Anda di halaman 1dari 4

Aturan Menulis Katakana - Suara pendek (sei on : ) Untuk suara pendek dan kata-kata

biasa ditulis tetap sesuai suku kata. Contoh Pen (pen) : (pe-n) Basu (bus) : (ba-su)
Hoteru (hotel) : (ho-te-ru) - Suara Panjang (Chou on : ) Untuk suara panjang (vokal
panjang) dalam katakana ditulis dengan tanda "-" atau disebut "onbiki" () Contoh
Guruupu (group) : Koohii (coffee) : hanbaagaa (hamburger) :
- Suara Konsonan Kembar (Soku on : ) Untuk konsonan kembar penulisannya seperti
aturan pada hiragana, yaitu dengan mengganti konsonan kembar yang pertama dengan huruf "tsu
/ " (huruf tsu dari katakana) namun ditulis lebih kecil dari huruf biasa. Contoh Chiketto
(ticket) : Koppu (c0p) : Burakku (black) : Kata-kata seperti berikut
juga berlaku aturan diatas Matchi (match) : Sandoitchi (sandwich) :

Create your online Shop: http://bit.ly/123sell

Lafal Jepang Bahasa Jepang mempunyai 5 huruf vokal yaitu /a/, /i/, //, /e/, dan /o/. Lafaz vokal
bahasa Jepang mirip bahasa Indonesia. Contohnya: /a/ seperti "bapa" /i/ seperti "ibu" /u/
seperti "urut" /e/ seperti "esok" /o/ seperti "obor" Tulisan bahasa Jepang Tulisan bahasa
Jepang berasal dari tulisan bahasa China (/kanji) yang diperkenalkan pada abad keempat
Masehi. Sebelum ini, orang Jepang tidak mempunyai sistem penulisan sendiri. Tulisan Jepang
terbagi kepada tiga: aksara Kanji () yang berasal dari China aksara Hiragana ()
dan aksara Katakana (); Keduanya berunsur daripada tulisan kanji dan dikembangkan
pada abad kedelapan Masehi oleh rohaniawan Buddha untuk membantu melafazkan karakter-
karakter China. Kedua aksara terakhir ini biasa disebut kana dan keduanya terpengaruhi fonetik
bahasa Sansekerta. Hal ini masih bisa dilihat dalam urutan aksara Kana. Selain itu, ada pula
sistem alihaksara yang disebut romaji. Bahasa Jepang yang kita kenal sekarang ini, ditulis
dengan menggunakan kombinasi aksara Kanji, Hiragana, dan Katakana. Kanji dipakai untuk
menyatakan arti dasar dari kata (baik berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau kata
sandang). Hiragana ditulis sesudah kanji untuk mengubah arti dasar dari kata tersebut, dan
menyesuaikannya dengan peraturan tata bahasa Jepang. Kana Aksara Hiragana dan Katakana
(kana) memiliki urutan seperti dibawah ini, memiliki 46 set huruf masing-masing: A Ka Sa Ta
Na Ha Ma Ya Ra Wa N' I Ki Shi Chi Ni Hi Mi (i) Ri (i) U Ku Su Tsu Nu Hu Mu Yu Ru (u) E Ke
Se Te Ne He Me (e) Re (e) O Ko So To No Ho Mo Yo Ro Wo Keduanya (Hiragana dan
Katakana) tidak memiliki arti apapun, seperti abjad dalam Bahasa Indonesia, hanya
melambangkan suatu bunyi tertentu, meskipun ada juga kata-kata dalam bahasa Jepang yang
terdiri dari satu 'suku kata', seperti me(mata), ki (pohon) ni (dua), dsb. Abjad ini diajarkan pada
tingkat pra-sekolah (TK) di Jepang. Kanji Banyak sekali kanji yang diadaptasi dari Tiongkok,
sehingga menimbulkan banyak kesulitan dalam membacanya. Dai Kanji Jiten adalah kamus
kanji terbesar yang pernah dibuat, dan berisi 30.000 kanji. Kebanyakan kanji sudah punah, hanya
terdapat pada kamus, dan sangat terbatas pemakaiannya, seperti pada penulisan suatu nama
orang. Oleh karena itu Pemerintah Jepang membuat suatu peraturan baru mengenai jumlah
aksara kanji dalam Joyoo Kanji atau kanji sehari-hari yang dibatasi penggunaannya sampai 1945
huruf saja. Aksara kanji melambangkan suatu arti tertentu. Suatu Kanji dapat dibaca secara dua
bacaan, yaitu Onyomi(adaptasi dari cara baca China) dan Kunyomi (cara baca asli Jepang). Satu
kanji bisa memiliki beberapa bacaan Onyomi dan Kunyomi. Tanda baca Dalam kalimat bahasa
Jepang tidak ada spasi yang memisahkan antara kata dan tidak ada spasi yang memisahkan
antara kalimat. Walaupun bukan merupakan tanda baca yang baku, kadang-kadang juga dijumpai
penggunaan tanda tanya dan tanda seru di akhir kalimat. Tanda baca yang dikenal dalam bahasa
Jepang: (/kuten) Fungsinya serupa dengan tanda baca titik yakni untuk mengakhiri
kalimat. (/toten) Fungsinya hampir serupa dengan tanda baca koma yakni untuk
memisahkan bagian-bagian yang penting dalam kalimat agar lebih mudah dibaca. Angka dan
Sistem Penghitungan Bangsa Jepang pada jaman dahulu (dan dalam jumlah yang cukup terbatas
pada jaman sekarang) menggunakan angka-angka Tionghoa, yang lalu dibawa ke Korea dan
sampai ke Jepang. Berikut adalah angka-angka mereka dari 0 sampai 10,100,1000 dan 10 000:

