Anda di halaman 1dari 13

1

HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA

Pepatah :
Malang tak dapat ditolak
Mujur tak dapat diraih
Malang sekejap mata
Mujur sepanjang hari
Dalam kehidupan manusia, selalu saja ada sengketa baik itu disengaja atau tidak, baik itu
besar atau kecil. Yang jelas setiap hari dapat terjadi sengketa.
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara :
1. Litigasi
2. Non Litigasi

1. Penyelesaian sengketa dengan Litigasi


a. Penyelesaian sengketa lewat pengadilan
b. Ada sengketa tapi kemudian sengketa tersebut dapat berubah menjadi tidak sengketa
atau dengan kata lain orang yang mengajukan gugatan ke pengadilan bisa saja telah
dalam persidangan
Contoh Kasus :
A dan B adalah pasangan suami istri, kemudian mereka mengangkat anak yang bernama C.
Tidak lama kemudian A-B meninggal dan mereka meninggalkan harta yang banyak. Harta
tersebut dikuasai oleh D yang merupakan adik dari B. C tidak senang karena dia merasa
harta A-B jatuh atau adalah milik C. C tidak mau menempuh jalan eigenrichting (main
hakim sendiri). C tidak mau merebut harta pusaka secara paksa, maka C menggugat D ke
pengadilan.
Pada awal sidang, hakim menawarkan perdamaian tapi mereka (C dan D) menolak untuk
berdamai. Kemudian masing-masing pihak memberikan bukti-bukti pada hakim, maka
putusan hakim :
Hakim menolak gugatan C, karena kasus tersebut terjadi di Jawa, dimana dalam hukum
adat Jawa ada aturan bahwa : Harta pusaka yang ditinggalkan oleh seseorang jatuh pada
keluarganya
Karena adanya hukum adat inilah D menjadi menang.
Empat peradilan di Indonesia
a. Peradilan Umum
b. Peradilan Agama
c. Peradilan Militer
d. Peradilan Tata Usaha Negara
Pada peradilan umum, dalam menyelesaikan sengketa atau apabila seseorang menempuh
jalur hukum maka ada 2 tingkat yaitu:
a. Pengadilan Negeri
1) Perkara harus selesai dalam jangka waktu 6 bulan
2) Apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan hakim PN, maka pihak yang
kalah tersebut dapat menggunakan upaya hukum yaitu banding, maka pihak yang
kalah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.
2

b. Pengadilan Tinggi
1) Yang diperiksa cuma berkas-berkas. Jika hakim PT ingin keterangan tambahan, maka
PT minta bantuan pada PN untuk meminta keterangan pada pihak tersebut.
2) Perkara tersebut harus diputuskan dalam jangka waktu 6 bulan

c. Mahkamah Agung
1) Tidak termasuk tingkat tetap merupakan muara peradilan
2) Minimal 6 bulan
Suatu perkara lama selesai karena wilayah hukum dari PN dan PT itu luas, di samping itu
setiap hari selalu saja terjadi perkara dan perkara tersebut menumpuk di MA sehingga
butuh waktu yang lama untuk putusannya.
Dalam penyelesaian sengketa lewat litigasi/pengadilan butuh waktu yang lama dan dimana
bagi pihak tersebut waktu itu adalah uang, sehingga dia mencari jalan pintas untuk
menyelesaikan perkara sehingga dalam UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan ADR
(Alternative Dispute Resdution) atau pilihan/win-win solution.
Alternative yaitu dalam penyelesaian suatu perkara para pihak dapat memilih jalur mana
yang dia pilih :
a. Litigasi
b. Non litigasi

2. Penyelesaian sengketa dengan Non Litigasi


Sudah dibuka kemungkinan oleh hakim pada waktu penyelesaian suatu perkara
ke pengadilan. Hanya saja penyelesaian perkara secara alternative yang ditawarkan oleh
pihak pengadilan/majelis hakim pada waktu itu masih dalam rangka/ruang lingkup
penyelesaian perkara secara litigasi.
UU No. 30/1999 tentang arbitrase dan ADR
Khusus perkara perdata, perkara-perkara yang melibatkan para pihak :
a. Keuangan
b. Bisnis
c. Industri
Non Litigasi :
a. Resmi
b. Ada aturannya
Pengertian Konflik
Konflik berasal dari bahasa Inggris :
a. Conflict
b. Disputes
Yang berarti :
1. Perselisihan/percekcokan/pertentangan
2. Adanya ketidaksepahaman sehingga timbul pertentangan untuk menyatukan
ketidaksepahaman itu dapat melalui :
a. Litigasi
b. Non litigasi
Bentuk-bentuk konflik yaitu :
1. Conflicting evident yaitu konflik yang terjadi antara dua pihak/lebih mengenai sesuatu
yang dianggap sebagai alat bukti.
3

