Anda di halaman 1dari 8

KASUS INDOFARMA

PT. INDOFARMA merupakan pabrik obat yang didirikan pada tahun 1918
dengan nama Pabrik Obat Manggarai. Pada tahun 1950, Pabrik Obat Manggarai
ini diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan dikelola oleh
Departemen Kesehatan. Pada tahun 1979, nama pabrik obat ini diubah menjadi
Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan. Kemudian, berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No. 20 tahun 1981, Pemerintah
menetapkan Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan menjadi Perusahaan
Umum Indonesia Farma (Perum Indofarma). Selanjutnya pada tahun 1996, status
badan hukum Perum Indofarma diubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)
berdasarkan PP No. 34 tahun 1995.

Kasus PT indofarma terjadi saat BAPEPAM menemukan indikasi adanya


penyembunyian informasi penting menyangkut kerugian selama dua tahun
berturut-turut yang diderita PT Indofarma Tbk. Kepala Biro Pemeriksaan dan
Penyidikan Bapepam Abraham Bastari mengatakan, temuan ini terungkap setelah
institusinya memanggil sejumlah pihak, termasuk Direksi dan mantan Direksi
Indofarma. Pihak lain yang turut diperiksa, yaitu jajaran manajemen PT
Indofarma Global Medika--anak perusahaan Indofarma. Manajemen IGM juga
ikut diperikas. Selain itu, Bepapam juga telah memeriksa kantor akuntan publik
Hadori dan Rekan dengan Hadori Yunus sebagai auditornya yang telah mengaudit
laporan keuangan Indofarma 2003.

Dari hasil penelitian, juga ditemukan bukti-bukti di antaranya, nilai


Barang Dalam Proses dinilai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya (overstated)
dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001
sebesar Rp 28,87 miliar. Akibatnya harga Pokok Penjualan mengalami understated
dan laba bersih mengalami overstated dengan nilai yang sama. Bapepam menilai
ada ketidaksesuaian penyampaian laporan keuangan dengan pasal 69 UU Pasar
Modal, angka 2 huruf a Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7, Pedoman Standar
Akuntan Publik. Dan selanjutnya sanksi administrasi itu diberikan berdasarkan
pasal 5 huruf n UU No 8 tahun 1995 tentang pasar modal jo Pasal 64 Peraturan
Pemerintah No 12 tahun 2004 tentang penyelenggaraan kegiatan di pasar modal.

Kasus ini hampir sama dengan kasus yang dialami oleh PT KAI hanya saja
status PT Indofarma adalah emiten atau perusahaan publik dimana sahamnya
tercatat dibursa saham. Bila status sebagai perusahaan publik tetap melekat
hampir dapat dipastikan, manajemen BUMN tersebut tak dapat berfungsi efektif.
Hal ini bisa terjadi karena hampir setiap saat Biro Pemeriksaan dan Penyidikan
dan biro-biro lain di Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) yang terkait selalu
melakukan pemeriksaan kasus. Ini artinya jajaran direksi yang kebetulan
bertanggung jawab harus selalu siap siaga setiap saat.

Kerugian yang dialami BUMN farmasi PT (Persero) Indofarma Tbk cukup


mengagetkan berbagai pihak. Sebab, selama sembilan bulan dalam 2002 lalu
kinerja dan citra Indofarma cukup bagus.

