Anda di halaman 1dari 18

DENGUE HAEMORHAGIC FEVER

(DHF)

A. DEFINISI :
1. DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Cristantie, 1995)
2. Dengue Haemorhagik Fever (DHF) atau demam berdarah adalah suatu penyakit infeksi
akut yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti dengan gejala utama demam dan manifestasi perdarahan pada
kulit atau pun bagian tubuh lainnya yang bertendensi menimbulkan renjatan dan dapat
berlanjut dengan kematian.

B. ETIOLOGI
Virus dengue (arbovirus) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti yang
menggigit manusia pada siang hari, hidup di air jernih, bersih dan berbentuk batang, stabil
pada suhu 70o C.

C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala demam. Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh,
karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia
di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati, dan limfa. Ruam
pada DBD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena fatofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF
dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotinin serta aktivasi sistem kalikten yang berakibat
mengurangnya volume palsma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi
dan renjatan.Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat-saat permulaan
demam dan mencapai puncaknyapada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat,
volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.
Fenomena patologis yang utama pada penderita DBD adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang
ekstra vaskuler. Demam terjadi karena virus dengue yang masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti membentuk antibodi terhadap penyakit. Setelah terjadi virus-
antibodi dalam system sirkulasi, akan mengakibatkan aktifnya system komplemen (suatu
system dalam sirkulasi darah terdiri dari 11 komponen protein dan beredar dalam bentuk
yang tidak aktif serta labil terhadap suhu panas). Bila system komplemen aktif maka tubuh
akan melepaskan histamin yang merupakan mediator kuat yang menyebabkan permeabilitas
pembuluh darah meningkat.
Tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah menyebabkan kebocoran plasma yang
berlangsung selama perjalanan penyakit sejak permulaan masa demam dan mencapai
puncaknya pada masa renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat
menurun sampai 30 % atau lebih. Jika keadaan tersebut tidak teratasi, akan menyebabkana
anoksia jaringan, asidosis metabolic dan berakhir dengan kematian.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan ditemukannya
cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopoi
ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat
berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian
plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan
dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa
perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakolgis
yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat, yang biasanya
timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem
koagulasi.
Perdarahan yang terjadi pada pasien DBD terjadi karena trombositopenia, menurunnya
fungsi trombosit dan menurunnya factor koagulasi (Protrombin, factor V, VII, IX, X dan
fibrinogen). Perdarahan hebat dapat terjadi terutama pada traktus gastrointestinal.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya mega karoisit muda dalam
sum-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya
destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran
trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial.

D. TANDA DAN GEJALA


1. Demam tinggi yang timbul secara mendadak tanpa sebab yang jelas disertai dengan
keluhan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan,
punggung, sendi, kepala dan perut. Gejala menyerupai influenza biasa. Ini berlangsung
selama 2-7 hari
2. Hari ke 2 dan 3, timbul demam. Uji tourniquet positip karena terjadi perdarahan di bawah
kulit (peteki, ekimosis) dan di tempat lain seperti epistaksis, perdarahan gusi,
hematemisis akibat perdarahan dalam lambung, melena dan juga hematuria massif
3. Antara hari ke 3 dan ke 7 syok terjadi saat demam menurun. Terdapat tanda kegagalan
sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari tangan dan kaki, nadi
cepat dan lemah sampai tak teraba, tekanan nadi menyempit ( < 20 mm Hg ) atau
hipotensi ( < 80 mmHg ) sampai tak terukur, anak sangat gelisah
4. Hepatomegali pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari
yang hanya sekdar diraba sampai 2-4 cm dibawah lengkung iga sebelah kanan. Nyeri
tekan pada hepar tampak jelas pada anak besar, ini menandakan telah terjadi perdarahan.
Pada penderita DBD sering dijumpai pembesaran hati, limpa kalenjar getah bening
atau kembali normal pada masa penyembuhan.
Pada penderita yang mengalmi renjatan akan mengalami sianosis perifer, kulit teraba
lembut dan dingin, hipotensi, nadi cepat dan lemah.
E. KLASIFIKASI DHF
Derajat beratnya DBD berdasar patokan WHO 1975
1. Derajat 1:
Derajat satu bisanya ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari disertai dengan gejala
tidak khas dan manifestasi perdarahan yang dapat diuji tourniquet positif.
2. Derajat 2
Derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan dikulit dan atau perdarahan lain.
3. Derajat 3
Derajat 2 ditambah dengan kegagalan sirkulasi ringan, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg), hipotensi (systole < 80 mmHg) disertai kulit yang
dingin,lembab dan penderita menjadi gelisah.
4. Derajat 4
Derajat 3 ditambah syok berat dengan nadi yang takteraba dan tekanan darah yang tak
dapat diukur, dapat disertai dengan penurunan kesadaran, sianotik dan asidosis.
Derajat 1 dan 2 disebut DHF tanpa renjatan,sedang 3 dan 4 disebut DHF dengan renjatan
atau DSS.

F. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


1. Klinik
1) Demam mendadak, terus-menerus 2-7 hari.
2) Manifestasi perdarahan baik melalui uji tourniquet maupun perdarahan
spontan pada kulit (petekie, ekimosis, memar) dan/atau di tempat lain seperti
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena.
3) Hepatomegali
4) Renjatan, ditandai nadi cepat dan lemah tak teraba, tekanan darah
menyempit (<20mmHg) atat hipotensi (<80mmHg) sampai tak terukur, kulit dingin,
lembab dan malaise.
2. Laboratorium
1) Trombositopenia : Trombosit < 150.000/mm3, penurunan progresif pada
pemeriksaan periodik dan waktu perdarahan memanjang.
2) Hemokonsentrasi : Hematokrit saat MRS>20% atau meningkat progresif
pada pemeriksaan periodik.
3) Hb meningkat > 20 %
4) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokloremia, pada hari ke-2 dan ke-3 terjadi leucopenia
5) SGOT dan SGPT mungkin meningkat : ureum, pH darah bisa meningkat
3. Pemeriksaan penunjang
1) Foto toraks lateral dekubitus kanan
Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler
2) Darah rutin
Hb, leukosit, hitung jenis (limfosit plasma biru 6-30%)
3) Waktu perdarahan
Menggunakan cara LVY (N=1-7 menit)
5. KOMPLIKASI
1) Perdarahan otak
2) Sindroma distress napas dewasa
3) Infeksi nosokomial seperti pneumonia, tromboplebitis, sepsis dan shock sepsis

6. Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DF atau DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan
pasien lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk. Penatalaksanaannya adalah:
a. Tirah baring
b. Makanan lunak
c. Bila belaum ada nafsu makan dianjurkan munum banyak 1,5-2 liter /24 jam
(susu,air gula, sirop)
d. Medikamentosa yang bersifat simtomatis
e. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder
f. Perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan yaitu:
1) Keadaan umum memburuk
2) Hati makin membesar
3) Masa perdarahan memanjang
4) Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Terapi untuk pengganti cairan yaitu:
a. DBD tanpa renjatan
Minum banyak 11/2 liter perhari
Cairan intravena bila :
Penderita muntah-muntah terus
Intake tidak terjamin
Pemeriksaan berkala Hmt cenderung meningkat
terus.
Jenis cairan: RL atau asering 5, 10 mL/KgBB/24 jam.
b. DBDdengan renjatan
Derajat IV : Infus asering 5/RL diguyur 100-200 mL
sampai nadi teraba serta tensi terukur, biasanya sudah tercapai dalam 15-30 menit.
Derajat III: Infus asering 5/RL dengan kecepatan tetesan 20
mL/KgBB/ jam. Setelah renajatan teratasi:
Tekanan sistol > 80mmHg
Nadi jelas terasa
Amplitudo nadi cukup besar.
Kecepatan tetesan diubah 10mL/KgBB/jam selama 4-6
jam. Bila keadaan umum baik, jumlah cairan sekitar 5-7 mL/KgBB/jam. Jenis RL:
Dextrose 5% =1:1. Infus dipertahankan 48 jam setelah renjatan.
Ada tiga fase penatalaksaan penderita DHF secara umum yaitu ;
a. Fase demam
1) Pengobatan simtomatik dan supportif
Antipiretik diberikan untuk menurunkan demam, kompres hangat dapat diberikan
apabila pasien masih tetap panas
Pengobatan supportif dapat diberikan untuk merehidrasi cairan yang hilang yaitu
dengan pemberian ; larutan oralit, jus buah-buahan dan lain-lain
2) Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrsi dan muntah hebat segera koreksi
dengan memberiakan cairan parenteral
3) Semua tersangka demam berdarah harus diawasi ketat setiap hari sejak sakit hari ke-
3

b. Fase Kritis
1) Rawat dibangsal khusus sehingga mudah untuk diawasi
2) Observasi tanda vital, asupan dan keluaran cairan dalam lembar khusus
3) Berikan oksigen pada penderita dengan syok
4) Hentikan perdarahan dengan tindakan tepat
5) Pemberian cairan intra vena
c. Fase Penyembuhan
Cairan intra vena dihentikan. Bila ditemukan gejala napsu makan tidak meningkat atau
perut terlihat kembung maka dapat diberikan buah-buahan atau oralit untuk
menanggulangi gangguan elektrolit.

