Kemenkes Remunerasi Rumah Sakit BLU
Kemenkes Remunerasi Rumah Sakit BLU
Pembayaran tunjangan kinerja kepada pegawai negeri sipil di rumah sakit yang berstatus
badan layanan umum (BLU) di lingkungan Kemenkes terdapat kendala ketika ketika keluar
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2013 tentang Tunjangan
kinerja bagi pegawai di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Pasal 3 (f) pada peraturan tersebut berbunyi Tunjangan Kinerja tidak diberikan kepada
Pegawai pada Badan Layanan Umum yang telah mendapatkan remunerasi sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74
Tahun 2012. Pasal tersebut mengikuti Perpres No 81 Tahun 2013 tentang Tunjangan Kinerja
Pegawai di lingkungan Kemenkes pasal 3 (f) yang menjabarkan hal yang sama.
Dalam pelaksanaanya Kementerian Kesehatan memutuskan bahwa pegawai pada satuan kerja
yang berstatus BLU di lingkungan Kemenkes tidak dibayarkan tunjangan kinerja dari
kementerian (pusat) berdasarkan Perpres 81 Tahun 2013. Padahal besaran insentif yang
diterima rata-rata pada RS BLU tersebut (khususnya pegawai level menengah bawah) jauh
lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang tercantum dalam lampiran Perpres tersebut.
Remunerasi BLU
Persoalan yang dianggap sebagai peyebab tidak dibayarkannya tunjangan kinerja sesuai
Perpres 81/2013 adalah karena Kemenkes beranggapan bahwa pegawai BLU RS/UPT
Vertikal telah menerima tunjangan atas kinerja (remunerasi) sesuai dengan kemampuan BLU.
Tidak salah apabila tunjangan kinerja tidak dibayarkan namun dengan syarat sistem
remunerasi telah diterapkan oleh rumah sakit BLU sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012.
Pasal 36 ayat (2) PP Nomor 23 tahun 2005 sangat jelas ditegaskan bahwa besaran remunerasi
Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas dan Pegawai BLU untuk
masing-masing BLU harus ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Sepengetahuan penulis (koreksi bila salah), rumah sakit di lingkungan Kemenkes yang sudah
mempunyai penetapan remunerasi dari Kemenkeu hanyalah RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta yaitu dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 165/KMK.05/2008
tentang Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU
RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada Depetemen Kesehatan.
Dari sini sebenarnya dapat dipahami bahwa alasan tidak diberikannya tunjangan kinerja
sesuai pasal 3 (f) unsur formilnya tidak terpenuhi, karena tidak semua RS yang berstatus
Badan Layanan Umum sudah ditetapkan remunerasinya dengan peraturan Menteri Keuangan.
Insentif
Seperti yang berlaku umum di berbagai rumah sakit, setiap bulan pegawai menerima insentif
sebagai bagian dari jasa pelayanan rumah sakit. Pembagian insentif ini sesuai dengan
kebijakan manajemen. Insentif bersumber dari jasa pelayanan dan keuntungan apotik. Jasa
pelayanan merupakan bagian integral dari tarif kegiatan pelayanan rumah sakit. Komponen
lain dari tarif selain jasa pelayanan adalah jasa sarana.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pola Tarif
Badan Layanan Umum Rumah Sakit Di Lingkungan Kementerian Kesehatan dijelaskan
komponen jasa pelayanan merupakan imbalan yang diterima oleh pelaksana pelayanan
atas jasa yang diberikan kepada pasien dalam rangka pelayanan medis, pelayanan penunjang
medis dan/atau pelayanan lainnya.
Artinya bahwa setiap tarif pelayanan yang dikenakan kepada pasien ada bagian untuk
pelaksana pelayanan. Yang ditegaskan di sini, bahwa pemberian insentif tidak bisa dijadikan
alasan untuk tidak memberikan tunjangan kinerja, karena insentif merupakan bagian dari tarif
layanan yang akan selalu ada. Persoalan bahwa insentif tersebut dibagikan atau tidak itu
tergantung kebijakan manajemen.
Duplikasi Anggaran
Esensi tunjangan kinerja adalah tidak adanya duplikasi penganggaran pada kegiatan yang
sifatnya sama. Dengan pemikiran seperti ini bagi pegawai pada Satker BLU memperoleh
tunjangan kinerja Kemenkes tidak boleh lagi menerima bagian dari keuntungan (surplus) dari
rumah sakit seperti bonus akhir tahun.
Ketigabelas rumah sakit di atas berhak mendapatkan bonus dari surplus atau selisih antara
pendapatan dengan belanja BLU berdasarkan ketentuan yang berlaku. Besaran persentase
bonus bervariasi tergantung jumlah surplus dalam tahun berjalan. Apabila tunjangan kinerja
Kemenkes diterapkan, dampaknya bonus seperti ini tidak dapat lagi diberikan.
Tindak Lanjut
1. Sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 terdapat 39 RS/UPT Vertikal yang menjadi
Badan Layanan Umum (BLU) artinya RS/UPT Vertikal diberikan fleksibilitas dalam
pengelolaan keuangannya. Diantaranya fleksibilitas pengelolaan keuangan itu adalah pegawai
BLU RS/UPT Vertikal telah menerima tunjangan atas kinerja (remunerasi) sesuai dengan
kemampuan BLU.
2. Pada saat ini terdapat beberapa RS dan Balai/UPT BLU di lingkungan Ditjen Bina Upaya
Kesehatan menuntut agar diberikan Tunjangan Kinerja Kementerian/Lembaga (K/L) karena
tunjangan yang diterima pegawai PNS RS/Balai dari pendapatan BLU lebih rendah dari
tunjangan kinerja K/L.
3. Kementerian Kesehatan tidak melakukan pembayaran Tunjangan Kinerja K/L kepada
pegawai PNS Satker BLU karena untuk menghindari duplikasi penganggaran.
4. Saat ini Kementerian Kesehatan sedang menghitung ulang selisih tunjangan yang diterima
PNS RS/UPT BLU dibandingkan dengan besar tunjangan kinerja K/L dan selanjutnya
diusulkan selisih pembayaran ke Kementerian Keuangan.
Penutup
1. Dasar pelaksanaan remunerasi satker Badan Layanan Umum adalah adanya penetapan
dari Kementerian Keuangan adalah adanya surat keputusan atau peraturan menteri
keuangan mengenai remunerasi pada satker bersangkutan. Selama belum ada
penetapan dari Kemenkeu dianggap tidak bertentangan dengan pasal 3 ayat f Perpres
No 81 Tahun 2013 maupun Peraturan Kemenkes Nomor 83 Tahun 2013.
2. Perlu analisa lebih lanjut apakah insentif yang diterima pegawai selama ini terdapat
komponen dari surplus operasional rumah sakit. Jika tunjangan kinerja Kemenkes
dibayarkan maka pegawai tidak berhak lagi menerima insentif dari komponen
keuntungan rumah sakit.
3. Insentif yang berkaitan dengan jasa pelayanan yang merupakan bagian dari tarif
pelayanan bisa tetap diberikan atau dihentikan pembayarannya tergantung kebijakan
manajeman, namun hal tersebut bukan sebagai alasan untuk tidak memberikan
tunjangan kinerja.