Anda di halaman 1dari 21

TENTANG

PERILAKU KONSUMEN DALAM KONTEKS JASA

DISUSUN OLEH :

Kelompok 1

Marissa Peli Langkun : 219611010


Fevfrilian : 219611029
Ribka Liling : 219611162
Dominggus Bongga.L : 219611224
Julia Pongrangga : 219611231

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA
2021
DAFTAR ISI

SAMPUL

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

BAB II PEMBAHASAN

A. MODEL TIGA TAHAP KONSUMSI JASA

B. TAHAP PRAPEMBELIAN

C. TAHAP PELAYANAN

D. TAHAP PASCAPELAYANAN

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kelimpahan

rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul

“ PERILAKU KONSUMEN DALAM KONTEKS JASA”kami menyadari bahwa

didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha

Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini

kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam

pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu kami

sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari saudara/i

sekalian.Semoga makalah ini berguna bagi kita karena di dalam makalah ini

banyak informasi yang sangat berguna buat menambah pengetahuan kita.

Rantepao,20 Oktober 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memahami perilaku konsumen adalah jantung pemasaran. Kita harus

memahami bagaimana orang mengambil keputusan mengenai pembelian

dan penggunaan sebuah layanan, dan apa yang menentukan kepuasan

mereka setelah mengonsumsi jasa tersebut. Tanpa pemahaman ini, tidak

ada organisasi yang dapat berharap untuk menciptakan dan menghantarkan

jasa yang menghasilkan kepuasan pelanggan.

Perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller (2008:214) adalah

studi bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli,

menggunakan dan menempatkan barang, jasa, ide atau pengalaman untuk

memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka. Konsumen dapat

merupakan seorang individu maupun suatu organisasi, mereka memiliki

peran yang berbeda dalam perilaku konsumsi, mereka mungkin berperan

sebagai initiator, influencer, buyer, payer atau user.

Pada makalah ini akan membahas mengenai Perilaku Konsumen

dalam Konteks Jasa agar kita dapat memahami berbagai macam perilaku

konsumen. Pada makalah ini akan membahas berbagai macam atau tahap

perilaku konsumen yang dapat kita ketahui guna menambah wawasan kita

dan sangat membantu marketer dalam usaha jasa.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan masalah yang akan

dibahas dalam makalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan model tiga tahap konsumsi jasa?

2. Apa yang dimaksud dengan tahap Prapembelian?

3. Apa yang dimaksud dengan tahap pelayanan?

4. Apa yang dimaksud dengan tahap pascapelayanan?

C. Tujuan

1. Memahami model tiga tahap konsumsi jasa.

2. Memahami tahap Prapembelian.

3. Memahami tahap pelayanan .

4. Memahami tahap pascapelayanan.

D. Manfaat Penulisan

1. Dapat menambah wawasan mengenai perilaku konsumen dalam

konteks jasa.

2. Mengetahui apa itu tahap prapembelian.

3. Mengetahui apa itu tahap pelayanan.

4. Mengetahui apa itu tahap pascapelayanan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Model Tiga Tahap Konsumsi Jasa

Sebuah layanan, dan apa yang menentukan kepuasan mereka setelah

mengonsumsi jasa tersebut. Tanpa pemahaman ini, tidak ada organisasi yang

dapat berharap untuk menciptakan dan menghantarkan jasa yang menghasilkan

para pelanggan yang puas. Konsumsi jasa dapat dibagi menjadi tiga tahap

utama : prapembelian, transaksi interaksi jasa (service encounter), dan pasca

transaksi interaksi jasa.

