DAN PENERAPANNYA
2. Identitas Peneliti :
Lengkap : Hendra Wiratno
: 02053100023
: A
3. Abstrak
Electronic-Commerce (E-Commerce) adalah bentuk transaksi perdagangan di era modern ini
yang mmpergunakan kecanggihan teknologi seperti komputer dan jaringan internet. Pihak
penjual dapat menjual barangnya tanpa harus membuka toko di daerah ataupun di negara lainnya
sehingga dapat menghemat biaya sedangkan pihak pembeli dapat membeli barang yang
ditawarkan di toko virtual meskipun barang tersebut di jual di luar negeri dan belum tersedia di
toko-toko di Indonesia dan pembeli juga tidak capek untuk berkeliling toko hanya untuk mencari
suatu barang, cukup dengan megklik mouse dan mengetik nomor kartu kredit di keyboard,
pembeli dapat melakukan transaksi di toko-toko virtual. E-commerce merupakan suatu hal yang
unik dan menimbulkan beberapa permasalahn hukum. Permasalahan yang timbul dengan
munculnya e-commerce adalah permasalahan pengenaan pajak dan permasalahan yurisdiksi.
Muncul pertanyaan apakah transaksi e-commerce dapat dikenakan pajak mengingat antara
pembeli dan penjual tidak selalu berada dalam satu negara dan tunduk pada satu hukum yang
sama, dan apakah sistem pemungutan pajakIndonesia telah siap untuk mengantisipasi hal
tersebut dan apakah asas-asas pemungutan pajak yang terdapat dalam undang-undang pajak
dapat diterapkan dalam transaksi e-commerce
Keyword: E-Commerce, pajak, yurisdiksi
1. Definisi E-Commerce
Berdasarkan pendapat dari Amir Hartman yang dikutip oleh Richardus Eko
Indrajit, dikemukakan bahwa e-commerce sebagai suatu jenis dari mekanisme
bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis
individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau
jasa baik antara dua buah institusi (B to B) maupun antar institusi dan konsumen
langsung (B to C).[17]
a broad concept that covers any commercial transaction that is effected via
electronic means and would include such means as facsimile, telex, EDI, Internet
and telephone. For the purpose of this report the term is limited to those trade and
commercial transaction involving computer to computer communication whether
utilizing an open or closed network.
Secara yuridis, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik[19] dalam pasal 1 angka 2 memberikan definisi mengenai
transaksi elektronik sebagai perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya
3. Card holder dengan merchant yang menerima pembayaran dengan kartu kredit.
Hubungan hukum yang terjadi antara card holder dengan merchant adalah
perjanjian yang sifatnya insidental dan sementara. Perjanjian yang terjadi adalah
perjanjian timbal balik (wederkeriq overeenkomst), karena perjanjian yang terjadi
antara card holder dengan merchant adalah merupakan perjanjian jual beli
sehingga masing-masing pihak dalam beberapa hal merupakan pihak yang
berwajib dan di lain pihak merupakan pihak berhak[30].
1. perjanjian yang berkenaan dengan perangkat keras (hardware contract), baik jual
beli (purchasing) maupun sewa-menyewa (leasing) yang juga mencakup
pemasangan (installation) dan perawatannya (maintenance);
2. perjanjian yang berkenaan dengan perangkat lunak (software contract), baik untuk
software yang dibuat secara khusus berdasarkan pesanan si pengguna jasa
(bespoke/customized software) maupun yang telah dibuat umum oleh para vendor
dalam bentuk paket-paket aplikasi ataupun tools yang telah beredar umum (off the
self software);
3. perjanjian yang berkenaan dengan jasa-jasa teknologi (services contract) yang
mencakup :
a. Perjanjian pendidikan dan pelatihan (training/educational services contract);
b. Perjanjian perawatan dan pemeliharaan (maintenance contract).