Jenis tindakan :
a. Pengganti cairan (volume plasma)
1) DBD tanpa renjatan :
a) Minum banyak 1,5 2 Liter / hari, berupa air gula, susu teh dengan gula atau air
buah.
b) Pemberian caira intravena, bila :
Penderita muntah-muntah terus
Intake tidak terjamin
Pemeriksaan berkala hematokrit cenderung meningkat terus. Jenis cairan RL
atau asering 5 10 ml / kg bb / hari. IVFD dalam 24 jam, bila diperlukan
infuse lanjutan diberi dengan hanya memperhitungkan NWL dan CWL atau
5-7 ml / kg bb / hari
2) DBD dengan renjatan
a) Derajat IV
Infus asering 5 / RL diguyur atau dibolus 100-200 ml sampi nadi teraba serta
tensi terukur. Biasanya sudah tercapai dalam 15-30 menit.
b) Derajat III
Infus asering 5 / RL dengan kecepatan 20 tetes permenit / kg bb/ jam. Setelah
renjatan teratasi :
Tekanan Sistol >80 mmHg
Nadi jelas teraba
Amplitudo nadi cukup besar
c) Kecepatan tetesan diubah jadi 10 ml / kg bb / jam selam 4 8 jam. Bila keadaan
umum tetap bik, jumlah caoiran dibatasi sekitar 5 7 ml / kg bb / jam dengan
larutan RL / Dextrose 5 % 1:1 atau asering 5. Infus dipertahankan 48 jam setelah
renjatan
d) Pada renjatan berat dapat diberikan cairan plasma atau pengganti plasma
(expander plasma / dextran L) denga kecapatan 10 20 ml / kg bb / jam dan
maksimal 20 30 ml / kg bb / hari. Dalam hal ini dipasang 2 infus 1 untuk
larutan RL dan 1 untuk cairan plasma atau pengganti plasma.
b. Tindakan Lain
1) Transfusi darah dengan indikasi :
a) Perdarahan gastrointestinal berat: melena, hematemesis.
b) Dengan pemeriksaan hb, hct secara periodic terus terjadi penurunan, sedang
penderita masih dalam renjatan atau keadan akut semakain menurun.
Jumlah yang diberikan 20 ml / kg bb / hari dapat diulangi bila perlu
2) Anti konvulsan, bila disertai kejang maka diberi :
a) Diasepam 10 mg secara rectal atau intra vena
b) Phenobarbital 75 mg secara IM sesuai penatlaksanaan kejang pada anak
3) Antipiretik dan kompres pada penderita dengan hiperpireksi. Obat yang diberikan
ialah paracetamol 10 mg / kg bb / hari
4) Oksigen diberikan pada pendertita renjatan dengan cianosis 2 4 L / menit
5) Antibiotika pada penderita dengan renjatan lama atau terjadi infeksi infeksi
sekunder
6) Korticosteroid diberikan pada pasien dengan ensefalopati
Pengamatan lanjut :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Diuresis
3. Kadar HB dan HCT diperiksa 3 kali setiap 1 2 jam sewaktu masuk rumah sakit.
Kemudian secara periodik setiap 6 jam pada hari pertama pengamatan, selanjutnya
sekali sehari sesuai dengan keadaan penderita
4. mengawasi tanda perdarahan GI, Hepatomegali, dan gejala udema paru
5. Observasi intake dan out put
Indikasi penderita dhf dirawat :
1. DBD dengan renjatan
2. DBD disertai dengan ;
Panas tinggi atau kejang
Muntah, intake tidak terjamin
HCT cenderung meningkat terus
Indikasi penderita dhf pulang :
1.
Bebas demam dalam 24 jam
2.
secara klinis tampak ada perbaikan
3.
Napsu makan baik
4.
Nilai Ht stabil dan trombosit > 50.000 / mm3
5.
Tidak ada sesak

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Data Dasar
1. Aktivitas/istirahat
Malaise
2. Sirkulasi
Tekanan darah di bawah normal, denyut perifer melemah, takikardi, susah teraba
Kulit hangat, kering, pucat, kemerahan/ bintik merah, perdarahan bawah kulit
3. Eliminasi
Diare atau konstipasi
4. Makanan/ cairan
Anoreksia, mual, muntah
Penurunan berat badan, punurunan haluaran urine, oligouria, anuria.
5. Neurosensori
Sakit kepala, pusing, pingsan
Ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium.
6. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Kejang abdominal, lokalisasi area sakit
7. Pernapasan
Takipneu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu meningkat, menggigil
8. Penyuluhan/ pembelajaran
Masalah kesehatan, penggunaan obat-obatan atau tindakan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses penyakit/ viremia
2. Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit
3. Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan permeabilitas
dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
4. Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan trombositopenia.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
6. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan
7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF
sehubungan dengan kurangnya informasi.
C. Rencana Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses penyakit/ viremia
Tujuan : Klien tidak mengalami demam, suhu tubuh normal (360 370)
Intervensi:
a. Kaji saat timbulnya demam
R/ Untuk menidentifikasi pola demam klien dan sebagai indikator untuk tindakan
selanjutnya.
b. Observasi tanda tanda vital klien : suhu, nadi, tensi, pernapasan, tiap 4
jam atau lebih sering
R/ Tanda tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c. Beri penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu klien/keluarga
mengurangi kecemasan yang timbul.
d. Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal
tersebut tidak dilakukan.
R/ Penjelasan yang diberikan akan memotivasi klien untuk kooperatif.
e. Menganjurkan pasien untuk banyak minum 2,5 ltr/24 jam dan jelaskan
manfaatnya bagi pasien.
R/ Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
f. Berikan kompres hangat pada kepala dan axilla
R/ Pemberian kompres akan membantu menurunkan suhu tubuh.
g. Catat intake dan out put.
R/ Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.
h. Kolaborasi: Pemberian antipiretik
R/ Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

2. Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit


Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang, klien tampak rileks.
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri yang dialami klien.
R/ Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien.
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri
(budaya, pendidikan,dll)
R/ Reaksi klien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan
mengetahui faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi sesuai
masalah klien.
c. Berikan posisi nyaman, dan citakan lingkungan yang tenang.
R/ Untuk mengurangi rasa nyeri
d. Berikan suasana gembira bagi klien, lakukan teknik distraksi, atau teknik
relaksasi.
R/ Dengan teknik distraksi atau relaksasi, klien sedikit melupakan perhatiannya
terhadap nyeri yang dialami.
e. Beri kesempatanklien untuk berkomunikasi dengan orang terdekat.
R/ Berhubungan dengan orang terdekat dapat membuat klien teralih perhatiannya
dari nyeri yang dialami.
f. Kolaborasi: Berikan obat-obat analgetik
R/ Obat analgetik dapat mengurangi atau menekan nyeri klien.
3. Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan permeabilitas
dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
Tujuan : Terjadi homeostatis volume cairan, tanda tanda vital dalam batas normal, tidak
terjadi defisit cairan..
Intervensi:
a. Kaji keadaan umum klien (pucat, lemah, taki kardi), serta tanda tanda
vital.
R/ menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari
keadaan normalnya.
b. Observasi adanya tanda tanda syok
R/ Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami klien.
c. Anjurkan klien untuk banyak minum 1500 2000 ml ( sesuai toleransi )
R/ asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah volume cairan tubuh.
d. Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare,
kehausan, turgor jelek)
R/ Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan
e. Kaji masukan dan haluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan.
f. Kolaborasi : Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.
R/ Pemberian cairan intra vena sangat penting bagi klien yang mengalami defisit
volume cairan dengan keadaan umum yang buruk untuk rehidrasi.

4. Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan trombositopenia.


Tujuan : Tidak terjadi tanda tanda perdarahan lebih lanjut dan terjadi peningkatan
trombosit> 150.000
Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda-
tanda klinis.
R/ Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh
darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
b. Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada klien.
R/ Agar klien/keluarga mengetahui hal hal yang mungkin terjadi padaklien dan
dapat membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan.
c. Anjurkan klien untuk banyak istirahat
R/ Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
d. Beri penjelasan pada klien/keluarga untuk segera melaporkan tanda-
tanda perdarahan (hematemesis,melena, epistaksis)
R/ Keterlibatan keluarga akan sangat membantu klien mendapatkan penanganan
sedini mungkin.
e. Antisipasi terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak, tindakan incvasif
dengan hati-hati)
R/ Klien dengan trombositopenia rentan terhadap cedera/perdarahan.