Konflik ini terjadi antara :


a. Pihak penggugat dan tergugat
b. Penuntut umum dengan terdakwa
2. Conflict of authority yaitu pertentangan antara pengeluar keputusan dari 2 pihak atau
pejabat/lembaga yang mengeluarkan keputusan.
Ex : Adanya pertentangan antara Departemen Perindustrian dengan Departemen
Pertambangan tentang pemberian izin atas suatu keputusan pengolahan dan pengelolaan
suatu lahan.
3. Conflict of Interest (kepentingan) yaitu konflik yang terjadi antara dua pihak/lebih
mengenai suatu hal yang masing-masing pihak berkepentingan terhadap hal tersebut.
Ex : Pengadaan Laptop untuk anggota Dewan. Maka terjadi konflik antara anggota DPR
dengan masyarakat.
4. Conflict of law yaitu konflik yang muncul antara 2 negara yang berbeda aturan
hukumnya mengenai sesuatu hal yang ingin diperlakukan.
Ex :
a. Antara 2 sistem hukum yang berlaku di dunia yaitu anglo saxon dan Eropa
Continental, dimana :
1) Eropa continental
a) Hukumnya tertulis (kodifikasi)
b) Hakim majelis
2) Anglo saxon
a) Hukumnya tidak tertulis (hukum adat)
b) Adanya juri
b. Dalam negara
1) Amerika Serikat
Antara AS vs Negara Bagian, dimana negara bagian satu dengan negara bagian lain
berbeda aturan hukumnya.
2) Indonesia
Indonesia vs Pemda dimana Pemda sudah diberi kewenangan untuk mengurus dan
mengatur daerahnya.
5. Conflict of Personal Law (Hukum Perseorangan) yaitu konflik yang muncul karena
adanya perbedaan yang diperlakukan terhadap orang yang satu dengan orang yang lain.
Ex : Adanya ketentuan yang berlainan tentang cara pengangkatan anak antara orang
Tionghoa dengan orang Indonesia. Dalam hukum Tionghoa dikenal adopsi, sedang
dalam hukum adat Indonesia tidak dikenal adopsi/ pengangkatan anak.
Perbedaan konflik yang disebutkan di atas itu dapat kita lihat pendapat para pakar di
satu pihak dan di pihak lain ada juga pembagian tentang konflik ini yaitu :
1. Konflik data yaitu terjadi karena ada kekurangan/kesalahan informasi.
2. Konflik hubungan yaitu terjadi karena adanya kesalahan komunikasi antara para
pihak.
3. Konflik struktur
Terjadi karena :
a. Pola merusak perilaku
b. Interaksi kontrol yang tidak sama
c. Distribusi yang tidak sama
d. Faktor lingkungan yang menghalangi kerjasama
4

e. Waktu yang sedikit


Cara penyelesaiannya :
Para pihak perlu :
a. Memperjelas/mempertegas aturan main
b. Mengubah pola perilaku masyarakat
c. Mengalokasikan kembali kontrol sumber daya
d. Membangun persaingan sehat
4. Konflik nilai
Terjadi karena :
a. Perbedaan kriteria evaluasi pendapat/perilaku
b. Perbedaan pandangan hidup, ideologi, agama
c. Adanya penilaian sendiri-sendiri tanpa memperhatikan penilaian orang lain.
Ex : Muhammadiyah vs NU
Cara penyelesaiannya :
a. Konflik nilai harus dihilangkan untuk itu para pihak harus menghilangkan konflik
nilai tersebut.
b. Mengizinkan para pihak untuk menyetujui.
5. Konflik kepentingan
Terjadi karena :
a. Adanya perasaan/tindakan yang bersaing
b. Adanya kepentingan substansi dari para pihak
c. Adanya kepentingan procedural
b. Adanya kepentingan psikologi
Cara penyelesaiannya :
Arbitrase
Adegium Peradilan (Prinsip)
Dua perkara yang sama tidak dapat diputuskan 2 x karena itu dicari penyelesaian
dengan cara lain dan ini dibentuk oleh masyarakat.
Ex : Arbitrase, negosiasi, mediasi.
2. Upaya Hukum Non Litigasi
1. Lembaga Arbitrase (Perwasitan)
Perkataan arbitrase berasal dari Arbitrae (bahasa Latin) yang berarti kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan.
Arbitrase dapat dikatakan penyelesaian/putusan sengketa oleh seorang/para hakim yang
berdasarkan tujuan bahwa mereka akan tunduk kepada mentaati keputusan yang diberikan
oleh hakim/para hakim yang mereka pilih/petunjuk tersebut.
Pengertian lain yang diberikan oleh beberapa sarjana :
a. Frank El Qouri dan Edna El Qouri
Dalam bukunya How Arbitration Work (Washington DC, 1974) menyatakan :
Arbitration is simple prosseding voluntarily choosen by parties who want as dispute
determined by an impartial judge of their mutual selection whose decision, based on the
merit of the case they agreed in advance to accept as final and binding
5

Arbitrase adalah proses yang simpel/secara sukarela yang dipilih oleh para pihak yang
ingin memutuskan suatu perselisihan sengketa oleh seorang hakim yang bebas yang
mereka pilih berdasarkan kepentingan mereka, dimana keputusannya didasarkan atas
jenisnya kasus mereka setuju secara sukarela menerima keputusan yang diberikan itu
sehingga keputusan yang final akhir dan bersifat mengikat.
b. Z. Assiqin Kusumo Atmadja
Dalam ceramahnya yang berjudul Enforcement of Foreign Arbitral Award, dimuka
seminar yang diadakan badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) bersama-sama
dengan International Chamber of Commerce (ICC) pada tanggal 13 September 1978 di
Jakarta mengatakan bahwa :
Arbitration is the . Communitys self regulatory pratice of dispute settlement
Arbitrase adalah penyelesaian sengketa yang dilaksanakan oleh komunitas bisnis itu
sendiri secara teratur berdasarkan keinginan mereka.
c. Abdul Kadir Muhammad
Arbitrase adalah badan peradilan swasta diluar lingkungan peradilan umum yang dikenal
khusus dalam dunia perusahaan.
Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh
pihak-pihak pengusaha yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan negara merupakan kehendak bebas pihak-
pihak. Kehendak bebas ini dapat dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka buat
sebelum/sesudah terjadi sengketa sesuai dengan azaz kebebasan berkontrak dalam
hukum perdata.
d. Subekti
Arbitrase adalah suatu penyelesaian/pemutusan sengketa oleh seorang wasit/apra wasit
yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk/ akan mentaati keputusan
yang akan diberikan oleh wasit atau para wasit yang mereka pilih/tunjuk tersebut.
e. Sudargo Gautama
Arbitrase adalah cara-cara penyelesaian hakim partikulir yang tidak terikat dengan
berbagai formalitas, cepat dalam memberikan keputusan, disetujui sebagai instansi
terakhir serta mengikat yang mudah untuk dilaksanakan karena akan ditaati para pihak.
f. UU No. 30/1999
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu perkara perdata diluar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersangkutan.
Perjanjian Arbitrase
a. Jika dibuat secara tertulis maka mereka dapat mengantisipasinya sebelum/ sesudah
terjadi sengketa.
b. Diselesaikan oleh para pihak yang tidak termasuk dalam pihak tersebut/pihak yang
bebas/pihak yang berwenang
c. Para pihak sepakat untuk mentaati dan melaksanakan putusannya.
Penyelesaian/pemutusan sengketa melalui arbitrase adalah suatu praktek yang sudah lama
dikenal di Indonesia. Dalam Kitab UU Hukum Acara Perdata di zaman kolonial Belanda
yang dikenal dengan sebutan Reglement op de burgelijke rechts vordering (BRV) yang
mulai berlaku 1849 terdapat ketentuan-ketentuan mengenai keputusan arbiter dan
pelaksanaannya.
6

Dalam pasal 393 (pasal peralihan)


Pada dasarnya HIR ini hanya akan menyelesaikan perkara-perkara sederhana di antara
orang Indonesia asli di bidang perdata akan tetapi apabila terdapat perkara-perkara yang
tidak ada aturan penyelesaiannya di dalam HIR bisa digunakan ketentuan BRV bagi
penyelesaian perkara mereka.
Jadi walaupun BRV tidak diberlakukan bagi orang Indonesia arti terhadap perkara perdata
mereka maka bisa dipergunakan aturan-aturan BRV untuk penyelesaiannya sepanjang
mereka menginginkan.
Ex :
Voeging (percampuran)
Tussenkomst (pihak ke 3 tapi ada kepentingan)
Intervensi (pihak ke 3 tapi tidak ada kepentingan)
Dalam BRV ini istilah untuk penengah/arbiter ini digunakan kata-kata scheidsman. UU
paling tua yang mengatur tentang Arbitrase adalah Arbitrain Act 1697 dari Inggris. UU ini
telah beberapa kali dirubah, terakhir menjadi Arbitration Act 1950.
UU Mahkamah Agung No. 1/1950 juta mengatur tentang arbitrase ini yang memberikan
kemungkinan banding terhadap putusan arbitrase. Di dalam UU MA ini dipakai perkataan
wasit untuk arbiter dan perwasitan untuk arbitrase.
Arbitration Act 1950 dari Inggris di samping perkataan Arbitrator juga dipakai perkataan
umpire untuk perkataan wasit tetapi perkataan umpire tersebut ditujukan pada arbiter
tunggal/ketua suatu tim arbitrase.
Dasar Hukum Arbitrase
Keberadaan arbitrase adalah suatu kewajaran apabila 2/lebih pihak yang terlibat dalam
suatu sengketa mengadakan persetujuan bahwa mereka menunjuk seorang pihak ketiga
yang mereka berikan wewenang untuk memutus sengketa itu, sedangkan mereka berjanji
untuk tunduk kepada putusan yang akan diberikan oleh pihak ketiga tersebut.
Apabila salah satu pihak kemudian enggan memberikan bantuannya untuk pengambilan
keputusan/tidak mentaati keputusan yang telah diambil oleh orang yang mereka berikan
wewenang untuk memutuskan sengketa tersebut maka pihak itu dianggap melakukan
pelanggaran perjanjian.
Hukum harus menyediakan upaya-upaya hukum untuk memaksa pihak yang melanggar
perjanjian itu untuk mentaatinya. Pada prinsipnya harus diperhatikan bahwa apa yang
dapat diserahkan kepada arbiter/wasit/majelis arbitrase untuk diputus itu haruslah
merupakan hal-hal yang berada dalam kekuasaan bebas dari para pihak
Hal ini dapat kita lihat dari pasal 616 BRV yang mengatakan bahwa : Tidak diperkenankan
dengan ancaman batal bila mengadakan suatu persetujuan arbitrase mengenai soal
olimentasi/pemberian nafkah perceraian/perpisahan meja dan tempat tidur kedudukan
hukum seseorang atau pun pada umumnya mengenai sengketa dimana ketentuan hukum
tidak diperkenankan diadakan suatu perdamaian.
Dasar hukum untuk mengadakan arbitrase terdapat pada UU No. 30/1999 tentang
Altenative penyelesaian sengketa dan arbitrase. UU ini merupakan pembaharuan dan
perbaikan daripada pasal 615-651 BRV tentang pelaksanaan arbitrase.
Keuntungan Menggunakan Arbitrase
Dalam kegiatan bisnis pada masa sekarang, penyelesaian sengketa melalui arbitrase lebih
sering digunakan terutama pada kontrak-kontrak dagang internasional. Ada beberapa
alasan pelaku bisnis usaha menggunakan lembaga arbitrase :
7

a. Adanya kebebasan, kepercayaan dan keamanan


Arbitrase pada umumnya menarik bagi para pengusaha, pedagang dan investor sebab
memberikan kebebasan dan otonomi yang sangat luas pada mereka. Secara relatif memberikan
rasa aman terhadap keadaan yang tidak menentu dan ketidakpastian sehubungan dengan
sistem hukum yang berbeda (pada kontrak-kontrak internasional); juga menghindari
kemungkinan keputusan hakim yang berat sebelah yang melindungi kepentingan/pihak lokal
dari mereka yang terlibat dalam suatu perkara.
b. Wasit/arbiter memiliki keahlian
Para pihak seringkali memilih arbitrase karena mereka memiliki kepercayaan yang lebih
besar terhadap keahlian arbiter mengenai persoalan yang dipersengketakan
dibandingkan jika mereka menyerahkan penyelesaian kepada pihak pengadilan yang
telah ditentukan.
c. Lebih cepat dan hemat biaya
Dikatakan lebih cepat karena para pihak tidak harus menunggu dalam proses sebagaimana
antrian dalam proses litigasi. Seperti : adanya pemeriksaan pendahuluan. Sementara
perkara berlangsung para pihak masih tetap dapat menjalankan usahanya dan tidak
merasakan kekecewaan dan ketidakpuasan yang terjadi dalam proses litigasi. Selain itu
dalam proses arbitrase tidak dimungkinkan banding/kasasi. Putusan bersifat final dan
mengikat (final dan binding).
d. Bersifat rahasia
Proses pengambilan keputusan dalam lingkungan arbitrase bersifat privat dan bukan
bersifat umum, sehingga hanya para pihak yang bersengketa saja yang tahu. Sifat rahasia
arbitrase ini dapat melindungi para pihak dari hal-hal yang tidak diinginkan/merugikan
akibat pengikatan informasi bisnis kepada umum.
e. Adanya kepekaan arbiter/wasit
Dalam mengambil keputusan, pengadilan seringkali memanfaatkan sengketa privat sebagai tempat
untuk menonjolkan nilai-nilai masyarakat. Akibatnya dalam menyelesaikan sengketa privat yang
ditanganinya pertimbangan hakim sering mengutamakan kepentingan umum sedangkan
kepentingan privat merupakan pertimbangan ke 2.
Arbitrase pada umumnya menerapkan pola nilai-nilai secara berbalik yaitu arbiter dalam
pengambilan keputusan lebih mempertimbangkan sengketa sebagai persoalan privat
daripada sengketa yang bersifat publik/umum.
f. Bersifat non preseden
Pada umumnya putusan arbitase tidak memiliki nilai/sifat presedent. Oleh karena itu
untuk perkara yang serupa mungkin saja dihasilkan keputusan arbitrase yang berbeda.
Bersifat presedent yaitu putusan yang sama untuk perkara yang sama.
g. Pelaksanaan putusan lebih mudah dilaksanakan
Oleh karena yang menginginkan adanya penyelesaian sengketa secara damai adalah para
pihak maka konsekuensi dari keinginan para pihak tersebut, jelas ada pihak-pihak yang
dengan sukareka mengalah dengan tuntutannya. Oleh karena ada keinginan untuk
berdamai ini, maka putusan yang diberikan oleh arbiter tersebut mudah dijalankan.
Persetujuan Arbitrase
Untuk mengetahui apakah para pihak menggunakan lembaga penyelesaian arbitrase/tidak,
dapat kita ketahui dari perikatan arbitrase yang dibuat para pihak.
Perikatan arbitrase yaitu perikatan yang lahir dari perjanjian.
8

Oleh karena itu ada/tidaknya penyelesaian arbitrase antara para pihak dapat kita lihat dari
perjanjian yang dibuat oleh para pihak.
Dari ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan dengan arbitrase ini dapat diketahui
bahwa perikatan arbitrase harus dibuat di dalam suatu akte baik dalam suatu akte
kompromitendo maupun akte kompomise.
Hampir semua lembaga arbitrase yang ada menyatakan adanya perjanjian tertulis.
Dari perikatan arbitrase ada 2 macam klausula arbitrase yaitu :
a. Pactum de compromittendo
Klausula pactum de compromittendo dibuat sebelum persengketaan terjadi. Dapat
bersamaan dengan saat pembuatan perjanjian pokok atau sesudahnya, dengan kata lain :
perjanjian arbitrase bisa menyatu/menjadi satu dengan perjanjian pokoknya (dalam
suatu perjanjian tersendiri diluar perjanjian pokok.
Karena perjanjian tersebut dibuat sebelum terjadinya sengketa, maka diperlukan
pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai perjanjian pokoknya untuk dapat
mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang tidak dikehendaki tapi mungkin saja
terjadi.
Dengan adanya pengetahuan luas dan mendalam mengenai perjanjian pokoknya dapat
diharapkan tercipta pactum de compromittendo yang baik dan terinci.
b. Akta comtomise
Dibuat setelah terjadinya sengketa yang berkenaan dengan pelaksanaan satu
perjanjian. Jadi klausula ini ada setelah sengketa terjadi dan kedua belah pihak setuju
bahwa sengketa yang terjadi tersebut akan diselesaikan dengan arbitrase.
Dari penjelasan di atas ada 2 perkataan yang sedang timbul dalam arbitrase ini yaitu :
a. Perkataan persetujuan arbitrase
b. Perkataan klausula arbitrase
Menurut hukum Indonesia pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara kedua
perkataan tersebut. Kedua-duanya mempunyai akibat hukum :
a. Bahwa persengketaan yang telah timbul/yang akan timbul itu tidak akan diperiksa dan
diputus pengadilan.
b. Bahwa persengketaan itu akan diperiksa dan diputus oleh seorang arbiter atau tim
arbiter sehingga kedua belah pihak berkewajiban untuk membantu terselenggaranya
arbitrase/peradilan wasit itu dan menaati apa yang akan diputuskannya.
Mengenai klausula arbitrase BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) menyarankan
kepada para pihak yang ingin menggunakan lembaga arbitrase untuk mencantumkan
dalam perjanjian mereka klausula standar sebagai berikut :
Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan dalma tingkat I dan
terakhir menurut peraturan prosedur BANI oleh arbiter yang ditunjuk menurut
peraturan tersebut.
All disputes arising from this contract shall be finally rettled under the rules of
arbitration of BANI by arbitration pointed in accordance with the said rules.
Alle gischillen, welke mochten onstaan naar aanleiding van de onder havige
overeenkomst dan wel van nodere oveceen komsten, die daar van het gevolg mochten zijn
zuller warden beslecht door arbitrage overeenkomstigz het reglement von het nederlands
arbitrage institut.
9

Arbiter
Arbiter adalah seorang/lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa/ yang ditunjuk
oleh PN/oleh lembaga arbitrase untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu
yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.
Untuk bisa menjadi seorang arbiter harus memenuhi beberapa syarat sebagaimana yang
ditentukan oleh pasal 12 UU No. 30 tahun 1999 yaitu :
1. Syarat:
a. Cakap melakukan tindakan hukum
b. Berumur paling rendah 35 tahun
c. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah/semenda sampai dari kedua dengan
salah satu pihak yang bersengketa
d. Tidak mempunyai kepentingan dengan salah satu pihak bersengketa
e. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif bidangnya paling sedikit 15 tahun.
2. Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat ditunjuk/ diangkat
sebagai arbiter.
Seorang arbiter dapat ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri apabila tidak tercapai
kesepakatan antara para pihak.
Penunjukan arbiter berarti para pihak memberikan wewenang kepada arbitrase untuk
memilih dan membentuk arbiter yang ke 3. Arbiter ke 3 diangkat oleh ketua majelis arbiter.
Prosedur Pemilihan Arbiter
Apabila dalam waktu paling lama 30 hari setelah pemberitahuan diterima oleh pemohon
dan salah satu pihak tidak menunjuk seseorang yang akan menjadi anggota majelis
arbitrase. Arbiter yang ditunjuk oleh pihak lain akan bertindak sebagai arbiter tunggal dan
keputusannya mengikat kedua belah pihak.
Dengan ketentuan ini dalam prakteknya ada kemungkinan penyelesaian secara arbitrase itu
dapat dilakukan oleh seorang arbiter/berbentuk majelis tergantung pada kondisi dan
kasusnya.
Honorarium Para Arbiter
Pada azaznya honorarium arbiter ditetapkan oleh majelis arbitrase sendiri. Masing-
masing pihak diwajibkan membayar honor arbiter mereka masing-masing. Sedangkan
honor ketua majelis dipikul oleh masing-masing para pihak separuh.
Menurut peraturan BANI besarnya honor ditetapkan oleh ketua BANI untuk tiap-tiap
sengketa menurut berat ringannya sengketa, tetapi jumlah honor untuk semua arbiter tidak
boleh melebihi 2x biaya administrasi pemeriksaan yang telah ditetapkan untuk sengketa
tersebut. Biaya administrasi pemeriksaan tersebut berkisar antara 3% untuk perkara yang
paling kecil s/d % dari jumlah tuntutan untuk perkara yang besar.
Macam-Macam Lembaga Arbitrase
Di Indonesia dikenal 2 macam lembaga arbitrase
a. Arbitrase institusional
b. Arbitrase adhoc
ad.1. Arbitrase Intitusional
Arbitrase yang sifatnya permanen/melembaga yaitu suatu organisasi tertentu yang
menyediakan jasa administrasi yang meliputi pengawasan terhadap proses arbitrase,
aturan-aturan, prosedur sebagai pedoman bagi para pihak dan pengangkatan para arbiter.
Arbitrase yang melembaga itu untuk Indonesia terdiri dari :
10

1. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)


Yang didirikan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) pada tanggal 3
Desember 1977.
2. Badan Arbitrase Muammalat Indonesia (BAMUI)
Yang didirikan oleh MUI pada tanggal 21 Oktober 1993.
Tujuan Pendirian BANI
Untuk dapat menyelesaikan perselisihan dengan adil dan cepat atas persengketaan yang
timbul di bidang perdata mengenai soal-soal perdagangan, industri dan keuangan baik yang
bersifat nasional maupun internasional.
Tujuan Pendirian BAMUI
Sebagai badan permanen yang berfungsi menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa
muammalat yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri dan keuangan di kalangan
umat Islam.
Ad.2. Arbitrase Ad Hoc
Badan Arbitrase yang tidak permanen/juga disebut arbitrase volunteer. Badan arbitrase ini
bersifat sementara/temprorer saja karena dibentuk khusus untuk menyelesaikan/
memutuskan perselisihan tertentu sesuai saat itu dan setelah selesai tugasnya badan ini
bubar dengan sendirinya.
Prosedur Arbitrase Di Indonesia
Menurut pasal 615-651 WRU, dibicarakan tentang prosedur arbitrase di Indonesia sebelum
keluar UU No. 30 tahun 1999.
Berdasarkan pasal 615-651 WRU di atas persetujuan arbitrase harus dilakukan secara
tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak.
Persetujuan arbitrase dapat berupa pactom komprofitento dan compromise, gugatan
arbitrase harus diajukan secara tertulis dengan ancaman batal kalau tidak dilakukan.
Dalam surat gugatan antara lain harus dimuat :
a. Nama dan tempat tinggal para pihak
b. Masalah yang menjadi sengketa
c. Uraian tuntutan
d. Nama dan tempat tinggal wasit dan para wasit.
Selain itu ditetapkan pula bahwa : penerimaan dan penugasan para wasit harus dilakukan
secara tertulis dan dapat ditulis pada surat pengangkatan mereka.
Tata cara pelaksanaan alat bukti serta pelaksanaan putusan wasit dijalankan menurut cara
yang biasa yang berlaku bagi suatu pelaksanaan putusan pengadilan. Ini berarti bahwa
pemanggilan para pihak untuk menghadiri sidang pemeriksaan sengketa arbitrase harus
dijalankan dengan baik.
Apabila dalam sidang pertama penggugat tidak hadir maka gugatan digugurkan, akan tetapi
lain halnya apabila pada sidang pertama tergugat tidak hadir maka bisa diambil 2 alternatif
oleh hakim arbitrase :
a. Alternatif 1 :
1. Menunda sidang pemeriksaan dan memerintahkan tergugat untuk hadir lagi pada
sidang berikutnya
2. Langsung melakukan pemeriksaan perkara diluar hadirnya tergugat sekaligus
menjatuhkan putusan verstek.
11

b. Proses replik, duplik dan mengenai pembuktian serta alat-alat bukti berlaku ketentuan
hukum yang berlaku di pengadilan.
Terhadap putusan verstek dari arbitrase/para arbiter dapat diajukan banding ke MA.
Prosedur Arbitrase Menurut BANI
Berdasarkan AD dan peraturan prosedur BANI dan UU No. 30 tahun 1999 adalah :
a. Melakukan pendaftaran surat permohonan untuk mengadakan arbitrase dalam register
BANI oleh sekretaris.
b. Surat permohonan harus memuat :
1) Nama lengkap dan tempat tinggal kedua belah pihak.
2) Suatu uraian singkat tentang duduknya sengketa
3) Apa yang dituntut
Pada surat permohonan harus dilampirkan salinan dari naskah/perjanjian yang secara
khusus, menyerahkan penyelesaian sengketa kepada arbitrase atau badan
arbitrase/perjanjian yang memuat khusus arbitrase yaitu ketentuan-ketentuan yang
menetapkan bahwa sengketa-sengketa yang timbul dari perjanjian tersebut akan
diputuskan oleh arbiter/badan arbitrase.
Apabila surat permohonan tersebut diajukan oleh seorang juru kuasa, maka surat kuasa
untuk mengajukan permohonan tersebut harus dilampirkan pula. Dalam surat permohonan
tersebut pemohon dapat menunjuk/memilih seorang arbiter atau menyerahkan
pendudukan arbiter itu kepada ketua BANI.
Pendaftaran tidak akan dilakukan oleh sekretaris arbitrase apabila : biaya-biaya
pendaftaran dan administrasi atau pemeriksaan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
tentang biaya arbitrase belum dibayar lunas oleh pemohon.
BANI akan menyatakan bahwa permohonan tidak dapat diterima apabila perjanjian yang
menyerahkan putusan sengketa pada arbiter/badan arbiter ada klausula arbitrase tersebut
dianggap tidak cukup untuk memeriksa sengketa yang diajukan itu.
Apabila perjanjian arbitrase/klausula arbitrase menunjuk BANI sebagai badan arbitrase
yang akan memutus sengketa/apabila dengan tegas disebutkan bahwa :
Pemutusan sengketa akan dilakukan oleh suatu badan arbitrase menurut ketentuan-
ketentuan berikut : Diperbolehkan bahwa BANI atas persetujuan kedua belah pihak
memeriksa dan memutusi suatu sengketa dengan memakai ketentuan-ketentuan prosedur
yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan tersebut.
Persetujuan yang demikian itu harus diadakan dengan tegas dan tertulis.
Apabila perjanjian yang menyerahkan pemutusan sengketa kepada arbiter/ badan arbitrase
atau klausula dianggap sudah mencukupi, maka Ketua BANI memerintah dan
menyampaikan salinan dari surat permohonan kepada si termohon, disertai meminta untuk
menanggapi permohonan tersebut dan memberi jawaban secara tertulis dalam waktu 30
hari.
Dalam jawaban tersebut si termohon harus pula menunjukkan/memilih seorang arbiter itu
kepada Ketua BANI.
Jika dalam jawaban tersebut tidak menyerahkan seorang arbiter, maka dianggap bahwa si
termohon menyerahkan penunjukan arbiter itu kepada Ketua BANI.
Dalam halnya para pihak telah menunjuk arbiter mereka masing-masing, maka Ketua BANI
menunjuk seorang arbiter yang akan mengetuai majelis arbiter yang akan memeriksa
sengketa.
12

Penunjukan arbiter yang akan mengetuai majelis ini dilakukan dengan menggodok ususl-
usul dari para arbiter masing-masing pihak yang dengan mempersilahkan masing-masing
mengajukan 2 calon yang dipilihnya dari para arbiter BANI. Ketua BANI dapat mengizinkan
para arbiter dari kedua belah pihak atas dasar kesepakatan mereka bersama untuk
menunjukkan arbiter ketiga dari luar daftar arbiter BANI.
Apabila para pihak tidak menunjuk seorang arbiter maka Ketua BANI menunjuk suatu tim
yang terdiri dari 3 orang arbiter yang akan memeriksa dan memutuskan sengketa.
Jika sengketa dianggapnya sederhana dan mudah, akan menunjuk seorang arbiter tunggal
untuk memeriksa dan memutuskanya.
Arbiter-arbiter yang ditunjuk oleh Ketua BANI tersebut di atas dipilih dari para anggota
BANI.
Apabila satu pihak mempunyai keberatan terhadap seorang arbiter yang ditunjuk oleh
Ketua BANI, ia wajib mengajukan alasan. Apabila alasan itu diterima, Ketua BANI akan
menunjuk arbiter lain.
Majelis (tim) arbiter yang dibentuk/arbiter tunggal yang ditunjuk menurut ketentuan-
ketentuan BANI, akan memeriksa dan memutuskan sengketa antar kedua belah pihak, atas
nama BANI dan menjalankan semua kewenangan BANI yang berkenaan dengan
pemeriksaan dan pemutusan sengketa.
Segera setelah diterimanya jawaban dari si termohon, atas perintah Ketua BANI, salinan
dan jawaban tersebut diserahkan kepada si pemohon. Bersamaan dengan itu Ketua BANI
memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk menghadap di muka sidang arbitrase pada
waktu yang ditetapkan, selambat-lambatnya 14 hari terhitung mulai hari dikeluarkannya
perintah itu, dengan pemberitahuan bahwa mereka boleh mewakilkannya kepada seorang
kuasa dengan surat kuasa khusus.
Apabila tidak telah ditentukan dalam perjanjian sidang diadakan ditempat yang ditunjuk
oleh majelis mengingat kepentingan para pihak.
Apabila si termohon setelah lewat 30 hari tidak menyampaikan jawaban, Ketua akan
memerintahkan pemanggilan kedua pihak.
Dalam jawaban atau paling lambat pada hari sidang pertama si termohon dapat
mengajukan surat tuntutan balasan.
Tuntutan balasan ini oleh majelis arbiter akan diperiksa dan diputuskan bersama-sama
dengan tuntutan asli si pemohon.
Apabila pada hari yang telah ditetapkan si pemohon tanpa alasan yang sah tidak datang
menghadap, sedangkan ia telah dipanggil secara patut maka majelis akan menggugurkan
permohonan arbitrase.
Apabila pada hari yang telah ditetapkan itu si termohon, tanpa suatu alasan yang sah tidak
datang menghadap, sedangkan ia telah dipanggil secara patut, maka Ketua akan
memerintahkan supaya ia dipanggil sekali lagi untuk menghadap kemuka sidang pada
waktu kemudian yang ditetapkan selambat-lambatnya 14 hari sejak dikeluarkannya
perintah tersebut.
Apabila pada hari yang telah ditetapkan lagi itu si termohon tanpa alasan yang sah tidak
datang menghadap juga maka pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya dan tuntutan
pemohon akan dikabulkan kecuali tuntutan itu oleh majelis dianggap tidak berdasarkan
hukum dan keadilan.
Dalam waktu 14 hari setelah putusan diberikan kepadanya, termohon berhak mengajukan
perlawanan.
13

Perlawanan diajukan dengan cara yang sama seperti yang berlaku untuk mengajukan
permohonan untuk mengadakan arbitrase dengan ketentuan bahwa biaya-biaya
pendaftaran (administrasi/pemeriksaan tidak usah dibayar).
Apabila pada hari perlawanan itu diperiksa oleh majelis, termohon meskipun telah
dipanggil secara sah dan patut, tidak hadir pada hari sidang maka majelis akan menguatkan
putusan.
Apabila kedua belah pihak datang menghadap, maka pemeriksaan dilakukan dari
permulaan seusai dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Terlebih dahulu majelis akan mengusahakan perdamaian.
b. Apabila usaha tersebut berhasil, maka majelis akan membuat suatu akte perdamaian dan
menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi perdamaian tersebut.
Apabila usaha untuk mencapai perdamaian tersebut tidak berhasil, maka BANI akan
meneruskan pemeriksaan terhadap pokok sengketa yang dimintakan putusannya itu.
Kedua belah pihak dipersalahkan untuk menjelaskan masing-masing pendirian serta
mengajukan bukti-bukti yang oleh mereka dianggap perlu untuk menguatkannya.
Apabila dianggap perlu, Ketua baik atas permintaan para pihak maupumn atas prakarsa
BANI sendiri dapat memanggil saksi-saksi/ahli-ahli untuk didengar keterangannya.
Pihak yang minta dipanggil saksi/ahli, haruslah membayar lebih dahulu kepada sekretaris
egala biaya pemanggilan dan perjalanan saksi/ahli tersebut sebelum mereka memberikan
keterangan para saksi maupun ahli dapat disumpah terlebih dahulu bahwa mereka hanya
akan menerangkan apa yang mereka ketahui dengan sungguh-sungguh.
Semua pemeriksaan dilakukan secara tertutup. Selama belum dijatuhkan putusan,
pemohon dapat mencabut permohonannya.
Apabila sudah ada jawaban dari termohon pencabutan tersebut hanya diperbolehkan
dengan persetujuan termohon.
Apabila pemeriksaan belum dimulai, maka biaya pemeriksaan dikembalikan kepada
pemohon.
Apabila pemeriksaan sudah dimulai, dari biaya tersebut dikembalikan sebagian menurut
ketentuan Ketua BANI sebagaimana dianggap pantas.

Anda mungkin juga menyukai