Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bisnis properti di Indonesia saat ini sedang berkembang, baik untuk ditempati sendiri
maupun untuk investasi jangka panjang dan prospeknya cukup menjanjikan. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia juga akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan gedung
perkantoran dan fasilitasnya. Berbagai jenis perumahan sedang dan akan dibangun, termasuk
jenis apartemen, kondomonium, rumah susun, resort untuk kalangan atas yang berkantong
tebal. Kebutuhan terhadap properti tidak hanya pada level pertama yaitu jual beli properti di
real estate tetapi juga dalam jual beli dalam pasar sekunder serta sewa menyewa. Sebelum
kita ingin membeli properti sebaiknya kita perlu mengetahui pajak-pajak yang terkait dengan
transaksi jual beli properti itu sendiri. Membeli properti baik secara perorangan maupun
melalui developer/pengembang properti, ada pajak-pajak yang dikenakan dari pemerintah
kepada kita. Biasanya pajak telah dimasukkan ke dalam harga jual jika kita membeli properti
melalui developer/pengembang properti. Besarnya pajak sangat tergantung jenis, nilai, luas
dan lokasi properti.

Dari sisi perpajakan, Properti atau Real Estate sangat menarik untuk dicermati karena
dalam setiap pergerakan properti / real estate dapat menimbulkan aspek pajak yang berbeda-
beda tergantung dari obyek pajak yang muncul dalam setiap transaksinya. Misalnya dalam
transaksi jual beli bisa muncul berbagai macam pajak antara lain: Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan
Bangunan (PPHTB), Pemotongan PPh pasal 21 atau Pasal 23, Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) bahkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Dan tentu saja jika properti
sudah dimiliki akan menimbulkan obyek pajak selanjutnya yaitu Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang akan ditanggung oleh pembeli real estate atau sebagauinya dari perusahaan
properti.

Perkembangan bisnis properti di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat tajam pada
dekade terakhir ini. Banyak indikator yang dapat dilihat di dalam masyarakat misalnya
2

dengan banyaknya pembangunan perumahan - perumahan baru termasuk juga apartemen


dengan harga yang relatif lebih murah. Disamping itu komponen penunjang kepemilikan
rumah juga semakin mudah dan menjangkau berbagai lapisan masyarakat, misalnya dengan
kucuran kredit rumah yang melimpah. Hampir semua bank besar di Indonesia mempunyai
produk kredit kepemilikan rumah dengan berbagai variasi pembiayaan.

Grafik di atas memperlihatkan perkembangan kredit properti, terutama kredit KPR/KPA, di Indonesia
mulai tahun 2000 hingga bulan februari 2009 yang tumbuh pesat.

Disamping hunian, perumahan dan apartemen, juga terdapat produk properti berupa
gedung perkantoran dan ruko yang juga tumbuh pesat. Hal ini dapat dilihat pembangunan
gedung-gedung perkantoran baru di kawasan-kawasan bisnis dan pembangunan ruko di
sepanjang jalan-jalan utama di Jakarta. Maka tak mengherankan jika kemudian bisnis properti
ini diminati sebagai bisnis yang menguntungkan.

Pesatnya bisnis properti ini didorong oleh kebutuhan pokok manusia akan papan,
disamping pangan dan sandang. Dan kebutuhan ini termasuk kebutuhan utama yang secara
naluri harus terpenuhi. Maka, tidaklah wajar bagi seseorang untuk tidak mengidam-idamkan
memiliki rumah hunian sendiri. Disamping itu dalam rangka keperluan usaha, seseorang atau
badan usaha memerlukan tempat yang dapat digunakan untuk keperluan usahanya, misalnya
kantor, ruko ataupun gudang. Disamping itu, properti juga menjadi alternatif utama untuk
3

berinvestasi. Disamping harga yang relatif selalu naik dimasa yang akan datang, juga dapat
dijadikan bisnis sewa yang mendatangkan keuntungan pasif.

Salah satu sebab mengapa bisnis properti ini tumbuh pesat, selain tentunya karena
kebutukan manusia akan papan, adalah karena banyak alternatif cara kepemilikan yang
semakin mudah. Saat ini memiliki sebuah rumah atau properti lainnya tidak harus dengan
uang cash namun bisa juga dengan makanisme pembiayaan atau kredit. Melalui mekanisme
kredit ini calon pembeli tidak lagi harus menunggu hingga terkumpul sejumlah dana sesuai
dengan harga yang ditawarkan, namun cukup dengan menyiapkan sejumlah dana yang
sedikit, untuk uang muka dan kepengurusan kredit, seseorang atau badan dapat memiliki
sebuah properti.

Kondisi yang turut mempengaruhi iklim bisnis properti adalah regulasi pemerintah
dibidang properti, termasuk didalamnya regalasi dibidang perpajakan. Pada tahun 1997
muncul regulasi dari bank indonesia yang pada saat itu mempunyai pengaruh yang cukup
signifikan bagi usaha properti, yaitu dilarangnya perbankan memberikan kredit untuk
pengadaan dan pengolahan tanah. Saat itu pengembang properti yang bermain terbagi
menjadi pengusaha besar dan kecil. Banyak dari pengembang besar mengandalkan
pengadaan dan pengolahan tanah berasal dari kredit bank. Kondisi ini berkaitan dengan
luasnya pelaksanaan ketentuan tanah yang akan dikembangkan. Akan sulit bagi pengembang
besar untuk melakukan pengadaan dan pengolahan dengan cakupan yang luas hanya
mengandalkan modal sendiri. Kondisi ini ditambah dengan nilai strategis letak tanah yang
akan dikembangkan oleh pengembang besar. Sehingga dengan ketentuan dari Bank Indonesia
ini sedikit banyak mempengaruhi pola bisnis pengembang besar. Misalnya perusahaan yang
telah mempunyai izin lokasi yang luas namun belum melakukan pembebasan.

Hal sebaliknya terjadi bagi pengembang kecil yang sedari awal mengadakan dan
mengolah tanah menggunakan modal sendiri. Dengan regulasi dari Bank Indonesia ini tentu
akan menguntungkan pengembang kecil karena kompetisi bisnis akan lebih fair. Kondisi ini
tidak berlaku bagi pengusaha properti yang bergerak di pengembangan rumah sederhana dan
rumah sangat sederhana yang memang manjadi lahan bagi pengembang kecil. Kondisi ini
juga tidak berlaku pengusaha yang sangat besar yang mempunyai banyak alternatif
pembiayaan, misalnya perusahaan yang telah go publik.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan properti? Secara umum properti dapat
didefinisikan dengan segala sesuatu benda yang dapat kita miliki. Properti sendiri dapat
4

dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu real property, personal property, businesses
property dan financial interests. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI) properti
didefinisikan sebagai konsep hukum yang meliputi seluruh kepentingan, hak dan keuntungan
dari suatu kepemilikan. Terhadap pengertian tersebut maka kita dapat membedakan antara
penguasaan fisik atas tanah dan atau bangunan yang dalam hal ini disebut dengan real estate
serta kepemilikan secara hukum atau penguasaan yuridis yang disebut real property.

Dunia bisnis properti pasti tidak akan lepas dari masalah perpajakan. Demikian pula
dalam setiap melakukan transaksi jual beli properti tentunya akan mengandung kewajiban
pembayaran pajak. Pajak-pajak tersebut akan dikenakan kepada pembeli maupun penjual
properti.

Mengapa penguasaan fisik dan penguasaan secara yuridis atas tanah dan atau bangunan
perlu dipajaki? Hal ini tidak terlepas dari fungsi pajak properti sebagai salah satu bagian
sumber penerimaan negara (fungsi budgeter) yang digunakan untuk membiayai
pembangunan dan fungsi regulasi dimana pajak properti digunakan sebagai alat untuk
mengatur perkembangan pasar propeti.

Seperti kegiatan membeli properti baik yang dilakukan secara perorangan maupun
melalui developer atau pengembang properti, akan mengandung konsekuensi kewajiban yaitu
adanya aspek pajak-pajak yang akan dikenakan pemerintah kepada pelaku bisnis properti dan
kepada konsumen dalam hal ini pihak yang membeli properti. Meskipun demikian biasanya
pajak properti telah dimasukkan ke dalam harga jual jika anda membeli properti melalui
developer/pengembang properti. Besarnya pajak sangat tergantung jenis, nilai, luas dan lokasi
properti yang akan ditransaksikan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan apa itu
bisnis real estate atau properti dan apa saja aspek perpajakannya di Indonesia berdasarkan aturan
perpajakan yang berlaku saat ini.
5

BAB II

PENGERTIAN BISNIS PROPERTI ATAU REAL ESTATE

2.1 Pengertian Real Estate


Real Estate berasal dari Bahasa Inggris1, yang asal katanya berasal dari bahasa
Spanyol. Real berarti royal atau kerajaan. Real Estate disebut sebagai suatu kawasan tanah
yang dikuasai oleh raja, bangsawan dan landlord (tuan tanah pada jaman feodal diabad
pertengahan), atau singkatnya properti milik kerajaan. Sedangkan Properti berasal dari kata
aslinya dalam bahasa Inggris, yang arti sebenarnya adalah hak dan kepemilikan atas suatu
tanah dan bangunan diatasnya. Sangat jelas disini baik kata Real Estate maupun properti
memiliki pengertian yang sama, yaitu hak kepemilikan atas tanah dan bangunan yang
didirikan diatasnya.

Namun, belakangan ini di masyarakat telah terjadi pergeseran arti, Real Estate lebih
diartikan suatu kompleks perumahan yang memiliki lingkungan yang tertata rapi. Jika kita
menyebut kata Real Estate, maka masyarakat umumnya akan membayangkan suatu
kawasan perumahan yang luas dan indah, contohnya adalah kawasan kota mandiri karya grup
developer besar seperti Sinar Mas, Ciputra, Lippo, Bakrie, dan lain-lain. Sedangkan Properti
pengertiannya lebih mengarah kepada suatu bangunan atau komplek bangunan, misal sebuah
rumah sehat sederhana - RSS, atau sebuah rumah mewah dengan halaman seluas ribuan
meter dan harga puluhan milyar rupiah, atau sebuah ruko 4 lantai, atau sebuah gedung
perkantoran setinggi 48 lantai, atau sebuah komplek mall, trade center dan apartemen atau
sebuah komplek resort hotel, dan lain-lain. Sehingga properti lebih diartikan pada suatu
bangunan yang lebih banyak pada komposisi bangunannya itu sendiri dibanding tanahnya.
Jadi bisa disimpulkan bahwa Real Estate dan Properti memiliki arti yang sama, tetapi
belakangan ini Real Estate mempunyai arti yang lebih luas dibanding properti.

Real Estate adalah bentuk investasi di bidang properti. Keuntungannya, bentuk


investasi ini sangat likuid alias mudah diuangkan. Selain itu harganya tidak pernah turun,
1 Diakses dari http://www.joehartanto.com/property-vs-real-estate/ pada 25 Februari
2012
6

bahkan cenderung naik. Uang yang diperoleh berdasarkan penyewaan atau penjualan properti
kita. Kerugiannya, investasi ini cenderung butuh biaya operasional yang rutin untuk merawat
properti. Apabila tidak pandai mengatur cashflow properti, maka bisnis ini akan
menghasilkan kerugian meskipun tidak dalam jumlah yang besar.

Real Estate ditujukan bagi investor yang mencari resiko yang kecil, pendapatan yang
stabil, modal yang kembali. Hanya saja Real Estate tidak mampu menghasilkan pendapatan
yang sangat besar dalam waktu yang singkat. Investor juga harus meluangkan waktu dan
tenaganya untuk mengurusi Real Estate.
Kita harus menyadari bahwa, sebenarnya, kita tidak benar-benar dapat memiliki sebuah
real estat, bahkan meskipun kita telah melakukan perjanjian jual beli terhadapnya. Apakah
benar demikian ? Meskipun kita telah membeli sebidang tanah, akan tetapi kenyataannya
adalah kepemilikan tanah tersebut tetap dimiliki oleh pemerintah. Meskipun nama kitalah
yang tertulis diatas lembaran sertifikat tanah, kita tetap harus membayarkan pajak atas tanah
tersebut kepada pemerintah setiap tahunnya. Inilah yang menunjukkan bahwa sebenarnya kita
tidak benar-benar dapat memiliki sebuah real estate. Pemerintah yang sebenarnya merupakan
pemilik real estate. Pajak yang dibayarkan atas tanah ini pun berbeda-beda besarnya,
tergantung pada penggolongan kelas jalan yang ada didepan tanah tersebut, dan juga
peruntukkan bangunan yang ada diatasnya. Pajak atas tanah yang diatasnya terdapat
bangunan ruko atau kantor sewa yang ada didepan jalan propinsi misalnya, sudah tentu
mempunyai perbedaan besar pembayarannya dengan sebidang tanah dengan bangunan rumah
tinggal yang terletak didepan sebuah jalan lingkungan.
Pada dasarnya, sepetak tanah pun seharusnya dapat disebut sebagai sebuah real estate
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa real estate, adalah tanah, dan segala sesuatu yang
terdapat diatasnya, yang dapat diolah dan dimanfaatkan. dengan aturan-aturan tertentu. Di
Indonesia, orang sering mengartikan real estate dalam bentuk bangunan yang mewah,
megah, dan hanya dimiliki oleh golongan menengah keatas. Peng-artian ini sebenarnya
keliru, karena pada dasarnya, sepetak tanahpun adalah sebuah real estat. Kekeliruan
pengartian tersebut disebabkan karena istilah dan penamaan Real Estat lebih sering
digunakan oleh kalangan pengembang perumahan di Indonesia, terhadap model dan jenis
rumah dari golongan mewah.
Hal inilah yang menyebabkan munculnya konotasi bahwa real estate harus selalu
berarti bangunan mewah. Peng-istilahan kata-kata real estat terhadap model bangunan
mewah ini memang bertujuan untuk meningkatkan imej, citra dari bangunan atau kompleks
7

perumahan tersebut. Akan tetapi, kembali kepada asal katanya, istilah real estat ini
semestinya berlaku untuk segala jenis kepemilikan tanah, dan berbagai macam bentuk benda
yang ada diatasnya.

2.2 Pihak-Pihak Yang terlibat dalam Real Estate


Developer ialah pihak pengembang yang mengawali pembangunan usaha Real Estate.
Kontraktor ialah pihak yang melaksanakan pembangunan fisik usaha Real Estate.
Konsultan ialah tempat developer melakukan konsultasi terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan Real Estate.
Advokat atau disebut juga pengacara ialah seorang konsultan yang memberikan jasa-jasa
hukum diluar pengadilan. 2
Manajemen Pembiayaan ialah pihak yang mengurusi keuangan
Broker/pialang ialah pihak yang mempertemukan penjual dengan pembeli usaha Real
Estate
Inverstor ialah pihak yang mendanai usaha Real Estate dengan mengharapkan keuntungan
Real Estate
Bank ialah lembaga yang menjadi media oleh broker/pialang dalam melakukan transaksi
dengan si pembeli.

Dalam usaha Real Estate, Investor mendanai permodalan developer untuk


mengadakan sebuah proyek. Developer sendiri, dalam menjalankan kegiatannya dibantu oleh
konsultan dan advokat. Konsultan yang dimaksud di sini adalah tempat konsultasi
permasalahan yang menyangkut fisik proyek. Sedangkan advokat lebih menekankan pada
aspek hukum dan legalitas.
Setelah semua proses tahap awal pelaksanaan proyek Real Estate, maka kontraktor
yang akan mengeksekusi bangunan fisik proyek yang telah dirancang oleh pihak developer.
Kemudian dalam menjalankan usaha Real Estate, developer biasanya memanfaatkan
manajemen pembiayaan untuk mengatur semua masalah keuangan proyek Real Estate.
Selanjutnya, manajemen pembiayaan yang akan meneruskan ke broker atau pialang untuk
2 Lihat T.Mulya Lubis, Dari Kediktatoran Sampai Miss Saigon, (Gramedia Pustaka Utama .
2009) h. 173
8

meneruskan penjualan ke pembeli. Pembeli pun kemudian akan berhubungan dengan pihak
perbankan dalam melakukan transaksi.

2.3 Benefit Investasi di Sektor Properti


Seseorang memilih berinvestasi pada bisnis Real Estate, karena menghadirkan banyak
benefit, antara lain: Pertama, Certainty, yakni karena Real Estate menghasilkan arus kas yang
stabil dan dapat diprediksi, misalnya uang sewa per bulan. Kedua, Real Estate merupakan
tangible asset, yang wujudnya jelas terlihat, Real Estate juga merupakan investasi yang
sangat leverageable, atau sangat bisa menggunakan utang. Misalnya dari proyek Rp12 triliun,
yang modal sendiri hanya Rp2 triliun saja. Real Estate juga merupakan aset yang sangat
mudah diterima sebagai jaminan pinjaman, berbeda dengan aset lainnya. Real Estate juga
menjanjikan capital gain jika kemudian dijual pada harga lebih tinggi, ataupun menghasilkan
income jika disewakan. Benefit lainnya yakni Real Estate relatif mudah untuk dipelihara,
antara lain dibersihkan dan direnovasi. Real Estate juga investasi yang likuid. Jika banyak
yang mengatakan Real Estate adalah investasi tidak likuid, maka tidak sepenuhnya benar
karena Real Estate bisa menjadi likuid jika lokasinya strategis. Selain itu, Real Estate
merupakan simbol dari financial power, contohnya lihat saja orang-orang terkaya di dunia,
pasti mereka mempunyai bisnis properti.

Dunia bisnis properti pasti tidak akan lepas dari masalah perpajakan. Demikian pula
dalam setiap melakukan transaksi jual beli properti tentunya akan mengandung kewajiban
pembayaran pajak. Pajak-pajak tersebut akan dikenakan kepada pembeli maupun penjual
properti.

Mengapa penguasaan fisik dan penguasaan secara yuridis atas tanah dan atau
bangunan perlu dipajaki? Hal ini tidak terlepas dari fungsi pajak properti sebagai salah satu
bagian sumber penerimaan negara (fungsi budgeter) yang digunakan untuk membiayai
pembangunan dan fungsi regulasi dimana pajak properti digunakan sebagai alat untuk
mengatur perkembangan pasar propeti.

Seperti kegiatan membeli properti baik yang dilakukan secara perorangan maupun
melalui developer atau pengembang properti, akan mengandung konsekuensi kewajiban yaitu
adanya aspek pajak-pajak yang akan dikenakan pemerintah kepada pelaku bisnis properti dan
kepada konsumen dalam hal ini pihak yang membeli properti. Meskipun demikian biasanya
9

pajak properti telah dimasukkan ke dalam harga jual jika anda membeli properti melalui
developer/pengembang properti..

BAB III

ASPEK PERPAJAKAN DALAM BISNIS PROPERTI/REAL ESTATE DI INDONESIA

Bisnis Real Estate tidak terlepas dari aspek perpajakan, karena pada dasarnya setiap
tanah yang dimiliki akan tetap diatur oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebelum kita ingin
membeli properti sebaiknya kita perlu mengetahui pajak-pajak yang terkait dengan transaksi
jual beli properti itu sendiri. Di bidang properti, Real Estate dan developer terdapat tipe-tipe
proses bisnis yang dilakukan adalah sebagai berikut.

Real Estate & Developer :


Tipe 1 : Seseorang membangun unit rumah dan bisa dikategorikan rumah mewah di tanah
nya sendiri, lalu dijual
Tipe 2 : Developer membangun suatu kesatuan kompleks secara massal lalu dijual kepada
masyarakat luas. Contoh : Developer Agung Sedayu Group.

Membeli properti baik secara perorangan maupun melalui developer / pengembang


properti, ada pajak-pajak yang dikenakan dari pemerintah kepada kita. Biasanya pajak telah
dimasukkan ke dalam harga jual jika kita membeli properti melalui developer / pengembang
properti. Besarnya pajak sangat tergantung jenis, nilai, luas dan lokasi property.
Berikut ini adalah beberapa daftar pajak yang sebaiknya kita ketahui apabila kita ingin
membeli sebuah property, rumah atau hunian.

Proses bisnis yang terjadi saat proses jual beli properti dan real estate :

Marketi
ng

Tana Konstru Real Notaris Pembeli


h ksi Estate
Bank

1. Pasal 4 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Perubahan Keempat Undang-


Undang Nomor 7 Tahun 1983) tentang Pajak Penghasilan berbunyi :
10

(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:


a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Kesimpulannya dari tanah kepada perusahaan konstruksi, tetap dikenakan PPh
Final berdasarkan pasal 4 ayat 2 , dengan tarif 5% karena perusahaan konstruksi
termasuk jasa konstruksi. Kami tidak menemukan informasi, atau peraturan peraturan
yang terkait apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dalam jumlah massal,
tarifnya menjadi berkurang. Sejauh yang kami temukan pajak yang terutang tarifnya
tetap 5%.

2. Berdasarkan UU PPh pasal 4 ayat 2 , Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa
tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan
bangunan bersifat final. Hal yang sama terjadi juga dari perusahaan jasa konstruksi ke real
estate, karena dialihkan lagi ke pihak yang berbeda sehingga dikenakan PPh.3

3. a. Marketing : Berlandaskan dasar hukum PPH pasal 21, ayat 1 huruf d. Jasa termasuk
jasa tenaga ahli referensi kepada Per-31/PJ/2009 , jasa marketing termasuk didalamnya.

b. Notaris : Berlandaskan dasar hukum PPH Pasal 21, ayat 1 huruf d. Jasa termasuk jasa
tenaga ahli referensi kepada Per-31/PJ/2009 , jasa notaris termasuk didalamnya.

c. Bank : Dalam materi ini, pembeli disini adalah pembeli perorangan. Saat ini bank-bank di
Indonesia menawarkan program KPR(Kredit Pemilikan Rumah) yaitu dengan cara mencicil
atau mengangsur. Dalam proses tersebut ada aspek pajak yang terjadi. 4

3 Sumber: http://irmadevita.com/tag/jual-beli-secara-syariah

4 Sumber: http://www.bankmandiri.co.id/article/378083840178.asp
11

Biaya KPR

Apabila customer melakukan pembelian rumah melalui bantuan pembiaya


an perbankan (KPR) Kredit Pemilikan Rumah, maka besarnya biaya yang harus
dibayarkan
oleh customer ke perbankan yang bersangkutan bebannya pun bervariasi
tergantung oleh
bank yang bersangkutan, usia debitur, masa KPR, Kredit yang diajukan, dll
yang besarannya kurang lebih : Kredit yang dianjurkan x 6%. 5

3.1 PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

PPN merupakan multi layer tax, setiap ada transkasi pengalihan atau perolehan barang
dikenakan PPN. Jika membeli properti dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan
biasanya dilakukan melalui developer.

Dasar hukum : Pasal 7 UU PPN No 42 tshun 2009, Atas penyerahan tanah dan atau bangunan
terutang dan wajib dipungut PPN sebesar 10% dari harga jual.

Atas PPN di atas, wajib disetor ke bank atau kantor pos paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya dan dilaporkan melalui SPT Masa PPN (1107) paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya.

Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila :


Membangun sendiri tersebut dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaan oleh pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh
pihak lain.
Bangunan yang dibangun sendiri diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat
usaha.
Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau
konstruksi yang semata-mata diperuntukkan bagi tempat tinggal (tidak termasuk fasilitas
olah raga atau fasilitas lain).

5 Sumber: http://www.andrejogja.com/2011/05/perhitungan-pajak-biaya-akad-jual-
beli.html
12

Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan bangunan
atau konstruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk seluruh fasilitas yang ada.
Luas bangunan tersebut 200 m2 atau lebih.
Bangunan bersifat permanent.
Yang dimaksud bangunan permanent adalah bangunan yang konstruksi utamanya
terdiri dari beton dan/atau kayu dan/atau baja dan/ atau bahan lain yang umur bangunannya
lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun.
Tarif dan DPP untuk kegiatan membangun sendiri :
Kegiatan membangun sendiri dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 %
(sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 40% (empat puluh
persen) dari seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan
tanah.
Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk
membangun sendiri adalah juga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan
bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.
Saat dan tempat pajak terhutang atas kegiatan membangun sendiri :
Saat yang menentukan Pajak Pertambahan Nilai terutang adalah saat dimulainya
secara fisik kegiatan membangun sendiri (menggali fondasi, memasang tiang pancang dan
lain-lain). Dengan demikian, kegiatan membangun sendiri dalam pengertian Undang-undang
PPN yang baru hanya terutang PPN apabila permulaan kegiatan membangun sendiri tersebut
terjadi pada setelah tanggal 1 Januari 1995.
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan
satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih
dari 2 (dua) tahun.
Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan
tersebut didirikan.

Mekanisme penyetoran atas PPN yang terhutang atas kegiatan membangun sendiri:
PPN harus disetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama orang
pribadi atau badan yang melaksanakan kegiatan membangun sendiri ke kas Negara selambat-
lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pengeluaran biaya
tersebut.
13

Kolom dan NPWP pada SSP agar diisi dengan angka 0 pada 8 digit pertama dan
dengan angka kode Kantor Pelayanan Pajak tempat bangunan tersebut berada pada tiga digit
berikutnya.

Besarnya PPN yang terutang :


10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga
perolehan tanah pada setiap bulannya.

Saat pelaporan pajak terhutang atas kegiatan membangun sendiri :


Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan
pada KPP di tempat bangunan tersebut berada dengan mempergunakan lembar ke tiga bukti
setoran PPN selambat-lambatnya tanggal 20 dari bulan dilakukannya penyetoran.
Pelaporan/penyampaian lembar tiga tersebut dapat melalui pos.

Hal-hal yang diatur dalam kegiatan membangun sendiri di kawasan Real Estate :
1. Membangun sendiri pada kawasan Real Estate di atas tanah yang diperoleh sesudah
31 Desember 1994, tidak dikategorikan sebagai membangun sendiri, tetapi dianggap
dibangun oleh Real Estate. Karena pada dasarnya Real Estate tidak boleh menjual tanah.
2. Membangun sendiri di atas tanah kavling pada Kawasan Real Estate terjadi sesudah
tanggal 1 Januari 1995, maka :
Kegiatan membangun sendiri oleh pemilik Kavling Real Estate dianggap
dibangun oleh PKP Real Estate.
PKP Real Estate harus memungut PPN yang terutang kepada pemilik kavling,
kemudian menyetor dan melaporkannya dalam SPT Masa PPN pada bulan yang
bersangkutan.
DPP adalah sebesar nilai bangunan (tidak termasuk harga tanah) yang dihitung
oleh PKP Real Estate seandainya rumah tersebut dibangun oleh PKP Real Estate.
Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling sehubungan dengan
pembangunan rumah tersebut dilaporkan kepada PKP Real Estate setiap bulan dan dianggap
sebagai pembayaran termin.
Apabila rumah tersebut telah selesai dibangun, PKP Real Estate harus
menentukan nilai bangunan rumah tersebut sesuai dengan patokan harga yang berlaku. Dalam
hal nilai bangunan yang dihitung oleh PKP Real Estate lebih besar dari jumlah pembayaran
14

termin yang telah dilaporkan oleh pemilik kavling, maka atas selisih tersebut harus dipungut
PPN, disetor dan dilaporkan oleh PKP Real Estate dalam SPT Masa PPN bulan yang
bersangkutan kavling, maka atas selisih tersebut harus dipungut PPN, disetor dan dilaporkan
oleh PKP Real Estate dalam SPT Masa PPN bulan yang bersangkutan

Apabila patokan harga bangunan yang berlaku lebih kecil daripada jumlah pembayaran
termin maka DPP yang dipakai adalah jumlah pembayaran termin dan atas selisih tersebut
tidak dapat direstitusi.
Prinsip pengkreditan dengan pajak keluaran atas kegiatan membangun sendiri :
Dalam hal kegiatan sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum dalam SSP
tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, karena pembayaran PPN untuk
kegiatan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.
Faktur Pajak atas perolehan Barang Kena Pajak yang digunakan untuk membangun
rumah oleh pemilik Real Estate tidak dapat dikreditkan.

3.2 BPHTB ( Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan )

BPHTB atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan
atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau
dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan.
Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB
adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.

Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak. Nilai
perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000 (enam
puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan pemerintah.

DPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Bajak atau
disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai
NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai
sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB.
15

BPHTBmerupakan pajak yang harus dibayar akibat perolehan hak atas tanah dan
bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas
satuan rumah susun dan hak pengelolaan.

Saat Pembayaran BPHTB


BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut di bawah ini:
a. Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT atau Notaris.
b. Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau
Pejabat Lelang yang berwenang.
c. Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya
dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan
hibah wasiat.
Intinya adalah terjadi pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat,
hadiah, warisan / waris dan pemberian hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak dan
di luar pelepasan hak. Sedangkan bentuk pengalihan yang tidak kena BPHTB adalah seperti
pengalihan atau perubahan hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan
nama, wakaf atau digunakan untuk kepentingan ibadah.
Menentukan Besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
a. Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.
b. Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000
(enam puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan
pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu dahar, sedarah
atau keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian hibah
termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah
sebesar Rp. 300.000.000.
c. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan objek pajak
(NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak.
d. Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif pajak dengan
nilai perolehan onjek pajak kena pajak (NPOPKP).

Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang tidak didasarkan pada surat
ketetapan pajak atau SKP, melainkan dengan cara menghitung dan membayar sendiri pajak
16

terutang dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan
atau disingkat SSB.
Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank pemerintah, Bank DKI dan juga Kantor
Pos di wilayah Kotamadya yang meliputi letak tanah dan atau bangunan dengan SSB. Tempat
terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan
bangunan. SSB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan / KP PBB /
KPBB yang adal di wilayah DKI Jakarta, PPAT, Notaris, Kantor Lelang dan Kantor
Pertanahan serta Kantor Bank Pemerintah, Bank DKI dan Kantor Pos. Pembayaran BPHTB
dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak / SKP.
SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah dokumen yang menjelaskan jumlah pajak
yang kurang atau lebih bayar yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah adanya
pemeriksaan. SKP BPHTB disingkat menjadi SKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan). SKB dapat dikeluarkan dalam jangka lima tahun semenjak saat
terutang BPHTB. SKB dapat berupa SKBKB untuk yang kurang bayar, SKBLB untuk yang
lebih bayar dan SKBN untuk yang nihil atau nol bayar.

Sanksi Tidak Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB

Apabila WP diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan
Surat Ketetapan BPHTB (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu
maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terhutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Dirjen
Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB kurang Bayar (SKBKBT) jika ditemukan
data baru atau data yang sebelumnya tidak terungkap yang mengakibatkan menambahnya
jumlah pajak terutang setelah SKBKB terbit, maka dapat dikenakan denda sanksi
administrasi sebesar 100% dari kekurangan pajak tersebut kecuali WP melaporkan sendiri
sebelum adanya tindakan pemeriksaan.

3.3 BBN ( Bea Balik Nama )

Bea Balik Nama ini dikenakan untuk proses balik nama sertifikat properti yang
ditransaksikan dari penjual ke pembeli. Umumnya properti yang dibeli melalui developer,
BBN diurus developer dan konsumen tinggal membayarnya. Tapi bila properti dibeli dari
perorangan, balik nama diurus sendiri. Besarnya biaya BBN berbeda-beda di setiap daerah.

3.4 PPnBM ( Pajak Penjualan Barang Mewah )


17

PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dibeli dari developer dan memenuhi
kriteria sebagai barang mewah. Properti yang masuk kategori ini berdasarkan PERATURAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103/PMK.03/2009, luas
bangunannya > 150 m2 atau harga jual bangunannya > Rp 4 juta/m2. Besarnya PPnBM
adalah 20 % dari harga jual, dibayarkan saat bertransaksi. PPnBM tidak berlaku untuk
transaksi antar perorangan.

3.5 PPh ( Pajak Penghasilan )

Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada penjual perorangan. WP dikenakan tarif


final sebesarnya 5 % dari total nilai transaksi berdasarkan pasal 4 ayat 2 UU PPh, kecuali
transaksi Rp. 60 juta atau dibawahnya penjual tidak dikenakan PPh. Khusus developer, pajak
ini dibayarkan melalui PPh tahunan.

Perlakuan Pph bagi wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan (WP realestate) telah mengalami beberapa kali perubahan sifat
pembayaran PPh nya. Mulai tahun 1996 bersifat final, kemudian pada tahun 1999 berubah
menjadi tidak final, kemudian sejak tahun 2009 menjadi bersifat final.

3.5.1 Subjek Pajak


Wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
(WP realestate).

3.5.2 Objek Pajak


Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu:

a. penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan


hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;
b. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang
disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus;
c. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada
pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus.
18

3.5.3 Pengertian-pengertian terkait


Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan adalah Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
sebagai barang dagangan, termasuk pengembang kawasan perumahan, pertokoan,
pergudangan, industri, kondominium, apartemen, rumah susun, gedung perkantoran.6
Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta
Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan
Bangunan, kecuali:

dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat
yang bersangkutan;
dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Staatsblad Tahun 1908 Nomor
189 dengan segala perubahannya) adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.

Nilai Jual Objek Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan atau dalam hal Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut
Surat Pemberitahuan Pajak terutang tahun pajak sebelumnya.

Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Objek
Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan
Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang
bersangkutan berada.

Rumah Sederhana terdiri atas Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh, yang
mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rumah Susun Sederhana adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan
dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal

6 Budi Santoso, Sukses Berinvestasi Tanah, Rumah, Properti Komersial,2009. Hlm. 20.
19

termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3.5.4 Dasar Hukum


a. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas
Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 Tentang Pelaksanaan
Pembayaran Dan Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak
Atas Tanah Dan/Atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008
c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2009 Tentang Pelaksanaan Ketentuan
Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan
d. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-80/PJ/2009 Tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan
Yang Bersifat Final Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau
Bangunan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Usaha Pokoknya Melakukan
Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan

3.5.5 Tarif dan Dasar Pengenaan

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PP 48 tahun 1994 dan perubahannya, besarnya tarif
Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya adalah pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan (WP Real Estate) adalah adalah sebesar 5% (lima persen) dari
jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Khusus untuk pengalihan rumah sederhana dan rumah susun sederhana oleh Wajib
Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
tarifnya adalah 1%(satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan. Adapun yang dimaksud
dengan nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta
Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PBB. Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak
20

Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) tahun yang bersangkutan atau dalam hal SPPT belum
terbit, adalah NJOP menurut SPPT PBB tahun pajak sebelumnya.

Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Objek
Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan
Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang
bersangkutan berada.

3.5.6 Sifat Pengenaan

Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) PP 48 tahun 1994 dan perubahannya, pembayaran Pajak
Penghasilan atas transasksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan bersifat final untuk
semua Wajib Pajak, baik itu Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi. Sifat final
ini juga berlaku baik bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas
tanah/atau bangunan (Real Estate) maupun Wajib Pajak yang usaha pokoknya tidak
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Pengenaan PPh Final bagi Wajib Pajak yang memiliki usaha Real Estate ini mulai
berlaku sejak 1 Januari 2009 seiring dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2008. Sebelumnya, pengenaan PPh atas usaha Real Estate ini dilakukan melalui
mekanisme umum penghitungan Pajak Penghasilan dalam SPT Tahunan. Tarif umum Pasal
17 dikenakan terhadap Penghasilan Kena Pajak sebagaimana diatur dalam 16 ayat (1)
Undang-undang Pajak Penghasilan. Dengan demikian pelunasan PPh untuk Real Estate
sebelum 1 Januari 2009 adalah melalui angsuran PPh Pasal 25 dan setoran tahunan PPh Pasal
29.

3.5.7 Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana

Sebagaimana dijelaskan di atas, tarif khusus 1% dari nilai pengalihan dikenakan atas
pengalihan hak atas rumah sederhana dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh Wajib
Pajak Real Estate. Definisi dari Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana ini
dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (5) dan ayat (6) PP 71 Tahun 2008.
21

Rumah Sederhana adalah Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh yang
mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Rumah Susun Sederhana adalah bangunan
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian
yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah
dengan menggunakan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendafatkan
fasilitas pembebasan PPN.

Perhatikan bahwa keringan tarif sebesar 1% ini diperuntukkan bagi rumah sederhana
dan rumah susun sederhana yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Dengan demikian,
kita harus melihat ketentuan Pajak Pertambahan Nilai untuk menentukan batasan rumah
sederhana dan rumah susun sederhana ini.

Berdasarkan Pasal 2 PP Nomor 146 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan PP
Nomor 38 Tahun 2003, atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa rumah sederhana, rumah
sangat sederhana dan rumah susun sederhana, dibebaskan dari pengenaan PPN. Adapun
batasan rumah sederhana, rumah sangat sederhana dan rumah susun sederhana ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.03/2007 Tentang Batasan


Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro,
Asrama Mahasiswa Dan Pelajar Serta Perumahan Lainnya Yang Atas Penyerahannya
Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2008, batasan Rumah Sederhana dan
Rumah Susun Sederhana dijelaskan dalam paragraf-paragraf di bawah ini.

Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti
Tumbuh (RIT) yang perolehannya, secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit
bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
yang memenuhi ketentuan:
a. harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah); dan
b. merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan
tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
22

Termasuk Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan
Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang diserahkan kepada Bank dalam rangka pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:
a. harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah);
b. dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat yang
berpenghasilan rendah dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan
c. rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibeli.

Rumah Susun Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah
bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai
tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit
hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya secara tunai
ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, yang
memenuhi ketentuan:
a. harga jual untuk setiap hunian termasuk strata title tidak melebihi Rp 75.000.000,00
(tujuh puluh lima juta rupiah);
b. luas bangunan untuk setiap hunian tidak melebihi 21 m2 (dua puluh satu meter persegi);
c. pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur
mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; dan
d. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal
dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

3.5.8 PPh Final atas Jasa Konstruksi

Dasar hukum: PP No. 51/2008 Atas pembayaran kontrak kepada penyedia jasa
konstruksi dipotong PPh yang bersifat final dengan tarif:

- 2% untuk pelaksanaan konstruksi yang memiliki Kualifikasi Usaha Kecil


- 4% untuk pelaksanaan konstruksi yang TIDAK memiliki Kualifikasi Usaha
- 3% untuk pelaksanaan konstruksi selain penyedia di atas yang kena 2% dan 4%
- 4% untuk perencanaan atau pengawasan konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha
- 6% untuk perencanaan atau pengawasan konstruksi yang memiliki TIDAK kualifikasi usaha
23

Atas PPh Final jasa konstruksi, harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya dan dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya.

3.6. PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan )

PBB dikenakan pada saat sudah menjadi hak milik orang tersebut. Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik
properti). Tagihannya dilayangkan pemerintah setiap bulan Maret, melalui aparat desa
setempat, dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Adapun
pembayarannya harus dilakukan paling lambat enam bulan setelah SPPT diterbitkan ke loket-
loket terdekat yang disediakan, atau ke kantor-kantor bank yang ditunjuk pemerintah. Setelah
melakukan pembayaran, harap bukti pembayarannya disimpan. Apabila sampai batas waktu
yang ditetapkan wajib pajak belum membayar, maka akan didenda 2 % per bulan hingga
maksimal 24 bulan

3. 7 Biaya lain yang muncul atas transaksi bisnis properti ini:

Jasa Notaris.

Jasa PPAT (PPAT bisa Notaris atau Pejabat Pemda setempat, seperti Camat atau
Lurah). Tergantung kesepakatan, jika bukan Notaris

BAB 4

CONTOH KASUS

4.1 Contoh Perhitungan

1. Sebidang tanah seukuran 1020 m diperjualbelikan seharga 350 juta, dengan NJOP 1,5
juta per meter. Maka dari transaksi diatas didapati Harga Transaksi adalah = 350 juta. Nilai
NJOP adalah: 1,5 juta x luas tanah = 1,5 juta x 200 = 300 juta. Nilai Jual Objek Pajak tidak
Kena Pajak didaerah setempat adalah = 40 juta.
Dari hasil diatas maka:
24

- Perhitungan BPHTB = (350juta 40juta) x 5% = 310jt x 5% = 15,5 jt


- Perhitungan PPh = 350jt x 5% = 17,5 juta

2. Tuan Adi membeli sebidang tanah sebesar 450m2 dari Tuan Aan seharga Rp 500.000.000,
NPOP nya 100.000.000 lalu Tuan Adi membangun sendiri rumah di tanah tersebut dengan
biaya 250.000.000. Apa saja aspek pajak yang terkait? Dan berapa pajak terutangnya?
Maka:
Tuan Aan Tuan Adi
- Tuan Adi dikenakan PPh pasal 4 ayat 2 PPh final sebesar 5%
= 5% x 500.000.000 = 25.000.000
- BPHTB (pasal 5 BPHTB) : 5% x 100.000.000 = 5.000.000
- BBN : sesuai daerah yang berlaku
- PPN pasal 7 UU PPN : 10% x 500.000.000 = 50.000.000
- Total pajak terutang : 80.000.000 + BBN

Lalu Tuan Adi membangun sendiri tanahnya sebesar 450 m2 , sehingga dikenakan PPN lagi
berdasarkan pasal 16 C sebesar 10% dari DPP.
- DPP : 40% x 250.000.000 = 100.000.000
- PPN terutang = 100.000.000x 10% = 10.000.000
- Pajak terutang ketika membangun sendiri sebesar Rp 10.000.000

Contoh Kasus

Ditjen Pajak Endus Manipulasi Pajak Properti, 2 Notaris Rekanan Pengembang Tengah
Disidik.

Ditjen Pajak endus manipulasi pajak properti,2 Notaris rekanan pengembang


tengah disidik

Ditulis oleh Bisnis Indonesia


Friday, 26 March 2010

JAKARTA: Direktorat Jenderal Pajak mengendus modus tindak pidana pajak baru
yang dilakukan oleh notaris dalam transaksi jual beli tanah dan rumah.
Plt Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak Pontas Pane mengungkapkan
modus pidana pajak yang dilakukan oleh notaris tersebut adalah dengan tidak
menyetorkan pajak yang telah dipungut dari konsumen atas transaksi jual beli tanah
atau rumah ke kas negara.
"Dia [notaris] nggak setorkan pajaknya yang sudah dia pungut dari pembeli. Malah
dimungkinkan mereka membuat tanda setor palsu yang diberikan ke pembeli,"
ungkapnya kepada Bisnis, kemarin.
Dia menjelaskan modus tersebut sering terjadi karena pada umumnya konsumen yang
bertransaksi tidak pernah menanyakan kembali setoran pajaknya kepada notaris. "Jadi
25

akan lebih baik kalau [pajaknya] disetor sendiri oleh pembeli," jelasnya.
Selain itu, lemahnya pengawasan atas kebenaran setoran pajak bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan (BPHTB) oleh aparat Ditjen Pajak juga menjadi penyebab
terjadinya modus baru pidana pajak tersebut.
"Tapi sekarang, Direktorat Inteldik [Intelijen dan Penyidikan] akan mengungkap satu
persatu kejahatan pajak tersebut," tegasnya.
Saat ini, Pontas mengaku sedang menangani dua notaris yang menjadi rekanan salah
satu perusahaan real estat di wilayah Jabotabek.
"Ada [perusahaan] realestat yang rumahnya banyak terjual, 80% bukti setoran
pajaknya palsu. Saat ini kami sedang menangani dua notarisnya," ungkapnya.
Menurut dia, proses penanganan salah satu notarisnya saat ini sudah ditingkatkan ke
tahap penyidikan. "Yang bumper [pemeriksaan bukti permulaan/penyelidikan] sedang
jalan. Di luar itu sedang dikembangkan lagi," ujarnya.
Saat ditanya apakah dalam kasus tersebut pihak pengembang ikut terlibat, Pontas
mengaku belum mengetahuinya.
"Ini yang akan kami lihat. Kalau dia [pengembang] terlibat, akan kami tindak juga,"
tegasnya.
Lebih jauh Pontas mengatakan potensi kerugian negara yang ditimbulkan dari modus
pidana pajak tersebut cukup besar, sehingga Ditjen Pajak akan serius menanganinya.
"Ini nilainya cukup potensial untuk digali. Kalau seluruh notaris melakukan hal yang
sama, bisa besar. Namun, kami belum bisa prediksi pastinya," tambahnya.
Terlalu riskan
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Konsumen Indonesia Erwin
Kallo mengatakan terlalu riskan jika notaris melakukan manipulasi pajak BPHTB saat
ini karena sistem pengawasannya sudah semakin bagus. Saat ini, notaris harus
melaporkan setiap pemuatan pengalihan hak atas tanah itu setiap bulan.
"Dulu bisa saja memalsukan akta karena pemeriksaan dilakukan setiap tahun.
Sekarang pemeriksaan dilakukan setiap bulan, jadi terlalu berisiko. Apalagi akan ada
verifikasi dari Badan Pertanahan Nasional," ujar Erwin yang juga pakar hukum bidang
pertanahan dan properti.
Namun, potensi manipulasi pajak masih memungkinkan untuk rumah-rumah bekas
yang dijual secara individu. Manipulasi biasanya dengan cara menurunkan nilai jual
rumah agar pajaknya lebih kecil.
Manipulasi itu membutuhkan kesepakatan antara pembeli, penjual, dan notaris.
Namun, cara ini sulit dilakukan untuk rumah-rumah baru karena akan menurunkan
reputasi pengembang.
Dalam kesempatan terpisah, pengamat pajak dari Universitas Padjadjaran Kodrat
Wibowo mengatakan pemerintah harus transparan dalam penggunaan uang pajak,
menyusul mencuatnya kasus penggelapan uang pajak yang melibatkan pegawai Ditjen
Pajak Gayus Tambunan. Norwegia janjikan pinjaman lunak US$9 juta
Gayus merupakan PNS Ditjen Pajak dengan golongan III A. Namanya mencuat
setelah mantan Kabareskrim Susno Duadji menyebut Gayus sebagai salah seorang
makelar kasus dalam kasus penggelapan uang pajak senilai Rp25 miliar yang
melibatkan sejumlah jenderal di kepolisian.
Oleh Achmad Aris & A. Dadan MuhandaBisnis Indonesia
Sumber : Bisnis IndonesiaTanggal: 26 Maret 2010

Analisis : Modus tindak pidana baru yaitu penyelundupan pajak. Notaris dalam hal ini
tidak menyetorkan pajak ke Ditjen pajak Pontas Pane, bahkan ada juga yang walaupun
disetor surat setoran pajaknya palsu. Hal ini dilakukan notaris dengan cara sebagai berikut
26

1. Memanipulasi harga dengan pembeli property, menurunkan harga property


sehingga pajak nya kecil baik dari segi PPh, PPN dll. Biasanya dilakukan pada
rumah-rumah lama, bukan rumah baru yang sedang promosi besar-besaran.
2. Notaris tetap memungut pajak dari pembeli, tetapi tidak menyetorkannya atau
menyetorkan surat setoran pajak palsu (berdasarkan artikel diatas Ada [perusahaan]
Real Estate yang rumahnya banyak terjual, 80% bukti setoran pajaknya palsu.) Dan
pembeli property tersebut tidak meminta bukti setoran pajaknya kembali.

DAFTAR REFERENSI

Lubis,Mulya T. Dari Kediktatoran Sampai Miss Saigon, (Gramedia Pustaka


Utama ) 2009

http://adriantohidayat.blogspot.com/2011/09/real-estate.html diakses pada 22 Januari 2012


http://belajarpajak.com/2009/04/04/pph-final-bagi-wajib-pajak-%E2%80%9Creal-estate
%E2%80%9D/ diakses pada 26 Januari 2012
http://cepiar.wordpress.com/ diakses pada 26 Januari 2012
http://id.wikipedia.org diakses pada 25 Januari 2012
http://informativearticles.net/id/ diakses pada 23 Januari 2012
http://josephhartanto.blogspot.com/2008/06/apa-perbedaan-real-estate-dan-properti.html
diakses pada 22 Januari 2012
http://realty.egioo.com/index.php diakses pada 22 Januari 2012
http://spt-pajak.com/pajak-penghasilan-atas-usaha-real-estate.html diakses pada 23 Januari
2012
http://www.didikekotjahjono.com/2008/06/beda-properti-dan-real-estate.html diakses pada 24
Januari 2012
http://www.ikpi.or.id/content/ditjen-pajak-endus-manipulasi-pajak-properti2-notaris-rekanan-
pengembang-tengah-disidik diakses pada 23 Januari 2012
http://www.jamespropertyinvestor.com/site/kumpulan-artikel/artikel-investasi-property/123-
biaya-biaya-dalam-transaksi-jual-beli-property
http://www.vibiznews.com/index.php diakses pada 24 Januari 2012

Anda mungkin juga menyukai