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh


sehubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan sesuai
dengan porsi yang diberikan.
Intervensi:
a. Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien
R/ Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien
R/ Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan klien.
c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan dihidangkan
saat masih hangat.
R/ Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan asupan makanan
karena mudah ditelan.
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
R/ Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena makanan dalam
porsi banyak.
e. Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.
R/ UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk
makan meningkat
f. Berikan umpan balik positif saat klien mau berusaha mengahiskan
makannya.
R/ Memotivasi dan meningkatkan semangat klien.
g. Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
h. Ukur berat badan kilen tiap hari.
R/ Untuk mengetahui status gizi klien.

6. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan


Tujuan : Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi:
a. Mengkaji keluhan klien
R/ Untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien.
b. Kaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh klien sehubungan
degan kelemahan fisiknya.
R/ Untuk mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya.
c. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan tingkat
keterbatasan klien seperti mandi, makan, eliminasi.
R/ Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat kondisinya lemah
tanpa membuat klien mengalami ketergantungan pada perawat.
d. Bantu klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan
fisiknya.
R/ Dengan melatih kemandirian klien, maka klien tidak mengalami ketergantungan.
e. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah dijangkau oleh klien.
R/ akan membantu klien memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bantuan orang lain.

7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF
sehubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien/keluarga tentang proses penyakit, diet, perawatan meningkat
sehingga klien/keluarga memperlihatkan perilaku yang kooperatif.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF
R/ Sebagai data fdasar pemberian informasi selanjutnya.
b. Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.
R/ Untuk memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan klien/ keluarga
sehingga dapat dipahami.
c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada
klien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R/ agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehinggfa tidak terjadi
kesalahpahaman.
d. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada
klien.
R/ Dengan mengetahui prosedur/tindakan yang akan dilakukan dan manfaatnya,
klien akan kooperatif dan kecemasannya menurun.
e. Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal
yangingin diketahui sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.
R/ mengurangi kecemasan dan memotivasi klien untuk kooperatif.
f. Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.
R/ Untuk membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan karena dapat
dilihat/ dibaca berulang kali.
2. Penyimpangan KDM
Infeksi Dengue

Degradasi Jarinagan Tubuh Mual , Muntah Vaskulitis Hepatomegali Replikasi Virus

Pelepasan toksin dan virus Kurang nafsu makan Komplek anti bodi virus

Pemecahan virus Intake tidak adekuat Agregasi trombosit

Virus dalam jaringan & darah Metabolisme glukosa terganggu Gangguan Pembersihan Pelepasan
Difagisitosis oleh Leukosit, Fungsi Trombisit trombosit
Makrofag & Lymposit Bentukan ATP / ADP trombosit oleh RES faktor III
Terganggu
Pengeluaran zat Pirogen Trombositopeni Koagulopati
Suplai nutrien ke jaringan Konsumtif
Melepaskan zat interkulin 1 terganggu
Prostaglandin E2 dalam cairan Faktor pembekuan
( Pirogen Leukosit/ Pirogen endogen Gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi Resiko perdarahan >>
Mencapai hipotalamus Depresi sum-sum tulang
( Merangsang set poin )
Energi kurang Agregasi trombosit
Set poin berubah
Dari titik awal Kelemhan otot Trombosit melepas histamin dan serotonin
Set poin berubah Kelemahan otot Trombosit melepas histamin dan serotonin
Dari titik awal
Aktifitas intolerance Peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah
Rekasi peningkatan suhu

Menggigil Kebocoran plasma

Tubuh menyesuaikan diri Hipovolemi

Rekasi demam Defisit volume cairan tubuh

Peningkatan suhu tubuh


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, LJ. 1998. Diagnosa Keperawatan; aplikasi praktik klinik. EGC: Jakarta.
Cecily, L Beth, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatric, Edisi 3.,
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Effendy, Christantie. 1995. Perawatan pasien DHF, EGC: Jakarta
Mansjoer, Arif, et al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius:FKUI
Jakarta
Maryllin E Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.
Nelson . 2000. Ilmu Kesehatan Anak,volome I , Edisi 15. EGC : Jakarta
Suryadi, Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi Kedua. Sagung
Seto : Jakarta
Wong, Donna. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai