Anda di halaman 1dari 13

PANDUAN

PELAYANAN PASIEN DENGAN


PENGHALANG (RESTRAIN)

PT. NUSANTARA SEBELAS MEDIKA


RUMAH SAKIT LAVALETTE
MALANG
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan ridho-Nya Panduan Pelayanan Pasien Dengan
Penghalang (Restrain)telah tersusun.
Penggunaan peralatan untuk membatasi gerak dan aktivitas pasien pada
dasarnya bertentangan dengan hak pasien atas kebebasan bergerak.
Namun dokter penanggung jawab pasien (DPJP) diperkenankan untuk
mengambil keputusan untuk melaksanakan pembatasan gerak pasien atas
indikasi medis terhadap pasien tersebut, maupun atas pertimbangan
keselamatan pasien itu sendiri atau pasien lain di sekitarnya.
Panduan ini disusun untuk memberikan gambaran dan acuan dalam
pelaksanaan pemberian pelayanan pasien dengan penghalang (restraint)
untuk membatasi gerak pasien, baik bagi dokter, perawat, maupun tenaga
professional lainnya. Panduan ini akan memberikan gambaran mengenai
hak pasien atas kebebasan bergerak, indikasi dan risiko pelayanan pasien
dengan penghalang, monitoring dan keputusan untuk melepas
penghalang pasien.
Dengan demikian semua tenaga professional pemberi asuhan pasien
dapat melaksanakan pelayanan kesehatan terhadap pasien, khususnya
pasien dengan indikasi menggunakan penghalang secara standar.
Panduan ini sangatlah penting untuk membantu dalam kelancaran
operasional rumah sakit.
Semoga panduan ini dapat bermanfaat bagi rumah sakit dan pihak-
pihak lain yang terkait dengan penyelenggaraan Akreditasi Rumah Sakit.
Dan seperti panduan pelayanan lainnya, evaluasi berkala terhadap
panduan ini harus terus dilakukan sesuai perkembangan program
akreditasi rumah sakit
Akhirnya saran dan koreksi demi perbaikan panduan ini sangat kami
harapkan

1
Terima kasih

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. DEFINISI

B. TUJUAN

BAB II RUANG LINGKUP

A. JENIS RESTRAINT

B. PRINSIP PEMASANGAN PENGHALANG

BAB III TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG

B. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG PADA PASIEN PSIKIATRIK

C. TATA LAKSANA MONITORING PASIEN DENGAN PENGHALANG

BAB IV DOKUMENTASI

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Penghalang atau Restraint adalah terapi dengan menggunakan alat-
alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien.
Menurut Counsel and Care, UK, 2002) restraint adalah pembatasan
disengaja atas gerakan sukarela atau perilaku seseorang.
Sedangkan menurut terjemahan bebas bahasa Inggris, restraint
adalah menghentikan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
tampaknya ingin dilakukannya.
Prinsip dari tindakan restrain ini adalah melindungi klien dari cedera
fisik dan memberikan lingkungan yang nyaman. Restrain dapat
menyebabkan klien merasa tidak dihargai hak asasinya sebagai
manusia, untuk mencegah perasaan tersebut perawat harus
mengidentifikasi faktor pencetus apakah sesuai dengan indikasi
terapi, dan terapi ini hanya untuk intervensi yang paling akhir
apabila intervensi yang lain gagal mengatasi perilaku agitasi klien.
Kemungkinan mencederai klien dalam proses restrain sangat besar,
sehingga perlu disiapkan jumlah tenaga perawat yang cukup dan
harus terlatih untuk mengendalikan perilaku klien. Perlu juga dibuat
perencanaan pendekatan dengan klien, penggunaan restrain yang
aman dan lingkungan restrain harus bebas dari benda-benda
berbahaya.
Restrain (dalam psikiatrik ) merupakan tindakan menggunakan tali
untuk mengekang dan membatasi gerakan ekstrimitas individu yang
berperilaku diluar kendali yang bertujuan memberikan keamanan
fisik dan psikologis individu.
Alat tersebut meliputi penggunaan manset untuk pergelangan
tangan atau kaki dan kain pengikat. Restrain harus dilakukan pada
kondisi khusus, hal ini merupakan intervensi yang terakhir jika
perilaku klien sudah tidak dapat diatasi atau dikontrol dengan
strategi perilaku maupun modifikasi lingkungan.