Ketiga perjanjian ini dapat dilakukan secara terpisah maupun diadakan dan
dikombinasikan bersama-sama, contohnya perjanjian jual beli hardware ditambah
perjanjian maintenance atau disertai pula dengan perjanjian pengembangan sistem
ditambah perjanjian pelatihan dan perawatan, jika dilakukan sebagai suatu
kesatuan dalam satu proyek maka dikategorikan sebagai turn key contract, dimana
pengguna jasa telah menyerahkan semua urusan kepada penyedia jasa sehingga ia
hanya tinggal menggunakan perangkat maupun sistem yang telah dirancang
tersebut.[32]
a. Trading partners yang sudah saling mengetahui dan antara mereka sudah terjalin
hubungan yang berlangsung cukup lama. Pertukaran data dan informasi dilakukan
diantara trading partners ini atas dasar kebutuhan dan kepercayaan;
b. Pertukaran data dilakukan berulang-ulang dan berskala dengan format data yang
disepakati. Sistem yang dipakai sama dan menggunakan standard yang sama;
c. Salah satu pihak tidak harus menunggu pihak lain untuk mengirim data;
d. Model yang umum digunakan adalah pear-to pear dimana processing
intelegence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis.
Transaksi B to C memiliki karakteristik sebagai
berikut[36]:
1. Pengertian Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Definisi ini diperbarui lagi oleh Rochmat Soemitro sebagaimana dikutip oleh
Sugianto[39] :
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public invesment.
Menurut Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul
Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong sebagaimana dikutip oleh R Santoso
Brotodihardjo menyatakan bahwa[40] :
Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang
dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Menurut PJA Adriani sebagaimana yang dikutip oleh Bohari definisi pajak
adalah[41]:
Pajak adalah iuran negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali,
yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubung dengan tugas pemerintahan.
Berbagai definisi tentang pajak baik yang ada dalam peraturan perundang-
undangan maupun yang diuraikan oleh para sarjana, dapat memberikan gambaran
bahwa pajak itu adalah suatu pungutan berupa uang [42] yang dibebankan oleh
negara kepada orang atau badan berdasarkan peraturan perundang-undangan
sehingga dapat dipaksakan oleh negara dengan tidak adanya imbalan secara
langsung (kontraprestasi) kepada wajib pajak dan hasil dari pembayaran pajak
tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
2. Ciri-ciri Pajak
b. Pemungutan pajak harus memenuhi syarat yuridis yaitu bahwa pemungutan pajak
harus dilakukan berdasarkan undang-undang, sebagaimana diatur dalam pasal 23 A
UUD 1945 untuk memberikan jaminan hukum dan keadilan baik bagi negara
maupun warganya.
c. Pemungutan pajak harus memperhatikan syarat ekonomis, bahwa pemungutan
pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan,
sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil), maksudnya adalah bahwa sesuai
dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga
lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana sehingga akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya;
2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum
ini dapat dirinci lagi sebagai berikut :
a. Hukum Tata Negara;
b. Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif);
c. Hukum Pajak;
d. Hukum Pidana;
Sedangkan menurut R Santoso Brotodihardjo hukum pajak adalah merupakan
anak dari bagian hukum administratif karena merupakan bagian dari tertib hukum
yang mengatur hubungan antara penguasa dengan pemerintah dalam hal
mengenai cara-cara mengatur pemerintahan[52].
Menurut P.J.A Adriani, Hukum Pajak dapat diberikan otonomi (otonomi hukum
pajak) dan berdiri sendiri serta terlepas dari Hukum Tata Usaha Negara [53] dengan
alasan bahwa hukum pajak mempunyai tugas yang bersifat lain dibandingkan
dengan hukum administrasi yaitu bahwa hukum pajak juga dipergunakan sebagai
alat untuk menentukan politik perekonomian juga karena hukum pajak umumnya
mempunyai tata tertib dan istilah-istilah tersendiri.
a. Equality
Pemungutan pajak harus adil dan merata yang berarti bahwa pajak dikenakan
kepada orang pribadi harus sebanding dengan kemampuan keuangannya dalam
membayar pajak atau ability to pay dan harus sesuai dengan manfaat yang
diterima oleh wajib pajak walaupun manfaat tidak langsung diterima si wajib pajak.
Asas ini menghendaki tidak diperbolehkannya suatu Negara mengadakan
diskriminasi di antara Wajib Pajak[61]. Seorang Wajib Pajak dalam keadaan yang
sama harus diperlakukan sama dan dalam keadaan yang berbeda Wajib Pajak juga
harus diperlakukan berbeda[62] contohnya jika Wajib Pajak dalam keadaan kesulitan
keuangan, tentu pengenaan pajak juga berbeda ketika kondisi keuangannya baik.
b. Certainty
Penetapan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu Wajib Pajak
harus mengetahui secara jelas berapa besar pajak yang terutang, kapan serta batas
waktu pembayaran.
c. Convenience
Pembayaran pajak hendaknya disesuaikan waktunya dengan saat-saat yang tidak
menyulitkan wajib pajak, umumnya pemungutan pajak dilakukan pada saat Wajib
Pajak memperoleh penghasilan.
d. Economy
Biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak
diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban pajak yang dipikul oleh
Wajib Pajak juga harus diterapkan seminimum mungkin sesuai kemampuan Wajib
Pajak.
1. Teori Asuransi
Teori ini menyatakan adalah tugas dari negara untuk melindungi rakyat
dan juga kepentingannya seperti keselamatan jiwa, harta benda dan hak-hak
lainnya. Seperti halnya perjanjian asuransi (pertanggungan) maka untuk
mendapatkan perlindungan tersebut rakyat harus membayar pajak kepada negara
dan pajak ini dianggap seperti premi dalam perjanjian asuransi.
2. Teori Kepentingan
Teori ini menyatakan bahwa tugas negara adalah untuk melindungi
kepentingan rakyatnya, dan oleh karenanya adalah suatu kewajaran negara
membebankan biaya pada rakyatnya untuk mengganti biaya-biaya yang telah
dikeluarkan oleh negara untuk melaksanakan kewajibannya itu. Semakin besar
kepentingan seseorang maka semakin besar pula biaya yang dibebankan padanya.
Teori ini juga tidak dapat diukur dengan pasti dan juga selalu berubah
dengan berubahnya zaman. Meskipun ajaran ini dapat menjelaskan hubungan
antara jumlah pajak yang harus dipungut dengan besarnya gaya pikul sehingga
dapat memuaskan dari sisi keadilan namun masih juga menimbulkan pertanyaan
bagaimana caranya, jika sesuatu yang harus dikenakan pajak sudah diketahui, tarif
manakah yang harus diberlakukan, apakah tarif yang proporsional, yang degresif
ataukah yang progresif dan berapa besar persentase pajak yang akan digunakan
untuk tarifnya. Hal ini akan sangat tergantung dari rasa keadilan dari zaman ke
zaman.
Kecenderungan para ahli pajak saat ini, untuk menetapkan jumlah pajak
berdasar besar penghasilan dengan juga memperhatikan besarnya tanggungan
keluarga. Hal ini dapat dilihat dari dua pendekatan yang digunakan oleh Mardiasmo
untuk mengukur daya pikul seseorang yaitu [66]
1. Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki
oleh seseorang.
2. Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi.
Contoh :
Tabel 2
Tuan A Tuan B
PPh tuan A sama besarnya dengan tuan B, karena mempunyai penghasilan yang
sama besarnya, hal ini jika dilihat dari unsur obyektif, sedangkan jika dilihat dari
unsur subyektif PPh untuk tuan A lebih kecil daripada tuan B karena kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi tuan A lebih besar.
4. Teori Bakti
3. Asas Yuridis
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa hukum pajak harus mengabdi
kepada keadilan, dan karenanya harus ada jaminan hukum dari negara kepada
warga negaranya agar negara tidak sewenang-wenang dalam menentukan
besarnya pajak. Landasan yuridis pemungutan pajak di Indonesia dapat kita lihat
dalam pasal 23 A UUD 1945.
4. Asas Ekonomis
Asas ekonomis ini menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat
terus meningkat dan kemajuan ekonomi tidak terhambat karena pemungutan pajak.
Oleh karena itu pemungutan pajak harus diupayakan agar tidak mengganggu
kelancaran ekonomi.