B. Tahap Prapembelian

Tahap prapembelian ini diawali dengan timbulnya kebutuhan–kesadaran

pelanggan potensial akan suatu kebutuhan–dilanjutkan dengan pencarian

informasi dan pengevaluasian sejumlah alternative untuk memutuskan apakah

pelanggan akan membeli suatu layanan. Tahap prapembelian ini diawali

dengan timbulnya kebutuhan–kesadaran pelanggan potensial akan suatu

kebutuhan–dilanjutkan dengan pencarian informasi dan pengevaluasian

sejumlah alternative untuk memutuskan apakah pelanggan akan membeli suatu

layanan.

a) Timbulnya Kebutuhan

Keputusan untuk membeli atau menggunakan suatu jasa akan dipicu

oleh kebutuhan dasar atau timbulnya kebutuhan dari seorang individu

maupun organisasi. Kesadaran akan suatu kebutuhan ini akan mendorong

pencarian informasi dan pengevaluasian berbagai alternative sebelum

sebuah keputusan diambil.


Kebutuhan ini bisa dipicu oleh:

• Pikiran bawah sadar (misalnya: identitas, dan aspirasi pribadi).

• Kondisi fisik (misalnya: rasa lapar seseorang mendorongnya pergi

ke Burger King).

• Sumber eksternak (misalnya: aktivitas pemasaran perusahaan

penyedia jasa.

b) Pencarian Informasi

Begitu suatu kebutuhan atau masalah sudah disadari, para pelanggan

akan termotivasi mencari solusi untuk memuaskan kebutuhan mereka.

Berbagai solusi alternative mungkin akan melibatkan pengambilan

keputusan untuk melakukan pendekatan yang berbeda dalam mengatasi

masalah yang sama, seperti menyewa jasa perusahaan untuk menebang

pohon yang hampir mati di halaman Anda mungkin atau mungkin

membeli gergaji dan menebangnya sendiri.

Beberapa alternative akan muncul ke pikiran, dan akan membentuk

evoked set- juga disebut set pertimbangan (consideration set), yaitu suatu

kumpulan produk atau merek yang mungkin dipertimbangkan oleh seorang

pelanggan dalam proses pengambilan keputusan.

c) Mengevaluasi Sejumlah Alternatif

 Atribut-atribut Jasa

Ketika dihadapkan pada beberapa alternative, para pelanggan perlu

membandingkan dan mengevaluasi perbedaan dan penawaran-

penawaran jasa tersebut. Tetapi, banyak layanan jasa yang sulit untuk

dievaluasi sebelum dibeli.


Tingkat kesulitan dalam pengevaluasian produk jasa sebelum dibeli ini

adalah suatu sifat yang kami bedakan menjadi tiga tipe, yaitu:

a. Search attribute/atribut pencarian, adalah karakteristik

nyata/berwujud yang dapat dinilai oleh para pelanggan sebelum

membeli barang. Gaya, warna , tekstur, rasa, dan suara adalah

beberapa contoh dari fitur-fitur yang dapat dicoba, dirasakan, atau

di ‘’test drive’’ oleh para konsumen prospektif sebelum melakukan

pembelian. Atribut berwujud ini membantun para pelanggan untuk

memahami dan mengevaluasi apa yang akan mereka dapatkan

sebagai pertukaran dari uang yang mereka keluarkan serta

mengurangi rasa ketidakpastian atau risiko yang terkait dengan

pembelian produk.

b. Experience attributes/atribut pengalaman adalah hal-hal yang tidak

bisa dievaluasi sbelum pembelian dilakukan. Para pelanggan harus

‘’mengalami’’ jasa tersebut sebelum mereka dapat menilai atribut-

atribut seperti keandalan produk, kemudahan pemakaian, dan

bantuan pelanggan (custumer support).

c. Credence attributes/atribut kredibilitas. Karakteristik produk yang

dirasakan oleh para pelanggan masih sulit untuk dievaluasi bahkan

ketika mereka sudah mengonsumsi produknya adalah atribut

kredibilitas. Di sini, pelanggan dipaksa untuk meyakini atau

memercayai bahwa beberapa hal sudah dilakukan agar sesuai

dengan kualitas yang dijanjikan.

