Kebutuhan kekuatan (nPow) merupakan keinginan untuk memiliki pengaruh, menjadi yang
berpengaruh, dan mengendalikan individu lain. Dalam bahasa sederhana, ini adalah kebutuhan
atas kekuasaan dan otonomi. Individu dengan nPow tinggi, lebih suka bertanggung jawab,
berjuang untuk mempengaruhi individu lain, senang ditempatkan dalam situasi kompetitif, dan
berorientasi pada status, dan lebih cenderung lebih khawatir dengan wibawa dan pengaruh yang
didapatkan ketimbang kinerja yang efektif.
Kebutuhan ketiga yaitu nAff adalah kebutuhan untuk memperoleh hubungan sosial yang baik
dalam lingkungan kerja. Kebutuhan ini ditandai dengan memiliki motif yang tinggi untuk
persahabatan, lebih menyukai situasi kooperatif (dibandingkan kompetitif), dan menginginkan
hubungan-hubungan yang melibatkan tingkat pengertian mutual yang tinggi. McClelland
mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki dan menunjukkan kombinasi tiga karakteristik
tersebut, dan perbedaan ini juga mempengaruhi bagaimana gaya seseorang berperilaku.
Orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan (n-Pow) dan kebutuhan afiliasi (n-Aff) memiliki
keterkaitan dengan keberhasilan manajerial yang baik. Seorang manajer yang berhasil memiliki
n-Pow tinggi dan n-Aff rendah. Meski demikian, pegawai yang memiliki n-aff yang kuat yaitu
kebutuhan akan afiliasi dapat merusak objektivitas seorang manajer, karena kebutuhan mereka
untuk disukai, dan kondisi ini mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan seorang
manajer. Di sisi lain, n-pow yang kuat atau kebutuhan untuk kekuasaan akan menghasilkan etos
kerja dan komitmen terhadap organisasi, dan individu dengan nPow tinggi lebih tertarik dengan
peran kepemimpinan dan memiliki kemungkinan untuk tidak fleksibel pada kebutuhan bawahan.
Dan terkakhir, orang n-ach yang tinggi yaitu motivasi pada pencapaian lebih berfokus pada
prestasi atau hasil (2).
Dukungan Penelitian
Harrel dan Stahl (1984) menguji hubungan antara kebutuhan prestasi, kekuasaan, dan kebutuhan
afiliasi dengan kepuasan kerja pada pegawai profesional. Temuan penelitian menemukan bahwa
untuk partner dan manajer, kebutuhan afiliasi berkorelasi negatif dengan kepuasan kerja. Untuk
partner dan manajer, pemeriksaan / spesialis pajak tingkat junior dan konsultan manajemen
tingkat junior, kebutuhan power berkorelasi positif dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja
berkorelasi positif dengan maksud untuk tetap dengan perusahaan mereka saat ini untuk semua
tiga kategori. Kebutuhan untuk berprestasi berkorelasi positif dengan jam bekerja untuk
pemeriksa / spesialis pajak tingkat junior, dan dengan penilaian kinerja perusahaan untuk mitra
dan manajer serta audit / pajak spesialis tingkat junior. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teori
McClelland, yang belum pernah diterapkan untuk menentukan kepuasan kerja, mungkin
memberikan penjelasan konseptual tentang mengapa beberapa orang mengalami kepuasan kerja
yang relatif tinggi dalam lingkungan di mana pekerjaan serupa dengan mereka mengalami
kepuasan kerja yang relatif rendah (4)
Lilly, Duffy & Virick, M (2006) menemukan bahwa kebutuhan McClelland bertindak sebagai
anteseden konflik kerja-keluarga, dan bahwa mereka memiliki dampak yang berbeda pada
konflik kerja-keluarga untuk wanita dan pria. (5). Moberg, C.R., Leasher, M (2011) dalam
penelitiannya menemukan bahwa Wiraniaga dari budaya Barat lebih termotivasi oleh kebutuhan
untuk berprestasi, hubungan, dan kekuasaan daripada wiraniaga dari budaya Timur. (6).
Kesimpulan Akhir
Teori motivasi kebutuhan McClelland merupakan salah satu teori motivasi yang secara luas. teori
ini merupakan salah satu teori kebutuhan selain teori hierarki kebutuhan Maslow, ERG, dan teori
dua faktor Herzberg. Menurut Robbins dan Judge (2007:260), dari empat teori motivasi
kebutuhan, teori McClelland adalah teori yang paling banyak mendapatakan dukungan terutama
kaitannya dengan pencapaian dan produktivitas.