Kerugian ini sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari kekeliruan yang dilakukan
oleh manajemen pada tahun tahun sebelumnya yang pada akhirnya berdampak
padatahun tahun berikutnya. Faktor penyebab kerugian itu menurut manajemen
Indofarma:

1. Adanya perubahan regulasi pemerintah, yaitu:


a. Sejak dihapuskannya subsidi pengadaan obat generik yang diberlakukan
sejak tahun 2001.
b. Penerapan Undang-Undang Otonomi Daerah yang mengharuskan tender
pengadaan obat generic dilakukan secara desentralisasi di
tingkat kabupaten dan kota atau hilangnya captive market.
2. Persaingan yang semakin ketat antar produsen obat dan mengarah pada
terjadinya perang hingga dengan memberikan diskon yang pada akhirnya
mengakibatkan beban pokok penjualan meningkat.
3. Komposisi portofolio produk yang sangat bergantung pada obat generik
yang saat ini mencapai lebih dari 80% dari total penjualan dan penjualan
obat generic ini menurun sejalan adanya perubahan regulasi pemerintah
ditambah kondisi pasar yang over supply selama tahun 2003.
4. Pengembangan 40 jenis obat-obat ethical yang berharga murah dengan
merek (low price branded generic) sampai sekarang belum membuahkan
hasil yang maksimal.
5. Inefisiensi produk yang disebabkan kapasitas yang menganggur (Idle
capacity) dari fasilitas produksi, adanya kapasitas menganggur karena
penambahan fasilitas produksi tanpa memperhatikan kebutuhan riil pasar
dengan sangat besarnya fasilitas produksi yang tidak didukung oleh daya
serap pasar mengakibatkan utilitas fasilitas produksi menjadi sangat
rendah bahkan sampai dibawah 10%. dengan demikian maka harga pkok
produk menjadi tinggi karena overhead cost-nya yang tinggi.
6. Sejak tahun 2000 perusahaan mendirikan anak perusahaan yaitu PT.
Indofarma Global Medika (IGM) yang menjadi distributor untuk semua
produk indofarma. Pendirian IGM ini dengan investasi yang sangat tinggi
seperti pergudangan, sarana transportasi, SDM, teknologi informasi dan
lain-lain. Tetapi harga produk telah ditetapkan oleh pemerintah
mengakibatkan marjin keuntungan yang dihasilkan IGM ini sangat kecil
dan ini yang mengakibatkan rendahnya tingkat pengembalian investasi
7. Beban usaha mengalami peningkatan sebesar Rp. 183,88 miliar yang juga
mendorong meningkatnya kerugian ditambah dengan beban bunga
pinjaman sebesar Rp. 40,95 miliar

Secara umum, terdapat 2 faktor yang menyebabkan indofarma rugi, yaitu


faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor obyektif
dari persaingan industri farmasi indonesia saat ini, seperti pasar intitusi untuk obat
generik yang terfragmentasi akibat kebijakan otonomi daerah dan kegagalan
indofarma dalambersaing dengan sesama produsen generik. Sedangkan faktor
internal merupakan kesalahan yang dilakukan baik oleh dewan direksi selaku
pelaksana kebijakan perusahaan maupun dewan komisaris selaku pengawas.
Kasus ini berawal pada tahun 1999 yang mengindikasikan adanya
persediaan barang yang seharusnya dijual tapi tidak laku-laku. Padahal nilainya
sangat besar. Direktur Utama PT Indofarma, Edy Pramono juga mengemukakan,
pada laporan keuangan Indofarma terjadi kesalahan akuntan dalam implementasi
sistem teknologi informasinya. Kesalahan tersebut baru diketahui, sehingga
menyebabkan kerugian yang signifikan terhadap perusahaan. Menurut dia,
kesalahan itu berawal pada proses pencatatan persediaan anak perusahaan
Indofarma yakni PT Indofarma Global Medika, yang bergerak di bidang distribusi
bahan baku dan obat jadi. Akibat kesalahan tersebut, beban pokok penjualan
Indofarma pada tiga kuartal I sampai III sebelumnya harus diakumulasikan ke
laporan akhir 2002, dan penggunaan teknologi informasi baru dalam pencatatan
persediaan anak usaha menyebabkan timbulnya kesalahan dalam laporan
keuangan tersebut. Akibat dari kesalahan laporan keuangan tersebut, pemerintah
sebagai pemegang saham mayoritas, melalui Menneg BUMN, LaksamanaSukardi
memutuskan menunda divestasi Indofarma. Dalam kasus tersebut Bapepam
akhirnya mendenda mantan Direksi Indofarma sebesar Rp 500 Juta. Bapepam
memutuskan memberi sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 500 juta
kepada direksi PT Indofarma Tbk yang menjabat pada periode terbitnya laporan
keuangan tahun 2001.

Pembahasan
Pada dasarnya kasus ini tidak jauh berbeda dengan kasus yang terjadi di
PT.Kimia Farma yang intinya telah terjadi missleading information. Awal mula
kasus ini karena selama dua tahun berturut-turut PT. Indofarma mengalami
kerugian yaitu padatahun 2002 dan tahun 2003. Padahal tahun 2001 perusahaan
farmasi tersebut meraih keuntungan yang cukup besar. Setelah dilakukan
pemeriksaan oleh bapepam ternyatatelah adanya kesalahan dalam penyajian
informasi dalam laporan keuangan tahun 2001.
Kejadian ini merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap ketentuan
pasarmodal (UUPM dan peraturan bapepan) dan PSAK, yaitu :
a. Berdasarkan pasal 69 ayat 1 Undang Undang Pasar Modal (UUPM) yang
menyatakan bahwa "Laporan keuangan yang disampaikan kepada
bapepam wajib disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku
umum". Dalam hal ini terkait dengan adanya kesalahan penilaian terhadap
barang-barang didalam kategorI work in process.
Barang-barang tersebut dinilai lebih tinggi dari nilai yang
seharusnya. dengan demikian berakibat meningkatnya laba bersih.
Kesalahan penyajian tersebut merupakan fakta materiil yang
dapat mempengaruhi keberadan laporan keuangan yang pada akhirnya
akanmempengaruhi harga efek dibursa.
b. Berdasarkan peraturan bapepam Nomor VIII.G.7 tentang pedoman
penyajian laporan keuangan menyatakan bahwa "manajemen emiten atu
perusahaan publik bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian
laporan keuanagan".
Oleh karenanya tindakan ini sepenuhnya merupakan tanggung
jawab daridireksi yang menjabat pada saat laporan keuangan tersebut
dikeluarkan. sanksiyang diberikan oleh bapepam merupakan kewajiban
dari direksi yang menjabat pada waktu itu secara bersama-sama.
c. Dalam PSAK Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan khususnya berkaitan dengan materialitas, dinyatakan
bahwa"...informasi dipandang material kalau kelalaian mencantumkan
atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi
keputusan ekonomui pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan".

Hal ini jelas berkaitan karena adanya penyampaian informasi


materiil yang tidak benar yang ditunjukkan dengan nilai Barang Dalam
Proses dinilai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya (overstated) dalam
penyajian nilai persediaan barang dalam dan akibatnya harga Pokok
Penjualan mengalami understated serta laba bersih mengalami overstated
dengan nilai yang sama.
d. Dalam PSAK nomor 1 Kerangka Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan khsusnya berkaitan dengan keandalan, menyatakan bahwa
"...agar bermanfaat, informasi juga harus andal (realible). Informasi
memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan,
kesalahan yang material dan dapat diandalkan pemakainya sebagai
penyajian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang
secara wajar diharapkan dapat disajikan" .
Laba itu merupakan salah satu indikator utama untuk mengukur
kinerja.Informasi laba juga dapat dijadikan panduan dalam melakukan
investasi. Adanya nilai yang material dalam persediaan barang dalam
proses yang mengakibatkan overstated laba dapat menyesatkan para
pengguna laporan keuangan, terutama para investor, yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusannya. Informasi ini tentu sangat
menyesatkan yang dapat mengakibatkan para investor yang telah
berinvestasi sebelumnya merugi danbagi para calon investor yang akan
menanamkan sahamnya di PT. Indofarma informasi yang ada dalam
laporan keuangan sangatlah menyesatkan.
e. PSAK nomor 1 menyatakan bahwa "laporan keuangan harus menyajikan
secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, perubahan ekuitas, dan
arus kas dengan menerapkan PSAK secara benar disertai pengungkapan
yang diharuskan PSAK dalam catatan atas laporan keuangan". Laporan
keuangan yang disajikan oleh PT. Indofarma jelas tidak wajar karena
adanya overstated pada persediaan barang dalam proses dan laba yang
overstated dan adanya nilai yang material tersebut tidak diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan seperti yang diharuskan oleh PSAK.
Jelas apa yang telah terjadi di PT. Indofarma telah melanggar PSAK.
f. Berdasarkan pasal 5 huruf n UU no 8 tahun 1995 tentang pasar modal jo
pasal 64 peraturan pemerintah No 45 tahun 1995 sebagaimana telah
diubah dengan peraturan pemerintah No 12 tahun 2004 tentang
penyelengaraan kegiatan di pasar modal , kepada direksi yang menjabat
pada periode terbitnya laporan keuangan tahuanan periode 2001 diberikan
sanksi administratif berupa denda sebesar Rp. 500.000.000,00.
Selain itu kepada Direksi PTIndofarma juga diperintahkan 3 hal :
Pertama, segera membenahi dan menyusun sistem pengendalian internal dan
sistem akuntansi perusahaan yang memadai untuk menghindari timbulnya
permasalahan yang sama di kemudian hari. Pembenahan dan atau penyusunan
sistem pengendalian internal dan sistem akuntansi perusahaan yang memadai
tersebut sudah harus diselesaikan selambat-lambatnya pada akhir semester I tahun
buku 2002
Kedua, menyampaikan laporan perkembangan atas pembenahan dan penyusunan
sistem pengendalian internal dan sistem akuntansi perseroan secara berkala setiap
akhir bulan kepada Bapepam.
Ketiga, menunjukan akuntan publik yang terdaftar di Bapepam untuk melakukan
audit khusus untuk melakukan penilaian atas sistem pengendalian internal dan
sistem akuntansi bula perseroan telah selesai melakukan pembenahan dan
penyusuan sistem pengendalian internal dan sistem akuntansi perusahaan. Hasil
audit khusus tersebut wajib disampaikan kepada bapepam.
Tidak jelas apa yang menjadi latar balakang dari bapepam hanya
memberikan sanksi administratif berupa membayar denda pada kasus ini. Dalam
press releasenya bapepam hanya menyebutkan bahwa telah terjadi penilaian
barang yang lebih tinggidari harga seharusnya. dengan demikian tidak diketahui
apakah tindakan tersebut merupakan suatu kesengajaan atau tidak dari manajemen
untuk memberikan laporan keuangan dengan kinerja yang bagus kepada publik
sehingga publik akan menanamkanatau tidak modalnya pada perusahaan farmasi
tersebut.
Kalau tindakan ini merupakan suatu hal yang disengaja atau diketahui oleh
manajemen PT. Indofarma jelas merupakan suatu fraud atau kecurangan. untuk
itudapat ditindak lanjuti dengan proses pidana dengan mencari bukti bukti yang
kuat sehubungan dengan tindakan tersebut. lain halnya jika tindakan tersebut
bukan merupakan suatu unsur kesengajaan dari manajemen indofarma. maka
bapepam sesuai dengan kewenangannya berdasarkan pasal 102 UUPM dapat
memberikan sanksi administratif kepada direksi indofarma.
Seharusnya agar dapat menciptakan pasar modal yang aman dan tertib
pengenaan sanksi tidak terbatas pada pengenaan sanksi denda saja tetapi juga
pengenaan sanksi pidana penjara. hal ini untuk memberikan shock therapy kepada
emiten atau perusahaan publik agar tidak main main dalam menyajikan laporan
keuangannya.

Anda mungkin juga menyukai