 Persepsi Risiko

Ketika menilai produk jasa yang bersaing, para pelanggan

biasanya mencoba untuk menilai penyelenggaraan dari setiap


layanan pada atribut yang dianggap penting bagi mereka dan

memilih layanan yang dianggap paling baik dalam memenuhi

kebutuhan mereka.

Bagaimana konsumen menangani persepsi risiko? orang

orang biasanya merasa nyaman dengan persepsi risiko dan

menggunakan beberapa macam metode untuk untuk

mengurangi risiko itu, termasuk:

1) Secara pribadi mencari informasi dari sumber yang

dipercaya dan dihormati seperti keluarga, teman-teman,

dan para kolega.

2) Menggunakan situs web untuk membandingkan jasa yang

ditawarkan serta melihat ulasan dan pemeringkatan dari

sumber independen.

3) Mempercayakan kepada perusahaan yang memiliki

reputasi baik.

4) Mencari garansi dan jaminan.

5) Mengunjungi fasilitas layanan atau uji coba beberapa

aspek dari layanan sebelum melakukan pembelian, dan

mempelajari tanda-tanda yang terlihat (tangible cues) atau

sejumlah bukti fisik seperti bagaimana rasa dan tampilan

dari pengaturan layanan atau berbagai penghargaan yang

dimenangkan oleh perusahaan itu.

6) Menanyakan kepada karyawan yang cukup

berpengetahuan mengenai produk jasa yang saling

berkompetisi.
Para pelanggan adalah para penghindar risiko dan dalam kondisi semuanya

dalah sama mereka akan memilih layanan jasa dengan persepsi risiko rendah.

Oleh karena itu, perusahaan perlu bekerja secara proaktif untuk mengurangi

persepsi pelanggan akan risiko. Beberapa strategi yang sesuai tergantung

pada sifat–sifat produk jasa dan mungkin meliputi semua tau sebagian

dibawah ini:

1) Mendorong para pelanggan prospektif untuk mengenali layanan dari

brosur, situs, web dan video.

2) Mendorong para pelanggan prospektif untuk mengunjungi fasilitas

layanan sebelum melakukan pembelian.

3) Menawarkan uji coba gratis yang cocok untuk jasa dengan atribut

pengalaman yang tinggi.

4) Iklan, hal ini memberi para konsumen suatu interpretasi dan nilai dari

suatu produk atau layanan.

5) Menunjukkan bukti kualifikasi.

6) Penggunaan manajemen bukti.

7) Menerapkan prosedur keamanan yang dapat membangun rasa yakin dan

percaya.

8) Memberikan kepada para pelanggan akses informasi online mengenai

status dari pesanan atau prosedur mereka.

9) Menawarkan jaminan layanan seperti garansi uang kembali dan jaminan

kinerja.

 Ekspektasi Terhadap Layanan

Ekspektasi dibentuk dalam proses pencarian dan

pengambilan keputusan, dan hal ini sangat dipengaruhi oleh

pencarian informasi dan pengevaluasian atribut-atribut


produk. Jika sebelumnya anda tidak memiliki pengalaman

yang relevan anda mungkin akan memiliki ekspektasi

sebelum membeli yang mengacu dari komentar mulut ke

mulut (word of mouth).

Apa saja komponen–komponen dari ekspektasi

pelanggan ini? Ekspektasi melingkupi beberapa elemen, yaitu

layanan yang diinginkan, memadai, dan sesuai dengan

perikiraan, serta suatu zona toleransi yang terletak di antara

tingkat yang diinginkan dan tingkat yang memadai. Faktor-

faktor ini adalah:

1) Layanan yang diinginkan (desired service). Jenis layanan

yang diharapkan untuk diterima oleh para pelanggan

disebut desired service. Hal ini adalah tingkat ‘’harapan’’

suatu kombinasi akan apa yang para pelanggan anggap

dapat dan harus dihantarkan dalam konteks kebutuhan

pribadi mereka. Layanan yang diinginkan juga bisa

dipengaruhi oleh janji eksplisit dan implisit yang dibuat

oleh penyedia layanan jasa word of mouth, dan

pengalaman masa lalu.

2) Layanan yang memadai (adequate service). Tingkat

minimal layanan yang akan diterima para pelanggan tanpa

mengalami suatu kekecewaan.

3) Layanan yang diperkirakan (predicated service). Ini adalah

tingkat layanan yang oleh para pelanggan diantisipasi

untuk diterima. Layanan yang diperkirakan dapat


dipengaruhi oleh janji dari penyedia layanan, word of

mouth, dan pengalaman masa lalu.

4) Zona toleransi (zone of toleramce). Akan sulit bagi

perusahaan untuk mencapai kualitas layanan yang

kosnsisten pada semua titik layanan yang tersebar pada

saluran distribusi, cabang, dan ribuan pegawai. Bahkan

penyampaian layanan dari seorang pegawai akan berbeda

dalam kurun waktu hari yang sama dan dari satu hari ke

hari lainnya.

d) Keputusan Pembelian

Setelah para pelanggan mengevaluasi berbagai pilihan alternative,

misalnya dengan membandingkan kinerja dari sejumlah atribut

penting dari berbagai penawaran layanan yang berkompetisi, menilai

persepsi risiko terkait dengan setiap penawaran dan mengembangkan

ekspektasi tingkat layanan diinginkan, memadai, dan yang

diperkirakan mereka akan siap memilih opsi yang paling mereka

sukai.

Berbagai keputusan pembelian untuk layanan jasa yang sering

dilakukan merupakan hal yang cukup sederhana dan dapat dibuat

dengan cepat, tanpa perlu terlalu banyak pemikiran-persepsi

risikonya rendah, pilihan-pilhannya jelas, dank arena pernah

digunakan sebelumnya, karakteristik-karakteristiknya mudah

dipahami. Jika konsumen sudah memiliki pemasok favorit, dia

mungkin akan memilihnya lagi selama tidak ada alasan kuat untuk

memilih yang lain.


C. Tahap Pelayanan

Setelah mengambil keputusan pembelian, pelanggan melangkah ke tahap inti

dari pengalaman layanan ini: tahap transaksi interaksi layanan (service

encounter), yang biasanya meliputi suatu rentetan kontak dengan perusahaan

jasa yang sudah dipilih. Tahap ini sering kali dimulai dengan pemesanan,

meminta reservasi, atau bahkan mengirimkan formulir aplikasi (untuk proses

permintaan pinjaman dana, pendaftaran asuransi, atau masuk ke perguruan

tinggi). Berbagai kontak tersebut terdapat berupa hubungan personal antara

pelanggan dan pegawai, maupun impersonal dengan mesin atau situs internet.

Pada saat penghantaran layanan, para pelanggan banyak yang mulai

mengevaluasi kualitas layanan yang diterimanya dan memutuskan apakah hal

itu memenuhi ekspektasi mereka.

Tahap transaksi interaksi layanan adalah waktu pada saat seorang

pelanggan berinteraksi secara langsung dengan penyedia layanan. Walaupun

beberapa transaksi interaksi layanan ini sangat singkat dan hanya terdiri dari

beberapa langkah seperti yang terjadi jika naik taksi atau menelepon –

beberapa proses lain memiliki kerangka waktu yang lebih lama, dan

melibatkan sejumlah tindakan dengan tingkat kerumitan yang berbeda-beda.

 Proses Pelayanan adalah “Moment of Truth”Richard Norman

meminjam metafora “moment of truth” dari peristiwa adu banteng

untuk menekankan pentingnya titik kontak dengan pelanggan. Kita

bisa berkata bahwa persepsi kualitas dibentuk pada saat moment of

truth, ketika penyedia layanan dan pelanggan saling berhadapan di

arena. Pada saat itu mereka lebih tergantung pada diri mereka

sendiri. Hanya ada keterampilan, motivasi, dan sarana yang

dipergunakan oleh perwakilan perusahaan dengan ekspetasi dan


perilaku pelanggan yang bersama-sama akan menciptakan proses

pelayanan.