1
B. TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan pemasangan tindakan restrain adalah
sebagai berikut:
1. Perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan
lingkungannya.
2. Perilaku agitasi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
3. Klien yang mengalami gangguan kesadaran
4. Klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman
dan pengendalian diri.
5. Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan
klien untuk istirahat, makan dan minum.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup panduan penggunaan restrain adalah untuk melindungi


klien dari cedera fisik dan memberikan lingkungan yang nyaman

A JENIS RESTRAINT
1. Physical Restraint
Kegiatan pengekangan fisik pasien yang melibatkan satu atau lebih
tenaga kesehatan dengan menahan pasien, memegangi pasien
yang bergerak atau menghentikan pasien yang akan meninggalkan
tempat tidur atau ruang perawatan pasien.
2. Mechanical Restraint
Pengekangan fisik pasien secara mekanis dengan menggunakan
peralatan. Misalnya: sarung tangan (mittens) yang dirancang
khusus pada ruang pelayanan intensif; penggunaan meja yang
berat atau sabut pengaman untuk menahan pasien keluar dari kursi
roda; penggunaan bedrails untuk mencegah pasien orang tua keluar
dari tempat tidur; penggunaan kunci atau keypads
3. Technological Surveillance Restraint
Penggunaan teknologi surveilans seperti bantalan tekanan, televisi
sirkuit tertutup atau pintu alarm, untuk mengingatkan tenaga
kesehatan memantau gerakan mereka atau upaya pasien untuk
mencoba meninggalkan tempat tidur atau ruang perawatan.
Walaupun pasien tersebut tidak mendapatkan perlakuan
pembatasan gerak secara langsung, namun dapat digunakan untuk
memicu pasien menahan diri setiap kali alarm berbunyi ketika
pasien akan meninggalkan ruang perawatan.
4. Chemical Restraint
Penggunaan obat-obatan untuk pembatasan gerak.
5. Psychological Restraint

3
Kegiatan pembatasan gerak pasien dengan berulang kali dan secara
terus menerus memberi tahu pasien untuk tidak melakukan
sesuatu, atau apabila melakukan sesuatu merupakan perbuatan
yang tidak diperbolehkan atau terlalu berbahaya. Hal tersebut
termasuk mengambil alih pilihan atas gaya hidup pasien seperti
mengatakan kepada pasien kapan waktunya tidur dan bangun tidur;
maupun mengambil peralatan individual atau hak milik pribadi,
seperti mengambil alat bantu berjalan, kaca mata, atau pakaian
luar pasien dengan tujuan untuk menghentikan pasien untuk keluar
meninggalkan tempat tidur atau ruang perawatan.

4
A. PRINSIP PEMASANGAN PENGHALANG
1. Pembatasan gerak pasien dengan menggunakan penghalang
(restraint) hanya untuk perlindungan keselamatan dan kepentingan
terbaik bagi pasien dan atau pasien lainnya.
2. Dokter dan atau perawat harus memperhatikan aspek etik-
medikolegal dan memastikan bahwa ada indikasi yang jelas dan
dapat dipertanggungjawabkan atas pemasangan penghalang pada
pasien, mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, kehormatan,
dan kebutuhan fisik serta psikologis pasien.
3. Keputusan pemasangan penghalang harus diambil sebagai pilihan
dan langkah terakhir setelah semua upaya untuk meminimalkan
risiko atas keselamatan pasien dilakukan dan segera dilepaskan
dalam waktu yang sesingkat mungkin setelah kondisi atau risiko
atas keselamatan pasien terlampaui.
4. Tenaga kesehatan yang melaksanakan pemasangan penghalang
harus senantiasa menguasai prinsip pemasangan penghalang dan
mendapatkan pelatihan yang berkesinambungan.

5
BAB III
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG


1. Skrining terhadap pasien perlu dilakukan sebelum pemasangan
penghalang, untuk mengetahui adanya risiko atas keselamatan
pasien selama pelayanan pasien tersebut, misalnya pasien berisiko
jatuh, menciderai diri sendiri atau pasien lainnya, menarik selang
oksigen/infus/peralatan lainnya yang sedang dipasang pada
tubuhnya, atau berperilaku agresif.
2. Perawat yang mengetahui adanya indikasi pemasangan
penghalang, melakukan kolaborasi dan menghubungi dokter DPJP
yang akan menentukan pemasangan penghalang terhadap pasien,
termasuk jenis penghalang yang sesuai untuk pasien tersebut.
3. Pemasangan penghalang harus dipertimbangkan sebagai alternatif
terakhir, setelah semua upaya untuk mengatasi terjadinya risiko
atas diri pasien sudah dilakukan.
4. Dokter dan atau perawat menjelaskan kepada keluarga mengenai
indikasi , risiko maupun manfaat pemasangan penghalang
terhadap pasien dan memberi kesempatan kepada kelluarga untuk
bertanya, serta mencatat pada Form Lembar Edukasi. Apabila
diperlukan, keluarga dapat diminta persetujuan secara tertulis.
5. Perawat mempersiapkan peralatan dan tim untuk pelaksanaan
prosedur pemasangan penghalang, termasuk pelaksanaan
monitoring selama pasien terpasang penghalang.
6. Perawat melaksanakan pemantauan ketat selama pemasangan
penghalang meliputi aspek keamanan, kenyamanan, kehormatan,
privasi, dan kondisi fisik maupun mental pasien.
7. Perawat melakukan pencatatan atas temuan fisik, psikologis, dan
aspek social terhadap pasien serta mencatat pada berkas rekam
medis pasien.

6
8. Pemasangan penghalang harus dilakukan sesingkat mungkin dan
dilepaskan segera setelah indikasi atas risiko keselamatan pasien,
tenaga kesehatan, dan pasien lain terlampaui.

B. TATA LAKSANA PEMASANGAN PENGHALANG PADA PASIEN


PSIKIATRIK
1. Lebih baik lima sampai enam orang harus digunakan untuk
mengikat klien, yang bisa melibatkan keluarga.
a. 4 orang orang menahan masing-masing anggota gerak
b. Satu orang mengawasi kepala
c. Satu orang melakukan prosedur pengikatan
d. Tiap anggota gerak 1 ikatan
e. Ikatan pada posisi sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
aliran IV
f. Posisi kepala lebih tinggi untuk menghindari aspirasi
2. Pengikat kulit adalah jenis pengikatan yang paling aman dan paling
menjamin.
3. Jelaskan kepada pasien mengapa mereka akan diikat.
4. Seorang anggota keluarga harus selalu terlihat dan menetramkan
pasien yang diikat. Penentraman membantu menghilangkan rasa
takut, ketidakberdayaan, dan hilangnya kendali klien.
5. Klien harus diikat dengan kedua tungkai terpisah dan satu lengan
diikat di satu sisi dan lengan lain diikat diatas kepala pasien.
6. Pengikatan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga aliran
darah klien tidak tertekan/terhambat.
7. Kepala klien agak ditinggikan untuk menurunkan perasaan
kerentanan dan untuk menurunkan kemungkinan tersedak.
8. Pengikatan harus diperiksa secara berkala demi keamanan dan
kenyamanan.
9. Setelah diikat, keluarga harus menenangkan klien dengan cara
berkomunikasi.
10. Setelah klien dikendalikan, satu ikatan sekali waktu harus
dilepas dengan interval lima menit sampai klien hanya memiliki dua
ikatan. Kedua ikatan lainnya harus dilepaskan pada waktu yang
bersamaan, karena tidak dianjurkan membiarkan klien hanya
dengan satu ikatan.
11. Memasung klien gangguan jiwa tidak dianjurkan, dimana klien
diikat/dirantai, tangan dan atau kakinya dipasang pada sebuah