"rei,ichi,ni,san,shi/yon,go,roku,shichi/nana,hachi,kyuu/ku,jyuu,hyaku,sen,man" Setelah
Kekaisaran Jepang mulai dipengaruhi oleh Eropa, angka-angka Arab/Latin mulai digunakan
secara besar-besaran, dan hampir mengganti sepenuhnya kegunaan angka Tionghoa ini. Dalam
pengunaannya di Bahasa Jepang, dan untungnya juga agak mirip di bahasa Indonesia, angka-
angka ini tidak bisa digunakan seperti itu saja untuk menyatakan sebuah jumlah dari sebuah
barang, waktu dan sebagainya. Pertama-tama jenis barangnya harus dipertimbangkan, lalu
ukurannya, dan akhirnya jumlahnya. Cara berhitung untuk waktu dan tanggal pun berbeda-beda,
maka satu hal yang harus dilakukan adalah menghafalkan cara angka-angka ini bergabung
dengan satuannya. 1. BARANG cara menghitung barang dilihat dari bentuk dan ukurannya 1.1.
Barang secara umum (sepadan dengan berapa buah) (Kanji , ...) Misal:
(ikutsu?),berapa banyak?: 1 buah (hitotsu) 2 buah (futatsu) 3 (mittsu) 4
(yottsu) 5 (itsutsu) (muttsu) (nanatsu) (yattsu)
(kokonotsu) (too). digunakan untuk menghitung jumlah buah, dan barang barang yang
"umum"/ biasa, tidak termasuk kategori yang lainnya. 1.2. Barang Panjang (sepadan dengan
berapa botol,batang,drum,kaleng dll. yang mempunyai bentuk silinder/ tabung) (satuan dalam
kanji , ...) Misal: Berapa banyak? (nanbon?): 1 (ippon) 2
(nihon) 3 (sanbon) 4 (yonhon) 5 (gohon) 6 (roppon) 7
(nanahon) 8 (happon) 9 (kyuuhon) 10 (jyuppon). dapat
dipakai untuk menghitung jumlah pensil, botol, pohon. 1.3. Barang Tipis (sepadan dengan berapa
helai, lapis, lembar) (, ...) Hanya perlu angka biasa ditambahi satuan (mai)
sebagai akhiran, Misal: berapa banyak? ?(nanmai?) 1 lembar (ichimai) ,dst .
Bisa digunakan untuk menghitung jumlah kertas, baju, perangko, dan bahkan pizza! dan beda
tipis lainnya. 1.4. Barang Besar (sepadan dengan berapa buah) (Satuan Kanji ,...)
Hanya perlu angka biasa ditambahi satuan (dai) sebagai akhiran, Misal :Berapa banyak?
? (nandai?) 1 buah (ichidai),dst . Bisa digunakan untuk menghitung jumlah
barang elektronik yang besar, atau barang besar pada umunya, seperti televisi, kulkas, rumah,
mobil dan sebagainya 2. MAKHLUK HIDUP 2.1. Manusia (sepadan dengan berapa orang)
(Satuan tertulis dengan Kanji untuk mengucapkan seorang (hitori), dua
orang (futari) dan seterusnya setelah itu hanya perlu menggunakan angka biasa ditambahi
satuan (nin) Misal: Berapa banyak orang? (nannin?) 3 orang (sannin)
7 orang (shichinin) Tata Bahasa Pola kalimat dalam Bahasa Jepang seperti Bahasa
Inggris, misalnya: akai kuruma red car mobil merah dimana akai adalah merah dan kuruma
adalah mobil Pada prakteknya, kata kerja dalam Bahasa Jepang selalu berada di akhir kalimat,
