Panduan 1
Panduan 1
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan ridho-Nya Panduan Pelayanan Pasien Dengan
Penghalang (Restrain)telah tersusun.
Penggunaan peralatan untuk membatasi gerak dan aktivitas pasien pada
dasarnya bertentangan dengan hak pasien atas kebebasan bergerak.
Namun dokter penanggung jawab pasien (DPJP) diperkenankan untuk
mengambil keputusan untuk melaksanakan pembatasan gerak pasien atas
indikasi medis terhadap pasien tersebut, maupun atas pertimbangan
keselamatan pasien itu sendiri atau pasien lain di sekitarnya.
Panduan ini disusun untuk memberikan gambaran dan acuan dalam
pelaksanaan pemberian pelayanan pasien dengan penghalang (restraint)
untuk membatasi gerak pasien, baik bagi dokter, perawat, maupun tenaga
professional lainnya. Panduan ini akan memberikan gambaran mengenai
hak pasien atas kebebasan bergerak, indikasi dan risiko pelayanan pasien
dengan penghalang, monitoring dan keputusan untuk melepas
penghalang pasien.
Dengan demikian semua tenaga professional pemberi asuhan pasien
dapat melaksanakan pelayanan kesehatan terhadap pasien, khususnya
pasien dengan indikasi menggunakan penghalang secara standar.
Panduan ini sangatlah penting untuk membantu dalam kelancaran
operasional rumah sakit.
Semoga panduan ini dapat bermanfaat bagi rumah sakit dan pihak-
pihak lain yang terkait dengan penyelenggaraan Akreditasi Rumah Sakit.
Dan seperti panduan pelayanan lainnya, evaluasi berkala terhadap
panduan ini harus terus dilakukan sesuai perkembangan program
akreditasi rumah sakit
Akhirnya saran dan koreksi demi perbaikan panduan ini sangat kami
harapkan
1
Terima kasih
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. DEFINISI
B. TUJUAN
A. JENIS RESTRAINT
BAB IV DOKUMENTASI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Penghalang atau Restraint adalah terapi dengan menggunakan alat-
alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien.
Menurut Counsel and Care, UK, 2002) restraint adalah pembatasan
disengaja atas gerakan sukarela atau perilaku seseorang.
Sedangkan menurut terjemahan bebas bahasa Inggris, restraint
adalah menghentikan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
tampaknya ingin dilakukannya.
Prinsip dari tindakan restrain ini adalah melindungi klien dari cedera
fisik dan memberikan lingkungan yang nyaman. Restrain dapat
menyebabkan klien merasa tidak dihargai hak asasinya sebagai
manusia, untuk mencegah perasaan tersebut perawat harus
mengidentifikasi faktor pencetus apakah sesuai dengan indikasi
terapi, dan terapi ini hanya untuk intervensi yang paling akhir
apabila intervensi yang lain gagal mengatasi perilaku agitasi klien.
Kemungkinan mencederai klien dalam proses restrain sangat besar,
sehingga perlu disiapkan jumlah tenaga perawat yang cukup dan
harus terlatih untuk mengendalikan perilaku klien. Perlu juga dibuat
perencanaan pendekatan dengan klien, penggunaan restrain yang
aman dan lingkungan restrain harus bebas dari benda-benda
berbahaya.
Restrain (dalam psikiatrik ) merupakan tindakan menggunakan tali
untuk mengekang dan membatasi gerakan ekstrimitas individu yang
berperilaku diluar kendali yang bertujuan memberikan keamanan
fisik dan psikologis individu.
Alat tersebut meliputi penggunaan manset untuk pergelangan
tangan atau kaki dan kain pengikat. Restrain harus dilakukan pada
kondisi khusus, hal ini merupakan intervensi yang terakhir jika
perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau dikontrol dengan
strategi perilaku maupun modifikasi lingkungan.
1
B. TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan pemasangan tindakan restrain adalah
sebagai berikut:
1. Perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan
lingkungannya.
2. Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
3. Klien yang mengalami gangguan kesadaran
4. Klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman
dan pengendalian diri.
5. Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan
klien untuk istirahat, makan dan minum.
