Anda di halaman 1dari 71

1 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

DAFTAR ISI
I. Definisi dan Pengukuran Kemiskinan
1.1 Definisi Kemiskinan
1.2 Data Kemiskinan
1.3 Pengukuran Kemiskinan
1.4 Garis Kemiskinan
II. Profil Kemiskinan
2.1 Perkembangan Garis Kemiskinan
2.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin
2.3 Perkembangan Tingkat Kemiskinan
2.4 Perkembangan Tingkat Kemiskinan (P0), Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

2.5 Perkembangan Penurunan Tingkat Kemiskinan


2.5.1 Perkembangan Penurunan Tingkat Kemiskinan Kategori 1
2.5.2 Perkembangan Penurunan Tingkat Kemiskinan Kategori 2
2.5.3 Perkembangan Penurunan Tingkat Kemiskinan Kategori 3
2.5.4 Perkembangan Penurunan Tingkat Kemiskinan Kategori 4

2.6 Proporsi Jumlah Penduduk Miskin per Wilayah


2.6.1 Wilayah Sumatera
2.6.2 Wilayah Jawa
2.6.3 Wilayah Bali Nusa Tenggara
2.6.4 Wilayah Kalimantan
2.6.5 Wilayah Sulawesi
2.6.6 Wilayah Maluku Papua

2.7 Rangking Jumlah Penduduk Miskin


2.8 Rangking Tingkat Kemiskinan
2.9 Rangking Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
2.10 Rangking Indeks Keparahan Kemiskinan Tahun (P2)

III. Profil Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan

3.1 Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan


3.2 Instrumen dan Pengukuran Kemiskinan
2 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

3.3 Program Penanggulangan Kemiskinan


3.4 Perkembangan Rencana Program Penanggulangan Kemiskinan

IV. Analisis Kemiskinan


4.1 Kuadran Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk
Miskin
4.2 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Indeks Kedalaman
Kemiskinan
4.3 Kuadran Persentase Penduduk Miskin (P0) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2)
4.4 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Tingkat Pengangguran
Terbuka
4.5 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Gini Rasio
4.6 Kuadran Persentase Penduduk Miskin (P0) dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM)
4.7 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Pertumbuhan Ekonomi
4.8 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Pendapatan Daerah
4.9 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Dana Perimbangan
4.10 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan DAU DAK
4.11 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan DAK
4.12 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Total Belanja
4.13 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Langsung
4.14 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Modal
4.15 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Menurut Fungsi
(Kesehatan, Pendidikan, Perlindungan Sosial)
4.16 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Menurut Urusan
(Pendidikan, Kesehatan, Sosial, Ketahanan Pangan,
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa)
4.17 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Menurut Urusan
(Pertanian, Kelautan dan Perikanan)

4.18 Diagram Radar Indikator Kemiskinan per Wilayah


4.18.1 Wilayah Sumatera
4.18.2 Wilayah Jawa
4.18.3 Wilayah Bali Nusa Tenggara
4.18.4 Wilayah Kalimantan
4.18.5 Wilayah Sulawesi
4.18.6 Wilayah Maluku Papua
4.19 Pemeringkatan Kondisi Kemiskinan
3 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

Definisi dan Pengukuran


Kemiskinan
4 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

1.1 Definisi Kemiskinan

Definisi kemiskinan yang digunakan di berbagai negara bermacam-macam.


Kemiskinan sering dipandang sebagai ketidakmampuan untuk membayar biaya
hidup minimal (Bank Dunia, 1990) walaupun beberapa ahli berpendapat bahwa
kemiskinan juga merupakan kurangnya akses terhadap jasa-jasa seperti
pendidikan, kesehatan, informasi, serta kurangnya akses masyarakat terhadap
partisipasi pembangunan dan politik. Definisi kemiskinan dapat juga dipandang
dari sisi relatif dan sisi absolut:

1. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat
sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar
minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu Negara pada waktu
tertentu.

2. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk
mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan,
perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

Indonesia menggunakan definisi kemiskinan secara absolut yang mampu untuk


membandingkan kemiskinan secara umum dan menilai efek dari kebijakan
program-program penanggulangan kemiskinan antar waktu.

1.2 Data Kemiskinan

Data-data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS


Data makro digunakan
meliputi data makro dan data mikro. Data makro
sebagai dasar untuk
kemiskinan adalah data yang hanya menunjukkan perencanaan, monitoring
jumlah agregat dan persentase penduduk miskin. dan evaluasi
Data ini dihasilkan dari Survei Sosial dan Ekonomi pembangunan secara
Nasional (Susenas). Sedangkan data mikro makro. Sedangkan data
kemiskinan dilakukan dengan menggunakan mikro digunakan untuk
kriteria akses terhadap kebutuhan dasar. Data memenuhi kebutuhan
mikro ini dihasilkan dari Pendataan Program targeting program
penanggulangan
Perlindungan Sosial (PPLS). Perbedaan antara data
kemiskinan.
kemiskinan makro dan mikro di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 1.1.
5 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

Tabel 1.1
Perbandingan antara Data Kemiskinan Makro dan Data Kemiskinan Mikro

DATA KEMISKINAN MAKRO DATA KEMISKINAN MIKRO


1. Metodologi: 1. Metodologi:
- Konsep: Basic Needs Approach - Konsep: Multi Dimensi
- Pendekatan Moneter - Pendekatan Non Moneter
- Didasarkan pada Garis - Didasarkan pada Indeks atau
Kemiskinan Makanan (2100 Proxy Means Test (PMT) dari ciri-
kkal/kapita/hari)+Non Makanan ciri Rumah Tangga Miskin
esensial (variabel non-moneter) yang
dapat dikumpulkan dengan
mudah
2. Sumber data: Susenas tahunan 2. Sumber data: Pendataan Sosial
Ekonomi Tahun 2005 (PSE-05), PPLS
2008, PPLS 2011
3. Data menunjukkan jumlah 3. Data menunjukkan jumlah RT
penduduk miskin di level nasional, sasaran by name by address
provinsi, dan kabupaten/kota
berdasarkan estimasi
4. Digunakan untuk perencanaan dan 4. Digunakan untuk target sasaran
evaluasi program kemiskinan rumah tangga secara langsung
dengan target geografis, tapi tidak pada Program Bantuan dan
dapat menunjukkan siapa dan Perlindungan Sosial (BLT, PKH,
dimana alamat penduduk miskin Raskin, Jamkesmas, dsb)

Perbedaan antara Data Kemiskinan Makro dan Mikro dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Angka kemiskinan yang selama ini digunakan oleh Pemerintah adalah angka
kemiskinan makro yang dihitung dengan menggunakan Susenas. Angka
kemiskinan makro digunakan untuk memberikan gambaran kondisi secara makro
dan untuk kepentingan perencanaan secara makro. Mulai tahun 2011, survei untuk
mendapatkan angka kemiskinan makro dilakukan 4 (empat) kali dalam setahun.
Selain angka kemiskinan makro, Badan Pusat Statistik (BPS) juga melakukan sensus
pendataan rumah tangga sasaran melalui PPLS yang akan menghasilkan angka
kemiskinan mikro. Angka tersebut digunakan untuk perencanaan
program/kegiatan secara mikro, khususnya untuk program/kegiatan yang sifatnya
targeted. Angka kemiskinan mikro dikeluarkan setiap 3 tahun sekali dan pada
tahun 2011 dilakukan perubahan metode pendataan, yaitu dengan mendata 40%
penduduk dengan penghasilan terendah.
6 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

1.3 Pengukuran Kemiskinan

Dalam mengukur angka kemiskinan, terdapat beberapa pendekatan, yaitu:


1. Pendekatan Ekonomi
Kemiskinan dari sisi ekonomi diukur melalui pendekatan pendapatan.

Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk


memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari
sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

2. Pendekatan Purchasing Power Parity (PPP)


Bank Dunia mendefinisikan garis kemiskinan internasional sebagai US$ 1 dan
US$ 2 per hari pada tahun 1993 yang diukur dengan pendekatan purchasing
power parity (PPP) tertera dalam Gambar 1.1

Gambar 1.1
Perkembangan Tingkat Kemiskinan berdasarkan
Berbagai Ukuran Garis Kemiskinan

Tingkat Kemiskinan Berdasarkan Beberapa Metode Garis


Kemiskinan Tahun 1999 - 2011
100

80
65.1
59.5 58.7
60 53.5 50.1 49 49.6
45.2 45.2
42.6
40
30.19
26.44
20 23.74

12 9.9 9.2
7.2 6.6 7.4 8.5 6.7 5.9
0 6 1.86 1.32 0.95
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

USD 1 PPP USD 2 PPP

Sumber: Bank Dunia, BPS

Purchasing power parity atau paritas daya beli didefinisikan sebagai sebuah
metode yang dipergunakan untuk mengukur berapa banyak sebuah mata
uang dapat membeli sejumlah barang atau jasa yang sama dalam
pengukuran internasional karena harga barang dan jasa di beberapa negara
berbeda. Sehingga PPP dihitung dengan menyesuaikan perbedaan harga
barang dan jasa antar negara. Pengukuran kemiskinan berdasarkan US$ 1,
7 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

secara umum diperuntukkan bagi negara-negara dunia ketiga, seperti Afrika.


Sedangkan pengukuran kemiskinan US$2 ditujukan bagi negara-negara yang
berada dalam kategori memiliki pendapatan menengah (middle income),
seperti Asia Timur dan Amerika Latin. Angka konversi ini dihitung berdasarkan
harga dan kuantitas di masing-masing Negara yang dikumpulkan dalam suatu
survei yang biasanya dilakukan setiap lima tahun sekali.

3. Indeks Kemiskinan Multidimensi (Multidimensional Poverty Index-MPI)


Definisi kemiskinan semakin berkembang dan tidak hanya dinilai dari sisi
monetaris. United Nation Development Program (UNDP) mengembangkan
definisi kemiskinan dari berbagai aspek dengan mengembangkan indeks
kemiskinan multidimensi. Indeks kemiskinan multidimensi mengidentifikasikan
ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
berdasarkan tiga dimensi yaitu kesehatan, pendidikan, dan standar
kehidupan. Dimensi tersebut diturunkan lagi menjadi 10 indikator (lihat Gambar
1.2), yaitu nutrisi, kematian anak, lamanya sekolah, angka partisipasi sekolah,
bahan bakar untuk memasak, jenis toilet, air, listrik, jenis lantai, dan kepemilikan
aset. Penghitungan indeks kemiskinan multidimensi dapat diolah dari data
mikro yang bersumber dari survei rumah tangga. Metodologi MPI dapat
dimodifikasi untuk menghasilkan ukuran kemiskinan multidimensi nasional yang
merefleksikan kebudayaan, ekonomi, iklim, dan faktor lokal lainnya. MPI
internasional dirancang sebagai alat analisis untuk membandingkan
kemiskinan akut antar negara.

Gambar 1.2
Komponen Indeks Kemiskinan Multidimensi

Sumber: Human Development Report 2010, UNDP


8 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

1.4 Garis Kemiskinan

Data makro kemiskinan adalah data yang hanya menunjukkan jumlah agregat.
Data ini dihasilkan dengan menggunakan nilai garis kemiskinan, dimana penduduk
miskin didefinisikan sebagai penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Data ini digunakan untuk mengukur kemiskinan absolut yang ditentukan


berdasarkan ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan pokok
minimum dengan menggunakan standar pengukuran/variabel penentu yang
sama untuk seluruh wilayah. Untuk mengukur kemiskinan absolut, dibutuhkan
batasan Garis Kemiskinan absolut, seperti anjuran dari berbagai lembaga
internasional seperti PBB, FAO, dan sebagaianya. Garis kemiskinan absolut dapat
dibandingkan antar waktu, antar daerah, maupun antar negara (jika garis
kemiskinan absolut yang digunakan sama).
Konsep yang dipakai BPS adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs approach). Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat ditentukan jumlah
dan persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan yang disebut
sebagai angka kemiskinan absolut. Dengan menggunakan Garis Kemiskinan (GK),
dapat ditentukan kategorisasi penduduk berdasarkan kemiskinannya, yaitu:

- Sangat Miskin (SM) : kurang dari 0,8 x GK


- Miskin : di bawah GK
- Hampir Miskin (HM) : GK 1,2 x GK

Penggunaan angka kemiskinan mengacu pada penduduk yang berada di bawah


GK dan telah mengikuti standar yang berlaku secara internasional. Penentuan
adanya penduduk dengan kategori HM adalah lebih untuk penajaman
perencanaan makro, yaitu untuk melihat seberapa besar penduduk yang mudah
untuk jatuh miskin jika terjadi shock, misalnya karena krisis ekonomi, kenaikan Bahan
Bakar Minyak (BBM), bencana alam, dan sebagainya. Apabila terlihat adanya
peningkatan penduduk dengan kategori HM, berarti pemerintah perlu menyusun
kebijakan yang dapat mencegah penduduk pada kategori tersebut jatuh
kebawah GK.

Garis kemiskinan dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran makanan dan non


makanan per kapita pada kelompok referensi yang telah ditetapkan. Kelompok
referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marjinal.

Komponen Garis Kemiskinan: GK=GKM+GKNM, dimana GKM adalah Garis


Kemiskinan Makanan yaitu nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang
disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan
dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi. Sedangkan GKNM adalah Garis
Kemiskinan Non Makanan, yaitu kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang,
9 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

pendidikan, dan kesehatan. Paket


Komponen Garis Kemiskinan
komoditi kebutuhan dasar non-
GK = GKM + GKNM
makanan diwakili oleh 51 jenis
dimana
komoditi di perkotaan dan 47 jenis GK : Garis Kemiskinan
komoditi di perdesaan. GKM : Garis Kemiskinan Makanan
GKNM : Garis Kemiskinan Non Makanan
Hasil perhitungan angka kemiskinan
makro ini digunakan sebagai dasar
untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan secara makro yang
dapat digunakan antara lain untuk: 1) Mengetahui jumlah dan persentase
penduduk miskin, poverty gap, dan severity index (absolute); dan 2) Mengetahui
ketimpangan/disparitas akses antar golongan masyarakat: urban/rural, kelompok
pendapatan Quintile (relative). Dengan demikian, perencanaan penurunan
tingkat kemiskinan dapat dikaitkan dengan perencanaan pembangunan dalam
bidang lainnya seperti perencanaan tingkat pertumbuhan, investasi dan
peningkatan kesempatan kerja.

Kelemahan data makro adalah tidak dapat menunjukkan identitas individu dan
keberadaan/alamat mereka, sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar
untuk melaksanakan program-program pembangunan yang bersifat langsung
ditujukan kepada masyarakat miskin (targeting), terutama untuk program-program
yang ditujukan untuk memenuhi akses terhadap pelayanan dasar (kemiskinan non
pendapatan). Untuk tujuan tersebut, dan dalam rangka meningkatkan efektivitas
penanggulangan kemiskinan, pada tahun 2005 Pemerintah melengkapi data
kemiskinan dengan data mikro kemiskinan.

Data mikro kemiskinan pada awalnya diperoleh melalui survey PSE-05 dan
diperbaharui melalui PPLS-08, yang dilakukan dengan menggunakan kriteria akses
terhadap kebutuhan dasar yang tercermin dalam 16 Kriteria Rumah Tangga Miskin.
Pada tahun 2011 dilakukan perubahan metode pendataan melalui PPLS 2011,
yaitu dengan mendata 40% penduduk dengan penghasilan terendah.

Data mikro digunakan untuk mengetahui siapa dan dimana penduduk yang akan
dibantu atau mendapatkan program/kegiatan penanggulangan kemiskinan.

Untuk mengetahui intensitas kemiskisnan dari Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang
dihasilkan dalam pelaksanaan PSE-05, maka RTS dikelompokkan menjadi rumah
tangga sangat miskin (RTSM), rumah tangga miskin (RTM) dan rumah tangga
hampir miskin/near poor (RTHM). Dasar pengelompokkan tersebut adalah nilai
Indeks skor RTS (IRM), yang dihitung dari bobot variabel terpilih dan nilai skor
variabel terpilih.

Nilai IRM adalah 0-1, sehingga:


10 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

a. 0,80 < IRM < 1 adalah RTSM


b. 0,60 < IRM < 0,80 adalah RTM
c. 0,20 < IRM < 0,60 adalah RT Hampir Miskin
d. 0,00< IRM < 0,20 adalah RT Tidak Miskin.

Untuk memenuhi kebutuhan targeting program penanggulangan kemiskinan,


data PSE-05 dimutakhirkan melalui PPLS-08 kemudian dilakukan lagi pemutakhiran
melalui PPLS-11 dengan menambah satu kategori RTS, yaitu Rumah Tangga Rentan
Miskin (RTRM). Dasar pengelompokkan kategori RTS pada PPLS 2011 adalah
sebagai berikut:

a. Kelompok 1-5 persen terbawah adalah RTSM


b. Kelompok 6-10 persen terbawah adalah RTM
c. Kelompok 11-25 persen terbawah adalah RTHM
d. Kelompok 21-30 persen terbawah adalah RTRM

Hasil persandingan ketiga survei tersebut disajikan pada Tabel 1.2 berikut:

Tabel 1.2
Perbandingan Kategori RTS Ketiga Survei PSE-05, PPLS-08, dan PPLS 2011

PSE-05 PPLS-08 PPLS 2011

Kategori
Anggota Anggota
Rumah Rumah Rumah
% % Rumah % Rumah
Tangga Tangga Tangga
Tangga Tangga

RT SANGAT
3.894.314 20,4 2.989.865 17,1 15.944.536 3.013.796 16,3 16.003.996
MISKIN

RT MISKIN 8.236.990 43,1 6.828.824 39,1 25.190.010 3.198.982 17,3 14.300.683

RT HAMPIR
6.969.601 36,5 7.665.288 43,8 19.261.505 6.164.987 33,2 24.004.988
MISKIN

RT RENTAN
- - - - - 6.164.754 33,2 21.177.500
MISKIN

TOTAL 19.100.905 100,0 17.483.983 100,0 60.396.051 18.542.521 100,0 75.478.167

[Daftar Isi]
11 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

Profil Kemiskinan
12 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.1 Perkembangan Garis Kemiskinan

Gambar 2.1
Perkembangan Garis Kemiskinan 2008-2013

300000
271626
248707
250000 233740
211726
200262
200000 182636

150000

100000

50000

0
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Garis Kemiskinan (Rp)

Garis kemiskinan pada tahun 2008 sebesar Rp 182,636. Angka ini pada
tahun 2013 meningkat sekitar 48.72% hingga menjadi sebesar Rp
271,626. Peningkatan rata-rata garis kemiskinan per tahun selama
periode 2008-2013 adalah sekitar 8.28%.

[Daftar Isi]
13 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin

Gambar 2.2
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin 2008-2013

40.00
34.96jt
35.00 32.53jt
31.02jt
30.02jt 29.13jt
30.00
28.07jt
25.00
22.19jt
20.62jt 19.93jt
20.00 18.97jt 18.49jt
17.74jt
15.00 12.77jt
11.91jt 11.10jt 11.05jt 10.65jt
10.00 10.33jt

5.00

0.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013

Desa Kota Total

Jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 sekitar 34.96 juta jiwa. Angka
ini pada tahun 2013 menurun sekitar 20.05% hingga menjadi sekitar
28.07 juta jiwa. Selama periode 2008-2013, penurunan rata-rata jumlah
penduduk miskin per tahun sekitar 4.36%.
Jumlah penduduk miskin perdesaan pada tahun 2008 sekitar 22.19 juta
jiwa. Angka ini pada tahun 2013 menurun sekitar 19.11% hingga
menjadi sekitar 17.74 juta jiwa. Selama periode 2008-2013, penurunan
rata-rata jumlah penduduk miskin per tahun sekitar 4.12%.
Jumlah penduduk miskin perkotaan pada tahun 2008 sekitar 12.77 juta
jiwa. Angka ini pada tahun 2013 menurun sekitar 19.72% hingga
menjadi sekitar 10.33 juta jiwa. Selama periode 2008-2013, penurunan
rata-rata jumlah penduduk miskin per tahun sekitar 4.29%.

[Daftar Isi]
14 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.3 Perkembangan Tingkat Kemiskinan

Gambar 2.3

Perkembangan Tingkat Kemiskinan 2008-2013

20
18.93
18 17.35
16.56
16 15.72
15.42 15.12
14.15 14.32
14 13.33
12.49 11.96
12 11.65
10.72 11.37
10 9.87
9.23 8.78
8 8.39

0
2008 2009 2010 2011 2012 2013

Desa Kota Total

Persentase penduduk miskin pada tahun 2008 mencapai sekitar


15.42%. Angka ini pada tahun 2013 menurun sekitar 4.05% hingga
menjadi sekitar 11.37%. Selama periode 2008-2013, penurunan rata-
rata persentase penduduk miskin per tahun sekitar 0.81%.
Persentase penduduk miskin perdesaan pada tahun 2008 mencapai
sekitar 18.93%. Angka ini pada tahun 2013 menurun sekitar 4.61%
hingga menjadi sekitar 14.32%. Selama periode 2008-2013, penurunan
rata-rata persentase penduduk miskin perdesaan per tahun sekitar
0.92%.
Persentase penduduk miskin perkotaan pada tahun 2008 mencapai
sekitar 11.65%. Angka ini pada tahun 2013 menurun sekitar 3.26%
hingga menjadi sekitar 8.39%. Selama periode 2008-2013, penurunan
rata-rata persentase penduduk miskin perkotaan per tahun sekitar
0.65%.

[Daftar Isi]
15 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.4 Perkembangan Tingkat Kemiskinan (P0), Indeks


Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2)

Gambar 2.4
Perkembangan P0, P1, dan P2 2008-2013

18
16 15.42
14.15
14 13.33 12.49
11.96
12
11.37
10
8
6
4 2.77
2.50 2.21 2.08 1.88
2 1.75
0.76 0.68 0.58 0.55 0.47
0 0.43
2008 2009 2010 2011 2012 2013

Persentase Penduduk Miskin


P1 (Indeks Kedalaman Kemiskinan)
P2 (Indeks Keparahan Kemiskinan)

Persentase penduduk miskin pada tahun 2008 mencapai sekitar


15.42%. Angka ini pada tahun 2013 menurun sekitar 4.05% hingga
menjadi sekitar 11.37%. Selama periode 2008-2013, penurunan rata-
rata persentase penduduk miskin per tahun sekitar 0.81%.
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada tahun 2008 mencapai sekitar
2.27. Angka ini pada tahun 2013 menurun sekitar 1.2 hingga menjadi
sekitar 1.75. Selama periode 2008-2013, penurunan rata-rata indeks
kedalaman kemiskinan per tahun sekitar 0.2
Indeks keparahan kemiskinan (P2) pada tahun 2008 mencapai sekitar
0.76. Angka ini pada tahun 2013 menurun sekitar 0.33 hingga menjadi
sekitar 0.43. Selama periode 2008-2013, penurunan rata-rata indeks
keparahan kemiskinan per tahun sekitar 0.07.

[Daftar Isi]
16 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.5 Perkembangan Tingkat Kemiskinan

Gambar 2.5
Kategori Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota Periode 2007-2012

Sangat Buruk
Buruk

Kategori 1 Kategori 2
Tingkat kemiskinan meningkat Tingkat kemiskinan meningkat
Tingkat kemiskinan 2012 masih di atas Tingkat kemiskinan 2012 sudah di
tingkat kemiskinan nasional (> 11,37%) bawah tingkat kemiskinan nasional (
11,37%)
18 kab/kota
26 kab/kota

Cukup
Baik Kategori 3 Kategori 4 Baik

Tingkat kemiskinan menurun Tingkat kemiskinan menurun


Tingkat kemiskinan 2012 masih di atas Tingkat kemiskinan 2012 sudah di
tingkat kemiskinan nasional (> 11,37%) bawah tingkat kemiskinan nasional (
11,37%)
237 kab/kota
216 kab/kota
17 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

Gambar 2.6
Proporsi Kabupaten/Kota berdasarkan Kategori Perkembangan
Tingkat Kemiskinan Nasional Periode 2007-2012

Kategori 1 (Sangat
Buruk); 18 kab/kota; Kategori 2 (Buruk);
3% 26 kab/kota; 5%

Kategori 4 (Baik);
216 kab/kota;
41%
Kategori 3
(Cukup Baik);
273 kab/kota;
51%

Gambar 2.16 menunjukkan bahwa secara nasional mayoritas kabupaten/kota


masuk kategori 3 (cukup baik).

[Daftar Isi]
18 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.5.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kategori 1

Tabel 2.1
Perkembangan Kemiskinan Kabupaten/Kota Periode 2007-2012
(Kategori 1; Sangat Buruk)

Jumlah Penduduk
Persentase Penduduk Miskin
No Kab/Kota Miskin
2007 2012 Penurunan 2007 2012
1 Kota Bengkulu 9.20 22.11 -12.91 25.70 71.63
2 Kota Tasikmalaya 9.30 18.92 -9.62 54.50 123.40
3 Kab. Teluk Bintuni 35.22 40.62 -5.40 13.70 23.38
4 Kota Palembang 8.98 13.59 -4.61 124.40 206.07
5 Kota Prabumulih 7.57 11.71 -4.14 10.00 19.82
6 Kota Tanjung Balai 11.52 14.85 -3.33 18.20 23.47
7 Kota Sibolga 9.73 13.00 -3.27 9.00 10.96
8 Kota Bandar Lampung 9.44 12.65 -3.21 78.80 116.00
9 Kota Tebing Tinggi 9.67 11.93 -2.26 13.40 17.75
10 Kota Mataram 9.67 11.87 -2.20 35.90 49.63
11 Kota Probolinggo 16.19 18.33 -2.14 34.90 40.55
12 Kab. Manokwari 28.05 29.43 -1.38 16.00 59.92
13 Kab. Rejang Lebong 16.38 17.31 -0.93 42.60 43.18
14 Kab. Rote Ndao 28.26 29.07 -0.81 30.10 38.80
15 Kab. Kep. Mentawai 15.99 16.71 -0.72 10.00 13.15
16 Kota Metro 11.53 12.09 -0.56 15.50 18.12
17 Kab. E n d e 20.33 20.68 -0.35 46.00 55.03
18 Kota Lhokseumawe 12.75 13.06 -0.31 19.40 23.56

[Daftar Isi]
19 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.5.2 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kategori 2

Tabel 2.2
Perkembangan Kemiskinan Kabupaten/Kota Periode 2007-2012
(Kategori 2; Buruk)

Jumlah Penduduk
Persentase Penduduk Miskin
No Kab/Kota Miskin
2007 2012 Penurunan 2007 2012
1 Kota Jambi 5.04 9.80 -4.76 23.20 54.61
2 Kab. Soppeng 5.45 9.12 -3.67 12.40 20.45
3 Kota Pekalongan 6.62 9.47 -2.85 17.90 26.81
4 Kota Cirebon 8.70 11.08 -2.38 28.30 33.27
5 Kota Medan 7.17 9.33 -2.16 148.10 198.05
6 Kota Banda Aceh 6.61 8.65 -2.04 14.00 20.25
7 Kota Kupang 7.50 9.39 -1.89 20.30 33.77
8 Kota Banjarmasin 2.90 4.51 -1.61 17.60 29.15
9 Kota Pematang Siantar 9.46 10.79 -1.33 22.00 25.60
10 Kota Padang Panjang 5.19 6.50 -1.31 2.60 3.15
11 Kota Solok 4.59 5.88 -1.29 2.50 3.60
12 Kota Payakumbuh 7.77 9.00 -1.23 7.70 10.81
13 Kota Sukabumi 7.26 8.41 -1.15 22.60 25.95
14 Kota Pekan Baru 2.24 3.38 -1.14 17.70 32.90
15 Kota Banjar Baru 4.08 5.16 -1.08 6.60 11.05
16 Kota Binjai 5.72 6.72 -1.00 14.00 16.88
17 Kota Bandung 3.68 4.55 -0.87 87.20 111.14
18 Kota Tegal 9.36 10.04 -0.68 22.20 23.96
19 Kota Tangerang 4.92 5.55 -0.63 76.90 107.02
20 Kota Bekasi 4.97 5.55 -0.58 106.90 138.72
21 Kota Bukit Tinggi 5.23 5.74 -0.51 5.20 6.57
22 Kota Padang 4.97 5.30 -0.33 39.50 45.84
23 Kota Magelang 10.01 10.31 -0.30 13.00 12.12
24 Bengkulu Tengah 6.42 6.52 -0.10 6.33 6.65
25 Kota Depok 2.42 2.46 -0.04 35.90 46.50
26 Kota Sungai Penuh 3.64 3.66 -0.02 2.98 3.12

[Daftar Isi]
20 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.5.3 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kategori 3

Tabel 2.3
Perkembangan Kemiskinan Kabupaten/Kota Periode 2007-2012
(Kategori 3; Cukup Baik)

No Kab/Kota No Kab/Kota No Kab/Kota No Kab/Kota


Penurunan 0 - 6,07 Penurunan 6,08 - 8,46 Penurunan 8,47-10,62 Penurunan 10,63 - 18,62
1 Kab. Luwu Utara 61 Kab. Pacitan 120 Kab. Bondowoso 180 Kab. Lahat
2 Kota Langsa 62 Kab. P a t i 121 Kab. Wakatobi 181 Kab. Pidie Jaya
3 Kota Lubuk Linggau 63 Kab. Gunung Kidul 122 Kab. Tapanuli Utara 182 Kab. M u n a
4 Kab. Tjg Jabung Timur 64 Kab. Parigi Moutong 123 Kab. Sabu Raijua 183 Kab. Tuban
5 Kab. Manggarai Timur 65 Kab. Sikka 124 Kab. Timor Tengah 184 Kab. Banggai
Utara Kepulauan
6 Kab. Situbondo 66 Kab. Blora 125 Kab. Lampung Timur 185 Kab. Sumba
Tengah
7 Kab. Labuhan Batu 67 Kab. Konawe Utara 126 Kab. Trenggalek 186 Kab. Aceh Timur
Selatan
8 Kota Surakarta 68 Kab. Yahukimo 127 Kab. Lampung 187 Kab. Aceh Jaya
Selatan
9 Kab. Sigi 69 Kab. Tasikmalaya 128 Kab. Sumba Timur 188 Kab. Morowali
10 Kab. Bener Meriah 70 Kab. Pekalongan 129 Kab. Ogan Ilir 189 Kab. Sumbawa
Barat
11 Kab. Kepahiang 71 Kab. Dogiyai 130 Kab. Boalemo 190 Kab. Lombok Barat
12 Kab. Nias Barat 72 Kab. B e l u 131 Kab. Rembang 191 Kab. Sumenep
13 Kab. Nias Utara 73 Kab. Ponorogo 132 Kab. B i m a 192 Kab. Mamasa
14 Kab. Bantul 74 Kab. Donggala 133 Kab. Teluk Wondama 193 Kab. Pidie
15 Kab. Toraja Utara 75 Kab. B o n e 134 Kab. Bireuen 194 Kab. Puncak Jaya
16 Kab. Asmat 76 Kab. Garut 135 Kab. Grobogan 195 Kab. Kupang
17 Kota Gunungsitoli 77 Kota Sabang 136 Kab. Tolikara 196 Kab. Aceh Utara
18 Kab. Banyumas 78 Kab. Muara Enim 137 Kab. Jombang 197 Kab. Jayawijaya
19 Kab. Karanganyar 79 Kab. Cilacap 138 Kab. Lombok Tengah 198 Kab. Gorontalo
20 Kab. Magelang 80 Kab. Kepulauan 139 Kab. Purbalingga 199 Kab. Nagan Raya
Meranti
21 Kab. Kepulauan Seribu 81 Kab. Maluku Barat 140 Kab. Manggarai Barat 200 Kab. Sampang
Daya
22 Kab. Pemalang 82 Kab. Boven Digoel 141 Kab. Nduga 201 Kab. B u r u
23 Kab. Buru Selatan 83 Kab. Demak 142 Kab. Lamongan 202 Kab. Supiori
24 Kab. Deiyai 84 Kab. Jember 143 Kab. Aceh Besar 203 Kab. Halmahera
Tengah
25 Kab. Bolaang 85 Kab. Brebes 144 Kab. Mamberamo 204 Kab. Malinau
Mongondow Selatan Raya
26 Kab. Sumedang 86 Kab. Muko Muko 145 Kab. Tojo Una-Una 205 Kab. Maluku
Tengah
27 Kab. Nagekeo 87 Kab. Bangkalan 146 Kab. Buton Utara 206 Kab. Dompu
28 Kab. Kuningan 88 Kab. Lampung Utara 147 Kab. Way Kanan 207 Kab. Bengkulu
Selatan
29 Kab. Cirebon 89 Kab. Majene 148 Kab. B u o l 208 Kab. Sarmi
30 Kab. Purworejo 90 Kab. Lampung 149 Kota Jayapura 209 Kab. Tapanuli
Tengah Tengah
31 Kab. Boyolali 91 Kab. Lombok Utara 150 Kab. P o s o 210 Kab. Seram Bagian
Barat
32 Kab. Temanggung 92 Kab. Mandailing 151 Kab. Pohuwato 211 Kab. Landak
Natal
33 Kab. Mamberamo 93 Kab. Intan Jaya 152 Kab. Lampung Barat 212 Kab. Samosir
Tengah
34 Kab. Subang 94 Kab. Tana Toraja 153 Kab. Gresik 213 Kab. Mimika

35 Kab. Sragen 95 Kab. Pangkajene 154 Kab. Lembata 214 Kab. Pamekasan
Kepulauan
36 Kab. Pesawaran 96 Kab. Madiun 155 Kab. Wonogiri 215 Kab. N i a s
37 Kab. Mappi 97 Kab. Ngawi 156 Kab. Bojonegoro 216 Kab. Sumba Barat
38 Kota Tual 98 Kab. Melawi 157 Kab. Kolaka 217 Kab. Yapen
Waropen
21 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

No Kab/Kota No Kab/Kota No Kab/Kota No Kab/Kota


Penurunan 0 - 6,07 Penurunan 6,08 - 8,46 Penurunan 8,47-10,62 Penurunan 10,63 - 18,62
39 Kab. Halmahera Timur 99 Kab. Buton 158 Kab. Wonosobo 218 Kab. Paniai
40 Kab. Maybrat 100 Kota Subulussalam 159 Kab. Puncak 219 Kab. Jayapura
41 Kab. Probolinggo 101 Kab. Kendal 160 Kab. Aceh Barat 220 Kab. Seram Bagian
Timur
42 Kab. Kulon Progo 102 Kab. Maros 161 Kab. Kolaka Utara 221 Kab. Bone Bolango
43 Kab. Kediri 103 Kab. Selayar 162 Kab. Aceh Selatan 222 Kab. Gorontalo
Utara
44 Kab. Cianjur 104 Kab. Bombana 163 Kab. Manggarai 223 Kab. Nias Selatan
45 Kab. Majalengka 105 Kab. Lumajang 164 Kab. Timor Tengah 224 Kab. Nabire
Selatan
46 Kab. Bandung Barat 106 Kab. Kebumen 165 Kab. Maluku 225 Kab. Seluma
Tenggara
47 Kab. Lanny Jaya 107 Kab. L u w u 166 Kab. Konawe 226 Kab. Musi Rawas
48 Kab. Magetan 108 Kab. Jeneponto 167 Kab. Gayo Lues 227 Kab. Musi
Banyuasin
49 Kab. Keerom 109 Kab. Ogan Komering 168 Kab. Pakpak Bharat 228 Kab. Sumba Barat
Ilir Daya
50 Kab. Aceh Tamiang 110 Kab. Minahasa 169 Kab. Sorong Selatan 229 Kab. K a u r
Tenggara
51 Kab. Lombok Timur 111 Kab. Toli Toli 170 Kab. Aceh Barat 230 Kab. Maluku
Daya Tenggara Barat
52 Kab. Indramayu 112 Kab. Yalimo 171 Kab. Empat Lawang 231 Kab. Kaimana
53 Kab. Klaten 113 Kab. Banjarnegara 172 Kab. Pegunungan 232 Kab. Lingga
Bintang
54 Kab. Lebong 114 Kab. Kepulauan Aru 173 Kab. Fakfak 233 Kota Sorong
55 Kab. Aceh Tengah 115 Kab. Bengkulu Utara 174 Kab. Waropen 234 Kab. Biak Numfor
56 Kab. Polewali Mamasa 116 Kab. Pasuruan 175 Kab. Simeulue 235 Kab. Sorong
57 Kab. Tambrauw 117 Kab. Enrekang 176 Kab. Sumbawa 236 Kab. Merauke
58 Kab. Aceh Tenggara 118 Kab. Batang 177 Kab. Bulungan Penurunan 32,29
59 Kab. Ketapang 119 Kab. A l o r 178 Kab. Aceh Singkil 237 Kab. Raja Ampat
60 Kab. Tanggamus 179 Kab. Nganjuk

[Daftar Isi]
22 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.5.4 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Kategori 4

Perkembangan Kemiskinan Kabupaten/Kota Periode 2007-2012


(Kategori 4; Baik)

No Kab/Kota No Kab/Kota No Kab/Kota No Kab/Kota


Penurunan 0 1,90 Penurunan 1,91 3,57 Penurunan 3,58 5,43 Penurunan 5,44 11,73
1 Kota Sawahlunto 55 Kab. Serdang 109 Kab. Kerinci 163 Kab. Barru
Bedagai
2 Kota Banjar 56 Kota Malang 110 Kab. Tulang Bawang 164 Kab. Bolaang
Mongondow
3 Kota Semarang 57 Kab. Rokan Hilir 111 Kab. Sukamara 165 Kab. Kepulauan Sula
4 Kota Ternate 58 Kab. Muaro Jambi 112 Kota Bitung 166 Kab. Halmahera
Barat
5 Kota Jakarta Selatan 59 Kab. Sidenreng 113 Kab. Bangka Barat 167 Kota Kediri
Rappang
6 Kota Jakarta Pusat 60 Kota Pare Pare 114 Kab. Karawang 168 Kab. Dharmasraya
7 Kota Tangerang 61 Kab. Bungo 115 Kota Kendari 169 Kab. Kutai
Selatan
8 Kota Yogyakarta 62 Kab. Kudus 116 Kab. Kota Baru 170 Kab. Pasaman Barat
9 Kota Balikpapan 63 Kab. Padang Lawas 117 Kab. Klungkung 171 Kab. Bulukumba
10 Kota Serang 64 Kab. Badung 118 Kab. Barito Timur 172 Kab. Kutai Barat
11 Kab. Kubu Raya 65 Kab. Sleman 119 Kab. Sukoharjo 173 Kab. Blitar
12 Kota Manado 66 Kab. Bangka Selatan 120 Kab. Mamuju Utara 174 Kab. Lebak
13 Kota Ambon 67 Kab. Karimun 121 Kab. Pulang Pisau 175 Kab. Toba Samosir
14 Kota Jakarta Barat 68 Kab. T e b o 122 Kab. Bengkalis 176 Kab. Lima Puluh Koto
15 Kota Denpasar 69 Kab. Kampar 123 Kota Mojokerto 177 Kab. Ngada
16 Kab. Kepulauan 70 Kota Samarinda 124 Kab. Merangin 178 Kab. G o w a
Anambas
17 Kota Makassar 71 Kab. Hulu Sungai 125 Kab. Berau 179 Kab. Sukabumi
Tengah
18 Kota Cimahi 72 Kab. Luwu Timur 126 Kab. A g a m 180 Kab. Halmahera
Selatan
19 Kota Pagar Alam 73 Kota Gorontalo 127 Kota Kotamobagu 181 Kab. Pandeglang
20 Kab. S i a k 74 Kab. Barito Utara 128 Kab. Jembrana 182 Kab. Banyuasin
21 Kota Pariaman 75 Kab. Tabanan 129 Kab. Mojokerto 183 Kab. Dairi
22 Kab. Deli Serdang 76 Kota Pangkal Pinang 130 Kab. Serang 184 Kab.
Sawahlunto/Sijunjung
23 Kota Cilegon 77 Kab. Katingan 131 Kab. Takalar 185 Kab. Sidoarjo
24 Kota Jakarta Timur 78 Kab. Pinrang 132 Kab. Hulu Sungai 186 Kab. Batu Bara
Utara
25 Kab. Tulangbawang 79 Kab. Pontianak 133 Kab. Bogor 187 Kab. Sarolangun
Barat
26 Kab. Mesuji 80 Kota Bontang 134 Kab. Sekadau 188 Kab. Kep. Sitaro
27 Kab. Labuhan Batu 81 Kab. Labuhan Batu 135 Kab. Ciamis 189 Kab. Kep. Talaud
Utara
28 Kota Bogor 82 Kab. Gunung Mas 136 Kab. Belitung 190 Kab. Indragiri Hilir
29 Kota Pontianak 83 Kab. Tanah Bumbu 137 Kab. Kotawaringin 191 Kab. Banggai
Timur
30 Kota Dumai 84 Kab. Hulu Sungai 138 Kab. Natuna 192 Kab. Pelalawan
Selatan
31 Kab. Jepara 85 Kota Jakarta Utara 139 Kab. Balangan 193 Kab. Padang
Pariaman
32 Kab. Pulau Morotai 86 Kota Tomohon 140 Kab. Ogan Komering 194 Kab. Kep. Sangihe
Ulu Talaud
33 Kota Palu 87 Kab. Halmahera 141 Kab. Pesisir Selatan 195 Kab. OKU Timur
Utara
34 Kab. Banjar 88 Kab. Semarang 142 Kab. K a r o 196 Kota Baubau
35 Kab. Gianyar 89 Kab. Bangli 143 Kab. Sinjai 197 Kab. Konawe
Selatan
36 Kota Bima 90 Kab. Kotawaringin 144 Kab. Bangka Tengah 198 Kab. Indragiri Hulu
Barat
37 Kota Padang 91 Kab. Barito Kuala 145 Kab. Malang 199 Kab. Solok
Sidempuan
23 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

No Kab/Kota No Kab/Kota No Kab/Kota No Kab/Kota


Penurunan 0 1,90 Penurunan 1,91 3,57 Penurunan 3,58 5,43 Penurunan 5,44 11,73
38 Kota Tidore 92 Kab. Tanah Laut 146 Kota Pasuruan 200 Kab. Tegal
Kepulauan
39 Kab. Bekasi 93 Kab. Lamandau 147 Kab. Bandung 201 Kab. Solok Selatan
40 Kab. Pringsewu 94 Kab. Murung Raya 148 Kab. Simalungun 202 Kab. Belitung Timur
41 Kab. Tangerang 95 Kab. Minahasa 149 Kab. Bangka 203 Kab. Langkat
42 Kota Palangka Raya 96 Kab. Barito Selatan 150 Kab. Minahasa 204 Kab. Pasir
Selatan
43 Kab. Tana Tidung 97 Kab. Kapuas 151 Kab. Bolaang 205 Kab. Tulungagung
Mongondow Utara
44 Kota Tarakan 98 Kab. Bantaeng 152 Kab. Kapuas Hulu 206 Kab. OKU Selatan
45 Kab. Bolaang 99 Kota Palopo 153 Kab. Sambas 207 Kab. Sintang
Mongondow Timur
46 Kota Singkawang 100 Kab. Asahan 154 Kab. Bengkayang 208 Kab. Pasaman
47 Kota Madiun 101 Kab. Mamuju 155 Kab. Purwakarta 209 Kab. Kutai Timur
48 Kota Batam 102 Kab. Karang Asem 156 Kota Batu 210 Kab. Kuantan
Senggigi
49 Kota Surabaya 103 Kab. Seruyan 157 Kab. Flores Timur 211 Kab. Kayong Utara
50 Kab. Tanah Datar 104 Kab. Tapin 158 Kab. Batang Hari 212 Kab. Penajam Paser
Utara
51 Kab. Padang Lawas 105 Kab. Minahasa Utara 159 Kota Blitar 213 Kab. Humbang
Utara Hasundutan
52 Kab. Tjg Jabung Barat 106 Kab. Buleleng 160 Kab. Banyuwangi 214 Kab. Tapanuli
Selatan
53 Kota Tanjung Pinang 107 Kab. W a j o 161 Kab. Tabalong 215 Kab. Nunukan
54 Kota Salatiga 108 Kab. Sanggau 162 Kab. Bintan 216 Kab. Rokan Hulu

[Daftar Isi]
24 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.6.1 Proporsi Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Sumatera

Gambar 2.6

Proporsi Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Sumatera Tahun 2013

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki jumlah penduduk miskin


terkecil, yaitu 69,220 jiwa, sementara Sumatera Utara memiliki jumlah
penduduk miskin terbesar, yaitu 1,339,160 jiwa.

[Daftar Isi]
25 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.6.2 Proporsi Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Jawa

Gambar 2.7

Proporsi Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Jawa Tahun 2013

Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk miskin terkecil, yaitu


354,190 jiwa, sementara Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah
penduduk miskin terbesar, yaitu 4,771,260 jiwa.

[Daftar Isi]
26 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.6.3 Proporsi Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Bali Nusra

Gambar 2.8

Proporsi Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Bali Nusra Tahun 2013

Provinsi Bali memiliki jumlah penduduk miskin terkecil, yaitu


162,510 jiwa, sementara Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki
jumlah penduduk miskin terbesar, yaitu 993,560 jiwa.

[Daftar Isi]
27 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.6.4 Proporsi Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Kalimantan

Gambar 2.9

Proporsi Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Kalimantan Tahun 2013

Provinsi Kalimantan Tengah memiliki jumlah penduduk miskin


terkecil, yaitu 136,950 jiwa, sementara Provinsi Kalimantan Barat
memiliki jumlah penduduk miskin terbesar, yaitu 369,010 jiwa.

[Daftar Isi]
28 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.6.5 Proporsi Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Sulawesi

Gambar 2.10

Proporsi Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Sulawesi Tahun 2013

Provinsi Sulawesi Barat memiliki jumlah penduduk miskin terkecil,


yaitu 154,010 jiwa, sementara Provinsi Sulawesi Selatan memiliki
jumlah penduduk miskin terbesar, yaitu 787,670 jiwa.

[Daftar Isi]
29 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.6.6 Proporsi Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah


Maluku Papua

Gambar 2.11

Proporsi Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Maluku Papua Tahun 2013

Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penduduk miskin terkecil,


yaitu 83,440 jiwa, sementara Provinsi Sulawesi Selatan memiliki
jumlah penduduk miskin terbesar, yaitu 1,017,360 jiwa.

[Daftar Isi]
30 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.7 Rangking Jumlah Penduduk Miskin

Gambar 2.12

Rangking Provinsi Berdasarkan Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2013

JATIM 4771260
JATENG 4732950
JABAR 4297040
SUMUT 1339160
LAMPUNG 1163060
SUMSEL 1110370
PAPUA 1017360
NTT 993560
ACEH 840700
NTB 830840
SULSEL 787670
BANTEN 656240
YOGYA 550190
RIAU 469280
SUMBAR 407470
SULTENG 405420
KALBAR 369010
JAKARTA 354190
BENGKULU 327350
MALUKU 321840
SULTRA 301710
JAMBI 266150
KALBAR 237960
PAPUA BARAT 224270
GORONTALO 192580
SULUT 184400
KALSEL 181740
BALI 162510
SULBAR 154010
KALTENG 136950
KEP RIAU 126670
MALUT 83440
KEP BABEL 69220
0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000
Jumlah Penduduk Miskin 2013

Provinsi Jatim memiliki jumlah penduduk miskin terbesar, yaitu 4,771,260


jiwa, sementara Provinsi Kep. Bangka Bebel terkecil, yaitu 69,220 jiwa.

[Daftar Isi]
31 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.8 Rangking Tingkat Kemiskinan (P0)

Gambar 2.13

Rangking Provinsi Berdasarkan Persentase Penduduk Miskin Tahun 2013

PAPUA 31.13
PAPUA BARAT 26.67
NTT 20.03
MALUKU 19.49
BENGKULU 18.34
NTB 17.97
ACEH 17.6
GORONTALO 17.51
YOGYA 15.43
LAMPUNG 14.86
SULTENG 14.67
JATENG 14.56
SUMSEL 14.24
SULTRA 12.83
JATIM 12.55
SULBAR 12.3
PAPUA 11.37
SUMUT 10.06
SULSEL 9.54
JABAR 9.52
KALBAR 8.24
SUMBAR 8.14
JAMBI 8.07
SULUT 7.88
RIAU 7.72
MALUT 7.5
KEP RIAU 6.46
KALBAR 6.06
KALTENG 5.93
BANTEN 5.74
KEP BABEL 5.21
KALSEL 4.77
BALI 3.95
JAKARTA 3.55
0 5 10 15 20 25 30 35

Persentase Penduduk Miskin 2013

Provinsi Papua memiliki persentase penduduk miskin terbesar, yaitu


31.13%, sementara Provinsi Jakarta terkecil, yaitu 3.55%.

[Daftar Isi]
32 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.9 Rangking Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Gambar 2.14

Rangking Provinsi Berdasarkan Indeks Kedalaman Kemiskinan Tahun 2013

PAPUA 6.89
PAPUA BARAT 6.35
MALUKU 3.88
NTT 3.39
GORONTALO 3.18
ACEH 3.13
SULTENG 3.09
BENGKULU 3
NTB 2.74
YOGYA 2.4
LAMPUNG 2.27
JATENG 2.21
SULTRA 2.12
SUMSEL 2.08
SULBAR 1.89
JATIM 1.84
SULSEL 1.67
SUMUT 1.54
JABAR 1.32
KALBAR 1.19
SULUT 1.18
RIAU 1.18
SUMBAR 1.01
JAMBI 0.99
KALTENG 0.86
KALBAR 0.83
MALUT 0.78
BANTEN 0.7
KEP RIAU 0.69
JAKARTA 0.63
KEP BABEL 0.54
KALSEL 0.53
BALI 0.47
0 1 2 3 4 5 6 7 8

P1 (Indeks Kedalaman Kemiskinan) 2013

Provinsi Papua memiliki indeks kedalaman kemiskinan (P1) terbesar,


yaitu 6.89, sementara Provinsi Bali terkecil, yaitu 0.47

[Daftar Isi]
33 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

2.10 Rangking Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Gambar 2.15

Rangking Provinsi Berdasarkan Indeks Kedalaman Kemiskinan Tahun 2013

PAPUA 2.21
PAPUA BARAT 2.16
MALUKU 1.16
SULTENG 1.04
GORONTALO 0.9
NTT 0.88
ACEH 0.85
BENGKULU 0.74
NTB 0.61
SULTRA 0.56
YOGYA 0.55
JATENG 0.54
SULBAR 0.52
LAMPUNG 0.52
SULSEL 0.48
SUMSEL 0.46
JATIM 0.43
SUMUT 0.37
JABAR 0.3
RIAU 0.3
KALBAR 0.28
SULUT 0.26
SUMBAR 0.21
KALBAR 0.19
KALTENG 0.19
JAMBI 0.19
JAKARTA 0.17
BANTEN 0.16
KEP RIAU 0.15
MALUT 0.14
KALSEL 0.11
KEP BABEL 0.11
BALI 0.1
0 0.5 1 1.5 2 2.5

P2 (Indeks Keparahan Kemiskinan) 2013

Provinsi Papua memiliki indeks keparahan kemiskinan (P2) terbesar,


yaitu 2.21, sementara Provinsi Bali terkecil, yaitu 0.1.

[Daftar Isi]
34 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

Profil Kebijakan dan Program


Penanggulangan Kemiskinan
35 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

3.1 Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)


tahun 2010-2014, sasaran yang ingin dicapai adalah menurunnya tingkat
kemiskinan pada tahun akhir tahun 2014 pada kisaran 8-10 persen dari jumlah
penduduk. Untuk mencapai sasaran tersebut, arah kebijakan yang ditempuh
dalam rangka mempercepat penurunan kemiskinan menurut RPJMN 2010-2014
adalah: (i) Meningkatkan pertumbuhan pada sektor-sektor yang menyerap
tenaga kerja dan efektif menurunkan kemiskinan; (ii) Melengkapi dan
menyempurnakan kebijakan penanggulangan kemiskinan, terutama yang
berkaitan dengan pemenuhan hak masyarakat miskin, perlindungan sosial, dan
pemberdayaan masyarakat; dan (iii) Meningkatkan efektivitas pelaksanaan
penurunan kemiskinan di daerah.

Arah kebijakan 1: Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mengikutsertakan


dan dapat dinikmati sebanyak-banyaknya masyarakat terutama masyarakat
miskin (pro poor growth)
Beberapa kegiatan ekonomi yang perlu didukung pengembangannya dalam
rangka mempercepat penurunan kemiskinan adalah, sebagai berikut.
1. Meningkatkan dan mengembangkan pertumbuhan ekonomi dalam sektor-
sektor yang memiliki dampak terhadap penurunan kemiskinan secara signifikan,
misalnya penumbuhan dan pengembangan pasar tradisional, peningkatan
produktivitas dan nilai tambah usaha pertanian, dan pengembangan usaha
mikro dan kecil.
2. Pertumbuhan ekonomi diarahkan pada industri yang banyak menggunakan
sumberdaya alam lokal untuk meningkatkan perekonomian daerah.

Arah Kebijakan 2: Meningkatkan kualitas kebijakan dan program


penanggulangan kemiskinan melalui kebijakan afirmatif/keberpihakan
Arah kebijakan penanggulangan kemiskinan pada era 2010-2014 yang merupakan
inti dari Prioritas 4, Penanggulangan Kemiskinan, ditujukan untuk meningkatkan
kualitas dan efektivitas kebijakan dalam rangka mempercepat penurunan
kemiskinan, dengan:
1. Meningkatkan dan menyempurnakan kualitas kebijakan perlindungan sosial
berbasis keluarga dalam rangka membantu pemenuhan kebutuhan dasar bagi
masyarakat miskin, untuk memutus rantai kemiskinan dan mendukung
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM);
2. Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan bantuan sosial untuk
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS);
3. Menyempurnakan dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri;
36 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4. Meningkatkan sinkronisasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan,


serta harmonisasi antarpelaku dan para pihak agar efektif dalam menurunkan
tingkat kemiskinan.

Arah Kebijakan 3: Peningkatan efektivitas penurunan kemiskinan di daerah,


terutama daerah tertinggal, terdepan dan terluar
Berdasarkan pola karakterisktik daerah serta tingkat kemiskinan yang ada, arah
kebijakan ini akan ditempuh melalui:
1. Pemberdayaan sektor informal dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
serta koperasi merupakan kebijakan dasar bagi semua daerah untuk
mendorong penciptaan lapangan kerja dalam rangka penurunan kemiskinan.
Dalam kaitan ini, Pemda terutama kabupaten/kota perlu memiliki keberpihakan
dan memberi kesempatan usaha yang jelas kepada sektor informal terutama
UMKM serta Koperasi dalam rangka meningkatkan pendapatan kaum miskin di
daerah.
2. Pengembangan diversifikasi usaha di perdesaan melalui agroindustri berbasis
sumberdaya lokal yang didukung oleh pembangunan infrastruktur perdesaan.

Gambar 3.1
Strategi, Arah Kebijakan, dan Fokus Prioritas Penanggulangan Kemiskinan

Strategi Arah Kebijakan


Penanggulangan Penanggulangan Fokus Prioritas
Kemiskinan Kemiskinan

1. Meningkatkan 1. Peningkatan dan


pertumbuhan pada 1. Meningkatkan penyempurnaan
sektor-sektor yang pertumbuhan ekonomi kualitas kebijakan
menyerap tenaga yang mengikutsertakan perlindungan sosial
kerja dan efektif dan dapat dinikmati berbasis keluarga.
menurunkan sebanyak-banyaknya
2.kemiskinan;
Melengkapi dan 2. Menyempurnakan
masyarakat terutama dan meningkatkan
menyempurnakan masyarakat miskin (pro
kebijakan efektivitas pelaksanaan
poor growth) PNPM Mandiri.
penanggulangan
kemiskinan, terutama
yang berkaitan dengan 3. Peningkatan akses
pemenuhan hak usaha mikro dan kecil
masyarakat miskin, 2. Meningkatkan kepada sumberdaya
perlindungan sosial, kualitas kebijakan dan produktif.
4. Peningkatan
dan pemberdayaan program
sinkronisasi dan
masyarakat;
3. dan
Meningkatkan penanggulangan
efektivitas koordinasi
efektivitas pelaksanaan kemiskinan melalui
penanggulangan
penurunan kemiskinan kebijakan
kemiskinan serta
di daerah. afirmatif/keberpihakan.
harmonisasi antar
pelaku.
37 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

Tiga arah kebijakan tersebut dilakukan melalui 4 (empat) fokus prioritas seperti
dalam Gambar 3, yaitu:
1. Peningkatan dan penyempurnaan kualitas kebijakan perlindungan sosial
berbasis keluarga.
2. Menyempurnakan dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
3. Peningkatan akses usaha mikro dan kecil kepada sumberdaya produktif.
4. Peningkatan sinkronisasi dan efektivitas koordinasi penanggulangan
kemiskinan serta harmonisasi antar pelaku.

3.2 Instrumen dan Pengukuran Kemiskinan

Instrumen kebijakan penanggulangan kemiskinan meliputi kerangka kebijakan


makro dan kebijakan affirmative seperti tertera dalam Gambar 4.
38

Gambar 3.2 Instrumen Penanggulangan Kemiskinan


PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL
39 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

3.3 Program Penanggulangan Kemiskinan

Klaster 1: Program-Program Perlindungan Sosial


Program penanggulangan kemiskinan klaster 1 merupakan program
penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan dan perlindungan sosial. Tujuan
program adalah untuk pemenuhan hak dasar yang meliputi pendidikan,
pelayanan kesehatan, pangan, sanitasi, dan air bersih; pengurangan beban
hidup; serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Sasaran penerima
program adalah kelompok masyarakat sangat miskin. Mekanisme pemberian
bantuan adalah bersifat langsung dan manfaatnya dapat dirasakan langsung
oleh masyarakat miskin.
Komponen program penanggulangan kemiskinan klaster 1 terdiri dari:

Program Subsidi Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (Raskin) adalah


program yang ditujukan untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga
Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam
bentuk beras.
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah salah satu program
penanggulangan kemiskinan dalam rangka perlindungan terhadap risiko
finansial akibat masalah kesehatan.
Bantuan Siswa Miskin (BSM) merupakan program penanggulangan kemiskinan
untuk pengembangan kualitas manusia melalui bantuan pendidikan bagi
masyarakat miskin.
Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu program perlindungan
sosial melalui pemberian uang tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin
(RTSM), dengan kewajiban memeriksakan kesehatan rutin anak balita dan ibu
hamil/menyusui, serta menyekolahkan anak.

Klaster 2: Program Pemberdayaan Masyarakat


Program penanggulangan kemiskinan klaster 2 merupakan program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat atau dikenal
dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Tujuan program
adalah memberikan penyadaran kepada masyarakat miskin mengenai potensi
dan sumber daya yang dimiliki, serta mendorong masyarakat msikin untuk
berpartisipasi dalam skala yang lebih luas terutama dalam proses pembangunan
di daerah. Sasaran program adalah kelompok masyarakat yang dikategorikan
miskin dan masih mempunyai kemampuan walaupun terbatas. Karakteristik
program penanggulangan klaster 2 adalah pendekatan partisipatif, penguatan
kapasitas kelembagaan masyarakat, pelaksanaan kegiatan oleh masyarakat
secara swakelola dan berkelompok, dan perencanaan pembangunan yang
berkelanjutan.
40 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

PNPM Mandiri merupakan program nasional penanggulangan kemiskinan berbasis


pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri terdiri dari PNPM Mandiri Inti dan PNPM
Mandiri Penguatan. PNPM Mandiri Inti terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM
Mandiri Perkotaan, Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Program
Pengembangan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), Program Pengembangan
Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW). Sedangkan PNPM Mandiri Penguatan
adalah program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat untuk bidang/sektor, yang dilaksanakan oleh berbagai Kementerian
dan Lembaga (K/L).

Klaster 3: Pemberdayaan Usaha Ekonomi Kecil dan Menengah


Program penanggulangan kemiskinan klaster 3 merupakan program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil.
Tujuan program adalah memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku
usaha berskala mikro dan kecil. Sasarannya adalah kelompok masyarakat hampir
miskin yang kegiatan usahanya pada skala mikro dan kecil, dan juga ditujukan
bagi masyarakat miskin yang belum mempunyai usaha atau terlibat dalam
kegiatan ekonomi.
Komponen program ini dibagi terdiri dari 3 (tiga), yaitu: (1) pembiayaan atau
bantuan permodalan atau yang dikenal dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR); (2)
pembukaan akses pada permodalan maupun pemasaran produk; dan (3)
pendampingan dan peningkatan keterampilan dan manajemen usaha.
Karakteritik program penanggulangan kemiskinan dalam kalster ini adalah
memberikan modal atau pembiayaan dalam skala mikro, memperkuat
kemandirian berusaha dan akses pada pasar, dan meningkatkan keterampilan
dan manajemen usaha.
KUR adalah kredit/pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi
(UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung
fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. Program ini dicanangkan oleh
pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank. KUR
disalurkan oleh 6 bank pelaksana yaitu Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, Bank
Bukopin, Bank BTN, dan Bank Syariah Mandiri.

Klaster 4: Program Pro-Rakyat


Program penanggulangan kemiskinan klaster 4 merupakan program
penanggulangan kemiskinan pro-rakyat berbasis pada wilayah-wilayah tertentu
(pesisir, tertinggal, dan miskin perkotaan). Ketiga wilayah tersebut dianggap perlu
penanganan khusus karena dianggap merupakan komunitas miskin dan rentan
terbanyak dan sulit dientaskan bila penangannya tidak secara menyeluruh dan
terkoordinasikan dengan baik. Tujuan program kemiskinan klaster ini adalah untuk
mensinergikan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sektoral yang ditujukan pada
ketiga wilayah tersebut di atas agar efektif mempercepat pengurangan
kemiskinan. Sasaran penerima program-program penanggulangan kemiskinan
41 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

pro-rakyat ini adalah adalah kelompok masyarakat miskin dan rentan yang
berada di tiga wilayah tersebut. Mekanisme pemberian bantuan adalah berupa
penyediaan fasilitas dasar bagi penerima sasaran dengan harga murah karena
sebagian dibantu oleh pemerintah.
Komponen program kemiskinan klaster 4 terdiri dari:
1. Program Rumah Sangat Murah diberikan melalui bantuan stimulan perumahan
swadaya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk membangun
rumah atau perumahan atas prakarsa dan upaya masyarakat sendiri, meliputi
perbaikan, pemugaran/perluasan atau pembangunan rumah baru serta
lingkungannya.
2. Program Kendaraan Angkutan Umum Murah untuk pengembangan industri
kendaraan angkutan umum murah.
3. Program Air Bersih untuk Rakyat ditujukan untuk mendukung Program Rumah
Sangat Murah.
4. Program Listrik Murah dan Hemat diperuntukkan untuk mendukung Program
Rumah Sangat Murah, sama halnya dengan Program Air Bersih untuk Rakyat.
5. Program Peningkatan Kehidupan Nelayan meliputi kegiatan untuk
pemenuhan fasilitas dasar baik pendidikan dan kesehatan masyarakat
nelayan, serta peningkatan kehidupan ekonomi masyarakat nelayan melalui
kredit maupun dukungan infrastruktur lainnya.
Program Peningkatan Kehidupan Masyarakat Miskin Perkotaan, meliputi penataan
kawasan kumuh, peningkatan kualitas lingkungan permukiman, dan
pembangunan rumah singgah bila diperlukan.

3.4 Perkembangan Rencana Program Penanggulangan


Kemiskinan

Program-program penanggulangan kemiskinan mulai dikelompokkan ke dalam


fokus per klaster pada tahun 2010 dan terus berkembang dengan adanya
perpindahan program antar klaster dan juga penambahan dari tiga klaster
menjadi empat klaster program penanggulangan kemiskinan di Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) 2012.

Pada tahun 2012, terjadi penambahan Program dari Kementerian Kelautan dan
Perikanan di Klaster 2 yaitu Program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan
Tangkap, Program Pengembangan Produksi Perikanan Budidaya, Program
Pengembangan Produksi Perikanan Budidaya, dan Program Peningkatan Daya
Saing Produk Perikanan. Selain itu, di tahun 2012 sesuai dengan direktif Presiden
dibentuklah program-program Pro Rakyat yang tertuang dalam Klaster 4. Program-
program ini difokuskan untuk meningkatkan serta memperluas cakupan program-
42 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

program penanggulangan kemiskinan lainnya bagi masyarakat berpenghasilan


rendah dan termarjinalkan. Beberapa program dalam klaster 4 ini merupakan
pindahan program yang terdapat dalam klaster 2 seperti Program Pembinaan dan
Pengembangan Infrastruktur Permukiman (Pamsimas) dan tambahan dari
Program-program dari Kementerian dan Kelautan di lokasi Peningkatan Kehidupan
Nelayan (PKN). Anggaran di setiap klaster penanggulangan kemiskinan pada
Tabel 3.1 yang secara umum meningkat.

Tabel 3.1
Anggaran Program-Program Penanggulangan Kemiskinan
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
Tahun Perkiraan ke depan
Fokus
2010* 2011** 2012*** 2013**** 2014***** 2015***** 2016***** 2017*****

Peningkatan Akses
15.642,5 15.945,0 15.957,7
Pelayanan Dasar
Masyarakat Miskin dan
43.562,7 30.081,9 32.859,6 33.215,7 42.269,3 (belum (belum (belum
Penyandang Masalah
termasuk termasuk termasuk
Kesejahteraan Sosial
Raskin) Raskin) Raskin)
(PMKS) Klaster 1

Peningkatan
Keberdayaan dan
14.840,7 16.171,8 15.438,4 15.476,3 16.514,9 17.339,8 17.624,5 16.992,3
Kemandirian
Masyarakat Klaster 2

Peningkatan Efektivitas
Pelaksanaan dan
Koordinasi 2.158,2 2.831,9 2.156,2 2.245,1 2.321,6 2.405,2 2.405,2 2.405,2
Penanggulangan
Kemiskinan Klaster 3
29.823,4
Peningkatan Kapasitas
(tambahan
Usaha Skala Mikro dan
kegiatan
Kecil melalui
- - 3.791,5 6.114,0 FLPP untuk 7.487,5 7.289,6 7.289,6
Penguatan
Program
Kelembagaan
Rumah
Klaster 4
Murah)
Peningkatan
Sinkronisasi dan
Efektivitas Koordinasi
Penanggulangan 7,6 6,9 8,1 12,2 17,2 2,1 2,3 0,0
Kemiskinan serta
Harmonisasi Antar
Pelaku

TOTAL 60.569,2 49.092,4 54.253,8 57.063,3 90.946,4 42.922,1 43.311,6 42.689,7

Sumber: RKP (berbagai tahun)

Keterangan:
* Berdasarkan perkiraan pencapaian tahun 2010 dalam RKP tahun 2011
** Berdasarkan perkiraan pencapaian tahun 2011 dalam RKP tahun 2012
*** Berdasarkan perkiraan pencapaian tahun 2012 dalam RKP tahun 2013
**** Berdasarkan RKP tahun 2013

[Daftar Isi]
43 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

Analisis Kemiskinan
44 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.1 Kuadran Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase


Penduduk Miskin
Gambar 4.1

Kuadran Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin Tahun 2013

Keterangan:
Kuadran I, Jumlah penduduk miskin tinggi dan persentase penduduk miskin rendah
Kuadran II, Jumlah penduduk miskin tinggi dan persentase penduduk miskin tinggi
Kuadran III, Jumlah penduduk miskin rendah dan persentase penduduk miskin tinggi
Kuadran IV, Jumlah penduduk miskin rendah dan Persentase Penduduk miskin rendah

Dari Gamar 4.1 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-4 (15
provinsi). Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah provinsi-
provinsi yang berada di kuadran ke-2 (Papua, Jateng, Jatim, NTT, Lampung,
Aceh, NTB, Sumsel).

[Daftar Isi]
45 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.2 Kuadran Persentase Penduduk Miskin (P0) dan Indeks


Kedalaman Kemiskinan (P1)

Gambar 4.2

Kuadran Persentase Penduduk Miskin (P0) dan

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Tahun 2013

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan indeks kedalaman kemiskinan rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan indeks kedalaman kemiskinan tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan indeks kedalaman kemiskinan tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan indeks kedalaman kemiskinan rendah

Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa provinsi tersebar merata di kuadran ke-2
dan ke-4. Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah provinsi-
provinsi yang berada di kuadran ke-2 (Papua, Papua Barat, Maluku, NTT,
Gorontalo, Aceh, Bengkulu, NTB, Sulteng, Yogyakarta, Lampung, Jateng,
Sumsel, Sultra, Jatim, Sulbar).

[Daftar Isi]
46 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.3 Kuadran Persentase Penduduk Miskin (P0) vs Indeks Keparahan


Kemiskinan (P2)
Gambar 4.3

Kuadran Persentase Penduduk Miskin (P0) dan

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Tahun 2013

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan indeks keparahan kemiskinan rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan indeks keparahan kemiskinan tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan indeks keparahan kemiskinan tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan indeks keparahan kemiskinan rendah

Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa provinsi tersebar merata di kuadran ke-2
dan ke-4. Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah provinsi-
provinsi yang berada di kuadran ke-2 (Papua, Papua Barat, Maluku, NTT,
Gorontalo, Aceh, Bengkulu, NTB, Sulteng, Yogyakarta, Lampung, Jateng,
Sumsel, Sultra, Jatim, Sulbar).

[Daftar Isi]
47 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.4 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Tingkat


Pengangguran Terbuka
Gambar 4.4

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan

Tingkat Pengangguran Terbuka Tahun 2012

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan tingkat pengangguran terbuka rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan tingkat pengangguran terbuka tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan tingkat pengangguran terbuka tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan tingkat pengangguran terbuka rendah

Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-1
(11 provinsi). Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah
provinsi-provinsi yang berada di kuadran ke-2 (Papua Barat, Maluku, Aceh,
Jateng, Sumsel).

[Daftar Isi]
48 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.5 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Gini Rasio

Gambar 4.5

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Gini Rasio Tahun 2012

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan gini rasio rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan gini rasio tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan gini rasio tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan gini rasio rendah

Dari Gambar 4.5 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-2
dan 4. Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah provinsi-
provinsi yang berada di kuadran ke-2 (Papua, Papua Barat, Maluku,
Gorontalo,Yogyakarta, Sulteng, Jateng, Sumsel, dan Sultra).

[Daftar Isi]
49 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.6 Kuadran Persentase Penduduk Miskin (P0) dan Indeks


Pembangunan Manusia (IPM)

Gambar 4.6

Kuadran Persentase Penduduk Miskin (P0) dan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2012

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan IPM rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan IPM tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan IPM tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan IPM rendah

Dari Gambar 4.6 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-1
(12 provinsi). Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah
provinsi-provinsi yang berada di kuadran ke-1 (Papua, Papua Barat, NTT, NTB,
Maluku, Gorontalo, Lampung, Sulteng, Sultra, Sulbar, Jatim).

[Daftar Isi]
50 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.7 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Pertumbuhan Ekonomi

Gambar 4.7

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2011

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan pertumbuhan ekonomi rendah

Dari Gambar 4.7 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-3
(12 provinsi). Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah
provinsi-provinsi yang berada di kuadran ke-1 (Gorontalo, Aceh, NTB,
Yogyakarta, Jateng, Sulbar).

[Daftar Isi]
51 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.8 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Pendapatan Daerah

Gambar 4.8

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Pendapatan Daerah Tahun 2013

.
Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan pendapatan daerah rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan pendapatan daerah tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan pendapatan daerah tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan pendapatan daerah rendah

Dari Gambar 4.8 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-1
(12 provinsi). Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah
provinsi-provinsi yang berada di kuadran ke-2 (Papua, Aceh, Jateng, Jatim).

[Daftar Isi]
52 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.9 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Dana Perimbangan

Gambar 4.9

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Dana Perimbangan Tahun 2013

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan dana perimbangan rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan dana perimbangan tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan dana perimbangan tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan dana perimbangan rendah

Dari Gambar 4.9 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-4
(12 provinsi). Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah
provinsi-provinsi yang berada di kuadran ke-1 (Papua Barat, NTT, Maluku,
Bengkulu, NTB, Gorontalo, Yogyakarta, Lampung, Sulteng, Sumsel, Sultra,
Sulbar).

[Daftar Isi]
53 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.10 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan DAU DAK

Gambar 4.10

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan DAU DAK Tahun 2013

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan DAU DAK rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan DAU DAK tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan DAU DAK tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan DAU DAK rendah

Dari Gambar 4.10 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-4
(11 provinsi). Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah
provinsi-provinsi yang berada di kuadran ke-1 (Maluku, Bengkulu, NTB,
Gorontalo, Yogyakarta, Sumsel, Sulbar) dan kuadran ke-3 (Jabar, Sumut,
Kalbar, Kalteng, Sumbar, Sulsel).

[Daftar Isi]
54 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.11 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan DAK

Gambar 4.11

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan DAK Tahun 2013

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan DAK rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan DAK tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan DAK tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan DAK rendah

Dari Gambar 4.11 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-2
dan ke-4. Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah provinsi-
provinsi yang berada di kuadran ke-1 (Maluku, Bengkulu, Gorontalo,
Yogyakarta, Sumsel, Sulbar, Sultra) dan kuadran ke-3 (Jabar, Kalbar, Sumut,
Malut, Kalteng, Sumbar, Sulsel).

[Daftar Isi]
55 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.12 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Total Belanja

Gambar 4.12

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Total Belanja Tahun 2013

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan total belanja rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan total belanja tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan total belanja tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan total belanja rendah

Dari Gambar 4.12 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-1
dan ke-4. Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah provinsi-
provinsi yang berada di kuadran ke-2 (Papua, Aceh, Jateng, Jatim).

[Daftar Isi]
56 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.13 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Langsung

Gambar 4.13

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Langsung Tahun 2013

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan belanja langsung rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan belanja langsung tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan belanja langsung tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan belanja langsung rendah

Dari Gambar 4.13 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-1
(13 provinsi). Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah
provinsi-provinsi yang berada di kuadran ke-2 (Aceh, Jateng, Jatim).

[Daftar Isi]
57 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.14 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Modal

Gambar 4.14

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Modal Tahun 2013

.
Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan belanja modal rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan belanja modal tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan belanja modal tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan belanja modal rendah

Dari Gambar 4.14 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-1
(15 provinsi). Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah
provinsi-provinsi yang berada di kuadran ke-2 (Aceh).

[Daftar Isi]
58 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.15 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Menurut


Fungsi (Kesehatan, Pendidikan, Perlindungan Sosial)

Gambar 4.15

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Menurut Fungsi (Kesehatan,


Pendidikan, Perlindungan Sosial) Tahun 2013

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan belanja menurut fungsi rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan belanja menurut fungsi tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan belanja menurut fungsi tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan belanja menurut fungsi rendah

Dari Gambar 4.15 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-1
dan ke-4. Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah provinsi-
provinsi yang berada di kuadran ke-2 (Aceh, Jateng, Jatim).

[Daftar Isi]
59 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.16 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Menurut


Urusan (Pendidikan, Kesehatan, Sosial, Ketahanan Pangan,
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa)

Gambar 4.16

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Menurut Urusan (Pendidikan,


Kesehatan, Sosial, Ketahanan Pangan, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa)
Tahun 2013

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan belanja menurut urusan rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan belanja menurut urusan tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan belanja menurut urusan tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan belanja menurut urusan rendah

Dari Gambar 4.16 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-1
dan ke-4. Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah provinsi-
provinsi yang berada di kuadran ke-2 (Aceh, Jateng, Jatim).

[Daftar Isi]
60 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.17 Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Menurut


Urusan (Pertanian, Kelautan, dan Perikanan)

Gambar 4.17

Kuadran Persentase Penduduk Miskin dan Belanja Menurut Urusan (Pertanian,


Kelautan, dan Perikanan) Tahun 2013

Keterangan:
Kuadran I, Persentase penduduk miskin tinggi dan belanja menurut urusan rendah
Kuadran II, Persentase penduduk miskin tinggi dan belanja menurut urusan tinggi
Kuadran III, Persentase penduduk miskin rendah dan belanja menurut urusan tinggi
Kuadran IV, Persentase penduduk miskin rendah dan belanja menurut urusan rendah

Dari Gambar 4.17 terlihat bahwa mayoritas provinsi berada di kuadran ke-1
dan ke-4. Berdasarkan sebarannya, yang perlu diperhatikan adalah provinsi-
provinsi yang berada di kuadran ke-2 (Aceh, Jatim, Jateng, Sulteng).

[Daftar Isi]
61 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.18.1 Diagram Radar Indikator Kemiskinan di Wilayah Sumatera

Gambar 4.18

Diagram Radar Indikator Kemiskinan di Wilayah Sumatera Tahun 2012

Garis Kemiskinan
2.0
1.5
1.0
Persentase pengeluaran 0.5
0.0 Persentase Penduduk
per kapita untuk makanan
-0.5 Miskin
(Miskin)
-1.0
-1.5
-2.0
-2.5

P1 (Indeks Kedalaman
Jumlah Penduduk Miskin
Kemiskinan)

P2 (Indeks Keparahan
Kemiskinan)
ACEH SUMUT SUMBAR RIAU JAMBI
SUMSEL BENGKULU LAMPUNG KEP BABEL KEP RIAU

Gambar 4.18 menunjukan bahwa di Wilayah Sumatera memiliki persebaran


provinsi dengan variable garis kemiskinan, persentase penduduk miskin,
indeks kedalaman kemiskinan (P1), dan indeks keparahan kemiskinan (P2)
yang tinggi. Sementara persebaran provinsi dengan variabel persentase
pengeluaran perkapita untuk makanan (miskin) di wilayah ini rendah.

[Daftar Isi]
62 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.18.2 Diagram Radar Indikator Kemiskinan di Wilayah Jawa

Gambar 4.19

Diagram Radar Indikator Kemiskinan di Wilayah Jawa Tahun 2012

Garis Kemiskinan
2.0
1.5
1.0
Persentase pengeluaran 0.5 Persentase Penduduk
per kapita untuk 0.0 Miskin
makanan (Miskin) -0.5
-1.0
-1.5
-2.0

P1 (Indeks Kedalaman
Jumlah Penduduk Miskin
Kemiskinan)

P2 (Indeks Keparahan
Kemiskinan)

JAKARTA JABAR JATENG YOGYA JATIM BANTEN

Gambar 4.19 menunjukan bahwa di Wilayah Jawa memiliki persebaran


provinsi dengan variable persentase penduduk miskin, indeks kedalaman
kemiskinan (P1), dan indeks keparahan kemiskinan (P2) yang tinggi.
Sementara persebaran provinsi dengan variabel garis kemiskinan dan
persentase pengeluaran perkapita untuk makanan (miskin) di wilayah ini
rendah.

[Daftar Isi]
63 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.18.3 Diagram Radar Indikator Kemiskinan di Wilayah Bali Nusa


Tenggara

Gambar 4.20

Diagram Radar Indikator Kemiskinan di Wilayah Bali Nusra Tahun 2012

Garis Kemiskinan
0.8
0.6
0.4
0.2
Persentase pengeluaran 0.0 Persentase Penduduk
per kapita untuk makanan -0.2 Miskin
(Miskin) -0.4
-0.6
-0.8
-1.0
-1.2

P1 (Indeks Kedalaman
Jumlah Penduduk Miskin
Kemiskinan)

P2 (Indeks Keparahan
Kemiskinan)

BALI NTB NTT

Gambar 4.20 menunjukan bahwa di Wilayah Bali Nusra memiliki persebaran


provinsi dengan variable garis kemiskinan, persentase penduduk miskin,
indeks kedalaman kemiskinan (P1), indeks keparahan kemiskinan (P2) dan
persentase pengeluaran perkapita untuk makanan (miskin) yang tinggi.
64 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.18.4 Diagram Radar Indikator Kemiskinan di Wilayah Kalimantan

Gambar 4.21

Diagram Radar Indikator Kemiskinan di Wilayah Kalimantan Tahun 2012

Garis Kemiskinan
1.5
1.0

Persentase pengeluaran 0.5


Persentase Penduduk
per kapita untuk 0.0 Miskin
makanan (Miskin)
-0.5
-1.0
-1.5

P1 (Indeks Kedalaman
Jumlah Penduduk Miskin
Kemiskinan)

P2 (Indeks Keparahan
Kemiskinan)

KALBAR KALTENG KALSEL KALTIM

Gambar 4.21 menunjukan bahwa di Wilayah Kalimantan memiliki


persebaran provinsi dengan variable garis kemiskinan, persentase
penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan (P1), dan indeks keparahan
kemiskinan (P2) yang tinggi. Sementara persebaran provinsi dengan
variabel persentase pengeluaran perkapita untuk makanan (miskin) di
wilayah ini rendah.

[Daftar Isi]
65 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.18.5 Diagram Radar Indikator Kemiskinan di Wilayah Sulawesi

Gambar 4.22

Diagram Radar Indikator Kemiskinan di Wilayah Sulawesi Tahun 2012

Garis Kemiskinan
2.0
1.5
1.0
Persentase pengeluaran
0.5 Persentase Penduduk
per kapita untuk
0.0 Miskin
makanan (Miskin)
-0.5
-1.0
-1.5

P1 (Indeks Kedalaman
Jumlah Penduduk Miskin
Kemiskinan)

P2 (Indeks Keparahan
Kemiskinan)

SULUT SULTENG SULSEL SULTRA GORONTALO SULBAR

Gambar 4.22 menunjukan bahwa di Wilayah Sulawesi memiliki persebaran


provinsi dengan variable garis kemiskinan, persentase penduduk miskin,
indeks kedalaman kemiskinan (P1), dan indeks keparahan kemiskinan (P2)
yang tinggi. Sementara persebaran variabel persentase pengeluaran
perkapita untuk makanan (miskin) di wilayah ini rendah.

[Daftar Isi]
66 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.18.6 Diagram Radar Indikator Kemiskinan di Wilayah Maluku Papua

Gambar 4.23

Diagram Radar Indikator Kemiskinan di Wilayah Maluku Papua Tahun 2012

Garis Kemiskinan
1.5
1.0
Persentase pengeluaran 0.5
Persentase Penduduk
per kapita untuk 0.0 Miskin
makanan (Miskin)
-0.5
-1.0
-1.5

P1 (Indeks Kedalaman
Jumlah Penduduk Miskin
Kemiskinan)

P2 (Indeks Keparahan
Kemiskinan)

MALUKU MALUT PAPUA BARAT PAPUA

Gambar 4.23 menunjukan bahwa di Wilayah Maluku Papua memiliki


persebaran provinsi dengan variable garis kemiskinan, persentase
penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan (P1), indeks keparahan
kemiskinan (P2), dan persentase pengeluaran perkapita untuk makanan
(miskin) yang tinggi.

[Daftar Isi]
67 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

4.19 Pemeringkatan Kondisi Kemiskinan

Tabel 4.1
Ranking Kondisi Kemiskinan Provinsi Tahun 2012

Kabupaten/Kota V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V12 V12 Total Kabupaten/Kota Total Ranking

ACEH 29 27 27.5 2 11.5 2.5 30 10 30 13 23 22 227.5 DKI JAKARTA 82.5 1

SUMATERA UTARA 17 18 21 5 16 6 12 12 26 24 9 8 174 KEPULAUAN RIAU 86 2

SUMATERA BARAT 11 12.5 12 23 14.5 8 24 15 27 15 10 25 197 BALI 119.5 3

RIAU 12.5 10 7.5 17 13 20 25 6 13 23 28 6 181 KALIMANTAN TIMUR 120 4


KEP. BANGKA
JAMBI 14 14 18.5 21 20 15 21 9 18 6 24 19 199.5 147.5 5
BELITUNG
KALIMANTAN
SUMATERA SELATAN 21 19 17 9 2 16 13 13.5 14 19.5 12 7 163 149.5 6
SELATAN
BENGKULU 27 26 25 6 10 4 6 21 22 9 27 10 193 D I YOGYAKARTA 153.5 7

LAMPUNG 24 23 23 13 5 10 15 19 15 4 21 4 176 SUMATERA SELATAN 163 8


KEP. BANGKA
4 3 2.5 26 18 23 26 4 5 8 7 21 147.5 SUMATERA UTARA 174 9
BELITUNG
KALIMANTAN
KEPULAUAN RIAU 8 5.5 6 4 4 5 28 1 1.5 18 2 3 86 175.5 10
TENGAH
DKI JAKARTA 1 2 4 1 1 12 23 2 1.5 32 1 2 82.5 LAMPUNG 176 11

BALI 2 1 1 20 27 2.5 2 30 4 14 3 13 119.5 BANTEN 177 12

BANTEN 5 7 10 16 6 27 33 3 7 17 22 24 177 JAWA BARAT 177 13

D I YOGYAKARTA 25 25 24 12 14.5 1 4 23 19 1 4 1 153.5 JAWA TENGAH 178 14

JAWA BARAT 16 15 15.5 10 11.5 19 32 5 9 10 18 16 177 RIAU 181 15

JAWA TENGAH 23 22 22 22 22 7 10 22 8 2 6 12 178 JAWA TIMUR 183.5 16

JAWA TIMUR 20 21 18.5 25 25 11 14 20 10 3 5 11 183.5 SULAWESI UTARA 189 17

KALIMANTAN BARAT 10 12.5 13 29 26 32 5 26 24 16 32 23 248.5 BENGKULU 193 18


KALIMANTAN
3 4 5 24 8.5 25 11 18 11 7 16 17 149.5 SUMATERA BARAT 197 19
SELATAN
KALIMANTAN
6 9 9 11 7 17 17 11 29 19.5 26 14 175.5 JAMBI 199.5 20
TENGAH
NUSA TENGGARA
28 28 27.5 28 32 14 20 25 31 21 15 27 296.5 SULAWESI TENGGARA 216 21
BARAT
NUASA TENGGARA
30 30 30 31 29 28 3 32 32 31 25 18 319 MALUKU UTARA 221.5 22
TIMUR
KALIMANTAN TIMUR 7 8 7.5 7 8.5 9 19 8 3 25 13 5 120 ACEH 227.5 23

SULAWESI UTARA 9 11 11 14 3 29 31 7 28 29 8 9 189 SULAWESI SELATAN 233.5 24

SULAWESI TENGAH 22 24 26 19 24 31 9 27 20 27 17 30 276 KALIMANTAN BARAT 248.5 25

SULAWESI SELATAN 15 16 15.5 30 31 24 29 17 17 5 14 20 233.5 PAPUA BARAT 256.5 26


SULAWESI
19 20 20 15 23 22 8 29 12 11 11 26 216 MALUKU 267 27
TENGGARA
GORONTALO 26 29 29 32 21 21 27 16 21 30 20 33 305 SULAWESI TENGAH 276 28

SULAWESI BARAT 18 17 14 27 30 30 7 31 25 22 31 32 284 SULAWESI BARAT 284 29


NUSA TENGGARA
MALUKU 31 31 31 3 17 18 16 28 16 28 19 29 267 296.5 30
BARAT
MALUKU UTARA 12.5 5.5 2.5 18 19 13 18 24 23 26 29 31 221.5 GORONTALO 305 31
NUASA TENGGARA
PAPUA BARAT 32 32 32 8 28 26 22 13.5 6 12 30 15 256.5 319 32
TIMUR
PAPUA 33 33 33 33 33 33 1 33 33 33 33 28 359 PAPUA 359 33

Keterangan:
V1 : Persentase Penduduk Miskin (P0)
V2 : Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
V3 : Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
V4 : Persentase Kepala Rumah Tangga Miskin Usia 15 Tahun ke Atas dengan Pendidikan yang Ditamatkan < SD
V5 : Angka Melek Huruf Penduduk Miskin dengan Golongan Umur 15-55 th
68 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

V6 : Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Miskin dengan Golongan Umur 7-12 th


V7 : Persentase Penduduk Miskin Usia 15 Tahun ke Atas dengan Status Tidak Bekerja
V8 : Persentase Penduduk Miskin Usia 15 Tahun ke Atas dengan Status Bekerja di Sektor Informal
V9 : Persentase Pengeluaran Perkapita untuk Makanan dengan Status Miskin
V10 : Persentase Rumah Tangga Miskin dengan Luas Lantai Perkapita 8
V11 : Persentase Rumah Tangga Miskin yang Menggunakan Air Bersih dengan Status Miskin
V12 : Persentase Rumah Tangga Tidak Miskin yang Menggunakan Jamban Sendiri/Bersama dengan Status Miskin

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa 3 provinsi yang memiliki kondisi kemiskinan terburuk
adalah Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Gorontalo.

Tabel 4.2
Kondisi Kemiskinan Kabupaten/Kota Se-Provinsi Aceh Tahun 2012

Kode Kabupaten/Kota V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V12 V12

1 ACEH 18.58 3.07 0.83 18.47 96.34 99.31 41.77 42.74 70.37 49.66 38.27 49.27

2 SUMATERA UTARA 10.41 1.82 0.5 21.93 96.04 97.61 34.26 45.65 69.39 58.46 48.75 64.83

3 SUMATERA BARAT 8 1.24 0.31 34.7 96.25 97.49 38.51 47.91 69.6 51.9 48.21 43.01

4 RIAU 8.05 1.13 0.25 32.43 96.26 95.14 38.82 37.48 65.92 56.52 30.36 71.03

5 JAMBI 8.29 1.37 0.44 34.08 95.01 96.6 38.02 38.89 67.49 39.99 34.88 55.96

6 SUMATERA SELATAN 13.48 1.85 0.43 26.99 98.18 96.22 35.19 46.47 66.36 55.28 44.8 64.97

7 BENGKULU 17.52 3.05 0.8 25.7 96.66 98.21 31.82 51.79 68.6 44.98 32.83 64.18

8 LAMPUNG 15.65 2.53 0.62 30.03 97.13 97.26 35.74 50.34 66.43 25.04 39.26 83.26

9 KEP. BANGKA BELITUNG 5.36 0.66 0.14 37.66 95.3 94.57 40.03 34.64 61.33 43.23 54.19 49.71

10 KEPULAUAN RIAU 6.83 0.85 0.19 21.2 97.21 97.89 41.17 21.09 57.25 55.15 73.93 86.51

11 DKI JAKARTA 3.7 0.56 0.15 16.14 98.49 96.97 38.34 25.24 57.25 81.86 87.97 87.25

12 BALI 3.95 0.39 0.07 33.89 90.01 99.31 24.23 57.34 61.24 50.78 68.27 63.5

13 BANTEN 5.71 0.95 0.28 32.12 96.93 93.83 47.61 31.69 64.06 54.66 38.51 43.05

14 D I YOGYAKARTA 15.88 2.89 0.75 28.57 96.25 99.6 29.27 53.22 67.96 8.06 58.38 92.61

15 JAWA BARAT 9.88 1.62 0.42 28.09 96.34 95.71 45.87 36.57 64.45 45.03 41.06 61.93

16 JAWA TENGAH 14.98 2.39 0.57 34.09 93.24 97.57 34.16 52 64.1 10.91 54.58 63.93

17 JAWA TIMUR 13.08 1.93 0.44 37.5 90.62 97.22 35.7 51.54 64.88 15.46 56.52 64.04

18 KALIMANTAN BARAT 7.97 1.24 0.33 41.34 90.46 92.11 31.13 54.41 68.84 53.52 11.87 46.1

19 KALIMANTAN SELATAN 5.02 0.76 0.17 36.63 96.74 94.14 34.25 50.11 65.79 40.78 42.11 61.48

20 KALIMANTAN TENGAH 6.19 1.08 0.27 28.56 96.81 96.03 36.25 44.09 70.32 55.28 33.68 63.08

21 NUSA TENGGARA BARAT 18.02 3.2 0.83 41.21 82.94 96.77 37.56 53.95 70.61 55.33 42.38 36.7
NUASA TENGGARA
22 20.41 3.47 0.91 44.55 86.8 93.24 24.71 70.08 70.79 67.22 34.22 60.77
TIMUR
23 KALIMANTAN TIMUR 6.38 0.99 0.25 25.99 96.74 97.43 37.39 38.67 60.32 60.79 44.04 74.91

24 SULAWESI UTARA 7.63 1.18 0.3 30.1 98.11 93.21 45.07 37.96 70.17 65.22 48.98 64.21

25 SULAWESI TENGAH 14.94 2.82 0.82 33.32 90.86 92.37 34.05 54.43 68.09 63.39 41.58 32.42

26 SULAWESI SELATAN 9.82 1.68 0.42 43.21 85.96 94.36 41.69 48.29 67.01 38.75 43.84 53.81

27 SULAWESI TENGGARA 13.06 1.92 0.49 31.83 91.2 94.74 33.78 56.76 65.81 47.48 47.6 41.74

28 GORONTALO 17.21 3.21 0.84 50.11 94.93 94.93 41.01 48.28 68.48 66.6 40.29 15.63

29 SULAWESI BARAT 13 1.74 0.4 39.97 86.43 92.91 33.05 57.9 69.15 56.03 27.84 23.25
69 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

Kode Kabupaten/Kota V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V12 V12

30 MALUKU 20.76 4.38 1.31 20.55 95.74 95.87 36.23 54.54 66.51 63.8 40.97 32.46

31 MALUKU UTARA 8.05 0.85 0.14 33.22 95.18 96.83 36.61 53.61 68.68 62.61 28.7 30.8

32 PAPUA BARAT 27.04 5.71 1.71 26.22 89.87 94.06 38.12 46.47 63.53 48.74 28.69 62.88

33 PAPUA 30.66 7.35 2.44 57.12 52.5 67.22 17.72 78.28 71.36 85.77 11.01 35.89

Keterangan:
V1 : Persentase Penduduk Miskin (P0)
V2 : Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
V3 : Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
V4 : Persentase Kepala Rumah Tangga Miskin Usia 15 Tahun ke Atas dengan Pendidikan yang Ditamatkan < SD
V5 : Angka Melek Huruf Penduduk Miskin dengan Golongan Umur 15-55 th
V6 : Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Miskin dengan Golongan Umur 7-12 th
V7 : Persentase Penduduk Miskin Usia 15 Tahun ke Atas dengan Status Tidak Bekerja
V8 : Persentase Penduduk Miskin Usia 15 Tahun ke Atas dengan Status Bekerja di Sektor Informal
V9 : Persentase Pengeluaran Perkapita untuk Makanan dengan Status Miskin
V10 : Persentase Rumah Tangga Miskin dengan Luas Lantai Perkapita 8
V11 : Persentase Rumah Tangga Miskin yang Menggunakan Air Bersih dengan Status Miskin
V12 : Persentase Rumah Tangga Tidak Miskin yang Menggunakan Jamban Sendiri/Bersama dengan Status Miskin

[Daftar Isi]
70 PROFIL DAN ANALISIS KEMISKINAN NASIONAL

SIMPADU
PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Anda mungkin juga menyukai