misalnya: Hon wo yomimasu membaca buku dimana hon adalah buku dan yomimasu adalah
membaca (dari yomu=baca) Pada Bahasa Jepang, tidak selalu disebutkan subyeknya, Walaupun
kata kata tersebut ada, yang terlihat seperti contoh diatas. Bila dimasukkan, akan menjadi seperti
ini: Watashi wa hon wo yomimasu Saya membaca buku Kata Sifat Pengunaan kata sifat di dalam
Bahasa Jepang kadang-kadang dapat memusingkan, namun penjelasan dibawah ini mungkin
cukup untuk memahami sebagian dari rumus-rumus dan hukum-hukum pengunaannya di Bahasa
Jepang yang benar. Di dalam Bahasa Jepang, terdapat tiga buah jenis kata sifat, kata sifat (na)
dan kata sifat (i). jenis kata sifat ketiga/ kata sifat asli sangatlah sedikit jumlahnya. Dua jenis
kata sifat yang paling umum ini dipisah menjadi dua jenis karena PADA UMUMNYA mereka
berakhir dengan huruf hiragana yang sesuai,(i) atau (na) pada bentuk dasarnya, dan apabila
disambung pada suatu kata PASTI AKAN diakhiri dengan hiragana tersebut. Misal-misal (kata-
kata diberi spasi untuk pemudahan pembacaan, dan dalam penulisan hiragana dan kanji) misal
kata sifat (i): / (akarui heya) kamar yang terang misal kata sifat
(na): / (yuumeina yama) gunung yang terkenal Salah satu
perkecualian terdapat di dalam kata-kata seperti (kirei) yang berarti rapih, atau indah
(kanji untuk rapih dan indah adalah berbeda),(benri), mudah dipakai, dan banyak lagi
kata sifat (na) yang nampaknya berakhiran huruf (i). Mereka sebenarnya adalah kata sifat
(na). Kesalahan dalam membedakan jenis kata sifat dapat membuat suatu kalimat menjadi rusak.
Untungnya kebanyakan kata sifat di Bahasa Jepang termasuk ke dalam kategori kata sifat (i).
misal perkecualian kata sifat (na): /
(sakura wa kireina hana desu) Sakura adalah bunga yang indah Warna-warna di dalam Bahasa
Jepang masuk kategori kata sifat (i), karena itu, apabila digunakan akan berakhir dengan
huruf (i). Pada pemakaiannya pun 2 jenis kata sifat ini akan menjadi sangat berbeda, apabila
dimasukkan dalam suatu kata negatif, atau dalam (past tense) akhirannya tidak boleh sama.
Pengunaan dalam bentuk negatifnya Misal kata sifat (i)negatif : akhiran (kunai)
menggantikan huruf (i) di kata sifat awal. Misal : Kata awal (muzukashii),sulit.
Bentuk negatif (muzukashikunai),tidaklah sulit. Pengunaan :
/ (nihongo wa muzukashikunai desu) Bahasa Jepang
tidaklah sulit. Misal kata sifat (na) negatif: akhiran (dewa arimasen)
ditambahkan setelah kata sifat awal dimasukkan. Misal : Kata awal (shizuka),sepi.
Awal+bentuk negatif (shizuka dewa arimasen), tidaklah sepi.
Pengunaan : (ano koen ha shizuka dewa arimasen)
taman itu tidaklah sepi. Pengunaan dalam (past tense) Misal kata sifat (i) bentuk (past tense):
akhiran (katta) menggantikan huruf (i) di kata sifat awal. Misal kata sifat (i) past
tense DAN negatif: akhiran menggantikan huruf (i) di kata sifat awal. Pengunaan
1: /(gakkoo ha tanoshikatta
desu),"sekolah telah dinikmati",terjemahan tidak langsung:saya telah berbahagia di sekolah saya
Penggunaan 2: / (omatsuri ha
yokunakatta desu), hari rayanya (yang telah berlalu) tidak berjalan baik Penggunaan 3:
/(heya wa kirei dewa
arimasendeshita),kamarnya(yang telah dikunjungi) tidaklah rapih. Bentuk Sopan Seperti dalam
bahasa Jawa, bahasa Jepang memiliki 3 tingkatan: halus, biasa, kasar. Hal ini sering kali dipakai
dalam subyek (orang) nya. Contoh: Saya = Watakushi (halus) Aku = Boku (untuk penutur lelaki)
atau watashi (untuk lelaki dan perempuan) "Gua" = Ore Anda = Anata (halus) Saudara = Kimi
Kau = Omae "Lo" = Temee (diucapkan pada orang yang tidak kita suka, tapi bukan musuh) kau
= Kisama (diucapkan pada musuh) Betuk halus yang seringkali kita dengar, diakhiri oleh
-gozaimasu Bentuk biasa diakhiri dengan -masu atau -desu Bentuk kasar diakhiri dengan bentuk
kamus, juga -da. Biasanya, makin panjang suatu kalimat dalam bahasa Jepang, makin dianggap
sebagai kalimat sopan. Akhiran Nama Banyak sekali akhiran pada Bahasa Jepang, digunakan
untuk menghormati seseorang "menempatkan seseorang pada tempatnya". Digunakan pada akhir
nama seperti Tanaka-san, Takashi-sama, dsb -Sama = Pada orang yang kedudukannya jauh lebih
tinggi dari pembicara. -Dono = Digunakan pada mentri, kepala daerah, bisa juga berarti tuan.
secara literally artinya adalah "istana". PM Jepang dipanggil dengan -Dono -San = paling umum.
Diterjemahkan sebagai Mr./Mrs/Ms. dalam Bahasa Inggris. -Kun = Saudara. Digunakan untuk
antar rekan kerja atau anak kecil (biasanya laki-laki), dsb -Chan = Sayang. Digunakan untuk
panggilan pada anak kecil (perempuan) Selain itu ada yang lain, seperti -tan, -suke, dsb (tidak
umum) Kekera batan bahasa Jepang Para pakar bahasa tidak mengetahui secara pasti
kekerabatan bahasa Jepang dengan bahasa lain. Ada yang menghubungkannya dengan bahasa
Altai, namun ada pula yang menghubungkannya dengan bahasa Austronesia. Selain itu ada pula
kemiripan secara tatabahasa dan dalam susunan kalimat serta secara fonetik dengan bahasa
Korea meski secara kosakata tidaklah begitu mirip. 1 2 3 4 5 Category: Artikel Pelajaran Bahasa
Jepang | Added by: broJEKI (07 October 2009) Views: 54752 | Comments: 21 | Rating: 1.4/5
Total comments: 21 1 2 3 Comments display order:

Create your online Shop: http://bit.ly/123sell

Anda mungkin juga menyukai