Anda di halaman 1dari 8

PELAYANAN KESEHATAN VISUS

MATA
No. Dokumen :
No. Revisi :

SOP
Tanggal Terbit :
Halaman :

Puskesmas Wirosari II SUTRISNO, SKM


NIP: 19660606 198903 1 019

1. Kebijakan Pelaksana layanan klinis harus mengikuti langkah -


langkah yang tertuang dalam instruksi kerja

2. Tujuan Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara


optimal.
Meningkatkan kesadaran dan perilaku masyarakat
dalam pemeliharaan dirinya dibidang kesehatan indera.
Meningkatkan jangkauan refleksi sehingga masyarakat
yang mengalami gangguan inreda dapat terlayani.

3. Referensi Devisi ilmu penyakit mata ,Balai Kesehatan Indera


Masyarakat Semarang,Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
tengah.
4. Pengertian Suatu kegiatan pelayanan kesehata indera Mata dan
telingga,untuk mengetahui ada dan tidaknya gangguan
di dalam indera kita.
5. Alat dan Bahan Alat : 1. Alat tulis
2. Alat ruang panjan 6 m
3. Kartu Snelen/ icat
4. Kursi
5. Senter
6. Timbangan
7. Ukuran TB
Bahan :
6. Langkah- Langkah Bagan Alir
1 .Petugas datang ke Sekolah
2 . M elakukan pemeriksaan sesuai
Blangko Yang ada. Petugas Melakukan :
program pemeriksaan
3. Memberikan saran/Pelayanan datang sesuai blangko
Kepada pasien. kesekolah yg sudah ada

4. Catat Hasilnya dalam buku regis


Ter.
Memberi saran
/Pelayanan Kepada
sasaran

Catat hasilnya
pd buku
register

7 Hal-hal yang 1. Membuat surat tugas ke instansi


perlu 2. Kerjasama ke 2 pihak (petugas dan guru),
diperhatikan 3. Mempersiapkan murit

8 Dokumen 1. surat undangan


terkait 2. SPPD (surat tugas)
3. Format /blangko data sasaran
4. Foto kegiatan
5. Register/buku harian petugas program
9 Unit terkait 1. Puskesmas
2. Instruksi Pendidikan
3. UPTD Dinas Pendidikan
4. Dinas Kesehatan (indera)
SOP PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG

Definisi:

Pemeriksaan lapang pandang merupakan pemeriksaan pada keluasan pandang


klien terhadap aspek lateral, medial, superior, dan inferior penglihatan.

Alat:

Buku catatan

Prosedur:

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien


2. Anjurkan klien untuk berdiri, pemeriksa berdiri sekitar 2,5 meter didepan klien,
usahakan tinggi mata sejajar antara klien dan pemeriksa
3. Tutup mata yang tidak diperiksa
4. Anjurkan klien untuk melihat mata pemeriksa dengan menggunakan mata yang
akan diperiksa. Perawat juga mefokuskan pandanganpada klien
5. Tempatkan jari pemeriksa pada bagian depan tepat diantara klien dan perawa
6. Perlahan gerakan tangan kea rah lateral, kemudian ke tengah kembali, lalu
gerakkan kea rah medial, ke tengah kembali, kearah superior dan inferior
7. Anjurkan klien untuk memberi isyarat dengan lisan apabila ia tidak dapat
melihat jari pemeriksa ketika digerakkan
8. Catat area yang tidak dapat diidentifikasi oleh klien
9. Lakukan pemeriksaan yang sama pada mata yang lain

Pemeriksaan Visus Mata

Tidak semua orang mempunyai visus yang sama. Visus dipergunakan untuk
menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian
tentang optiknya (kaca mata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi
keterangan tentang baik buruknya fungsi mata secara keseluruhan.

Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan


memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan
turunnya visus. Visus perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata.
Pemeriksaan visus dapat dilakukan dengan menggunakan Optotype Snellen, kartu
Cincin Landolt, kartu uji E, dan kartu uji Sheridan/Gardiner. Optotype Snellen terdiri
atas sederetan huruf dengan ukuran yang berbeda dan bertingkat serta disusun dalam
baris mendatar. Huruf yang teratas adalah yang besar, makin ke bawah makin kecil.
Penderita membaca Optotype Snellen dari jarak 6 m, karena pada jarak ini mata akan
melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi. Pembacaan mula-
mula dilakukan oleh mata kanan dengan terlebih dahulu menutup mata kiri. Lalu
dilakukan secara bergantian. Tajam penglihatan dinyatakan dalam pecahan.
Pembilang menunjukkan jarak pasien dengan kartu, sedangkan penyebut adalah jarak
pasien yang penglihatannya masih normal bisa membaca baris yang sama pada kartu.
Dengan demikian dapat ditulis rumus:

V =D/d

Keterangan:

V = ketajaman penglihatan (visus)

d = jarak yang dilihat oleh penderita

D = jarak yang dapat dilihat oleh mata normal

Pada tabel di bawah ini terlihat visus yang dinyatakan dalam sistem desimal, Snellen
dalam meter dan kaki.

1. Data Penggolongan Visus dalam Desimal

2. Data Penggolongan Visus

Dengan Optotype Snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan


melihat seseorang, seperti :

1. Bila visus 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh
orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
2. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka
30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka
50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
4. Bila visus adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter yang
oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka
dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada
jarak 60 meter.
6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan
pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti
hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan visus pasien yang lebih
buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian
tangan pada jarak 1 meter, berarti visus adalah 1/300.
8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat
melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~.
Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.
9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total. Visus dan penglihatan kurang
dibagi dalam tujuh kategori. Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut:
1. Penglihatan normal

Pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat.

1. Penglihatan hampir normal

Tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu diketahui penyebabnya.
Mungkin suatu penyakit masih dapat diperbaiki.

1. Low vision sedang

Dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat.

1. Low vision berat

Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran pada
lalu lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa pembesar kuat.
Membaca menjadi lambat.

1. Low vision nyata

Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi. Diperlukan tongkat putih untuk


mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin membaca dengan kaca
pembesar, umumnya memerlukan Braille, radio, pustaka kaset.

Hampir buta

Penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan tidak bermanfaat,
kecuali pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan alat nonvisual.

Buta total

Tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhnya tergantung pada alat indera
lainnya atau tidak mata. Di bawah ini ditunjukkan tabel penggolongan keadaan tajam
penglihatan normal, tajam penglihatan kurang (low vision) dan tajam penglihatan
dalam keadaan buta.

SOP PEMERIKSAAN VISUS

Definisi :

Prosedur ini digunakan untuk mengukur ketajaman penglihatan individu. Prosedur


Pemeriksaan Mata ini dilakukan dengan menggunakan Kartu Snellen dan Pinhole.

Alat :

1. Kartu snellen
2. Buku pencatat

Tahap I. Pengamatan:

Pemeriksa memegang senter perhatikan:

1. Posisi bolamata: apakah ada juling


2. Konjungtiva: ada pterigium atau tidak
3. Kornea: ada parut atau tidak
4. Lensa: jernih atau keruh/ warna putih

Tahap II. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Tanpa Pinhole:

1. Pemeriksaan dilakukan di pekarangan rumah (tempat yang cukup terang),


responden tidak boleh menentang sinar matahari.
2. Gantungkan kartu Snellen atau kartu E yang sejajar mata responden dengan
jarak 6 meter (sesuai pedoman tali).
3. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan.
4. Mata kiri responden ditutup dengan telapak tangannya tanpa menekan
bolamata.
5. Responden disuruh baca huruf dari kiri-ke kanan setiap baris kartu Snellen
atau memperagakan posisi huruf E pada kartu E dimulai baris teratas atau
huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka 20/20).
6. Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil
(20/20).
7. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau memperagakan
posisi huruf E KURANG dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang
tertera angka di atasnya.
8. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau memperagakan
posisi huruf E SETENGAH baris atau LEBIH dari setengah baris maka yang
dicatat ialah baris yang tertera angka tersebut. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
dengan HITUNG JARI:
9. Bila responden belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu
Snellen atau kartu E maka mulai HITUNG JARI pada jarak 3 meter (tulis
03/060).
10. Hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 02/060), bila
belum terlihat maju 1 meter (tulis 01/060).
11. Bila belum juga terlihat maka lakukan GOYANGAN TANGAN pada jarak 1
meter (tulis 01/300).
12. Goyangan tangan belum terlihat maka senter mata responden dan tanyakan
apakah responden dapat melihat SINAR SENTER (tulis 01/888).
13. Bila tidak dapat melihat sinar disebut BUTA TOTAL (tulis 00/000).

Tahap III, Pemeriksaan Tajam Penglihatan dengan PINHOLE:

1. Bila responden tidak dapat melanjutkan lagi bacaan huruf di kartu Snellen atau
kartu E atau hitung jari maka pada mata tersebut dipasang PINHOLE.
2. Hasil pemeriksaan pinhole ditulis dalam kotak dengan pinhole. Cara penulisan
huruf yang terbaca sama dengan cara pemeriksaan tanpa pinhole.
3. Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya sampai baris paling
bawah (normal, 20/20) berarti responden tersebut GANGGUAN REFRAKSI.
4. Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya tetapi tidak sampai
baris normal (20/20) pada usia anak sampai dewasa berarti responden tersebut
GANGGUAN REFRAKSI dengan mata malas.
5. Bila dengan pinhole responden tidak dapat melanjutkan bacaan huruf atau
memperagakan posisi huruf E maka disebut KATARAK.

Anda mungkin juga menyukai