Anda di halaman 1dari 7

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT AL-GHAZALI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bersamaan dengan perputaran dunia, modernisasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dari
hari ke hari semakin berkembang, akhir-akhir ini kita melihat banyak generasi Islam yang sudah
tidak mengenal para tokoh Islam yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan dunia pendidikan.
Mereka kadang meremehkan dengan mengatakan, ”Di mana tokoh Islam”? Hal ini terjadi karena
mereka kurang mengenal terhadap beberapa tokoh Islam yang berhasil mencetak generasi yang
tidak kalah hebat dengan tokoh pendidikan non-Muslim dalam mencetak generasi berakhlak al-
karimah, disiplin, terhormat, serta bermanfaat untuk kepentingan agama, nusa, dan bangsa.
Dengan berpandangan pada beberapa hal tersebut, mengenal para tokoh pendidikan Islam
merupakan salah satu langkah yang seharusnya dilakukan, dimiliki, dihayati dan harus menjadi
kebanggaan untuk selalu mengangkat harkat dan martabatnya serta mensosialisasikan dikalangan
umum. Dengan begitu generasi penerus Islam bisa berbangga hati bahwa mereka mempuyai tokoh
yang pantas untuk dijunjung tinggi sebagai pelita penerang yang melahirkan konsep, teori, dan
fatwa yang dijadiakn referensi generasi berikutnya dalam kehidupan berbangsa dan beragama.Al-
Ghazali merupakan salah satu tokoh Muslim yang pemikirannya sangat luas dan mendalam dalam
berbagai hal diantaranya dalam masalah pendidikan. Pada hakikatnya usaha pendidikan menurut
Al-Ghazali adalah dengan mengutamakan beberapa hal terkait yang diwujudkan secara utuh dan
terpadu karena konsep pendidikan yang dikembangkannya berawal dari kandungan ajaran dan
tradisi Islam yang menjunjung berprinsip pendidikan manusia seutuhnya. Di zaman yang modern
ini sangat relevan untuk mengetahui konsep pendidikan dari tokoh Muslim terkemuka ini,
pembahasan makalah ini di dalamnya akan membahas siapa sesungguhnya Al-Ghazali dan
bagaimana konsep pendidikan menurutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Riwayat Hidup Al-Ghazali
2. Karya-karya Al-Ghazali
3. Konsep Pendidikan Islam menurut Al-Ghazali
4. Analisis Wacana Tentang Pemikiran al-Ghazali dalam Dunia Pendidikan

PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Al-Ghazali


Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-
Ghazali Ath-Thusi An-Naysaburi. Ia dilahirkan di Thus, sebuah Kota di Khurasan Persia pada
tahun 450 H. atau 1058 M. Ayahnya seorang pemintal wool. Al-Ghazali mempunyai seorang
saudara, ketika akan meninggal ayahnya berpesan kepada seorang sahabat setia agar kedua
putranya diasuh dan disempurnakan pendidikannya. Sahabat tersebut segera melaksanakan wasiat
ayah Al-Ghazali dengan mendidik dan menyekolahkan keduanya. Setelah harta pusaka
peninggalan ayah mereka habis, keduanya dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampunya.
Imam Al-Ghazali sejak kecil dikenal sebagai seorang anak pencinta ilmu pengetahuan dan pencari
kebenaran yang hakiki, sekalipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa nestapa dan sengsara. Di
masa kanak-kanak, Imam Al-Ghazali belajar kepada Ahmad bin Muhammad Ar-Raziqani di Thus
kemudian belajar kepada Abi Nasr Al-Ismaili di Jurjani dan akhirnya ia kembali ke Thus.
Setelah itu Imam Ghazali pindah ke Naysaburi untuk belajar kepada seorang ahli agama
kenamaan di masanya, yaitu Al-Juwaini yang bergelar Imam Haramain; darinya Al-Ghazali
belajar ilmu kalam, ilmu ushul, dan ilmu agama lainnya. Imam Al-Ghazali memang orang cerdas
dan sanggup mendebat segala sesuatu yang tidak sesuai dengan penalaran yang jernih, sehingga
Imam Juwaini memberi predikat sebagai orang yang memiliki ilmu sangat luas bagaikan “laut
dalam nan menenggelamkan”.
Keikutsertaan Al-Ghazali dalam suatu diskusi bersama sekelompok ulama dan intelektual
di hadapan Nidzam Al-Mulk membawa keuntungan besar baginya. Nidzam Al-Mulk berjanji akan
mengangkat Al-Ghazali sebagai guru besar di Universitas yang didirikannya di Baghdad pada
tahun 484 atau 1091 M. Setelah empat tahun di universitas tersebut, ia memutuskan untuk berhenti
mengajar dan meninggalkan Baghdad. Setelah itu ia pergi ke Syam, hidup dalam Jami Umawi
dengan kehidupan total dipenuhi ibadah, dilanjutkan ke padang pasir untuk meninggalkan
kemewahan hidup dan mendalami agama.
Dari sana, ia kembali ke Baghdad untuk kembali mengajar. Selain mengajar, ia juga rajin
menulis buku atau kitab. Kitab pertama yang dikarangnya adalah ”Al-Munqidz min al-Dhalal”.
Setelah sepuluh tahun di Baghdad, ia pergi ke Naysaburi dan sibuk mengajar di sana. Dalam waktu
yang tidak lama setelah itu beliau meninggal di Thus kota kelahiranya pada hari Senin tanggal 14
Jumadil Akhir 505 H. atau 1111 M.