7
balok kayu agar tidak berbahaya bagi dirinya sendiri ataupun orang
lain dan lingkungan sekitarnya. Pemasungan yang berlangsung
lama akan mengakibatkan anggota tubuh yang dipasung menjadi
kecil dan tidak dapat berfungsi secara normal seperti biasanya.
12. Cara pemasungan lainnya yang tidak dianjurkan adalah
pengandangan. Kandang penderita dibangun diluar desa dan
dikunci rapat dan diasingkan.

C. TATA LAKSANA MONITORING PASIEN DENGAN PENGHALANG


1. Perawat harus membuat rencana keperawatan asuhan pelayanan
pasien dengan penghalang dan ditulis pada berkas rekam medis
pasien, agar diketahui oleh perawat yang bertugas pada shift
berikutnya.
2. Rencana keperawatan tersebut meliputi monitoring pasien dengan
penghalang terhadap terjadinya komplikasi atau risiko lain yang
dapat berdampak pada keselamatan pasien.
3. Risiko yang perlu dipertimbangkan menyangkut dampak dari
penggunaan penghalang tersebut, maupun dampak dari upaya
pasien untuk membebaskan diri dari penghalang yang dipasang
pada tubuhnya.
4. Perawat perlu mengidentifikasi terjadinya dampak atas
pemasangan penghalang terhadap pasien, dan melakukan
kolaborasi dengan DPJP untuk tindakan pencegahan yang perlu
diambil serta mencatat pada berkas rekam medis pasien.
5. Pada kebanyakan kasus, observasi, asesmen dan asuhan pasien
dengan penghalang perlu dilakukan sedikitnya setiap 2 jam. Pada
kasus pasien dengan agitasi, observasi pasien perlu dilakukan
sedikitnya setiap 15 menit. Frekuensi asesmen dan monitoring
pasien dengan penghalang perlu dilakukan secara individual
dengan memperhatikan kondisi pasien, status intelengensi, dan
beberapa kondisi terkait lainnya.
6. Observasi dan asesmen yang perlu dilakukan meliputi posisi alat
penghalang, kondisi kulit di sekitar lokasi pemasangan alat

8
penghalang, sirkularisasi dari ekstremitas yang terpasang alat
penghalang.

D. TATA LAKSANA IDENTIFIKASI, PENCEGAHAN DAN


PENANGANAN RISIKO AKIBAT PEMASANGAN RESTRAIN
Risiko yang mungkin terjadi selama pemasangan penghalang
terhadap tubuh pasien meliputi:
1. Perpanjangan lama dirawat
2. Trauma langsung
3. Kerusakan saraf (nerve injury)
4. Risiko jatuh
5. Asfiksia
6. Gangguan ritme jantung
7. Inkontinensia
8. Decubitus
9. Infeksi nosokomial
10. Pada pasien psikiatrik, dapat menambah agitasi pasien

Upaya pencegahan dan penanganan yang dapat dilakukan jika


terjadi risiko:
1. Mobilisasi aktif maupun pasif terhadap ekstremitas yang
terpasang alat penghalang.
2. Penggantian posis,
3. Menjaga hygiene pasien
4. Mempertahankan asupan makanan dan minuman yang cukup
adekuat
5. Melakukan pemantauan/monitoring secara intensif
6. Bila dimungkinkan melepaskan restrain sesegera mungkin

E.

9
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Perintah tertulis dari dokter yang merawat


2. Klien dan keluarga setuju dilakukan tindakan tersebut dengan
menandatangi inform consent yang sudah disiapkan
3. Perhatikan SPO dari masing-masing restrain yang digunakan (tipe /
macam restrain yang digunakan )
4. Perhatikan waktu pemasangan dan pelepasan restrain.
5. Evaluasi secara periodik respon pasien terhadap pemasangan
restrain.

10

Anda mungkin juga menyukai