Di dalam adu banteng, nyawa si banteng maupun sang matador

(atau keduanya) dipertaruhkan. Moment of truth adalah saat di mana

sang matador dengan cekatan membunuh banteng dengan

pedangnya-bukan analogi yang baik untuk sebuah organisasi jasa

yang bertujuan untuk membangun hubungan jangka panjang dengan

pelangganya! Maksudnya Norman, tentunya bahwa keberlangsungan

hubungan tersebutlah yang dipertaruhkan. Kebalikan dengan adu

banteng, tujuan dari relationship marketing adalah untuk mencegah

sebuah pertuemuan yang buruk, yang akan menghancurkan apa yang

sudah atau yang memiliki potensi untuk menjadi hubungan jangka

panjang yang bernilai bagi kedua belah pihak.

 Transaksi Interaksi Layanan Terentang dari Kontak-Tinggi ke

Kontak-Rendah Jasa melibatkan beberapa tingkat kontak dengan

pelaksanaan layanan. Beberapa proses pertemuan (encounter) ini

bisa sangat singkat dan hanya terdiri dari beberapa langkah, seperti

ketika seorang pelanggan menelepon pusat kontak pelanggan. Proses

lain bisa memakan waktu lebih lama dan melibtakan beberapa

macam interaksi dengan berbagai tingkat kerumitan. Selain

mengetahui bahwa tingkat kontak dengan pelanggan ini tercakup

dalam sebuah spectrum, penting juga untuk mempelajari perbedaan

di antara organisasi di ujung atas dan bawah.

a. Layanan kontak tinggi. Menggunakan layanan kontak-tinggi

memerlukan interaksi antara para pelanggan dan organisasi

selama proses pelayanan. Pertemuan pelanggan dengan


penyedia layanan berlangsung dalam suatu sifat yang

berwujud dan bersifat fisik.

b. Layanan kontak-rendah. Di ujung lain dari spectrum, layanan

kontak-rendah melibatkan hanya sedikit, itu pun bila ada,

kontak fisik antara para pelanggan dan para penyedia layanan.

Sebaliknya kontak terjadi dalam suatu jarak melalui media

elektronik atau saluran distribusi fisik-sebuah tren yang

sedang berkembang pesat di masyarakat yang berorientasi

pada kenyamanan.

 Sistem Servuction

Peneliti Prancis Pierre Eiglier dan Eric Langeard adalah yang

pertama kali mengonsepsikan bisnis layanan sebagai sebuah system

yang mengintegrasikan pemasaran, operasi, dan para pelanggan.

Mereka menciptakan istilah system servuction (gabungan dari kata

service dan production) untuk menggambarkan bagian dari

lingkungan fisik organisasi layanan yang dapat dilihat dan dialami

oleh para pelanggan.

Sistem servuction terdiri dari inti bersifat teknis yang tidak

terlihat oleh pelanggan dan system penghantaran layanan yang

terlihat dan dialami oleh pelanggan.

 Inti yang bersifat teknis – dimana input diproses dan elemen

produk jasa diciptakan. Inti bersifat teknis ini biasanya ada di

belakang layar dan tidak terlihat oleh pelanggan (seperti dapur

pada sebuah restoran).

 Sitem penghargaan layanan- dimana ‘’perakitan’’ terakhir

dilakukan dan produk dihantarkan kepada pelanggan.


Susbsistem ini termasuk bagian yang terlihat dari system operasi

pelayanan- bangunan, peralatan dan petugas – dan kemungkinan

para pelanggan lainnya.

 Teater Sebagai Metafora untuk Penghantaran Layanan : Sebuah

Perspektif Integratif Karena proses penghantaran layanan terdiri dari

serangkaian kejadian yang dialami para pelanggan sebagai sebuah

pertunjukan, teater merupakan metafora yang bagus untuk jasa dan

penciptaan pengalaman pelanggan melalui system servuction.

Metafora ini merupakan pendekatan yang berguna untuk penyedia

jasa kontak –tinggi, seperti dokter dan hotel, atau untuk bisnis yang

melayani banyak orang dalam waktu yang bersamaan.

a. Fasilitas layanan. Bayangkan fasilitas-fasilitas layanan sebagai

sebuah panggung di mana drama dimainkan.

b. Personel. Personel garis depan seperti layaknya pemain drama,

memiliki peranan sebagai actor dan didukung oleh tim produksi

di belakang panggung.

 Teori Peran dan Naskah

Model servuction itu statis dan menggambarkan proses interaksi

transaksi layanan tunggal, atau moment of truth. Tetapi, proses

layanan biasanya terdiri dari serangkaian interaksi, seperti

pengalaman anda jika berpergian dengan pesawat udara. Mulai dari

membuat pemesanan hingga cek- in, naik pesawat, hingga

mengambil bagasi setelah mendarat.

a. Teori PeranJika kita memandang proses pelayanan dari perspektif

teatrikal, maka baik para pegawai maupun para pelanggan akan

bertindak sesuai dengan peran yang telah ditentukan dalam


pertunjukan. Stephen Grove dan Ray Fisk mendefinisikan peran

sebagai ‘’sekumpulan pola perilaku yang dipelajari melaluli

pengalaman dan komunikasi, untuk dilakukan oleh seseorang

dalam sebuah interaksi social tertentu untuk mencapai tujuan

secara maksimal dan efektif. Peran juga didefinisikan sebagai

suatu kombinasi dari sejumlah pertanda sosial (social cues).

b. Teori Naskah

Seperti naskah film, sebuah naskah layanan (service script)

memerincikan berbagai rentetan perilaku para pegawai dan para

pelanggan yang harus dilakukan selama penghantaran layanan.

Para pegawai mendapatkan pelatihan formal, para pelanggan

mempelajari naskah melalui pengalaman, komunikasi dengan

orang lain, serta komunikasi dan edukasi yang telah terancang,

semakin banyak pengalaman yang dimiliki pelanggan dengan

perusahaan jasa, semakin pelanggan itu mengenal naskahnya.

D. Tahap Pascapelayanan

Dalam tahap pasca pelayanan ini, para pelanggan menilai kinerja layanan

yang telah mereka alami dan membandingkan dengan ekspektasi mereka

sebelumnya.

a) Kepuasan Pelanggan dengan Pengalaman Layanan

Kepuasan adalah semacam penilaian perilaku yang terjadi setelah

pengalaman mengonsumsi layanan. Kebanyakan hasil riset

menunjukkan bahwa konfirmasi atau diskonfirmasi dari ekspektasi

prakonsumsi adalah factor yang menentukan dari kepuasan. Hal ini

berarti bahwa para pelanggan memiliki beberapa prediksi tertentu

mengenai tingkat layanan di benak mereka sebelum mengonsumsi.


Tingkat prediksi ini biasanya adalah hasil dari proses pencarian dan

pemilihan, ketika para pelanggan memutuskan untuk membeli suatu

layanan tertentu. Dalam proses layanan, pelanggan mengalami

penyelenggaraan layanan dan membandingkannya dengan tingkat-

tingkat layanan yang telah mereka prediksi.

b) Ekspektasi Layanan

Selama proses pengambilan keputusan, para pelanggan menilai atribut-

atribut dan berbagi risiko yang berhubungan dengan layanan yang

ditawarkan. Di dalam proses itu, mereka mengembangkan sejumlah

ekspektasi tentang bagaimana pelaksanaan layanan yang mereka pilih

(tingkat layanan yang diperkirakan, diinginkan, dan memadai seperti

yang telah didiskusikan pada bagian keputusan pembelian).

c) Apakah Ekspektasi Selalu Menjadi Standar Perbandingan?