B. Karya-karya Al-Ghazali
Al-Ghazali banyak mengarang buku dalam berbagai disiplin ilmu. Karangan-karangannya
meliputi Fikih, Ushul Fikih, Ilmu Kalam, Teologi Kaum Salaf, bantahan terhadap kaum Batiniah,
Ilmu Debat, Filsafat dan khususnya yang menjelaskan tentang maksud filsafat serta bantahan
terhadap kaum filosof, logika, tasawuf, akhlak dan psikologi.
Kitab terbesar karya Al-Ghazali yaitu Ihya ‘Ulumuddin (Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama),
karangannya ini beberapa tahun dipelajari secara seksama di antara Syam, Yerussalem, Hajaz, dan
Thus. Karyanya berisi paduan yang indah antara fikih, tasawuf dan filsafat; bukan saja terkenal di
kalangan kaum Muslimin tetapi juga di kalangan dunia Barat.
Karya-karya Al-Ghozali ada yang membaginya sebagai berikut:
a. Di Bidang filsafat
- Maqasid al-Falasifah
- Tafahut al-Falasifah
- Al-Ma’rif al-‘Aqliyah
b. Di Bidang Agama
- Ihya ‘Ulumuddin
- Al-Munqidz min al-Dhalal
- Minhaj al-Abidin
c. Di Bidang Akhlak Tasawuf
- Mizan al-Amal
- Kitab al-Arbain
- Mishkat al-anwar
- Al-Adab fi al-Din
- Ar-Risalah al-Laduniyah
d. Di Bidang Kenegaraan
- Mustazhiri
- Sirr al-Alamin
- Nasihat al-Muluk
- Suluk al-Sulthanah

C. Konsep Pendidikan Islam menurut Al-Ghazali


Konsep pendidikan Al-Ghazali dapat diketahui dengan cara memahami pemikirannya
berkenaan dengan berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu: tujuan, kurikulum,
etika guru, dan etika murid, metode.
1. Tujuan Pendidikan menurut Al-Ghazali
Seorang guru dapat merumuskan suatu tujuan kegiatan dengan baik, jika ia memahami
benar filsafat yang mendasarinya. Rumusan selanjutnya akan menentukan aspek kurikulum,
metode, dan lainnya. Dari hasil studi terhadap pemikiran Al-Ghazali dapat diketahui dengan jelas
bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai melalui pendidikan ada dua, pertama: tercapainya
kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah SWT; kedua,
kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Karena itu, beliau bercita-cita mengajarkan manusia agar mereka sampai pada sasaran yang
merupakan tujuan akhir dan maksud dari pendidikan. Tujuan itu tampak bernuansa religius dan
moral, tanpa mengabaikan masalah duniawi. Akan tetapi, di samping bercorak agamis yang
merupakan ciri spesifik pendidikan Islam dengan mengutamakan pada sisi keruhanian.
Kecenderungan tersebut sejalan dengan filsafat Al-Ghazali yang bercorak tasawuf. Maka tidak
salah bila sasaran pendidikan adalah kesempurnaan insani dunia dan akhirat. Manusia akan sampai
pada tingkat ini hanya dengan menguasai sifat keutamaam melalui jalur ilmu. Keutamaan itu yang
akan membuat bahagia di dunia dan mendekatkan kepada Allah SWT sehingga bahagia di akhirat
kelak. Oleh karena itu, menguasai ilmu bagi beliau termasuk tujuan pendidikan, mengingat
kandungan nilai serta kenikmatan yang diperoleh manusia darinya.
Dari hasil studi pemikiran Al-Ghazali dapat diketahui dengan jelas bahwa tujuan akhir yang
ingin dicapai melalui kegiatan pendidikan adalah: Pertama, tercapainya kesempurnaan insani yang
bermuara pada pendekatan diri kepada Allah. dan kedua, kesempurnaan insani yang bermuara
pada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena itu, ia bercita-cita mengajarkan manusia agar
mereka sampai pada sasaran-sasaran pendidikan yang merupakan tujuan akhir dan maksud dari
tujuan itu. Sasaran pendidikan menurut Al-Ghazali adalah kesempurnaan insani di dunia dan
akhirat. Manusia akan sampai kepada tingkat kesempurnaan hanya dengan menguasai sifat
keutamaan jalur ilmu dan menguasai ilmu adalah bagian dari tujuan pendidikan.
2. Kurikulum Pendidikan menurut Al-Ghazali
Kurikulum yang dimaksud adalah kurikulum dalam arti sempit, yaitu seperanngkat ilmu
yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik. Pendapat Al-Ghazali terhadap kurikulum dapat
dilihat dari pandangannya mengenai ilmu pengetahuan yang dibaginya dalam beberapa sudut
pandang.
Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:
Ø Ilmu tercela yaitu ilmu yang tidak ada manfaatnya baik di dunia maupun di akhirat, seperti ilmu
nujum, sihir, dan ilmu perdukunan. Bila ilmu ini dipelajari akan membawa mudharat bagi yang
memilikinya maupun orang lain dan akan meragukan keberadaan Allah SWT.
Ø Ilmu terpuji misalnya ilmu tauhid dan ilmu agama. Bila ilmu ini dipelajari akan membawa orang
kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada
Allah SWT.
Ø Ilmu terpuji pada taraf tertentu dan tidak boleh didalami karena dapat mengakibatkan goncangan
iman, seperti ilmu filsafat.
Dari ketiga kelompok ilmu tersebut, Al-Ghazali membagi lagi menjadi dua bagian yang dilihat
dari kepentingannya, yaitu:
Ø Ilmu fardhu (wajib) yang harus diketahui oleh semua orang Muslim, yaitu ilmu agama.
Ø Ilmu fardhu kifayah yang dipelajari oleh sebagian Muslim untuk memudahkan urusan duniawi,
seperti : ilmu hitung, kedokteran, teknik, ilmu pertanian dan industri.
3. Pendidik menurut Al-Ghazali
Dalam suatu proses pendidikan adanya pendidik merupakan suatu keharusan. Pendidik
sangat berjasa dan berperan dalam suatu proses pendidikan dan pembelajaran sehingga Al-Ghazali
merumuskan sifat-sifat yang harus dimiliki pendidik diantaranya guru harus cerdas, sempurna
akal, dan baik akhlaknya; dengan kesempurnaan akal seorang guru dapat memiliki ilmu
pengetahuan secara mendalam dan dengan akhlak yang baik dia dapat memberi contoh dan teladan
bagi muridnya.
Menurut Al-Ghazali, guru yang dapat diserahi tugas mengajar selain harus cerdas dan
sempurna akalnya juga baik akhlak dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia dapat
memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dengan akhlaknya dapat menjadi contoh
dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya guru dapat melaksanakan tugas
mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.
Selain sifat-sifat umum di atas pendidik kendaknya juga memiliki sifat-sifat khusus dan tugas-
tugas tertentu diantaranya:
Ø Sifat kasih sayang.
Ø Mengajar dengan ikhlas dan tidak mengharapkan upah dari muridnya.
Ø Menggunakan bahasa yang halus ketika mengajar.
Ø Mengarahkan murid pada sesuatu yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan siswa.
Ø Menghargai pendapat dan kemampuan orang lain.
Ø Mengetahui dan menghargai perbedaan potensi yang dimiliki murid.
4. Peserta Didik Menurut Al-Ghazali
Dalam kaitannya dengan peserta didik, lebih lanjut Al-Ghazali menjelaskan bahwa mereka
merupakan hamba Allah yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk beriman kepada-Nya. Fitrah
itu sengaja disiapkan oleh Allah sesuai dengan kejadian manusia, cocok dengan tabiat dasarnya
yang memang cenderung kepada agama Islam.
Ketika menjelaskan makna pendidikan kepada umat, Al-Ghazali membagi manusia menjadi
tiga golongan yang sekaligus menunjukkan keharusan menggunakan metode dan pendekatan yang
berbeda pula, yaitu:
Ø Kaum awam, yaitu orang yang cara berfikirnya sederhana sekali. Dengan cara berfikir tersebut
mereka tidak dapat mengembangkan hakikat-hakikat. Mereka mempunyai sifat lekas percaya dan
menurut. Golongan ini harus dihadapi dengan sikap memberi nasehat dan petunjuk.
Ø Kaum pilihan, yaitu orang yang akalnya tajam dengan cara berfikir yang mendalam. Kepada kaum
pilihan tersebut harus dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmat-hikmat.
Ø Kaum pendebat (ahl al jidal), harus dihadapi dengan sikap mematahkan argumen-argumen mereka.
Menurut Al-Ghazali, ketika menuntut ilmu peserta didik memiliki tugas dan kewajiban, yaitu:
Ø Mendahulukan kesucian jiwa.
Ø Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan.
Ø Jangan menyombongkan ilmunya apalagi menentang guru.
Ø Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan.
Dengan tugas dan kewajiban tersebut diharapkan seorang peserta didik mampu untuk menyerap
ilmu pengetahuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
5. Metode Pendidikan Menurut Al-Ghazali
Perhatian Al-Ghazali terhadap metode pengajaran lebih dikhususkan bagi pengajaran
pendidikan agama untuk anak-anak. Untuk ini ia telah mencontohkan suatu metode keteladanan
bagi mental anak-anak, pembinaan budi pekerti, dan penanaman sifat-sifat keutamaan pada diri
mereka. Metode pengajaran menurut Al-Ghazali dapat dibagi menjadi dua bagian antara
pendidikan agama dan pendidikan akhlak.
Metode pendidikan agama menurut Al-Ghazali pada prinsipnya dimulai dengan hapalan dan
pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan
dalil-dalil dan keterengan-keterangan yang menguatkan akidah.
Al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan agama harus mulai diajarkan kepada anak-anak
sedini mungkin. Sebab dalam tahun-tahun tersebut, seorang anak mempunyai persiapan menerima
kepercayaan agama semata-mata dengan mengimankan saja dan tidak dituntut untuk mencari
dalilnya. Sementara itu berkaitan dengan pendidikan akhlak, pengajaran harus mengarah kepada
pembentukan akhlak yang mulia. Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah suatu sikap yang
mengakar di dalam jiwa yang akan melahirkan berbagai perbuatan baik dengan mudah dan
gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan.
Selanjutnya, prinsip metodologi pendidikan modern selalu menunjukan aspek ganda. Suatu
aspek menunjukan proses anak belajar dan aspek lainnya menunjukan aspek guru mengajar dan
mendidik.
a). Asas-asas metode belajar
Ø Memusatkan perhatian sepenuhnya.
Ø Mengetahui tujuan ilmu pengetahuan yang akan dipelajari.
Ø Mempelajari ilmu pengetahuan dari yang sederhana menuju yang komplek.
Ø Mempelajari ilmu pengetahuan dengan sistematika pembahasan.
b). Asas-asas metode mengajar
Ø Memperhatikan tingkat daya pikir anak.
Ø Menerangkan pelajaran dengan cara yang sejelas-jelasnya.
Ø Mengajarkan ilmu pengetahuan dari yang konkrit kepada yang abstrak.
Ø Mengajarkan ilmu pengetahuan dengan berangsur-angsur.
c). Asas metode mendidik
Ø Memberikan latihan-latihan.
Ø Memberikan pengertian dan nasihat-a.
Ø Melindungi anak dari pergaulan yang buruk.

