Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam
terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan
interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting
bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan
yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau
berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat
diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang
baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos. Diabetes
adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang penderita diabetes akan
mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat.
Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang "kotor". Hal ini berkaitan dengan
kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga
urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing
yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir bau yang dihasilkan berasal
dari urea. Sehingga bisa diakatakan bahwa urin itu merupakan zat yang steril
Urin dapat menjadi penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak menderita dehidrasi akan
mengeluarkan urin yang bening seperti air. Penderita dehidrasi akan mengeluarkan urin berwarna
kuning pekat atau cokelat.
Terapi urin Amaroli adalah salah satu usaha pengobatan tradisional India, Ayurveda.
Bagi umat islam mengonsumsi makanan yang halal dan thoyib merupakan bagian dari
perintah agama. Demikian juga meninggalkan makanan yang haram adalah kewajiban yang tidak
bisa di tawar-tawar lagi. Jelas sekali obat dan makanan adalah dua hal yang tidak bisa
dipisahkan. Oleh karena itu maka status kehalalan obat-obatan terutama yang ditelan adalah
wajib adanya bagi kaum muslim. Memang benar bahwa yang haram itu bisa menjadi halal bila
dalam keadaan yang sangat darurat, sebagaimana halnya bangkai hewan, darah ataupun daging
babi bisa halal dimakan bila dalam keadaan darurat. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah
dalam surat Al-Baqarah : 173
Artinya :
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu, bangkai, darah, daging bagi dan binatang
yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang
(QS. Al-Baqarah : 173)
Namun, apapun khasiat yang bisa ditemukan dalam air kencing ini, bagi umat islam tak
ada alasan darurat untuk meminumnya selama masih ada obat linnya yang bisa digunakan,
sebenarnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah lama menyoroti masalah pengobatan
tradisional dengan air seni maupun tentang penggunaan plasenta manusia pada obat dan
kosmetika. Untuk memberikan kejelasan kepada masyarakat luas dan menghindari
kesalahpahaman, secara khusus MUI dalam munas tahun 200 yang lalu telah membahas masalah
plasenta manusia dan terapi urine ini.
Dalam keputusan fatwa MUI nomor : 2/Munas/VI/MUI/2000, ayat ke 3 :
Penggunaan air seni manusia hukumnya adalah haram, kecuali dalam keadaan darurat dan
diduga kuat dapat menyembuhkan menurut keterangan dokter ahli terpercaya Dengan adanya
fatwa MUI tersebut, maka jelaslah bahwa pemakaian kencing manusia ini bila tidak dalam status
darurat, maka hukumnya adalah haram bagi umat islam. Kalaupun memang darurat. Maka
ukuran kedaruratannya ini tidak bisa hanya berdasarkan perasaan seseorang belaka, tetapi harus
berdasarkan pertimbangan objektif dari beberapa ahli kesehatan yang berkompeten sekurang-
kurangnya 3 orang ahli.
Secara prinsip islam yang mengharamkan untuk berobat dengan sesuatu yang haram termasuk
khamer dan air seni, karena pengharaman sesuatu menurut Imam Ibnul Qayyin (zadul Maad,
III/115-116) Menuntut umat islam untuk menjauhinya dengan segala cara. Oleh karena itu Ibnu
Qayyim penulis kitab Ath-Thibb An-Nakawi (pengobatan ala nabi) ini mengingatkan efek
psikologis yang ditimbulkan dari mengonsumsi obat tersebut yaitu bahwa ketika seseorang
menyakini sesuatu yang haram itu bermanfaat dapat menyembuhkan penyakitnya, maka
spontanitas ia akan bersugesti dengannya. Namun demikian islam adalah agama rahmat dan
tidak menginginkan umatnya celaka dan membiarkannya binasa dalam kondisi darurat karena di
antara tujuan syariah adalah hifdzun nafs (memelihara kelangsungan hidup dengan baik), maka
dalam konteks ini terdapat kaedah rukhsah (dispensasi) yang memberikan kelonggaran dan
keringanan bagi orang yang sakit gawat dengan ketentuan sebagaimana dikemukakan oleh Dr.
Yusuf al-Qardhawi yaitu :
1. Benar-benar dalam kondisi gawat darurat bila seorang penderita penyakit tidak mengonsumsi
sesuatu yang haram ini.
2. Tidak ada obat alternatif yang halal sebagai pengganti obat yang haram ini.
3. Menurut resep atau petunjuk dokter muslim yang kompeten dan memiliki integritas moral dan
agama.
4. terbukti secara uji medis dan analisa ilmiah di samping pengalaman empiris yang membuktikan
bahwa sesuatu yang haram tersebut benar-benar dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan
efek yang membahayakan.
Meskipun demikian beliau menambahkan bahwa menurut pengalaman empiris dan laporan
medis dari para dokter yang kredibel bahwa tidak ada alasan dan kebutuhan medis yang
memastikan sesuatu yang haram ini sebagai obat, akan tetapi beliau tetap menolerir prinsip
rukhsah ini untuk mengantisipasi kondisi di mana seseorang muslim tidak mendapatkan obat
kecuali dengan mengonsumsi sesuatu barang yang haram. (Al-Halal wal Haram fil Islam : 53)
Demikian pula halnya hukum menggunakan urine manusia sebagai campuran obat-obatan
apalagi praktik jual beli produk barang tersebut pada prinsipnya adalah haram sebagaimana
sabda Rasulullah Saw :
Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan untuk diminum diharamkan pula untuk dijual
belikan. (HR. Al-Humaidi dalam Musnadnya) hal ini dapat diqiyaskan (analog) dengan sabda
Nabi Saw tentang pengharaman khamer setelah turun ayat Al-Maidah : 90 91)
Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamer maka barang siapa yang menyaksikan ayat
ini dan ia masih memilikinya maka janganlah ia meminum maupun menjualnya. (HR. Muslim)
Al-Istihalah adalah perubahan suatu benda menjadi benda lain yang berbeda
dalam semua sifat-sifatnya dan menimbulkan akibat hukum: dari benda najis
atau Mutanajjis menjadi benda suci dan dari benda yang diharamkan menjadi
benda yang dibolehkan (mubah).
Penggunaan air seni manusia hukumnya adalah haram. Kecuali dalam keadaan darurat dan
diduga kuat dapat menyembuhkan menurut keterangan dokter ahli
terpercaya.
2.2.1 Terapi Urine Dalam Sudut Pandang Filsafat Hukum Islam
Jika kita melihat dari bahan dasar yang digunakan dalam pngobatan ini, tentunya hal ini
bertentangan dengan prinsip-prinsip islam. Yaitu memanfaatkan sesuatu yang najis sebagai
sarana pengobatan.
Jika kita meneliti lebih lanjut tentang terapi ini yang memberikn manfaat bagi
kesembuhan penyakit-penyakit tertentu.inilah tujuan dari terapi ini yaitu salah satu upaya kita
menuju kesembuhan tentunya dengan diiringi doa dan mengharapkan kepada Allah.
Hal ini sesuai dengan tujuan hukum Islam itu sendiri yang terbagi dalam dua sudut pandang
yaitu;
Sudut pandaang manusia, yang mengacu pada tiga potensi
1. Aqal, untuk mengetahui dan mengesakan Allah sehingga tujuan hukumnya mendapat tuntutan
dan ridha Allah.
2. Syahwat, berfungsi mengetahui hal-hal yang menyenangkan sehingga tujuannya mencapai
kebahagiaan hidup.
3. Ghadhab, berfungsi menghindarkan diri dari ketidakmampuan sehingga tujuan hukumnya
mempertahankan kebahagiaan.
Dan sudut pandang Allah yang juga terbagi dalam tiga bagian yaitu;
1. Takhlifi yaitu pembebanan baik berupa keharusan melakukn atau meninggalkan, memilih antara
melakukan atau tidak melakukan. Tujuan ini terbagi dalam tiga tingkatan;
a. Primer, tujuan ini harus ada karena ketiadaannya akan mengancam eksistensi manusia. Tujuan
ini terbingkai dalam maqasid al-syariah.
b. Sekunder, keberadaan tujuan ini hanya menjadi tujuan yang membantu memudahkan manusia,
ketiadaannya hanya menimbulkan kesulitan bagi manusia.
c. Tertier, tujuan ini hanya menjadi tujuan pelengkap menuju kesempurnaan bagi manusia.
2. Membangun kesadaran atau pemahaman hukum bagi mukallaf.
3. Kesejalanan implementasi hukum tuhan dengan niat.
Sebagaimana dalam sudut pandang manusia, dalam sudut pandang Allahpun kesehatan
masih menjadi prioritas utama dalam mencapai tujuan.
Dalam maqasid al-syariah kita tentunya menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan
harta, untuk mempertahankan ini semua tentunya harus dengan akal dan fikiran yang sehat agar
dapat mengambil tindakan yang bijak.
Dalam sebuah hadist dikatakan, bahwa jika kamu sakit maka berobatlah pada ahlinya.
Tentunya dalam hal kesehatan dokter dan para medislah yang lebih ahli dalam menanganinya
meski tidak menutup kemungkinan doterpun terkadang salah dalam memberikan obat. Namun
Allah jualah yang akan menyembuhkan segala macam penyakit. Hanya saja Allah telah
memerintahkan kita untuk berusaha. Berobat ke dokter atau yang setingkat dengannya
merupakan salah satu upaya kita untuk sembuh tentunya dengan berdoa dan mengharap
kesenbuhan kepada sang khaliq.
Dalam terapi ini kita tidak mempermasalahkan pengobatan dengan mengusap atau
mengoleskan bagian yang sakit dengan urine. Karena hanya sebatas olesan. Lain halnya jika
urine ini diminum. Kami membatasinya hanya dalam keadaan dharurat saja. Jika terapi ini
merupakan langkah terakhir yang merupakan satu-satunya obat maka tidak apa-apa dan di bawah
pengawasan ahlinya. Sebagaiman firman allah dalam surat al-baqarah 173, yang membolehkan
Sesutu yng haram dengan catatan dalam keadaan terpaksa.