Membandingkan kinerja dengan ekspektasi akan berguna dalam pasar

yang kompetitif di mana para pelanggan memiliki cukup pengetahuan

untuk memilih layanan yang memenuhi keinginan dan kebutuhan

mereka. Lalu ketika ekspektasi tersebut terpenuhi, pelanggan akan

terpuaskan. Tetapi dalam pasar yang nonkompetitif atau dalam kondisi

di mana pelanggan tidak memiliki kebebasan untuk memilih (misalnya,

terkendala oleh biaya untuk beralih ke penyedia jasa lain, atau karena

batasan waktu atau lokasi), ada risiko dalam mendefinisikan kepuasan

pelamggan secara relative terhadap ekspektasi mereka sebelumnya.

Contohnya, jika ekspektasi pelanggan rendah dan layanan actual yang

dihantarkan hanya sekadarnya memenuhi tingkat harapan, maka

pelanggan tidak akan merasa bahwa mereka menerima kualitas layanan

yang baik.
d) Kegembiraan Pelanggan

Para peneliti mempertanyakan “Jika kegembiraan adalah sebuah fungsi

dari kesenangan yang mengejutkan dan tidak terduga, apakah mungkin

kegembiraan ini dapat diterapkan dalam produk jasa atau layanan yang

membosankan, seperti penghantaran koran atau pengumpulan sampah?”

Selain itu, jika pelanggan merasa gembira, maka ekspektasi mereka

akan meningkat. Mereka akan merasa kecewa jika tingkat pelayanan

kembali turun ke tingkat sebelumnya, dan akan membutuhkan lebih

banyak upaya untuk membuat mereka “gembira”.

e) Hubungan antara Kepuasan Pelanggan dan Kinerja Korporat

Mengapa kepuasan sangat penting artinya bagi para manajer layanan?

Ada bukti yang meyakinkan mengenai hubungan strategis antara

kepuasan pelanggan dengan layanan perusahaan dan kinerja perusahaan

secara keseluruhan.

Kepuasan pelanggan adalah titik pusat konsep pemasaran. Sekarang ini

merupakan hal yang umum jika misi perusahaan dibuat berdasarkan

kepuasan pelanggan, rencana pemasaran (marketing plan), dan program

insentif yang memiliki target dan tujuan kepuasan pelanggan, serta

komunikasi pelanggan yang menyuarakan penghargaan untuk

pencapaian kepuasan pelanggan di pasaran.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah dikemukakan dapat dinyatakan bahwa sebuah

layanan dapat menentukan tingkat kepuasan suatu konsumen terhadap

produk jasa yang ditawarkan. Konsumen juga dihadapkan pada beberapa

alternatif yang membandingkan dan mengevaluasi perbedaan dan

penawaran-penawaran jasa. Adapun tingkat kesulitan yang di alami

konsumen yaitu atribut pencarian, atribut pengalaman, dan atribut

kredibilitas. Biasanya pelanggan mencoba untuk menilai penyelenggaraan

dari setiap layanan pada atribut yang dianggap penting bagi mereka dan

memilih layanan yang dianggap paling baik dalam memenuhi kebutuhan

mereka dalam menilai sebuah produk jasa yang bersaing.

Dalam proses pencarian dan pengambilan keputusan, konsumen

sangat dipengaruhi oleh pencarian informasi dan pengevaluasian atribut-

atribut produk. Jika sebelumnya tidak memiliki pengalaman yang relevan

mungkin akan memiliki ekspektasi sebelum membeli yang mengacu dari

komentar mulut ke mulut. Setelah para konsumen mengevaluasi berbagai

pilihan alternative, berbagai keputusan pembelian untuk layanan jasa pun

sering dilakukan. Setelah mengambil keputusan pembelian, pelanggan

melakukan transaksi interaksi layanan dimulai dengan pemesanan,

meminta reservasi, atau bahkan mengirimkan formulir aplikasi.


DAFTAR PUSTAKA

http://tilkunayera.blogspot.com/2017/09/perilaku-konsumen-dalam-konteks-jasa.html

Anda mungkin juga menyukai