalistik (wujud), bentukan masa, teknik
membangun, fungsi-fungsi yang diwadahi, dan kesan keseluruhan karya tersebut.
Yang kedua lebih sulit dikenali, adalah dalam pengertian pra-anggapan,
interpretasi dan wacana yang melatari kehadiran wujud arsitektur. Pada tataran ini,
wujud hanya merupakan hasil dari proses desain. Yang harus diapresiasi adalah
bobot pemikiran, curahan emosi, maupun penyaluran kehendak dari si arsitek.
Beberapa karya yang dirancang dalam proses dan alur pemikiran yang kurang
lebih serupa bisa menjadi pemicu kehadiran gaya tertentu.
Secara taksonomis-simplistik, gaya arsitektur dapat dibagi menjadi tiga
kelompok. Pertama, gaya arsitektur yang bersifat kultural. Kedua, gaya yang lebih
berorientasi pada referensi personal. Dan ketiga, gaya yang tampil sebagai gaya
universal. Kehadiran ketiga gaya arsitektur tersebut sangat nyata di seluruh
belahan dunia dan sangat terkait dengan tarik-menarik kekuatan global versus
lokal, homogenitas versus heterogenitas kultur, keterbukaan versus ketertutupan
masyarakat terhadap ide baru.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa gaya arsitektur
Universitas Brawijaya adalah gaya arsitektur yang bersifat kultural. Bentuk
bangunan kampus Universitas Brawijaya terkesan seperti candi-candi, yang
identik dengan kultur pada zaman Raja Brawijaya. Oleh karena itu, saya meneliti
dengan mengamati secara langsung bagaimana nama Brawijaya berpengaruh
terhadap gaya arsitektur Universitas Brawijaya. Tujuan dari penelitian ini adalah
menjelaskan pengaruh nama Brawijaya terhdapa gaya arsitektur Universitas
Brawijaya. Manfaat dari penelitian ini adalah agar pembaca dapat memahami
pengaruh nama Brawijaya terhdapa gaya arsitektur Universitas Brawijaya. Metode
penelitian yang digunakan adalah analisis dan pengamatan secara langsung.
Babad Tanah Jawi menyebut nama asli Brawijaya adalah Raden Alit. Ia
naik tahta menggantikan ayahnya yang bernama Prabu Bratanjung, dan kemudian
memerintah dalam waktu yang sangat lama, yaitu sejak putra sulungnya yang
bernama Arya Damar belum lahir, sampai akhirnya turun takhta karena
dikalahkan oleh putranya yang lain, yaitu Raden Patah yang juga saudara tiri Arya
Damar.
Sementara itu pendiri Kerajaan Majapahit versi naskah babad dan serat
bernama Jaka Sesuruh, bukan Raden Wijaya sebagaimana fakta yang sebenarnya
terjadi. Menurut Serat Pranitiradya, yang bernama Brawijaya bukan hanya raja
terakhir saja, tetapi juga beberapa raja sebelumnya. Naskah serat ini menyebut
urutan raja-raja Majapahit ialah:
Nama Brawijaya berasal dari kata Bhra Wijaya. Gelar bhra adalah
singkatan dari bhatara, yang bermakna "baginda". Sedangkan gelar bhre yang
banyak dijumpai dalam Pararaton berasal dari gabungan kata bhra i, yang
bermakna "baginda di". Dengan demikian, Brawijaya dapat juga disebut Bhatara
Wijaya.
Menurut catatan Tome Pires yang berjudul Suma Oriental, pada tahun
1513 di Pulau Jawa ada seorang raja bernama Batara Vigiaya. Ibu kota
kerajaannya terletak di Dayo. Pemerintahannya hanya bersifat simbol, karena
yang berkuasa penuh adalah mertuanya yang bernama Pate Amdura.
Batara Vigiaya, Dayo, dan Pate Amdura adalah ejaan Portugis untuk
Bhatara Wijaya, Daha, dan Patih Mahodara. Tokoh Bhatara Wijaya ini
kemungkinan identik dengan Dyah Ranawijaya yang mengeluarkan prasasti Jiyu
tahun 1486, di mana ia mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan
Kadiri. Pusat pemerintahan Dyah Ranawijaya terletak di Daha. Dengan kata lain,
saat itu Daha adalah ibu kota Majapahit.
Babad Sengkala mengisahkan pada tahun 1527 Kadiri atau Daha runtuh
akibat serangan Sultan Trenggana dari Kesultanan Demak. Tidak diketahui
dengan pasti apakah saat itu penguasa Daha masih dijabat oleh Bhatara
Ranawijaya atau tidak. Namun apabila benar demikian, berarti Ranawijaya
merupakan raja Daha yang terakhir.
Meskipun kisah hidupnya dalam naskah babad dan serat terkesan khayal
dan tidak masuk akal, namun nama Brawijaya sangat populer, terutama di daerah
Jawa Timur. Hampir setiap kota di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur
menggunakan Brawijaya sebagai nama jalan. Nama Brawijaya juga diabadikan
menjadi nama suatu perguruan tinggi negeri di Kota Malang, yaitu Universitas
Brawijaya. Juga terdapat Museum Brawijaya di kota Malang dan Stadion
Brawijaya di Kediri. Di samping itu kesatuan Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Darat yang meliputi daerah Jawa Timur dikenal dengan nama Kodam
V/Brawijaya.
CANDI SUKUH
Dan katanya bahwa sumpatan dari Raden Brawijaya ini sampai sekarang
tuahnya masih diikuti oleh orang-orang dari daerah Cepu terutama keturunan
Adipati Cepu yang ingin mendaki ke Gunung Lawu, mereka masih merasa takut
jika melanggarnya.
Di Candi Cetho ini terdapat sebuah gapura yang khas. Bentuknya ramping
dan bertingkat-tingkat yang lalu dibelah menjadi dua, sehingga bagian dalam
gapura rata. Gapura dengan karakteristik seperti ini disebut juga sebagai Candi
Bentar.
Pada keadaannya sejak renovasi, kompleks Candi Ceto terdiri dari
sembilan tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk Candi Bentar,
pengunjung mendapati dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura
masuk (yaitu teras ketiga) merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa
halaman. Pada aras ketiga terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur
masyarakat Dusun Ceto.
CANDI DUKUH
Candi Dukuh adalah salah satu Candi Hindu, yang berada Desa Rowoboni,
Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. Candi Dukuh keletakannya berada
pada sebuah bukit kecil, yang lokasinya bersebelahan dengan Rawa Pening. Candi
ini diperkirakan dibangun sekitar abad IX atau di zaman Kerajaan Mataram Kuno.
Candi Dukuh ini berbentuk kubus, namun tanpa atap karena terjadi kerusakan.
Namun bentuk dinding dan pintu Candi Dukuh ini mirip dengan Candi Angka
Tahun.
Selama ini candi ini dikenal dangan nama Candi Brawijaya. Nama ini
muncul karena persepsi masyarakat sekitar yang menduga bahwa candi ini
sebagai tempat pertapaan Raja Majapahit, Prabu Brawijaya. Candi ini erat
kaitannya dengan pelarian Prabu Brawijaya V menuju Gunung Lawu untuk
menghindari peperangan dengan anak kandungnya yang bernama Raden Patah.
Beliau juga merupakan Raja Demak yang berniat mengajak ayahnya memeluk
keyakinan sama dengan dirinya yang beragama Islam. Karena latar belakang
sejarah tersebut juga, kadang candi ini disebut juga dengan Candi Brawijaya.
Candi Angka Tahun berada di dalam area Candi Pentaran. Candi Angka
Tahun berangka tahun 1291 Saka atau 1369 Masehi. Masyarakat Jawa Timur lebih
mengenalnya dengan nama Candi Brawijaya yang merupakan bangunan yang
paling dikenal dalam kompleks Candi Penataran dan juga digunakan sebagai
lambang kodam V Brawijaya. Terkadang ada juga yang menyebutnya Candi
Ganesha karena di dalam bilik candinya terdapat sebuah arca Ganesha.
Bagian dalam relung candi terdapat sebuah arca Ganesha dari batu dalam
posisi duduk di atas padmasana. Pada bagian atas bilik candi pada batu penutup
cungkup terdapat relief Surya Majapahit yakni lingkaran yang dikelilingi oleh
jurai pancaran sinar yang berupa garis-garis lurus dalam susunan beberapa
segitiga sama kaki. Relief Surya Majapahit juga ditemukan di beberapa candi
yang lain di Jawa Timur ini dalam variasi yang sedikit berbeda sebagai lambang
kerajaan.
