PENDAHULUAN
Al-Zarnuji adalah salah satu tokoh pendidikan Islam dengan karyanya yang terkenal
Taliim al-Mutaallim Thariiq al-Taallum. Konsep pendidikan Islam Al-Zarnuji
dirangkum dalam buku tersebut kedalam tiga belas pasal yang singkat-singkat. Sebuah
analisa yang diajukan Abdul Muidh Khan dalam bukunya The Muslim Theories of Education
During the Middle Ages, menyimpulkan bahwa inti kitab ini mencakup tiga hal, yaitu The
Division of Knowledge, The Purpose of Learning, and The Method of Study.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI
Al-Zarnuji mempunyai nama lengkap Burhanuddin al-Islam Al-Zarnuji. Di kalangan
ulama belum ada kepastian mengenai tanggal kelahirannya. Adapun mengenai
kewafatannya, ada dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa
Burhanuddin Al-Zarnuji wafat pada tahun 591 H./1195 M. Sedangkan pendapat yang
kedua mengatakan bahwa ia wafat pada tahun 840 H./1243 M. Sementara itu ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa Burhanuddin hidup semasa dengan Rida ad-Din an-
Naisaburi yang hidup antara tahun 500-600 H. Grunebaum dan Abel mengatakan bahwa
Burhanuddin al-Zarnuji adalah toward the end of 12th and beginning of 13th century AD.
Tidak ada keterangan pasti mengenai daerah tempat kelahirannya. Namun jika dilihat dari
nisbahnya, yaitu Al-Zarnuji, maka sebagian peneliti mengatakan bahwa ia berasal dari
Zaradj. Dalam hubungan ini Mochtar Affandi mengatakan: it is a city in Persia which
was formally a capital and city of Sadjistan to the south of earth (now Afghanistan).
Pendapat senada juga dikemukakan Abd al-Qadir Ahmad yang mengatakan bahwa Al-
Zarnuji berasal dari sutau daerah yang kini dikenal dengan nama Afghanistan. 1
1 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), cet. III, hlm. 103.
2 Ibid., hlm.104
2
Berdasarkan informasi tersebut, ada kemungkinan besar bahwa Al-Zarnuji selain ahli
dalam bidang pendidikan dan tasawuf, juga menguasi bidang-bidang lain, seperti sastra,
fiqih, ilmu kalam, dan lain sebagainya, sekalipun belum diketahui dengan pasti bahwa
untuk bidang tasawuf ia memiliki seorang guru tasawuf yang masyhur. Namun dapat
diduga bahwa dengan memilki pengetahuan yang luas dalam bidang fiqih dan ilmu kalam
disertai jiwa sastra yang halus dan mendalam, seseorang telah memperoleh akses
(peluang) yang tinggi untuk masuk ke dalam dunia tasawuf.3
B. CORAK PEMIKIRAN
Pemikiran Al-Zarnuji berpusat pada pendidikan Islam. Adapun konsep pendidikan
yang dikemukakan Al-Zarnuji dituangkan dalam bukunya Talim al-Mutaallim Thuruq
al-Taallum. Dalam karyanya ini, Al-Zarnujji mengemukakan tiga belas pasal mengenai
konsep pendidikan Islam, yaitu; (1) Pengertian ilmu dan keutamaannya; (2) Niat di kala
belajar; (3) Memilih ilmu, guru dan teman serta ketabahan dalam belajar; (4)
Menghormati ilmu dan ulama; (5) Ketekunan, kontinuitas dan cita-cita luhur; (6)
Permulaan dan intensitas belajar serta tata tertibnya; (7) Tawakkal kepada Allah; (8) Masa
belajar; (9) Kasih sayang dan memberi nasihat; (10) Mengambil pelajaran; (11) Wara
(menjaga diri dari yang haram dan syubhat); (12) Penyebab hafal dan lupa; dan (13)
Masalah rezeki dan umur.4
1. Pengertian ilmu dan keutamaannya
Ilmu adalah suatu sifat yang dengannya dapat menjadi jelas pengertian suatu hal
yang disebut.5 Pentingnya ilmu pengetahuan tidak diragukan lagi, sebab ilmu
merupakan sesuatu khusus (ciri khas) bagi manusia. Sebab segala hal selain ilmu bisa
dimiliki manusia dan juga binatang, seperti keberanian, kekuatan, kasih sayang, dan
lain sebagainya.6 Keutamaan ilmu adalah sebagai perantara (sarana) menuju
3 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), cet. III, hlm. 104-105.
5 Syekh Al-Zarnuji, Terjemah Taliimul Mutaallim, terj. Abu Shofia dan Ibnu
Sanusi, (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), cet. I, hlm. 11.
6 Ibid., hlm. 6.
3
ketakwaan yang akan menyebabkan seseorang berhak mendapatkan kemuliaan di sisi
Allah SWT. dan kebahagiaan yang abadi.7
7 Ibid., hlm. 7.
8 Syekh Al-Zarnuji, Terjemah Taliimul Mutaallim, terj. Abu Shofia dan Ibnu
Sanusi, (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), cet. I, hlm. 13.
4
bertahan dan bersabar dalam belajar kepada seorang guru dan mempelajari sebuah
kitab, jangan sampai meninggalkannya sebelum tamat (selesai).13
4. Menghormati ilmu dan ulama
Seorang pelajar tidak dapat meraih ilmu dan memanfaatkan ilmunya kecuali
dengan menghormati ilmu dan ulama. 14 Cara menghormati ilmu adalah menghormati
guru dan memuliakan kitab. Adapun cara menghormati guru antara lain; tidak berjalan
kencang di depannya, tidak duduk di tempatnya, tidak mulai percakapan dengannya
kecuali atas izinnya, tidak banyak bicara di hadapan guru, dan lain sebagainya.
Sedangkan cara memuliakan kitab , sebaiknya tidak memegang kitab kecuali dalam
keadaan suci dari hadas. Dikisahkan dari Syekh al-Imam Syamsul Aimma Al-
Khulwani, ia berkata: Sesungguhnya aku dapat memperoleh ilmu karena aku
mengagungkannya, aku tidak pernah mengambil kertas belajarku kecuali dalam
keadaan suci.15
5. Ketekunan, kontinuitas dan cita-cita luhur
Para pelajar harus tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar. Pelajar harus berjaga
(tidak banyak tidur) pada malam hari.16 Kemudian, adalah suatu keharusan bagi
pelajar untuk kontinue atau rutin dalam belajar serta mengulang pelajarannya pada
setiap awal dan akhir malam, karena antara waktu maghrib dan isya serta waktu sahur
adalah waktu yang penuh berkah.17 Pelajar juga harus memiliki cita-cita luhur dalam
berilmu. Sebab modal paling pokok untuk mencapai segala sesuatu adalah kerja keras
dan cita-cita luhur.18
6. Permulaan dan intensitas belajar serta tata tertibnya
Syaikh Burhanuddin memulai belajar pada hari Rabu. Beliau melakukan hal itu
berdasarkan hadis Nabi sebagai berikut:
Tidak ada sesuatu yang dimulai pada hari Rabu kecuali akan berakhir sempurna.19
15 Syekh Al-Zarnuji, Terjemah Taliimul Mutaallim, terj. Abu Shofia dan Ibnu
Sanusi, (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), cet. I, hlm. 37.
16 Ibid., hlm. 8
5
Hari Rabu merupakan hari diciptakannya cahaya (nur) oleh Allah dan hari naas
(hari sial) bagi orang-orang kafir. Dengan demikian hari Rabu merupakan hari yang
penuh berkah orang-orang mukmin. Adapun intensitas (ukuran) belajar bagi orang
yang baru memulai (tahap awal), Abu Hanifah berpendapat sesuai yang didengarnya
dari Syaikh al-Qadhi al-Imam Umar bin Abi Bakar Az-Zanji: Guru-guru kami
berpendapat bahwa sebaiknya ukuran pelajaran bagi tingkat dasar adalah sesuatu yang
kira-kira dapat dikuasai dengan mengulanginya dua kali, kemudian setiap hari
ditambahkan kalimat demi kalimat, sehingga bila pelajaran sudah banyak, ia bias
menguasainya dengan hanya mengulangnya dua kali. Begitulah terus ditambah tahap
demi tahap. Adapun bila tahap awal langsung diberikan pelajaran yang panjang,
dimana ia harus mengulanginya sepuluh kali untuk bias menguasai, maka sampai
pelajaran terakhir akan tetap begitu, sehingga menjadi kebiasaan yang sulit dan tidak
dapat ditinggalkan kecuali dengan usaha yang berat.20
Sebaiknya murid membuat catatan sendiri mengenai pelajaran yang telah
dipahaminnya dan mengulanginya berkali-kali, hal ini sangat berguna sekali. Jangan
mencatat sesuatu yang belum dipahami, sebab hal ini akan membuat bosan,
menghilangkan kecerdasan dan membang-buang waktu. Murid hendaknya berusaha
memahami pelajaran dari guru dan menganalisa, memikirkan dan sering
mengulanginya. Disamping bersungguh-sungguh sebaiknya disertai dengan
bersungguh-sungguh kepada Allah dan merendahkan diri dihadapan-Nya.
Sesungguhnya Allah akan mengabulkan orang yang berdoa kepada-Nya dan tidak
menolak orang yang berharap kepada-Nya.21
7. Tawakkal kepada Allah
Seorang pelajar diharuskan bertawakkal (berserah diri kepada Allah) di dalam
menuntut ilmu.22
8. Masa belajar
Masa terbaik untuk belajar adalah ketika muda. Waktu paling baik untuk belajar
yaitu saat-saat menjelang Subuh dan waktu antara Maghrib dan IIsya. Yang terbaik
20 Syekh Al-Zarnuji, Terjemah Taliimul Mutaallim, terj. Abu Shofia dan Ibnu
Sanusi, (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), cet. I, hlm.
21 Ibid., hlm. 86
6
adalah menghabiskan seluruh waktu untuk belajar. Apabila merasa jenuh menghadapi
satu ilmu untuk dipelajari, maka beralihlah kepada ilmu yang lain.23
9. Kasih sayang dan memberi nasihat
Sebagai ahli ilmu hendaklah memiliki kasih sayang, bersedia memberi nasehat
tanpa disertai rasa hasud (dengki), karena hasud tidak ada manfaatnya bahkan
membawa bahaya.24
10. Mengambil pelajaran
Mengambil pelajaran bagi pelajar haruslah dilakukan di setiap saat hingga
memperoleh kemuliaan, dengan cara selalu menyediakan alat tulis untuk mencatat
segala pengetahuan yang baru didapatkan.25
26Syekh Al-Zarnuji, Terjemah Taliimul Mutaallim, terj. Abu Shofia dan Ibnu
Sanusi, (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), cet. I, hlm. 113.
7
antara lain: bangun di waktu pagi, berwajah ramah, berkata baik, menegakkan shalat
dengan penuh hormat, dan lainnya.30 Adapun yang dapat menyebabkan umur panjang,
yaitu takwa, tidak menyakiti, hormat kepada orang yang tua dan bersilaturrahmi.31
C. KARYA ILMIAH
Karya Al-Zarnuji yang terkenal adalah kitab Taliim al-Mutaallim Thuruq al-
Taallum. Kitab ini banyak dijadikan sebagai bahan penelitian dan rujukan dalam
penulisan karya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Kitab ini tidak hanya
dipergunakan di kalangan ilmuan Muslim, tetapi juga oleh para orientalis dan para penulis
Barat.32
Keistimewaan lainnya dari kitab Taliim al-Mutaallim Thuruq al-Taallum adalah
terletak pada materi dan kandungannya. Sekalipun kecil dan judul yang seakan-akan
hanya membicarakan tentang metode belajar, namun sebenarnya membahas tentang
tujuan belajar, strategi belajar dan lain sebagainya yang secara keseluruhan didasarkan
pada moral religius. Keterkenalan kitab Taliim al-Mutaallim Thuruq al-Taallum terlihat
dari tersebarnya kitab ini hampir ke seluruh penjuru dunia. Kitab ini telah dicetak dan
diterjemahkan serta dikaji di berbagai Negara, baik di Timur maupun di Barat. Kitab ini
juga menarik perhatian beberapa ilmuan untuk memberikan komentar atau syarah
terhadapnya. Di Indonesia, kitab Taliim al-Mutaallim Thuruq al-Taallum dikaji dan
dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan Islam, terutama lembaga pendidika klasik
tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern sekalipun, seperti di
pondok Pesantren Gontor Ponorogo, Jawa Timur.33
32 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), cet. III, hlm. 107
33 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), cet. III, hlm. 108.
8
berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, mengembangkan
dan melestarikan ajaran Islam, serta mensyukuri nikmat Allah.34
Menurut al-Syaibani bahwa ada tiga bidang perubahan yang diinginkan dari
tujuan pendidikan yaitu tujuan-tujuan yang bersifat individual; tujuan-tujuan sosial
dan tujuan-tujuan professional.35 Kalau dilihat dari tujuan-tujuan pembelajar dalam
konsep al-Zarnuji, maka menghilangkan kebodohan dari diri pembelajar,
mencerdaskan akal, mensyukuri nikmat, merupakan tujuan-tujuan yang bersifat
individual. Tujuan pembelajar mencari ilmu untuk menghilangkan kebodohan pada
orang lain (mencerdaskan masyarakat), dan melestarikan Ajaran Islam adalah
merupakan tujuan-tujuan social. Sedangkan tujuan professional, berhubungan dengan
tujuan seseorang mencapai ilmu itu ialah menguasai ilmu yang berimplikasi pada
pencapaian kedudukan. Namun kedudukan yang telah dicapai itu adalah dengan
tujuan-tujuan kemaslahatan umat secara keseluruhan. Ketiga tujuan tersebut haruslah
atas dasar memperoleh keridhaan Allah dan kebahagiaan akhirat.
3. Metode Pendidikan
Berdasarkan analisa Mochtar Affandi, bahwa dari segi metode pembelajaran yang
dimuat Al-Zarnuji dalam kitabnya meliputi dua kategori. Metode yang bersifat etik,
dan metode yang bersifat strategi. Metode yang bersifat etik antara lain mencakup niat
36 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), cet. III, hlm. 109.
9
dalam belajar; sedangkan metode yang bersifat strategi meliputi cara memilih
pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam belajar. 37
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Al-Zarnuji adalah salah seorang tokoh
pendidikan yang telah memberikan solusi tentang bagaimana menciptakan pendidikan yang
tidak hanya berorientasi pada keduniawian saja, tetapi juga berorientasi pada keakhiratan.
Perhatiannya terhadap pendidikan sangatlah besar. Hal ini dapat dilihat dari karyanya
Taliimul Talim Thuruq al-Taallum yang merupakan hasil pemikirannya mengenai
pendidikan Islam, seperti tujuan belajar, strategi belajar, prinsip belajar, dan lain sebagainya,
yang tidak terpisahkan dari moral religius. Adapun tujuan sentral dari pendidikan menurut Al-
Zarnuji adalah mencari ridha Allah dan kebahagiaan di akhirat. Namun tujuan pendidikan
menurut Al-Zarnuji sebenarnya tidak hanya untuk akhirat (ideal), tetapi juga tujuan
37 Ibid.
10
keduniaan (praktis), asalkan tujuan keduniaan ini sebagai instrumen pendukung tujuan-tujuan
keagamaan.
11
BAB III
Beliau bernama Muhammad Hasyim Asyari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim yang
dijuluki dengan pengeran Benawa bin Abdur-Rohman yang dijuluki dengan Joko Tingkir
Sultan Hadi Wijaya bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fattah bin Maulana Ishaq ayah
Beliau di lahirkan di daerah Gedang. Sekitar dua kilo meter sebelah timur kota
jombang pada hari selasa 24 Dzul Qodah 1287 Hijrah atau bertepatan dengan 14 Februari
Kiai Hasyim Asyari adalah sosok yang tumbuh dewasa dan menghabiskan masa
menjadi sosok yang alim dalam hal keagamaan, juga mempunyai kontribusi besar terhadap
pemberdayaan umat.
Saat masih dalam kandungan, Nyai Halimah, ibu kiai Hasyim asyari, melihat tanda-
tanda yang luar biasa. Pada suatu malam, ia bermimpi bulan jatuh dari langit dan hingga di
kandungannya.
12
Tentu mimpi itu merupakan sebuah pertanda yang sangat baik, bahwa anak yang akan
lahir merupakan sosok istimewa di kemudian hari, yang mempunyai kecerdasan, talenta, dan
bimbingan berada di kandungan ibunya lebih kurang 14 bulan, yang juga di tafsirkan oleh
banyak orang sebaghai sebuah keistimewaan, kiai hasyim Asyari di ramalkan akan menjadi
KH. Hasyim Asyari pada usia muda merupakana sosok yang sangat sederhana dan
gemar bergaul. Teristimewa, jiwa kepamimpinanananya dan kebriliannya sudah bisa dilihat
pada masa kecilnya. Diantara teman-temannya, ia di kenal sebagai teladan yang baik ia suka
menegur teman-temannya apabila ada sebuah kejanggalan, tetapi tetapi hal itu tidak membuat
membangun kebersamaan.41[73]
KH. Hasyim Asyari muda di pesantren keras. Ia adalah seorang murid yang rajin, ulet dan
sungguh-sungguh dalam belajar untuk menggapai cita-cita. Semua pelajaran dapat di tangkap
dengan mudah, baik dan sempurna. Hal tersebut menimbulkan kekaguman banyak orang.
Satu hal yang juga merupakan keistimewaannya sejak muda adalah kemandirian. Tidak
seperti putra kiai lain, ia adalah sosok yang mempunyai etoskerja yang tinggi. 42[74]
Kiai usman, sang kakek kerap mendidiknya agar mandiri dan tidak mudah
bergantung pada orang lain. Karena itu, KH. Hasyim Asyari sejak kecil terbiasa mencari
40[72] Zuhoirini Misrawi, Hadra Tussyekh Hasyim Asyari, kompas. Jakarta. 2010,
hal 35
13
nafkah sendiri dengan cara bertani dan berdagang. Hasil yang di terimanya digunakan untuk
Meskipun sudah di tunjuk sebagai pengajar di pesantren dalam usia yang sangat
muda, ia tidak pernah mengurungkan niatnya untuk mengurangi lautan ilmu, pada usia 15
tahun, ia berinisiatif menimba dan menambah ilmu di pesantren lain. Mula-mula menjadi
pesantren wono kayo, Probolinggo. Kemudian, langitan, tuban, hingga ahirnya ia mendalami
ilmu keagamaan di pesantren kademangan, bangkalan, madura. Pesantren ini menjadi salah
satu pesantren sangat popular di kalangan muslim tradisional karena pendirinya adalah KH.
Kholil bin Abdul Latif, seorang kiai yang pertama kali mempopulerkan kitab babon Bahasa
Arab, yaitu Alfiyah Ibnu Malik, dan juga di anggap sebagai waliyullah. 44[76]
Pada tahun 1891, KH. Hasyim Asyari melanjutkan petualangan ilmiahnya di jawa
setelah 3 tahun belajar di pulau garami, bangkalan, madura. Kini pilihannya adalah
pesantren siwalan, panji, sidoarjo, di bawah asuhan kiai yokub. Sebagaimana di madura, kiai
Hasyim belajar agak lama di pesantren ini selama lebih kurang 5 tahun. Hingga akhirnya kiai
[77]
KH. Hasyim Asyari kemudian pergi ke hijaz untuk melanjutkan pelajarannya. Beliau
tinggal di sana selama berapa tahun dan beliau mendapatkan bimbingan dari pembesar-
pembesar ulama makkah. Di antaranya beliau belajar kepada syekh Muhammad Nawawi
Banten, Syekh Khotib al minangkabauwi, syekh Suiaib bin Abdurrohman dalam berbagai
disiplin ilmu. Kemudian kitab hadits nabawi, lalu belajar kepada syekh Muhammad mahfudz
14
at turmusi tentang ilmu-ilmu syariat, ilmu-ilmu alat, sastra arab dan ilmu-ilmu baru hingga
beliau maupun menemukan banyak sekali hal-halyang maqul dan mongul. Setelah itu beliau
Setelah beliau kembali dari tanah haramMakkah, beliau membangun pesantren Tebu
Ireng, Jombang. Yakni pada tanggal 26 Robiul Awal 1317H/1899M. selanjutnya beliau
membuat madrasah solafiyah syafiiyah. Beliau membimbing dan mengajar di sana, maka,
banyak sekali manusia-manusia dengan berbondong-bondong menimba ilmu dari beliau dan
wahab Hasbullah, KH. Bishri sansuri dan ulama-ulama besar jawa lainnya merintis jamiyah
Nahdotul Ulama (NU), sebuah organisasi islam yang menyerukan kaum muslimin untuk
selalu berpegang teguh kepada al-Quran dan as sunnah, menjauhi kesesatan dan bidah dan
KH. Hasyim Asyari wafat tanggal 7 Romadhon 1366 mijriah atau 25 juli 1947
masehi, di tebu ireng, jombang dan di makam di sana. Semoga Allah menempatkan beliau
15
B. Riwayat Pendidikan KH. Hasyim Asyari
Pendidikan KH. Hasyim Asyari sama dengan yang di alami oleh kebanyakan santri
muslim seusianya. Kita telah mendengar bahawa pendidikan awal beliau, sampai berumur
Fiqih, tafsir dan hadits. KH. Hasyim Asyari kemudian meneruskan studi ke beberapa
pesantren di jawa dan madura, yaitu pesantren wonokoyo (Probolinggo), Pesantren langitan
pelajarannya. Selama di makkah, ia waktu sebaik mungkin untuk beribadah dan menambah
ilmu sebelum akhirnya kemblai ke Tanah Air. Sederetan syaikh ternama pernah menjadi
gurunya, yaitu syekh syuaib lain Abdurrohman, syekh nahfudz al turmusi, syekh khotib al
minangkabowi, syekh amin al aththar, syekh ibrahi arab, syekh said al yamani, syekh
Di samping itu, ada juga sejumlah syaaid yang menjadi gurunya, antara lain sayyid
abbas al maliki, sayyid sulthan hasyim al Daghistani, sayyid Abdullah al zamawi, sayyid
ahmad bin hasan al athos, sayyid alwi as segaf, sayid abu baker syatha al dimyati, dan sayyid
husain al habysi yang pada waktu itu di kenal sebagai juru fatwa (mufti) di makkah 51[83]
membuahkan hasil yang manis. Ia di tuntut sebagai salah satu guru di masjidil Haram
49[81] Lathiful Khuluq, Fajar kebangunan Ulama, Biografi KH. Hasyim Asyari. Lkis,
Bantul, Yogyakarta, 2000, hal 28
16
Diantara nama-nama ulama itu adalah syekh nawawi albantani dan sekhkhotib al
sejumlah murid, antara lain syeikh sadullah al maimoni (Mufti India), syeikh umar hamdan
(ahli hadits di makkah) al syihab Ahmad bin Abdullah (Suriah), KH. Wahab Hasbullah
KH.Sholeh (Tayu).52[84]
C. Tinjauan Karya-Karyanya
KH. Hasyim Asyari telah membuktikan dirinya sebagai sosok ulama yang mampu
mewariskan ilmu dan amal. Karya-karyanya telah membentuk sebuah karakter keberagamaan
yang khas keindonesiaan, yang mampu beradaptasi dengan kebudayaan local dan tradisi-
yang dipedomani oleh seorang pelajar dan pengajar sehingga proses belajar mengajar
2. Ziyadatu taliqot, raddun fiha mandzumah syeik Abdullah bin yasin al fasuruani.
Kitab ini berisi perdebatan antara KH. Hasyim Asyari dan Syeikh Abdullah bin yasin
peringatan tentang hal-hal yang harus di perhatikan saat merayakan mauled nabi
Muhammad SAW.
17
4. Al Risalah al jamiah. Kitab ini menjelaskan tentang kondisi orang-orang mati dan
5. AlNur almubin fi mahabbati sayyidi al mursalin. Kitab ini menjelaskan tentang makna
cinta kepada Rasulullah Muhammad SAW. Dan hal-hal yang berkaitan dengannya
6. Hasyiah Ala Fathi Al Rohman bi Syarhi Risalah al Wali Ruslan Li Syaikh Al Islam
Zakaria al Anshori.
persaudaraan
9. AlRisalah Al Tauhidiyah, kitab kecil yang berisi tentang aqidah ahlus sunnnah wa al
jamaah
10. Al Qolaid Fi Bayani Ma Yajibu Min Al Aqoid. Kitab yang berisikan tentang aqidah-
aqidah yang wajib di ketahui. Dan masih banyak lagi kitab-kitab yang lainnya. 53[85]
D. Landasan Moral Dalam Belajar Mengajar Menurut KH. Hasyim Asyari Studi Atos
18
Dalam kitabnya adab alAlim wa al mutaallim, KH. Hasyim Asyari
Dalam sub pembahasan tentang nilai moral pelajar terhadap diri sendiri ini KH.
Hasyim Asyari memasukkan 10 kategori nilai moral, yaitu: pertama, hendaknya seorang
pelajar itu selalu membersihkan hatinya dari segala bentuk kelalaian, kotoran-kotoran,
keinginan-keinginan jelek, dengki, akidah yang menyimpang dan ahlak yang buruk. Semua
itu di lakukan agar mampu menerima ilmu dengna biak, mudah menghafalkan, dan mampu
Kedua, memurnikan niat semata-mata hanya karena Allah SWT, niat mengamalkan
ilmu, menghidupkan syariah menyinari hati membersihkan bathin dan mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Tidak mencari ilmu dengan tujuan dunyawiah seperti agar di jadikan
pemimpin. Mendapatkan jabatan, harta, agar di anggap lebih hebat dari orang lain, mencari
Ketiga, Segera mencari ilmu di masa muda dan seluruh umurnya, tidak menunda-
nundanya serta tertipu dengan harapan-harapan kosong, karena waktu yang telah lewat tidak
akan kembali lagi, kesempatan yang tertinggalkan tidak akan datang kedua kalinya.
Demikian juga bagi pelajar hendaknya memutuskan diri dari tali kaitan yang menyibukkan
dan hal-hal yang dapat menghalangi dari mendapatkan kesempurnaan ilmu. Begitu pula harus
19
Ke empat, mau menerima apa adanya dalam hal makanan dan pakaian, karena
bersikap qonaah dalam hal ini akan mampu mencapai keluasan ilmu, mampu menyatukan
57
hati dari berbagai macam angan dan mampu menumbuhkan ilmu hikmah. [89] Kaitannya
dalam hal ini Imam SyafiI berkata : Tidak akan bahagia orang yang mencari ilmu
denganketinggian hati dan kemewahan, namun kebahagiaan itu akan muncul bagi orang-
orang yang mencarinya dengan kerendahan hati, kekurangan dari segi maisyah
Kelima, membagi waktu dengan baik, tidak menyisakan waktu kecuali untuk
kebaikan, karena sisa-sisa waktu itu tidak akan pernah ternilai. Adapun waktu yang paling
baik untuk menghafal adalah waktu sahur dan untuk membahas pelajaran adalah waktu pagi
waktu yang tepat menulis adalah pertengahan siang danwkatu yang tepat untuk mutholaah
(mempelajari ulang) dan mudzakaroh (diskusi) adalah malam hari. Adapun tempat yang
paling biak untuk menghafal adalah kamar-kamar atau tempat-tempat yang jauh dari
Ke enam, menyedikitkan makan dan minum, karena kenyang itu akan memberaktkan
dalam ibadah dan memberatkan badan. Termasuk faidah dari sedikit makan adalah kesehatan
badan, menolah penyakit-penyakit tubuh (anti body). Karena sebab timbulnya penyakit dalam
tubuh adalah banyaknya makanan dan minuman yang di konsumsi dalam tubuh. Para auliya
dan ulama-ulama pilihan tidak pernah menganggap bahwa banyak makan adalah hal yang
20
baik bahkan mereka menyamakannya dengan binatang yang tak berakal yang di siapkan
makanan, minuman, pakaian, tempat, dan lainnya. Demikian itu agar hati bercahaya dan bisa
kelambatan dalam berfikir dan kelemahan panca indra. Seperti apel yang asam, kacang-
kacangan, cuka. Begitu pula yang menyebabkan banyaknya lender yang bisa menutupi akal
dan memberatkan badan seperti banyak menghkonsumsi susu dan ikan atau yang sejenis. Dan
juga bagi pelajar hendaknya menjuuhi hal-hal yang menyebabkan kelupaan, seperti memakan
bekas makanan yang di makan tikus, membaca papan nisan, dan membuang kutu hidup-
hidup. 62[94]
Ke seimbilan, menyedikitkan tidur, tidak melebihi waktu 8 jam dalam sehari semalam.
Begitu pula di perbolehkan sesekali mengistirahatkan diri dan hati atau fikiran dengan
mengunjungi tempat-tempat yang menyenangkan (rekreasi) agar fikiran tidak terlalu lelah
danjenuh. 63[95]
Kesepuluh, menjauhi pergaulan yang tidak berguna, khususnya pergaulan lain jenis
dan pergaulan-pergaulan yang penuh permainan dan kelalaian. Karena hal itu akan menyia-
nyiakan umur tanpa faidah. Jikalaupun harus bergaul, maka bergaullah denganorang yang
21
solih, yang kuat agamnaya, bertaqwa, wiraI, bersih hati, penuh kebaikan, jauh dari
keburukan dan orang yang memiliki sifat muruah (harga diri). Orang-orang seperti itulah
yang akan mengingatkan kita ketika lupa dan menolong kita ketika kita dalam kebenaran.
64
[96]
Dalam sub bagian ini KH. Hasyim Asyari telah membaginya kedalam 12 katagori
yaitu:
terlebih dahulu, meminta petunjuk sebagai guru, begitu pula hendaknya seorang pelajar
mencari guru yang benar-benar ahli dalam bidangnya, penuh kasih saying, memiliki harga
diri dan sudah di kenal tentang keterjagaannya dari maksiat. Begitu pula memilih guru yang
Kedua, benar-benar memilih guru yang memiliki kompetensi sempurna dalam ilmu
syariat melalui guru-guru sebelumnya. Bukan hanya orang-orang yang mengambil ilmu dari
buku-buku atau kitab-kitab. Imam syafiI berkata Barang siapa yang mendalami agama
Ketiga, patuh kepada guru tentang apa yang harus di kerjakan oleh pelajaran atau
dengan kata lain memposisikan diri seperti seorang pasien di tangan dokter yang ahli. Selalu
meminta bimbingan kepada guru tentang apa harus di lakukan, selalu mencari ridho guru,
menghormatinya serta mendekatkan diri kepada Allah dengan khidmah (melayani) guru.
22
Karena sesungguhnya merendahkan diri dihadapan guru adalah kemulyaan, tunduk kepada
guru adalah kebanggan dan tawadlu kepada guru adalah keluluhuran. 67[99]
kesempurnaan dalam diri guru. Syekh Abu Yusuf berkata siapa yang tidak meyakini
keagungan guru dengan cara yang tidak sopan, memanggil dengan namanya (jambal : bahasa
jawa), namun harus dengan panggilan seperti tuanku, guruku, atau udztadku.68[100]
mengingatnya selama-lamanya, baik ketika ia masih hidup atau sudah wafat. Begitu pula
makamnya, meminta ampun atau sedekah untuk guru dan selalu meneladani sikap dan
kepribadian guru.69[101]
Keenam, selalu bersifat sabar menghadapi watak guru yang keras dan tidak
menjadikan hal itu sebagai absan kita untuk tidak mengikutinya dan meyakini
kesempurnaannya.70[102]
Ketujuh, ketika hendak menamui guru diselain majelis umum maka harus meminta
izin dahulu hingga mendapatkan izin dari beliau. Begitu pula bertemu dengan guru dalam
23
Kedelapan, duduk didepan guru dengan penuh adab, tidak menengok kecuali jika
[104]
Kesembilan, bersikap baik dan sopam saat berkomunikasi dengan guru dan
Kesepuluh, ketika guru menyampaikan suatu hukum tentang suatu masalah atau
faidah ataupun juga sedang menceritakan suatu hikayat dan kita ternyata sudah pernah
dengan seksama seakan-akan kita belum pernah mengetahuinya. Syekh Atho r.a. berkata
suatu saat saya pernah mendengarkan suatu hadis dari seseorang dan saya lebih tahu tentang
hadis itu, namun saya berusaha menampakkan pada orang itu bahwa saya tidak begitu faham
Ke sebelas , tidak mendahului guru dalam menjelaskan masalah atau menjawab soal,
tidak di erkenankan pula menampakkan pengetahuannya tentang masalah itu. Begitu pula
tangan kanan, juga ketika murid ingin memberikan kitab atau buku maka hendaklah dalam
kondisi terbuka dan siap di baca .76[108] dalam sebuah majalah di katakan : empat yang
75[107] Ibid,hal 38
24
tidak boleh di remehkan oleh siapapun juga, meski dia adalah seorang pemimpin, yaitu :
berdiri dari majlis untuk orang tuanya, berkhidmad kepada orang alim yang telah
mengajarinya, bertanya tentang hal yang tidak di ketahui, dan melayani tamunya. 77[109]
terlebih dahulu ia memulain salam. Namun tidak memberi salam dalam jarak yang jauh atau
c. Bentuk Nilai Moral Pelajar Terhadap Pelajaran Dan Interaksinya Dengan Guru Dan Teman.
Dalam kitabnya adab al-alim wa al- mutaalim , KH. Hasyim asyari telah
menuangkan bentuk-bentuk moral pelajar terhadap pelajaran dan interaksinya dengan guru
1. Memulai dari ilmu-ilmu yang bersifat fardhu ain . maka hendaklah pelajar itu memulainya
dari enpat macam ilmu, yaitu: ilmu dzat, secara umum yaitu meyakini bahwa allah itu maujud
(ada), dahulu dan abadi, allah lepas dari semua sifat kurang dan memiliki semua sifat
sempurna , seperti qirodah,irodah, ilmu, hayat, sama, bashor, dan kalam. Ilmu fiqh, seperti
mempelajari thoharoh, sholat, puasa, haji,zakat, dan lain-lain. Ilmu ahwal, yaitu mempelajari
berikut ilmu-ilmu yang terkait dengan al-quran. Begitu pula selalu melanggengakan tadarus
al-quran tiap hari dan tidan melupakan ayat-ayat yang telah di hafal.80[112]
25
3. Pada permulaan belajar hendaklah pelajar tidak tersibukkan dengan mempelajari perbedaan-
perbedaan para ulama tentang suatu pembahasan. Namun hendaklah memilih satu kitab atau
satu pemdahasan dan mempelajarinya secara sempurna . begitu pula dalam satu pembahasan
pilihlah yang paling penting dan selalu berusaha untuk mengamalkannya, karna itu adalah
4. Mentashihkan ilmu yang telah di baca dengan benar sebelum melafalkannya, baik kepada
gurunya mauun kepada orang yang telah di percaya. Setelah itu lantas menghafalkannya dan
terus mengulangnya.82[114]
5. Selalu bergegas untuk mendengarkan ilmu, terlebuh mendengarkan hadits, serta ilmu-ilmu
yang terkait dengannya. Imam syafii berkata: barang siapa yang mempelajari hadits ,maka
kuatlah hujjahnya.83[115]
6. Ketika terjadi kemusykilan atau kejanggalan dalam memahami materi pelajaran, maka
hendaklah beranjak mencari refrensi dari buku atau kitab yang lebih luas pembahasannya,
sekaligus menulis mencatatan-catatan penting tentang suatu masalah agar tidak terlupakan .
seorang pelajar juga harus memiliki semangat yang tinggi dalam mencari ilmu, berusaha
meraih sebanyak mungkin warisan para nabi dan tidak menunda kesempatan yang ada.84[116]
7. Sesering mungkin halaqoh pembelajaran guru, karna hal itu akan menambah
kebaikan,kesuksesan,etika dan keutamaan. Selalu berusaha untuk melayani guru , karna itu
26
Kedelapan, ketika menghadiri majlis guru hendaklah menyampaikan salam kepada
para hadirin dengan suara yang lantang, terlebih kepada guru dengan penuh kehormatan, dan
juga tidak melangkahi para hadirin yang datang sebelumnya, namun duduk di tenpat yang ia
dapatkan.86[118]
Kesembilan, tidak malu untuk menanyankan hal-hal yang belum di mengerti dengan
penuh kelembutan dan kesopan santunan, di katakan : barang siapa yang malu untuk
bertanya, maka kebodohannya akan tampak ketika berkumpul dengan orang lain.87[119]
Kesepuluh, membudayakan antri dalam mengambil jatah maju di hadapan guru, tidak
Kesebelas, duduk di hadapan guru dengan penuh adap, dan tidak membaca sebelum
mendapatkan intruksi atau izin untuk membaca. Ketika membaca, hendaklah di awali dengan
keadaan sia-sia, tidak beranjak ke Bab setelahnya sebelum memahami sebelumnya dan tidak
pindah dari satu daerah kedaerah lain tanpa ada alasan yang dibenarkan, karena hal itu akan
27
ilmu dan memalingkan diri dari segala hal yang menyibukkan serta rasa kawatir. Begitupula
tiak bersikap sombong dan ujub dengan kepandaian yang dimiliki, memulyakan mereka
dengan tegur sapa, menjalin cinta dan kebersamaan dalam agama, memaafkan kesalahan
Dari kutipan di atas tentang landasan moral belajar, bahwa KH,HASYIM ASYARI
4. Bersikap qonaah
tubuh
2. Memilih guru yang memiliki keluasan ilmu syariat, thariqoh, dan hakikat.
28
7. Meminta izin sebelum memasuki majlis guru
C. Bentuk nilai moral elajar terhadap terhadap pelajaran dan interaksinya dengan guru, teman,
meliputi :
2. Melandasi ilmunya dengan Al-Quran, Al-Hadis, serta ilmu-ilmu yang terkait dengannya.
Seperti halnya dalam pembahasan landasan moral belajar, KH. Hasyim Asyari dalam
kitabnya Adab al-Alim-wa al-Mutaalim tentang landasan moral mengajar juga membaginya
29
a. Bentuk nilai moral pengajar terhadap dirinya sendiri
Dalam kaitannya dengan pembahasan ini KH. Hasyim Asyari dalam adab al-alim
Petama : selalu merasa di awasi oleh Allah diwaktu sepi dan terang-terangan.
Kedua : selalu merasa takut kepada Allah dalam setiap gerak dan diam, ucaapan dan
perbuatan.
Kesembilan : tidak mengagungkan para pencinta dunia dengan datang kepada mereka untuk
Kesepuluh : berahlak dengan zuhut (tidak terbuai dengan dunia) dan membatasinya sedekadar
maupun secara syara umumnya manusia, seperti tukang bekam, menyamak, menukar uang,
dan sejenisnya.95[127]
30
Keduabelas : menjauhi hal-hal yang mengundang persangkaan buruk meski jauh, maka
hendaknya seorang pengajar itu tidak melakukan sesuatu yang bisa merendahkan
hargadirinya atau hal-hal yang secara lahirnya diingkari meski secara batin dibenarkan. 96
[128]
Ketiga belas : selalu manjaga dan melakukan syiar-syiar islam dan hukum-hukum yang
tampak seperti mendirikan solat dimasjid secara jamaah, menyebarkan salam, amar maruf
nahi munkar dengan penuh kesabaran terhadap resiko-resiko dan selalu menyerahkan diri
Keempatbelas : selalu tampil untuk menegakkan sunnah dan mengalahkan bidah, begitu juga
menjaga perkara-perkara agama dan kemaslahatan kaum muslimin dengan cara yang baik
dan benar.98[130]
Kelimabelas : menjaga hal-hal yang dianjurkan oleh syara baik yang bersifat qauli maupun
fili seperti membaca Quran, dzikir, kepada Allah dan juga yang berbentuk doa-doa
ataupun wirid-wirid malam dan siang memperbanyak membaca sholawat kepada Nabi
31
Keenambelas : berinteraksi dengan manusia dengan ahlak yang mulia wajah yang berseri,
Ketujuhbelas : membersihkan batin dan lahirnya dari ahlak-ahlak tercela seperti berprasangka
buruk dengki, pemarah, takabur, riya, ujub, suka memperdengarkan kebaikkannya keada
orang lain dan lain sebagainya, setelah itu meramaikannya dengan ahalak-ahalak terpuji. 101
[133]
Kedelapanbelas : selalu semangat untuk menambah ilmu dan amal dengan penuh
Kesembilan belas : tidak malu atau gengsi untuk mencari tahu apa yang belum diketahui
meski dari orang yang dibawahnya secara kedudukan, nasab maupun umur, karean
sesungguhnya hikmah adalah barang temuan orang mukmin yanga akan diambilnya
dimanasaja ia temukan.103[135]
catatan penting ketika memiliki kapasitas tentang itu, karena hal itu sebagaimana dikatakan
oleh syaikh khotib al baghdadi dapat menguatkan hafalan, menajamkan hati dan fikiran,
32
memperjelas keterangan serta pahala yang besar dan akan selalu ada sampai akhir zaman.104
[136]
Dalam pembahasan ini KH. Hasyim asyari dalam kitabnya adab al-amir wa al-
mutaalim mengemukakan secara panjang lebar tentang nilai moral pengajar terhadap
pelajaran ini, mulai dari awal keberangkatan hingga akhir pembelajaran. Yaitu sebagai berikut
Ketika seorang alim hendak menghadiri majlis elajarannya, hendaklah dia bersuci
dari hadats dan najis, membersihkan dirinya,memakai wangi-wangian, serta berpakaian yang
baik dan layak. Kesemuanya itu di niatkan untuk mengagungkan ilmu dan menghormati
syariat , serta meniatkan mengajar hanya untuk taqorrup kepada allah, menyebarkan ilmu,
Setelah itu, ketika hendak keluar rumah lalu berdoa sebagaimana yang di ajarkan
Artinya : ya allah, aku menta perlindumgan padamu dari menyesatkan atau di sesatkan,terpeleset atau di
pelesetkan, berbuat dholim atau di dholimi, bodoh atau di bodohi, sungguh mulia
tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan allah. Ya allah, tetapkan hatiku, dan
33
Setelah itu ketika sampai di tempat, hendaklah memberi salam keada hadirin, dan
tubuhnya dari gerakan-gerakan yang tidak di perlukan. Selanjutnya, seorang alim memulai
dirinya,hadirin dan seluruh umat islam. Lalu membaca taawudz, basmalah fan hamdallah,
serta besholawat keada nabi dan para keluarga, dan para shohabat-shohabat beliau.
Adapun ketika mata pelajarannya itu bermacam-macam, maka hendaklah di mulai dari
pelajaran yang paling mulia, dan lebih penting. Yaitu memulainya dari pelajaran tafsir al-
quran, hadits nabi, ushuluddin, ushul fiqh, kitab-kitab madzhab, nahwu shorof dengan
berurutan. Dan mengakhiri dengan kitab-kitab tentang pembersihan hati. Dalam penyampaian
hendaklah tidak terlalu panjang yang membosankan, tidak perlu terlalu ringkas, namun di
Selanjutnya bagi pelajar hendaklah tidakl mengeraskan suaranya lebih dari kebutuhan,
dan tidak pula memelankannya hingga tidak terdengar oleh para hadirin, agar mereka semua
bisa menyimaknya. Dan juga menjaga dan mengkondisikan majlis dari kegaduhan, dan
setelah tampak kebenaran dan memahamkan mereka bahwa tujuan utamanya adalah
Dan ketika pengajar di tanya tentang apa yang tidak di ketahui maka katakanlah saya
tidah tahu, karna ucapan itu adalah bagian dari ilmu. Dan setahuilah bahwa ucapan saya
tidak tahu tidak akan mengurangi derakat seorang alim ketika di tanya sebagaimana
disangka oleh orang-orang bodoh. Bahkan sesungguhnya ucapan itu menunjukkan akan
keluasan pengetahuannya dan kekuatan agamanya, serta ketakutannya kepada allah dari
34
Dan di akhir pengajarannya hendaklah mengucapkan kata wallahhu alam, karena
ucapan itu menunjukkan pada ketulusan mengingit allah, sebagaimana di awal pelajaran
terdahulu mengucapkan basmallah, agar di awal dan diakhir pelajaran syarat dengan muatan
dzikir kepada allah. Dan setelah semuanya selesai hendaklah di akhiri dengan membaca doa
Artinya : maha suci engkau ya allah, segala puji bagimu. Saya bersaksi bahwa tiada
tuhan selain engkau , saya mohon amun serta bertaubat kepada engkau.105[137]
Ada empat belas nilai moral pengajar terhadap murid-muridnya yang dicantumkan
Pertama, melaksanakan pengajaran dan binbingan dengan niat hanya karena Allah
SWT, menyebarkan ilmu, ikut menyemarakkan syariat dan ikut menampakkan kebenaran
Kedua, selalu member mereka bimbingan meski niat mereka belum lurus. Karena
keikhlasan niat dalam belajar dari mereka yang masih pertama belajar tidaklah mudah. 107
[139]
sesuatu keburukan yang akan menimpa murid-muridnya sama dengan ia membenci suatu
35
Keempat, memberikan kemudahan pada mereka dalam penyampaian materi berbicara
makna-makan yang mudah dicerna serta memberikan pemahaman bagi mereka yang belum
faham.110[142]
Ketujuh, memberi arahan keapada anak didik agar tidak mempelajari suatu ilmu yang
Kedelapan, tidak menampakkan rasa pilih kasih terhadap mereka dalam mencintai
maupun dalam memberikan perhatian terhadap mereka, karena hal itu akan membuat
mereka.113[145]
Kesembilan, menyayangi mereka dan menyebut mereka dengan baik dan penuh
pujian dan hendaknya seorang pengajar harus mengenal mereka, baik nama, nasab, tempat
tinggal mereka serta selalu mendoakan mereka dengan kebaikan. Begitu pula seorang
pengajar harus selalu mengawasi tingkah laku murid-muridnya, baik dari sisi adab,
36
Kesepuluh selalu membimbing mereka dalam interaksinya dengan teman-teman yang
lain, seperti membiasakan salam, berkomunikasi dengan baik, saling mengasihi, dan saling
anak didik dan menolong mereka sesuai dengan kemampuan guru, karean sesungguhnya
Allah selalu menolong orang hambanya selama hamba itu mau menolong saudaranya.116[148]
Keduabelas, menanyakan kepada mereka ketika tidak hadir dalam majlis ilmu, serta
mencari tahu alas an ketidak hadirannya, dan tidak ketika salah seorang dari mereka sakit
maka hendaklah seorang guru itu menjenguknyabegitu pula ketika mereka dalam kesulitan
Ketiga belas, bersikap rendah diri kepada anak didik dan setiap orang yang
membutuhkan petunjuk darinya serta selalu bersikap sopan santun kepada mereka, karena
mengagungkan mereka, memanggil mereka dengan panggilan yang baik, menyambut mereka
dengan hangat serta wajah yang berseri penuh kasih saying karena secara umum mereka
37
Dari keterangan kutipan diatas tentang landasan moral mengajar, KH. Hasyim Asyari
dalam kitabnya adab al Alim wa al mutaalim membaginya kedalam 3 point dasar dengan
38
13. Bersikap tawadhu.
14. Berkomunikasi dengan mereka secara baik dan sopan.
Pada dasarnya tujuan landasan moral adalah upaya penanaman dan bimbingan kepada
setiap guru dan murid agar dalam proses kegiatan belajar mengajar tercapai suatu
Adapun tujuan dari landasan moral dalam belajar mengajar itu sendiri, menurut KH.
a. Sebagian ulama berkata bahwa tauhid itu akan manumbuhkan iman dan barangsiapa yang
tidak mamiliki iman, maka dia juga tidak bertauhid. Begitu pula iman akan memunculkan
syariat, maka barang siapa yang tidak bersyariat maka dia tidak akan beriaman. Sedangakan
syariat juga akan menumbuhkan adab (nilai moral), maka barang siapa yang tidak beradab
maka sama dengan tidak memiliki syariat, iman dan tauhid pada dirinya.
39
b. Ini adalah Nash yang sangat jelas dan ucapan yang sangat gamblang dan menguatkan
ketinggian posisi adab, dan menjelaskan bahwa sesungguhnya semua amal-amal yang
bersifat agamis, baik sebangsa hatiatau badan, ucapan maupun perbuatan itu tidak akan
dianggap sama sekali tanpa dihiasi dengan kebaikan-kebaikan moral, sifat-sifat terpuji dan
Berdasarkan pengertian diatas tentang tujuan landasan moral dalam belajar mengajar
a. Agar mendapatkan ridho dari Allah dengan kesemupurnaan menjalankan tauhid, iman, dan
syariat.
b. Sebagai bukti bahwa pemiliknya adalah orang-orang yang telah mencapai tingkatan tauhid,
c. Meningkatkan kualitas amal manusia, bahwa amal apapun bentuk dan caranya tidak akan
dianggap bila tidak di landasi dengan nilai moral yang baik dan sifat-sifat yang mulia.
d. Agar amal yang kita lakukan benar-benar diterima di sisi Allah SWT.
e. Dengan nilai yang bermuara pada ahlakul karimah agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat
f. Agar terbiasa dengan nilai-nilai Moralyang bermuara pada ahlak. Mengamalkannya dengan
40
DAFTAR PUSTAKA
Al-Zarnuji. 2005. Talim al-Mutaallim Thuruq al-Taallum, terj. Abu Shofia dan
Grafindo Persada
Syaibani al, Omar Mohammad al-Taumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam, terj.
41