2
BAB II
RUANG LINGKUP
A JENIS RESTRAINT
1. Physical Restraint
Kegiatan pengekangan fisik pasien yang melibatkan satu atau lebih
tenaga kesehatan dengan menahan pasien, memegangi pasien
yang bergerak atau menghentikan pasien yang akan meninggalkan
tempat tidur atau ruang perawatan pasien.
2. Mechanical Restraint
Pengekangan fisik pasien secara mekanis dengan menggunakan
peralatan. Misalnya: sarung tangan (mittens) yang dirancang
khusus pada ruang pelayanan intensif; penggunaan meja yang
berat atau sabut pengaman untuk menahan pasien keluar dari kursi
roda; penggunaan bedrails untuk mencegah pasien orang tua keluar
dari tempat tidur; penggunaan kunci atau keypads
3. Technological Surveillance Restraint
Penggunaan teknologi surveilans seperti bantalan tekanan, televisi
sirkuit tertutup atau pintu alarm, untuk mengingatkan tenaga
kesehatan memantau gerakan mereka atau upaya pasien untuk
mencoba meninggalkan tempat tidur atau ruang perawatan.
Walaupun pasien tersebut tidak mendapatkan perlakuan
pembatasan gerak secara langsung, namun dapat digunakan untuk
memicu pasien menahan diri setiap kali alarm berbunyi ketika
pasien akan meninggalkan ruang perawatan.
4. Chemical Restraint
Penggunaan obat-obatan untuk pembatasan gerak.
5. Psychological Restraint
3
Kegiatan pembatasan gerak pasien dengan berulang kali dan secara
terus menerus memberi tahu pasien untuk tidak melakukan
sesuatu, atau apabila melakukan sesuatu merupakan perbuatan
yang tidak diperbolehkan atau terlalu berbahaya. Hal tersebut
termasuk mengambil alih pilihan atas gaya hidup pasien seperti
mengatakan kepada pasien kapan waktunya tidur dan bangun tidur;
maupun mengambil peralatan individual atau hak milik pribadi,
seperti mengambil alat bantu berjalan, kaca mata, atau pakaian
luar pasien dengan tujuan untuk menghentikan pasien untuk keluar
meninggalkan tempat tidur atau ruang perawatan.
4
A. PRINSIP PEMASANGAN PENGHALANG
1. Pembatasan gerak pasien dengan menggunakan penghalang
(restraint) hanya untuk perlindungan keselamatan dan kepentingan
terbaik bagi pasien dan atau pasien lainnya.
2. Dokter dan atau perawat harus memperhatikan aspek etik-
medikolegal dan memastikan bahwa ada indikasi yang jelas dan
dapat dipertanggungjawabkan atas pemasangan penghalang pada
pasien, mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, kehormatan,
dan kebutuhan fisik serta psikologis pasien.
3. Keputusan pemasangan penghalang harus diambil sebagai pilihan
dan langkah terakhir setelah semua upaya untuk meminimalkan
risiko atas keselamatan pasien dilakukan dan segera dilepaskan
dalam waktu yang sesingkat mungkin setelah kondisi atau risiko
atas keselamatan pasien terlampaui.
4. Tenaga kesehatan yang melaksanakan pemasangan penghalang
harus senantiasa menguasai prinsip pemasangan penghalang dan
mendapatkan pelatihan yang berkesinambungan.
5
BAB III
TATA LAKSANA
6
8. Pemasangan penghalang harus dilakukan sesingkat mungkin dan
dilepaskan segera setelah indikasi atas risiko keselamatan pasien,
tenaga kesehatan, dan pasien lain terlampaui.
7
balok kayu agar tidak berbahaya bagi dirinya sendiri ataupun orang
lain dan lingkungan sekitarnya. Pemasungan yang berlangsung
lama akan mengakibatkan anggota tubuh yang dipasung menjadi
kecil dan tidak dapat berfungsi secara normal seperti biasanya.
12. Cara pemasungan lainnya yang tidak dianjurkan adalah
pengandangan. Kandang penderita dibangun diluar desa dan
dikunci rapat dan diasingkan.
8
penghalang, sirkularisasi dari ekstremitas yang terpasang alat
penghalang.
E.
9
BAB IV
DOKUMENTASI
10