D. Analisis Wacana Tentang Pemikiran al-Ghazali dalam Dunia Pendidikan


Hal ini dapat dipahami dari satu segi tujuan diciptakannya manusia ialah manusia
berpotensi untuk menjadi khalifah fi al-ardi. Potensi tersebut akan bermanfaat hanya jika digali
melalui pendidikan karena itulah pendidikan merupakan usaha penggalian dan pengemangan fitrah
manusia.
Akan tetapi, munculnya filsafat pragmatisme yang mendapat inspirasi dari John Dewey,
telah mengubah arah orientasi pendidikan. Filsafat pragmatisme telah mengabaikan konsep-
konsep kebenaran dan menggantinya dengan kegunaan, dan pengaruh itu berjalan terus, akhirnya
terwujudlah manusia-manusia yang menghancurkan konsep keagungan dan kemuliaan diri
manusia itu sendiri. Penggantian konsep tersebut mengharuskan kita untuk mengubah sistem
pendidikan yang ada sekarang, yang menyangkut dasar, tujuan, materi, kualifikasi, sistem evaluasi
pendidikan dan lain-lain sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.
Tidak ada jalan lain untuk mengatasi dunia pendidikan semacam itu kecuali kembali
kepada dan menerapkan sistem pendidikan yang memperhatikan fitrah manusia secara utuh, yakni
sistem pendidikan Islam. Selanjutnya, terhadap tantangan-tantangn yang sedang dihadapi dunia
pendidikan dewasa ini, ternyata konsep pendidikan al-Ghazali mampu menjawabnya. Bukti
kongkritnya adalah Ihya’.
Tampilnya pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan dalam dunia pendidikan dewasa ini
adalah karena aktualitas konsepnya, kejelasan orientasi sistemnya, dan secara umum karena
pemikirannya yang sesuai dengan sosio kultural. Penampilannya dalam dunia pendidikan
merupakan usaha pengubahan eksistensi muslim yang saat ini telah rusak hubungannya dengan
sejarah masa lampaunya. Juga, sumbangsihnya terhadap pendidikan Islam untuk mempelajari
warisan para leluhurnya yang telah dihalangi oleh barat.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Menurut Al-Ghazali, pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Ghazali menggabungkan antara
kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Tentang kurikulum pendidikan Islam, Al-
Ghazali mengatakan bahwa Al-Quran beserta kandungannya berisikan pokok-pokok ilmu
pengetahuan. Isinya sangat bermanfaat bagi kehidupan, membersihkan jiwa, memperindah akhlak,
dan mendekatkan diri kepada Allah.
Tujuan pendidikan Islam dalam pandangan Al-Ghazali hanyalah untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Adapun tujuan utama dari penggunaan metode dalam pendidikan harus diselaraskan
dengan tingkat usia, kecerdasan, bakat dan pembawaan anak dan tujuannya tidak lepas dari nilai
manfaat. Tentang pendidik, Al-Ghazali menekankan bahwa seorang pendidik harus memiliki
norma-norma yang baik, khususnya norma akhlak. Karena pendidik merupakan contoh bagi anak
didiknya.Dalam kaitannya dengan peserta didik, Al-Ghazali menjelaskan bahwa mereka
merupakan hamba Allah yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk beriman kepada-Nya. Fitrah
itu sengaja disiapkan oleh Allah sesuai dengan kejadian manusia, cocok dengan tabiat dasarnya
yang memang cenderung kepada agama Islam.

A. Daftar Pustaka

1. Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, Yogyakarta: Islamika, 2003.


2. Al-Ghazali, Mutiara Ihya` Ulumuddin. Terj Iwan Kurniawan. Mizan: Bandung. 2001
3. Arifin M., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
4. Fathiyah Hasan Sulaiman. Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta: Guna Aksara, 1986.
5. Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
6. Nata, Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan
Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003
7. Ramayulis dan Nizar, Samsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Ciputat: PT Ciputat Press
group, 2005
8. Zainuddin dkk., Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara,1991.

Anda mungkin juga menyukai