Candi Angka Tahun seperti umumnya bangunan-bangunan candi lain,
terdiri dari bagian-bagian yang disebut kaki candi yaitu bagian candi yang bawah,
kemudian tubuh candi, terdapat bilik atau kamar candi (garbagriha) dan kemudian
mastaka atau kemuncak bangunan yang berbentuk kubus.
Pada bagian mahkota terdapat hiasan yang raya dan pada masing-masing
dinding tubuh candi terdapat relung-relung atau ceruk yang berupa pintu semu
yang di bagian atasnya terdapat kepala raksasa kala yang rupanya menakutkan.
Kepala makhluk seperti ini disebut kepala kala yang di Jawa Timur sering disebut
Banaspati yang berarti raja hutan. Penempatan kepala kala di atas relung candi
dimaksudkan untuk menakut-nakuti roh jahat agar tidak berani masuk komplek
percandian.
Sementara itu pada sekeliling bangunan ini terdapat sisa-sisa tembok bata
yang tinggal bagian dasarnya dengan pintu masuk di sisi barat laut. Bangunan-
bangunan di halaman pertama ini seluruhnya terbuat dari batu andesit. Kecuali
dua buah pondasi dari bata berdenah persegi panjang, terletak di sebelah timur
laut candi angka tahun ini. Di sebelah kiri candi angka tahun terdapat arca wanita
yang ditafsirkan sebagai arca perwujudan Gayatri Rajapatni.
Meskipun tidak ada hubungan secara langsung dengan kisah hidup Prabu
Brawijaya, Candi Bentar Wringinlawang ini masih erat kaitannya dengan kerajaan
Majapahit. Candi Bentar Wringinlawang terletak di Dukuh Wringin Lawang, desa
Jati Pasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Gapura
WringinLawang sering disebut pula sebagai candi Jati Pasar. Sebutan yang
digunakan terkadang gapura, terkadang candi. Akan tetapi lebih tepat jika Wringin
Lawang disebut sebagai gapura, dengan candi bentar karena serupa dengan
bangunan candi, tetapi seolah-olah dibelah menjadi dua bagian yang sama. Di
situs ini dulunya tumbuh sepasang pohon beringin dan karena itulah disebut
Wringin Lawang. Begitu besar dan megahnya bangunan ini maka sering disebut
candi (sedangkan tipe bangunan yang masuk definisi candi sebenarnya adalah
tempat pemujaan).
Gerbang Veteran merupakan salah satu akses keluar dan masuk kampus
Universitas Brawijaya yang berada di Jalan Veteran. Gerbang ini mengambil rupa
dari Candi Bentar Wringinlawang. Karakteristik candi tersebut mirip dengan
gapura yang ada di gerbang Veteran, yaitu bentuknya besar dan megah serta
bertingkat-tingkat yang seperti dibelah menjadi dua, sehingga bagian dalam
gapura rata. Selain itu, pagar kampus Universitas Brawijaya juga memiliki ciri
khas candi-candi. Sehingga nuansa candi begitu terasa di dalam Kampus
Universitas Brawijaya.
Candi Dukuh dan Candi Angka Tahun memiliki kesamaan, yaitu ketiganya
sama-sama pernah disinggahi oleh Raja Brawijaya. Sedangkan Candi Bentar
Wringinlawang adalah pintu gerbang kerajaan Majapahit. Menurut pendapat
pribadi saya, hal inilah yang membuat kampus Universitas Brawijaya mengambil
rupa dari ketiga candi tersebut, karena nama Universitas Brawijaya diambil dari
nama Raja Brawijaya.
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa gaya Arsitektur dan bentuk bangunan kampus Universitas
Brawijaya dipengaruhi oleh nama Brawijaya yang digunakan Universitas
Brawijaya berdasarkan sejarah Raja Brawijaya V. Bentuk-bentuk bangunan di
dalam kampus Universitas Brawijaya banyak mengambil dari candi-candi yang
pernah disinggahi oleh Raja Brawijaya V.
DAFTAR PUSTAKA
Vaa. 03 Aug 2015 Candi Dukuh, Tempat Pelarian Prabu Brawijaya, (Online),
(http://www.katawarta.com/asal-usul/candi-dukuh-tempat-pelarian-prabu-
brawijaya diakses 5 Desember 2016).
Babad Majapahit dan Para Wali (Jilid 3). 1989. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan
Daerah
H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti