Anda di halaman 1dari 28

STRATEGI DALAM PRAKTEK

MAKALAH

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS


Matakuliah Manajemen Stratejik
yang dibina oleh Ibu Sopiah

oleh:
Ofan Dhika Dwi Kurniawan 150413600883
Setyawati Yulandari 150413603880
Shoviyatus Zaqiah 150413601059

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
APRIL 2017
LATAR BELAKANG
Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno mnagement, yang
memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Mary Parker Follet,
mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang
lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan
mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin
mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara
efektif dan efesien. Menurut Stephanie K. Marrus, strategi didefenisikan sebagai
suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan
jangka panjang organisasi, disertai suatu penyusunan suatu cara atau upaya
bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Menurut Hamel dan Prahalad,
strategi merupakan suatu tindakan yang bersifat incremental (senantiasa
meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang
apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan.

Manajemen strategi adalah seni dan ilmu penyusunan, penerapan, dan


pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsional yang dapat memungkinkan
suatu perusahaan mencapai sasarannya. Manajemen strategis dalah proses
penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan perencanaan untuk
mencapai sasaran tersebut, serta mengalokasikan sumber daya untuk menerapkan
kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi. Manajemen strategis
merupakan aktivitas manajemen tertinggi yang biasanya disusun oleh dewan
direksi dan dilaksanakan oleh CEO serta tim eksekutif organisasi tersebut.

Strategi merupakan tindakan yang bersifat dinamis dan terus menerus,


serta dilakukanberdasarkan prediksi tentang apa yang diharapkan oleh para
konsumen dimasa yang akan datang.Selain mempertahankan dominasi pasar
dalam ketatnya persaingan, perusahaan juga harusmengetahui kemana dan
bagaimana pengembangan usaha akan dilakukan untuk
menyelamatkankeunggulan kompetitif perusahaan. Tingginya tingkat persaingan
membutuhkan perencanaanstrategis yang tepat sehingga perusahaan mampu
membaca dan menerjemahkan setiap perubahandan menangkap setiap peluang.
Strategi bersaing erat sekali kaitannya dengan pemahamanperusahaan mengenai
industri dimana perusahaan itu berada dan bagaimana posisi pesaingnya.Dalam
perencanaan suatu strategi perusahaan tidak akan terlepas dari analisis
lingkunganbaik itu internal maupun eksternal yang juga melingkupi analisis
struktural industri tersebut.Struktur industri mempunyai pengaruh yang kuat
dalam menentukan strategi bersaing sehinggaanalisis lingkungan industri tersebut
menjadi suatu hal yang penting untuk dilakukan. Setelahmelakukan analisis
lingkungan, perusahaan dapat mengetahui profil keunggulan
strategisperusahaan yang dimiliki sekaligus kelemahan yang harus
diminimalisasi.

Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Strategi Integrasi?


2. Apakah yang dimaksud dengan Strategi Intensive?
3. Apakah yang dimaksud dengan Strategi Diversifikasi?
4. Apakah yang dimaksud dengan Strategi Devensif?
5. Apakah yang dimaksud dengan Strategi Generik Porter?
6. Bagaimana Manajemen Strategi Dalam Organisasi Non-Profit?
7. Bagaimana Manajemen Strategi Dalam Organisasi Pemerintahan?
8. Bagaimana Manajemen Strategi Dalam Perusahaan Kecil?

2.1 STRATEGI INTEGRASI


Tiga jenis strategi, yaitu forward, backward, dan horizontal seringkali disebut
sebagai strategi-strategi vertical integration. Namun, tidak jarang yang
memaksudkan integrasi vertikal sebagai hanya integrasi forward dan backward
saja.
a. Forward Integration
Integrasi ke hilir melibatkan upaya untuk memperoleh kepemilikan (saham
perusahaan) lebih besar atau meningkatkan kontrol terhadap para distributor dan
peritel. Salah satu bentuk/cara efektif untuk melakukan strategi ini adalah
waralaba (franchising). Begitu banyak perusahaan berminat di bidang ini sebagai
upaya untuk mendistribusikan produknya (barang maupun jasa). Salah satu alasan
terbesar hadirnya bentuk waralaba ini adalah realita bahwa model ini sebetulnya
merupakan upaya untuk membagi biaya dan peluang kepada banyak pihak.
Perhatikan gejala bermunculannya factory outlet yang merupakan salah satu
bentuk strategi ini. Contoh lain adalah perusahaan farmasi Kimia Farma dengan
Apotik Kimia Farma-nya dan perusahaan sepatu BATA dengan toko BATA-nya.
Perhatikan pula Coca Cola dengan perusahaan pembotolan di berbagai negara
serta keputusan untuk membeli perusahaan fastfood.
b. Backward Integration
Integrasi ke hulu merupakan suatu strategi yang mengupayakan kepemilikan
atau meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pemasok. Hal ini dibutuhkan
karena baik produsen maupun peritel selalu membeli bahan baku dari perusahaan
pemasok. Strategi ini menjadi menarik terutama ketika perusahaan pemasok yang
saat ini ada ternyata tidak dapat diandalkan (unreliable), terlalu mahal, atau tidak
dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. Langkah ini dapat disebut sebagai upaya
mengamankan jalur pasokan perusahaan terhadap kebutuhan dalam rangka
proses produksinya. Contoh yang menarik adalah Harian Jawa Pos yang
mendirikan pabrik kertas untuk menjamin ketersediaan pasokan kebutuhan bahan
bakunya. Perhatikan pula Gudang garam yang memiliki pabrik kertas rokok di
Afrika.
Namun demikian, perlu pula dicermati munculnya kecenderungan bahwa
berbagai industri besar mulai melakukan aktivitas de-integrasi (deintegration),
yaitu melepas berbagai aktivitas yang seharusnya menjadi bagian dari aktivitas
perusahaan pemasok. Tidak tertutup kemungkinan, sampai pada level tertentu,
ternyata perusahaan menemukan bahwa integrasi ke hulu bukan lagi solusi tepat
untuk unggul dalam persaingan, karena menjadi semakin membebani keuangan
perusahaan. Oleh karenanya, kecenderungan perusahaan untuk
melakukan outsourcing kemudian menjadi berkembang pesat. Perhatikan
kebijakan Sampoerna ketika melakukan outsourcing produksi rokok kretek tangan
kepada berbagai koperasi di Jawa Tengah.
c. Horizontal Integration
Strategi integrasi ke samping merupakan strategi yang dilakukan dalam
bentuk membeli atau meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pesaing. Salah
satu kecenderungan paling signifikan dalam kompetisi perusahaan saat ini adalah
meningkatnya upaya untuk melakukan integrasi ke samping sebagai suatu strategi
pertumbuhan. Merjer, akusisi, dan pengambilalihan perusahaan yang sedang
bersaing memberikan peluang terjadinya skala ekonomi (economies of scale) serta
mendorong terjadinya transfer sumber daya dan kompetensi perusahaan. Dalam
artikelnya, Kenneth Davidson (Davidson, 1987) mengungkap bahwa merjer di
antara perusahaan yang tidak bergerak di bidang yang sama merupakan suatu
kesalahan. Tetapi merjer yang terjadi pada perusahaan yang sedang bersaing
langsung (direct competitors) memberikan peluang yang besar untuk menyatukan
potensi agar menjadi lebih efektif, efisien, dan kompetitif. Contoh pelaksanaan
strategi integrasi horisontal adalah ketika toko obat Guardian membeli Shop-in
atau Indofood membeli SuperMie, dan ketika beberapa bank membentuk Bank
Mandiri.

STRATEGI INTENSIF

Kelompok strategi ini disebut sebagai intensive strategies, karena mensyaratkan


berbagai upaya yang intensif untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan
dengan produk yang ada. Kelompok strategi ini meliputi tiga strategi, yaitu:
a. Market Penetration
Strategi penetrasi pasar berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar untuk
produk atau layanan yang ada saat ini di dalam pasar yang ada saat ini melalui
upaya-upaya pemasaran yang lebih besar. Strategi ini umum diterapkan baik
sendiri maupun sebagai kombinasi dengan strategi lainnya. Termasuk di dalam
penetrasi pasar adalah meningkatan jumlah tenaga penjualan, peningkatan
pembelanjaan iklan, penawaran barang-barang promosi secara ekstensif (besar-
besaran), atau peningkatan upaya-upaya publisitas. Aktivitas pemasaran dan
promosi yang intensif dari A-Mild Sampoerna dan berbagai perusahaan rokok
lainnya merupakan contoh yang menarik. Demikian juga dengan upaya McDonald
untuk memberikan berbagai cinderamata menarik maupun beberapa pabrik
farmasi yang meningkatkan jumlah detailer obat-nya.
b. Market Development
Pengembangan pasar melibatkan upaya-upaya untuk mengenalkan produk
atau layanan yang ada saat ini kepada berbagai wilayah geografis baru.
Globalisasi dan iklim perkembangan pasar internasional semakin kondusif untuk
strategi ini. Hal ini dibutuhkan karena tidak jarang persaingan yang demikian
ketat pada suatu pasar tertentu menyebabkan pengalihan perhatian kepada pasar
yang baru merupakan solusi agar perusahaan tidak tersingkir dari arena bisnisnya.
Namun demikian, perlu dicermati bahwa pada wilayah-wilayah tertentu
masuknya pemain baru yang besar akan menimbulkan
pergesaran equilibrium persaingan bisnis yang ada. Oleh karenanya, tidak jarang
para pemain besar akan mengalami tantangan dari para pemain lokal sehingga
terpaksa harus melakukan berbagai konsesi yang dapat diterima. Berbagai
perusahaan ritel yang bergerak pada skala grosir dan hypermarket, sering
mengalami tantangan tersebut. Makro, Alfa, Holland Bakery, Matahari dan
berbagai perusahaan lainnya, membuka gerai baru di berbagai lokasi merupakan
contoh penerapan strategi ini.
c. Product Development
Pengembangan produk yang berusaha meningkatkan penjualan melalui
perbaikan atau modifikasi produk atau layanan yang ada saat ini. Biasanya strategi
pengembangan produk tercermin pada biaya penelitan dan pengembangan
(Research and Development) yang besar. Beberapa industri yang sangat
didominasi oleh aktivitas R&D adalah otomotif, komputer, dan farmasi. Pada
industri yang berbasis R&D seperti ini, setiap keterlambatan untuk meluncurkan
sesuatu yang baru akan berarti perusahaan tersebut berpeluang kehilangan posisi
kompetitifnya. Dan oleh karenanya, aktivitas R&D menjadi tidak pernah berhenti
untuk menghasilkan suatu perbaikan yang terus-menerus (continuous
improvement). Rinso dengan berbagai variannya serta Pepsodent dengan berbagai
variannya merupakan contoh dari strategi ini. Juga munculnya berbagai features
baru pada produk Handphone, komputer, dan perusahaan jasa seperti Telkom
dengan Telkom Memo-nya merupakan contoh yang menarik.

STRATEGI DIVERSIFIKASI (DIVERSIFICATION STRATEGY)


Ada 3 bentuk strategi diversifikasi yakni : strategi diversifikasi konsentris,
horizontal, dan konglomerat.
a. Strategi Diversifikasi Konsentris (Concentric Diversification Strategy)
Dijalankan dengan menambah produk baru yang masih terkait dengan produk
yang ada saat ini baik keterkaitan dalam kesamaan teknologi, pemanfaatan
fasilitas bersama, ataupun jaringan pemasaran yang sama. Pedoman
keberhasilan strategi diversifikasi konsentris adalah :
Bersaing dalam industri yang tidak atau rendah pertumbuhannya
Adanya produk baru yang terkait dengan produk yang ada saat ini dapat
menaikkan penjualan produk yang ada
Produk baru ditawarkan pada harga yang kompetitif
Produk yang ada saat ini berada pada tahap penurunan dalam daur hidup
produk Memiliki tim manajemen yang kuat.

Contoh diversifikasi konsentris (Concentric Diversification Strategy) :


Perusahaan mobil seperti Suzuki dan Honda juga memproduksi sepeda
motor.
Kelompok usaha Kompas Gramedia masuk ke bisnis penerbitan
(Elexmedia Komputindo), toko buku (Gramedia) dan penyiaran (Radio
Sonora dan TV7).

b. Strategi Diversifikasi Horizontal (Horizontal Diversification Strategy)


Strategi diversifikasi horizontal adalah strategi menambah atau menciptakan
produk baru yang tidak terkait dengan produk saat ini kepada pelanggan saat ini.
Dasarnya adalah, bahwa perusahaan sudah sangat familiar dengan pelanggannya
saat ini dan pelanggan saat ini sangat loyal dengan merk/brand perusahaan.
Pedoman yang akan menjamin keberhasilan strategi diversifikasi horizontal
adalah :
Tambahan produk baru akan meningkatkan revenue secara signifikan.
Tingkat kompetisi yang tajam dalam industri yang tidak tumbuh, margin
dan return rendah.
Saluran distribusi yang ada saat ini dapat dimanfaatkan.

Contoh diversifikasi horizontal (Horizontal Diversification Strategy) :


PT. Garuda Indonesia Airways memiliki jaringan hotel di Indonesia
yaitu PT. Aerowisata.
Kelompok Usaha Kompas membuka bisnis jasa konsultansi
perjalanan(travel biro) yang khusus ditujukan bagi
pelanggan Koran dan Majalah Kelompok KompasGramedia.

c. Strategi Diversifikasi Konglomerasi (Conglomerate Diversification


Strategy)
Penambahan produk baru dan dipasarkan pada pasar baru yang tak terkait dengan
yangada saat ini. Ide dasar strategi ini terutama pertimbangan profit.
Untuk menjamin strategi diversifikasi konglomerasi efektif, ada beberapa
pedoman yang perlu diikuti, yakni:
Terjadi penurunan penjualan dan profit.
Kemampuan manajerial dan modal untuk berkompetisi dalam industri baru
Tercipta sinergi financial antara perusahaan yang diakuisisi dengan
yang mengakuisisi pasar bagi produk saat ini sudah jenuh.
Ada peluang untuk membeli atau memperoleh bisnis baru yang tak
terkait yang memiliki peluang investasi yang menarik.
Jika ada tindakan antitrust atas bisnis yang terkonsentrasi pada bisnis
tunggal.

STRATEGI GENERIK PORTER

Dalam analisanya tentang strategi bersaing (competitive strategy atau


disebut juga Porters Five Forces) suatu perusahaan, Michael A. Porter
mengintrodusir 3 jenis strategi generik, yaitu: Keunggulan Biaya (Cost
Leadership), Pembedaan Produk (Differentiation), dan Focus.

1. Strategi Biaya Rendah (cost leadership)

Strategi Biaya Rendah (cost leadership) menekankan pada upaya


memproduksi produk standar (sama dalam segala aspek) dengan biaya per unit
yang sangat rendah. Produk ini (barang maupun jasa) biasanya ditujukan kepada
konsumen yang relatif mudah terpengaruh oleh pergeseran harga (price sensitive)
atau menggunakan harga sebagai faktor penentu keputusan. Dari sisi perilaku
pelanggan, strategi jenis ini amat sesuai dengan kebutuhan pelanggan yang
termasuk dalam kategori perilaku low-involvement,ketika konsumen tidak (terlalu)
peduli terhadap perbedaan merek, (relatif) tidak membutuhkan pembedaan
produk, atau jika terdapat sejumlah besar konsumen memiliki kekuatan tawar-
menawar yang signifikan.

Strategi ini membuat perusahaan mampu bertahan terhadap persaingan


harga bahkan menjadi pemimpin pasar (market leader) dalam menentukan harga
dan memastikan tingkat keuntungan pasar yang tinggi (di atas rata-rata) dan stabil
melalui cara-cara yang agresif dalam efisiensi dan kefektifan biaya.

Untuk dapat menjalankan strategi biaya rendah, sebuah perusahaan harus


mampu memenuhi persyaratan di dua bidang, yaitu: sumber daya (resources) dan
organisasi. Strategi ini hanya mungkin dijalankan jika dimiliki beberapa
keunggulan di bidang sumber daya perusahaan, yaitu: kuat akan modal, trampil
pada rekayasa proses (process engineering), pengawasan yang ketat, mudah
diproduksi, serta biaya distribusi dan promosi rendah. Sedangkan dari
bidang organisasi, perusahaan harus memiliki: kemampuan mengendalikan biaya
dengan ketat, informasi pengendalian yang baik, insentif berdasarkan target
(alokasi insentif berbasis hasil). (Umar, 1999).)

2. Strategi Pembedaan Produk (differentiation)


Strategi Pembedaan Produk (differentiation), mendorong perusahaan untuk
sanggup menemukan keunikan tersendiri dalam pasar yang jadi sasarannya.
Keunikan produk (barang atau jasa) yang dikedepankan ini memungkinkan suatu
perusahaan untuk menarik minat sebesar-besarnya dari konsumen potensialnya.

Berbagai kemudahan pemeliharaan, features tambahan, fleksibilitas,


kenyamanan dan berbagai hal lainnya yang sulit ditiru lawan merupakan sedikit
contoh dari diferensiasi. Strategi jenis ini biasa ditujukan kepada para konsumen
potensial yang relatif tidak mengutamakan harga dalam pengambilan
keputusannya (price insensitive). Contoh penggunaan strategi ini secara tepat
adalah pada produk barang yang bersifat tahan lama (durable) dan sulit ditiru oleh
pesaing.

Pada umumnya strategi biaya rendah dan pembedaan produk diterapkan


perusahaan dalam rangka mencapai keunggulan bersaing (competitive advantage)
terhadap para pesaingnya pada semua pasar. (Lihat David, 1998; Fournier dan
Deighton, 1997; Pass dan Lowes, 1997; Porter, 1980 dan 1985). Secara umum,
terdapat dua bidang syarat yang harus dipenuhi untuk memutuskan memanfaatkan
strategi ini ; bidang sumber daya (resources) dan bidang organisasi. Dari sisi
sumber daya perusahaan, maka untuk menerapkan strategi ini dibutuhkan
kekuatan-kekuatan yang tinggi dalam hal: pemasaran produk, kreativitas dan
bakat, perekayasaan produk (product engineering), riset pasar, reputasi
perusahaan, distribusi, dan ketrampilan kerja. Sedangkan dari sisi bidang
organisasi, perusahaan harus kuat dan mampu untuk melakukan: koordinasi antar
fungsi manajemen yang terkait, merekrut tenaga yang berkemampuan tinggi, dan
mengukur insentif yang subyektif di samping yang obyektif. (Umar, 1999)

3. Strategi Fokus (focus)

Strategi fokus digunakan untuk membangun keunggulan bersaing dalam


suatu segmen pasar yang lebih sempit. Strategi jenis ini ditujukan untuk melayani
kebutuhan konsumen yang jumlahnya relatif kecil dan dalam pengambilan
keputusannya untuk membeli relatif tidak dipengaruhi oleh harga. Dalam
pelaksanaannya terutama pada perusahaan skala menengah dan besar , strategi
fokus diintegrasikan dengan salah satu dari dua strategi generik lainnya: strategi
biaya rendah atau strategi pembedaan karakteristik produk. Strategi ini biasa
digunakan oleh pemasok niche market (segmen khusus/khas dalam suatu pasar
tertentu; disebut pula sebagai ceruk pasar) untuk memenuhi kebutuhan suatu
produk barang dan jasa khusus.

Syarat bagi penerapan strategi ini adalah adanya besaran pasar yang cukup
(market size), terdapat potensi pertumbuhan yang baik, dan tidak terlalu
diperhatikan oleh pesaing dalam rangka mencapai keberhasilannya (pesaing tidak
tertarik untuk bergerak pada ceruk tersebut). Strategi ini akan menjadi lebih
efektif jika konsumen membutuhkan suatu kekhasan tertentu yang tidak diminati
oleh perusahaan pesaing. Biasanya perusahaan yang bergerak dengan strategi ini
lebih berkonsentrasi pada suatu kelompok pasar tertentu (niche market), wilayah
geografis tertentu, atau produk barang atau jasa tertentu dengan kemampuan
memenuhi kebutuhan konsumen secara baik. (David, 1998; Fournier dan
Deighton, 1997; Pass dan Lowes, 1997; Porter, 1980 dan 1985).

2.2 MANAJEMEN STRATEGI DALAM ORGANISASI NON-PROFIT.

Organisasi non profit/nirlaba adalah Organisasi yang didirikan dengan


tujuan utama menarik perhatian publik, kelompok atau golongan orang orang
tertentu dan mengesampingkan pendapatan. organisasi tersebut biasanya adalah
sekumpulan orang orang yang peduli terhadap suatu jenis aktifitas tertentu dan
lebih condong bergerak pada bidang jasa.

Menurut Hunger dan Wheelen (2003:533) sektor nirlaba dalam suatu


perekonomian merupakan sektor penting untuk beberapa alasan. Pertama,
masyarakat menginginkan barang dan jasa tertentu (terutama jasa layanan) yang
oleh perusahaan pencari laba tidak disediakan. Kedua, organisasi nirlaba
cenderung menerima manfaat dari masyarakat, yang perusahaan pencari laba tidak
dapat menperolehnya.

a. Sumber-sumber penerimaan Nirlaba


Not-for-profit (NFP) organizations atau organisasi-organisasi nirlaba
menghasilkan penerimaannnya dari berbagai sumber, tidak hanya berasal dari
klien yang menerima produk atau jasa mereka. Penerimaan tersebut bahkan dapat
berasal dari orang-orang yang tidak menerima jasa yang sedang subsidi (Hunger
dan Wheelen, 2003:534). Sebagai contoh, organisasi amal seperti American
Cancer Society dan CARE, jenis lain adalah seperti serikat pekerja dan rencana
sukarelawan medis penerimaan paling banyak berasal dari anggota, yaitu orang-
orang yang menerima pelayanan.

Dalam perusahaan pencari laba, perusahaan cenderung tergantung


sepenuhnya pada penjualan produk atau jasa mereka kepada pelanggan untuk
memperoleh penerimaan, dan karena itu mereka sangat tertarik untuk
menyenangkan para pelanggannya. Dalam organisasi nirlaba, hubungan antara
organisasi yang menyediakan dan orang yang menerima jasa hampir dapat
dipastikan sangat berbeda. Oleh karena penerima jasa layanan biasanya tidak
membayar seluruh biaya, maka diperlukan sponsor luar.

Menurut Hunger dan Wheelen (2003:535) pola pengaruh pada


pengambilan keputusan strategis tergantung pada sumber-sumber penerimaan
organisasi tersebut. Jadi dalam pengambilan keputusan strategik dalam organissi
nirlaba adalah tergantung pada sumber penerimaan organisasi tersebut. Sebagai
contoh, dalam sebuah universitas swasta pengambilan keputusan sepenuhnya
pada uang kuliah mahasiswa dan dana-dana berasal dari klien lainnya. Oleh
karena itu, keinginan-keinginan mahasiswa hampir dapat dipastikan berpengaruh
kuat terhadap pengambilan keputusan universitas daripada keinginan- keinginan
lainnya yang berasal dari sponsor, seperti alumni dan yayasan-yayasan swasta.

b. Pengaruh Berbagai Kendala Terhadap Manajemen Strategis


Terdapat beberapa karakteristikyang khas pada organisasi nirlaba yang
membatasi perilaku organisasi tersebut dan mempengaruhinya dalam
menggunakan manajemen strategis.

Newman dan Wallender (dalam Hunger dan Wheellen 2003:537)


mengidentifikasikan lima karakteristik kendala berikut ini.

1. Jasa layanan sering tidak berwujud dan sulit diukur, yang


seringkali dipersulit dengan keberadaan berbagai sasaran
layanan yang dikembangkan dalam upaya memuaskan berbagai
sponsornya.
2. Pengaruh klien terhadap organisasi mungkin lemah, karena
organisasi sering memiliki monopoli lokal, dan pembayaran
dari para klien mungkin hanya sejumlah kecil dari sumber
pendanaan.
3. Kuatnya komitmen karyawan pada profesi atau pada suatu
perkara dapat mengurangi kesetiaan mereka pada organisasi
yang memperkerjakan mereka.
4. Sumber daya para contributor, khususnya contributor dana dan
pemerintah dapat mengganggu manajemen internal organisasi
tersebut.
5. Banyaknya batasan dalam menggunakan sistem penghargaan
dan pemberian hukuman merupakan akibat dari karakteristik
1,3, dan 4.
Beberapa dari karakteristik tersebut dapat ditemukan dalam
organisasi pencari laba dan dalam organisasi nirlaba. Namun
demikian, seperti yang dinyatakan oleh Newman dan
Wallender, bahwa frekuensi dampak yang kuat tersebut lebih
tinggi dalam perusahaan nirlaba.
Pengaruh Terhadap Perumusan Strategi
Lima karakteristik kendala tersebut juga menambahkan sedikitnya
empat komplikasi pada perusumusan strategi.

1. Konflik tujuan mengganggu perencanaan yang rasional.


Oleh karena organisasi nirlaba biasanya tidak memliki criteria kinerja
tunggal yang jelas (seperti laba), sehingga sulit untuk mempertemukan tujuan
dan sasaran. Ketidaksesuaian terjadi terutama jika ada banyak sponsor.
Perbedaan kepentingan berbagai sponsor penting dapat menghalangi
manajemen puncak dalam menetapkan suatu misi organisasi yang meliputi
berbagai hal.

2. Fokus perencanaan yang terintegrasi cenderung bergeser dari hasil yang akan
dicapai kepada sumberdaya yang tersedia.
Karena organisasi nirlaba cenderung menyediakan jasa yang sulit
diukur, mereka jarang memiliki garis batas kinerja yang jelas. Oleh karena itu,
perencanaan menjadi lebih berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya yang
dapat diukur dengan mudah, daripada jasa layanannya yang sulit diukur
dengan mudah, daripada jasa layanannya yang sulit diukur.

3. Sasaran-sasaran proses operasi yang memiliki arti ganda menciptakan


kesempatan terjadinya politik internal dan perubahan tujuan.
Kombinasi sasaran yang tidak jelas dan besarnya perhatian yang diberikan
pada sumber daya yang ingin diperoleh, membuat para manajer mempunyai
peluang yang cukup dalam aktivitas-aktivitasnya. Peluang tersebut
memungkinkan mereka melakukan manuver politik bagi kepentingan seseorang .
sebagai tambahan, karena efektivitas organisasi nirlaba tergantung pada
kepuasan kelompok yang mensponsori, maka manajemen cenderung
mengabaikan kebutuhan para klien dan lebih mementingkan keinginan sponsor
yang kuat.

4. Profesionalisasi menyederhanakan perencanaan yang rinci namun menambah


kekakuan.
Pada organisasi nirlaba yang profesional dalam memainkan peranan
penting (seperti rumah sakit atau perguruan tinggi), nilai profesional dan perilaku
konvensionalnya ke misi pelayanan baru yang sesuai dengan perubahan
kebutuhan sosial. Kekakuan ini, tentu saja, dapat terjadi di setiap organisasi yang
memperkerjakan para professional. Namun demikian, kuatnya orientasi jasa pada
banyak organisasi nirlaba cenderung mendorong perkembangan sikap dan norma-
norma profesional yang statis.

Pengaruh Terhadap Implementasi Strategi


Lima karakteristik kendala tersebut juga mempengaruhi bagaimana sebuah
organisasi nirlaba diorganisir baik dalam struktur maupun dalam desain
pekerjaannya. Ada tiga komplikasi yang harus diperhatikan.
1. Desentralisasi adalah hal rumit.
Kesulitan dalam menetapkan sasaran untuk sesuatu yang tidak
berwujud, misi jasa yang sulit diukur, menyulitkan pendelegasian
wewenang pengambilan keputusan. Karena besarnya ketergantungan pada
sponsor untuk memperoleh penerimaan, manajemen puncak organisasi
nirlaba harus senantiasa waspada terhadap aktivitas organisasi.
2. Keterkaitan kepedulian yang sama terhadap integrasi eksternal-internal
menjadi hal yang penting.
Karena besarnya ketergantungan pada sponsor luar muncukl
kebutuhan khusus bagi orang-orang yang ada dalam peran penyangga
untuk menghubungkan baik kedalam maupun ke luar kelompok-
kelompok yang ada.
3. Job enlargement dan pengembangan eksekutif dapat terhambat dengan
adanya profesionalisme.
Dalam organisasi yang memperkerjakan sejumlah besar para professional,
manajer harus mendesain pekerjaan-pekerjaan yang menarik untuk
mempengaruhi norma-norma profesionalisme. Para professional jarang
memiliki gagasan-gagasan yang jelas tentang aktivitas-aktivitas yang
dapat dilaksanakan dan yang tidak, dalam wilayah kerja mereka. Oleh
karena para profesional sering memandang pekerjaan manajerial sebagai
non-profesional dan hanya bersifat pendukung, mereka tidak selalu
memandang promosi bagi posisi manajemen sebagai hal yang positif.

Pengaruh Terhadap Evaluasi dan Pengendalian


Komplikasi khusus yang muncul dari karakteristik kendala tersebut juga
mempengaruhi bagaimana perilaku dimotivasi dan kinerja diawasi. Dua
masalah khusus yang sering muncul adalah:
1. Pemberian penghargaan dan peneliti hanya sedikit atau bahkan tidak
memiliki hubungan dengan kinerja.
Jika hasil yang diinginkan tidak jelas dan penilaian terhadap keberhasilan
bersifat subyektif, umpan balik yang dapat diperkirakan dan bebas dari
pengaruh tidak dapat dibangun.
2. Pengawasan sepenuhnya hanya memperhatikan input yang digunakan
dibandingkan output yang dihasilkan.
Oleh karena inputnya dapat diukur dengan lebih mudah dibanding output
yang dihasilkannya, organisasi nirlaba cenderung lebih berfokus pada
sumber-sumber daya yang mendukung kinerja dibandingkan dengan
kinerja itu sendiri. Dengan demikian organisasi nirlaba lebih menekankan
pada penetapan batas maksimum biaya dan pengeluaran yang harus
dikeluarkan. Karena dalam organisasi nirlaba sedikit dan bahkan tidak ada
penghargaan terhadap usaha yang dilakukan untuk mempertahankan biaya
dan pengeluaran di bawah limit tersebut, orang-orang biasanya
menanggapi secara negative pengawasan yang seperti itu.

c. Strategi-strategi yang Populer dalam Organisasi Nirlaba


Karena berbagai tekanan pada organisasi nirlaba untuk menyediakan lebih
banyak dibandingkan jumlah sponsor yang mendukung dank lien yang dapat
membayar jasa tersebut., organisasi-organisasi nirlaba sedang mengembangkan
berbagai strategi untuk membantu mereka memenuhi sasaran jasa yang mereka
inginkan. Berikut adalah strategi yang populer digunakan oleh organisasi nirlaba:

a. Strategi Piggybacking
Strategi ini diciptakan oleh R. P. Nielsen, strategi ini merujuk pada
pengembangan sebuah aktivitas baru bagi organisasi nirlaba yang akan
menghasilkan dana-dana yang diperlukan untuk menutupi selisih antara
penerimaan dan pengeluaran. Secara khusus, aktivitas baru itu dalam
beberapa hal terkait dengan misi organisasi nirlaba, namun tujuannya adalah
untuk membantu mensubsidi program-program jasa utama.

Walaupun strategic piggybacking dapat membantu organisasi nirlaba


untuk mensubsidi sendiri misi-misi utamanya dan menggunakan sumber daya
yang dimilikinya dengan lebih baik, naun organisasi nirlaba masih memiliki
pengaruh negative yang potensial. Pertama, usaha untuk menghasilkan
penerimaan ini dapat mengalami kerugian terutama dalam jangka pendek.
Kedua, usaha tersebut dapat mengalahkan, mengganggu, bahkan mengambil
alih misi utama organisasi. Ketga, public sebagaimana sponsor, dapat
mengurangi kontribusi mereka karena tanggapan negatif mereka terhadap
usaha-usaha meraup uang sebanyak-banyaknya, atau karena kepercayaan
yang salah bahwa organisasi telah mampu mandiri. Keempat, usaha tersebut
dapat mengganggu operasi internal organisasi.

Menurut Hunger dan Whellen (2003) organisasi nirlaba harus


memiliki lima sumberdaya berikut ini sebelum organisasi itu memulai
aktivitas untuk memperoleh penerimaan.
1. Memiliki sesuatu untuk dijual
Organisasi harus menilai terlebih dahulu sumber-sumber dayanya
untuk menetukan apakah orang-orang yang ada akan berminat unntuk
membayar barang-barang atau jasa-jasa yang terkait erat dengan aktivitas
utama organisasi.

2. Memiliki orang-orang dengan bakat manajemen dalam jumlah yang


cukup
Harus tersedianya orang-orang yang akan mengelola dan
memelihara usaha tersebuta untuk berjalan selama jangka waktu yang
cukup panjang.

3. Dukungan dewan pengawas


Jika dewan pengawas memiliki perasaan yang kuat untuk menolak
usaha-usah memperoleh pendapatan yang direncanakan, mereka dapat
secara aktif atau pasif menolak keterlibatan komersial.

4. Mempunyai sikap kewirausahaan


Pihak manajemen harus mampu mengkombinasi suatu minat inovatif
dengan nilai praktis bisnis.

5. Memiliki modal usaha


Karena sering membutuhkan dukungan modal yang cukup untuk dapat
memperoleh pendapatan yang diinginkan, terlibat dalamsebuah usaha
patungan denga sebuah perurasahaan bisnis dapat menyediakan
modal awal yang di perlukan, juga dukungan pemasaran dan
manajemen.

b. Strategi Merger dan keterkaitan interorganisasional


Berkurangnya sumber daya merupakan salah satu sebab yang
mendorong meningkatnya organisasi nirlaba untuk melakukan merger sebagai
usaha untuk mengurangi biaya. Keterkaitan interorganisasional adalah
pengembangan jalinan kerja sama antar organisasi, yang sering digunakan
oleh organisasi nirlaba sebagai jalan untuk memperkuat kapasitas mereka
dalam melayani pada kliennya, atau untuk memperoleh sumber daya dengan
tetap mempertahankan identitas mereka.

2.3 MANAJEMEN STRATEGIS SEKTOR PEMERINTAH

Manajemen Strategi yang dilakukan pada sektor pemerintah merupakan upaya


pemilihan strategi yang dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan di masa
depan dengan menganalisis situasi dan kondisi negara di masa sekarang dan masa
depan. Dalam penyelenggaraan pemerintah, terdapat perbedaan pengelolaan
dengan sektor privat. Perbedaan ini terutama disebabkan adanya perbedaan
karakteristik. Menurut Antoni dan Young (2003) karakteristik organisasi nonprofit
adalah ketiadaan ukuran laba, adanya pertimbangan pajak dan
hukum,kecenderungan menjadi organisasi jasa, kendala yang lebih besar pada
tujuan dan sasaran,kurang tergantung pada klien untuk dukungan keuangan,
dominasi profesional, perbedaan dalam tata kelola, pentingnya pengaruh politik,
dan tradisi pengendalian manajemen yang kurang. Dari karakteristik tersebut,
ketiadaan motif laba merupakan ciri yang utama padaorganisasi sektor publik.
Adanya perbedaan karakteristik tersebut menyebabkan konsep dan praktik
manajemen sektor privat tidak dapat diterapkan sepenuhnya pada sektor publik.
Meskipundemikian tidak berarti bahwa sektor publik tidak dapat dilakukan
dengan manajemen kewirausahaan. Menurut Osborne dan Gabler (1992) terdapat
sepuluh prinsip dalammenerapkan kewirausahaan pada pemerintahan
yaitu pertama, pemerintahan kewirausahaan mendorong kompetisi diantara
penyedia pelayanan. Kedua, pemerintah mendayagunakan masyarakat dengan
mendorong pengendalian masyarakat. Ketiga, ukuran kinerja adalahoutcome
bukan input. Keempat, Pemerintahan dikendalikan oleh tujuannya atau
misinyabukan oleh aturan dan regulasi. Kelima, pemerintah mendefinisikan
kliennya sebagaikonsumen. Keenam, pemerintah berusaha untuk mencegah
timbulnya masalah daripadamencari solusi setelah masalah terjadi. Ketujuh,
pemerintah memanfaatkan tenaganya untukmenghasilkan uang tidak sekedar
membelanjakan. Kedelapan, pemerintah mendorongdesentralisasi
wewenang. Kesembilan, pemerintah lebih suka pada mekanisme pasardaripada
mekanisme birokrasi. Kesepuluh, pemerintah tidak menfokuskan pada
penyediaanpelayanan publik tapi sebagai katalisator semua sektor. Manajemen
Strategi Sektor Pemerintah berbeda dengan manajemen strategi dalam dunia
bisnis atau perusahaan komersil. Perusahaan komersil memiliki sasaran atau
tujuan yang berfokus pada kepentingan pemegang saham atau kelompok-
kelompok tertentu. Perusahaan komersil dipimpin oleh suatu dewan direksi.
Dengan demikian, penetapan strategi pada suatu perusahaan komersil lebih
mudah dilakukan. Berbeda dengan pemerintah, dimana tujuannya adalah
kepuasan masyarakat secara keseluruhan, bukan kelompok. Pada pemerintahan
terdapat pembagian wewenang di setiap instansi, sehingga pembuatan keputusan
lebih sulit. Dalam pemerintahan juga tidak terdapat suatu ukuran yang cukup
untuk menilai kinerja. Aplikasi dari manajemen strategis pada organisasi sektor
publik terdiri dari komponen yang sama dengan sektor privat diantaranya
pernyataan misi, pengamatan lingkungan, pengamatan organisasi, sasaran dan
implementasi, dan telaah dan monitoring implementasi. Menurut Bryson pada
organisasi sektor publik menekankan pada pentingnya proses perumusan strategi
yang terdiri dari delapan langkah interaktif yaitu perjanjian awal diantara
pembuatan keputusan, identifikasi mandat yang dihadapi organisasi pemerintah,
klarifikasimisi dan nilai organisasi, identifikasi peluang eksternal dan ancaman
yang dihadapi organisasi, identifikasi kekuatan internal dan kelemahan organisasi,
identifikasi isu strategis, pengembangan strategi, dan gambaran organisasi di masa
mendatang. Manfaat yang diperoleh dengan penerapan manajemen/perencanaan
strategis pada organisasi sektor publik diantaranya adalah: 1. Membantu
organisasi pemerintah berpikir secara strategis 2. Mengklarifikasi arah mendatang
3. Meningkatkan kinerja 4. Membangun tim kerja dan keahlian 5.
Memudahkan interface administrasi politik dengan membangun hubungan
kerjasama antara pejabat terpilih dan manajer publik 3.2 Manajemen Strategis
Sektor Pemerintah di Indonesia Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional disusun sebagai penjabaran dari
tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional. Dengan demikian, dokumen ini
lebih bersifat visioner dan hanya memuat hal-hal yang mendasar, sehingga
memberi keleluasaan yang cukup bagi penyusunan rencana jangka menengah dan
tahunannya. RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya
Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam
bentuk rumusan visi, misi dan arah Pembangunan Nasional. RPJP menjadi
pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
nasional yang memuat visi, misi, dan program Presiden. Pentahapan rencana
pembangunan nasional disusun dalam masing-masing periode RPJM Nasional
sesuai dengan visi, misi, dan program Presiden yang dipilih secara langsung oleh
rakyat. RPJM Nasional memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum,
program kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga, kewilayahan dan
lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran
perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana
kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat
indikatif. RPJM sebagaimana tersebut di atas dijabarkan ke dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) yang merupakan rencana pembangunan tahunan nasional, yang
memuat prioritas pembangunan nasional, rancangan kerangka ekonomi makro
yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah
kebijakan fiskal, serta program kementerian/lembaga, lintas kementerian/lembaga
kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan pendanaan yang bersifat
indikatif. Adapun komponen rencana kerja tahunan tersebut di dalam
Kementerian/ Lembaga atau unit dibawahnya adalah sebagai berikut:

a. Sasaran

Sasaran yang dimaksud pada rencana kinerja ini adalah sasaran sebagaimana
dimuat dalam dokumen renstra. Selanjutnya diidentifikasi sasaran mana yang
akan diwujudkan pada tahun yang bersangkutan beserta indikator dan rencana
tingkat capaiannya (targetnya).

b. Program
Program-program yang ditetapkan merupakan program-program yang berada
dalam lingkup kebijakan tertentu sebagaimana dituangkan dalam Strategi yang
diuraikan pada dokumen rencana strategis. Selanjutnya perlu diidentifikasi dan
ditetapkan program-program yang akan dilaksanakan pada tahun bersangkutan,
sebagai cara untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

c. Kegiatan

Kegiatan adalah tindakan nyata dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh
instansi pemerintah sesuai dengan kebijakan dan program yang telah ditetapkan
dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai sasaran dan tujuan
tertentu. Dalam komponen kegiatan ini perlu ditetapkan indikator kinerja kegiatan
dan rencana capaiannya.

d. Indikator Kinerja Kegiatan

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan


tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja
kegiatan yang akan ditetapkan dikategorikan ke dalam kelompok: a. Masukan
(Inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan
program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber
daya manusia, dana, material, waktu, teknologi, dan sebagainya; b. Keluaran
(Outputs) adalah segala sesuatu berupa produk/jasa (fisik dan/atau non fisik)
sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan
masukan yang digunakan; c. Hasil (Outcomes) adalah segala sesuatu yang
mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka
menengah. Outcomes merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk jasa dapat
memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat; d. Manfaat (Benefits) adalah
kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh publik; e. Dampak
(Impacts) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan atau
kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator
dalam suatu kegiatan. Indikator-indikator tersebut secara langsung atau tidak
langsung dapat mengindikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran.
Dalam hubungan ini, penetapan indikator kinerja kegiatan merupakan proses
identifikasi, pengembangan, seleksi dan konsultasi tentang indikator kinerja atau
ukuran kinerja atau ukuran keberhasilan kegiatan dan program-program instansi.
Setelah program atau kegiatan dilaksanakan dan dinilai dengan indikator kinerja,
langkah selanjutnya dalam manajemen strategis pemerintah secara umum adalah
pembuatan laporan, baik laporan keuangan atau laporan kinerja.

Konteks Manajemen Strategis dalam Sektor Publik (Ring dan Perry, 1985)

Ring dan Perry memberikan konteks pada manajemen strategis sektor


pemerintah sebagai berikut:

1. Policy Ambiguity

Struktur organisasi sektor publik yang kompleks menyebabkan ketidakjelasan


arah strategi.

2. The Openness of Government

Media memiliki peranan besar dalam mengekspose pengambilan keputusan dan


penerapannya dalam pemerintahan.

3. Attentive Publics

Pemerintahan dipengaruhi oleh banyak kelompok kepentingan yang mempunyai


agenda-agenda tertentu.

4. The Time Problem

Masa jabatan dan peraturan yang memberikan batasan waktu menjadi perhatian
dalam manajemen strategis.

5. Shaky Coalitions

Aliansi politis saat perencanaan dan pelaksanaan belum tentu sama komposisinya.

Solusi (Ring dan Perry, 1985)

Untuk mengantisipasi berbagai kendala terkait konteks diatas maka


diuslkan beberapa solusi sebagai berikut:

1. Maintaining Flexibility
Proses implementasi manajemen strategi diharapkan mampu beradaptasi terhadap
perubahan internal dan eksternal.

2. Bridging Competing Worlds

Sektor publik yang bersifat terbuka memiliki keterikatan dengan berbagai pihak
atau kelompok kepentingan. Pemerintah harus memperlakukan semua pihak
dengan adil.

3. Wielding Influence, Not Authority

Kemampuan politik diperlukan dalam manajemen strategis guna membangun


hubungan dan memunculkan nilai positif dalam konfrontasi pihak-pihak tertentu.

4. Minimizing Discontinuity

Ketidakstabilan koalisi politis harus dicegah dengan pengelolaan sumberdaya


yang terkait pembentukan koalisi tersebut.

Dimensi Manajemen Strategis (Untoro dan Halim, 2007)

Parctipative Planning

Perencanaan strategis selayaknya melibatkan para bawahan yang terlibat langsung


dalam aktivitas organisasi sektor publik.

Planning Flexiblility

Perencanaan yang fleksible diharapkan mampu membuat organisasi lebih cepat


dalam merespon perubahan baik internal maupun eksternal.

Pentingnya Manajemen Strategis

Mengapa sektor publik membutuhkan manajemen strategis dalam


melaksanakan kegiatannya? Karena sebagai suatu organisasi yang ingin mencapai
suatu tujuan, organisasi sektor publik memerlukan rencana strategis untuk
mencapai tujuan tersebut yang dirinci dalam program-program dan kegiatan-
kegiatan yang dapat bersinergi untuk mewujudkan tujuan tersebut(Joyce,
1999). Terlebih dengan struktur organisasinya yang sangat besar dan kompleks,
dengan menggunakan manajemen strategi, para pemangku kebijakan dapat
memotivasi dan mengarahkan pegawainya lebih baik yang selanjutnya dapat
meningkatkan performa kinerja organisasi.Sektor publik juga dapat merumuskan
strategi ke depannya dan melihat ancaman peluang yang ada sertamenetapkan
sasaran dan arah yang jelas untuk masa depan.

Dengan menerapkan apa yang ada di dalam manajemen strategis, maka


diharapkan sektor publik dapat :

Menjadi instansi reaktif dalam menghadapi perubahan situasi yang dinamis dan
kompleks.

Mengelola sumber daya yang dimiliki untuk hasil yang maksimal (managing for
result)

Mengubah orientasi instansi menjadi instansi berorientasi masa depan

Mejadikan instansi adaftif dan fleksibel, mengurangi birokrasi yang rumit dan
lebih transparan

Menjadikan instansi mampu memenuhi harapan masyarakat (pengguna layanan)

Adapun tujuan dari manajemen strategi adalah :

Melaksanakan dan mengevaluasi strategi yang dipilih secara efektif dan efisien.

Mengevaluasi kinerja, meninjau dan mengkaji ulang situasi serta melakukan


berbagai penyesuaian dan koreksi jika terdapat penyimpangan di dalam
pelaksanaan strategi.

Senantiasa memperbarui strategi yang dirumuskan agar sesuai dengan


perkembangan lingkungan eksternal.

Senantiasa meninjau kembali kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bisnis


yang ada.

Senantiasa melakukan inovasi atas produk agar selalu sesuai dengan selera
konsumen

Model Manajemen Strategis


Untuk menetapkan strategi suatu sektor publik, pertama-tama kita perlu
mengetahui apa saja model manajemen strategi yang ada, dan biasanya digunakan
di sektor publik. Setidaknya ada sekitar 4 model strategi yang biasa dikenal, yaitu:
(a) Model perencanaan klasik, (b) Model bisnis, (c) Model perencanaan strategi
visioner, dan yang terakhir (d) Model manajemen strategi peramalan (Joyce,
1999).

Model perencanaan klasik menitik beratkan pada formalitas organisasi


pemerintah untuk menyusun suatu rencana strategis yang akan diturunkan kepada
unit-unit bisnis di bawahnya. Jenis model ini umumnya tidak berjalan dengan
maksimal karena selain paradigma birokrat dan formalitas, unit organisasi
dibawah belum tentu memiliki komitmen yang sama dengan unit induk.

Model bisnis menitik beratkan pada hubungan transaksi antara


organisasi induk dan organisasi dibawahnya (purchase provider). Model lebih
memberikan insentif bagi organisasi untuk melaksanakan strateginya dikarenakan
adanya sifat transaksional yang biasanya berbentuk bonus.

Model perencanaan strategis visioner berorientasi pada pola pikir jangka


panjang dimana manajer akan mencari aktivitas yang akan dilakukan dalam
membawa organisasi dari kondisinya saat ini menuju masa depan yang
diharapkan.

Model perencanaan strategi peramalan berfokus pada pengembangan


area spesialisasi atau kapabilitas organisasi dan pengembangan relasi dan aliansi
dengan organisasi lain dalam rangka memastikan pencapaian visi organisasi.

Mencapai Penerapan Manajemen Strategis yang Baik

Bernard Marr (2008) mengajukan 10 prinsip penerapan manajemen


strategis yang baik yaitu:

1. Kejelasan strategi,
2. Pengumpulan indikator kinerja yang tepat,
3. Pelaksanaan analisis manajemen kinerja,
4. Penciptaan budaya belajar yang positif,
5. Perolehan kepercayaan internal,
6. Penjajaran/pengarahan organisasi,
7. Perbaruan sistem terus-menerus,
8. Komunikasi dan pelaporan yang baik,
9. Implementasi software pendukung,
10. Dedikasi sumber daya dan waktu.

Pengukuran

Bernard Marr (2008) mengajukan 2 cara dalam mengukur manajemen kinerja


dalam organisasi pemerintah yaitu strategy map dan value creation map.

2.4 MANAJEMEN STRATEGI DALAM PERUSAHAAN KECIL

Dalam konteks persaingan global seperti sekarang ini, perusahaan kecil harus
mengalihkan strategi pada penggunaan sumber daya internal. Strategi
pengembanga perusahaan harus mengarah pada keahlian khusus secara internal
yang bisa menciptakan produk unggul untuk memperbesar pangsa produksi
(manufacturing share).Manufacturing Share yaitu perusahaan yang muncul pada
berbagai produk yang mempunyai berbagai komponen yang sama dan tidak lagi
mencari pangsa pasar (market share) pada produk konsumen akhir seperti pada
masa lalu. Strategi resource-based ini, menurut Widjaja (1993:47) lebih murah
dan ampuh karena usaha kecil bisa memanfaatkan sumber daya alam dan tenaga
kerja lokal.
Dari teori yang berbasis sumber daya tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam
konteks persaingan bebas seperti sekarang ini, para wirausaha harus menggunakan
strategi pengelolaan usahanya. Strategi pengembangan perusahaan, baik yang
baru maupun yang sudah lama harus mengarah pada penggunaan sumber daya
internal, dengan mengarah kepada keahlian khusus yang bisa menciptakan produk
yang unggul untuk memperbesarmanufacturing share produk konsumen akhir.
Dengan strategi tersebut, wirausaha bisa lebih berkembang, baik dalam persaingan
lokal, nasional maupun internasional.

Menurut Granat (1991 dalam wijaya, 1994) ada beberapa langkah untuk
mengembangkan resource-based strategy, antara lain :

1. Mengidentifikasi dan mengklasifikasi sumber daya. Sumber daya itu


diantaranya :

- Teknologi yang dimiliki.

- Kapabilitas karyawan.

- Paten dan merk.

- Keuangan.

- Kecanggihan pemasaran.

- Pelayanan dan pelanggan.

Sumber daya tersebut diklasifikasikan menjadi :

- Sumber daya finansial (financial resources)

- Sumber daya fisik (physical resources)

- Sumber daya manusia (human resources)

- Sumber daya teknologi (technological resources)

- Sumber daya reputasi organisasi (reputation organizational resources)


2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi kapabilitas.Kapabilitas diartikan sebagai
apa yang dapat dilakukan oleh perusahaan dari kerja tim (bukan perorangan) yang
bersama-sama mengembangkan berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan.
Kapabilitas yang mengintegrasikan ide baru, keterampilan, dan pengetahuan lain
menjadi kunci berfikir kreatif.

Anda mungkin juga menyukai