2. Asas Sumber
3. Asas kebangsaan
Suatu sistem yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan
sendiri besarnya pajak yang terutang. Wajib pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besar pajak
yang harus dibayar.
3. Withholding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh Wajib Pajak. Pihak ketiga menyetor dan melaporkan besarnya pajak
yang harus dibayar kepada fiskus, tugas fiskus hanya mengawasi pelaksanaan
pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga [69].
c. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran
lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun;
Adapun pihak ketiga yang diberi wewenang memungut PPh pasal 22 [70] adalah:
a Bank devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC) atas impor barang;
b Direktorat Jendral Anggaran, bendaharawan pemerintah baik di tingkat pusat
maupun pemerintah daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
c Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang
melakukan pembayaran atas pembelian barang yang dananya dari belanja negara
dan atau belanja daerah;
d Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan urusan
Logistik (Bulog), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik negara
(PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-
bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari
APBN maupun non-APBN;
e Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas,
industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh kepala Kantor Pelayanan
Pajak (KPP), atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
f Pertamina serta badan usaha usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang
bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil
produksinya.
g Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh kepala KPP atas pembelian bahan-
bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pihak ketiga yang diberikan wewenang untuk memotong PPh pasal 23 [71] yaitu:
a Badan pemerintah;
b Subjek pajak badan dalam negeri;
c Penyelenggara kegiatan;
d Bentuk usaha tetap
e Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
f Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang telah mendapat penunjukkan
dari Direktur jenderal Pajak (DJP) untuk memotong PPh pasal 23 yang meliputi:
1. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT
tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan
bebas[72].
2. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
7. Timbulnya Utang Pajak
Rochmat Soemitro mengibaratkan Pajak sebagai Utang dalam Hukum
Perdata, akan tetapi menurutnya pajak atau utang pajak adalah utang dalam arti
sempit yang mewajibkan wajib pajak untuk membayar suatu jumlah uang dalam
kas negara (kreditur), yang timbulnya secara khusus karena negara (kreditur)
terikat dan tidak dapat memilih secara bebas siapa yang akan dijadikan debiturnya,
hal ini terjadi karena utang pajak hanya timbul karena suatu undang-undang dan
tidak timbul karena suatu perjanjian, hal mana yang sangat berbeda dengan yang
ditentukan dalam pasal 1233 KUHPer yang menyatakan perikatan dapat timbul
karena perjanjian atau karena undang-undang. [73]
Utang pajak hanya timbul jika undang-undang yang menjadi dasar untuk
pungutannya telah ada dan harus memenuhi syarat-syarat subjektif dan syarat-
syarat objektif. Syarat objektif dipenuhi apabila tatbestand (perbuatan, keadaan,
dan peristiwa) yang disebutkan dalam UU terpenuhi. Contoh : jika pada tahun 2000
telah ada UU Pajak Penghasilan, dan A pada tahun 2000 memiliki penghasilan yang
melebihi Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) maka A memenuhi ketiga syarat dia
atas untuk menjadi Wajib Pajak dan harus membayar Pajak Penghasilan [74].
Mengenai timbulnya utang pajak ada dua ajaran yang menjelaskan hal ini
yaitu ajaran material dan ajaran formil. Ajaran material menyatakan bahwa utang
pajak timbul dengan sendirinya tanpa adanya campur tangan atau perbuatan dari
pejabat pajak (fiskus) karena pada saat yang ditentukan oleh UU sekaligus dipenuhi
syarat subyektif dan juga syarat obyektif terpenuhi. Ajaran Material ini menurut
Mardiasmo diterapkan pada Self Assesment System [75]. Ajaran formil menyatakan
bahwa utang pajak timbul karena UU pada saat dikeluarkannya Surat Ketetapan
Pajak oleh DJP selama belum dikeluarkan .
Timbulnya utang pajak mempunyai peranan dalam menentukan [76] :
a. Pembayaran/penagihan pajak;
b. Memasukkan surat keberatan;
c. Penentuan bermula dan berakhirnya jangka waktu daluwarsa;
d. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Tambahan.
1. Pembayaran
Utang pajak akan hapus apabila dibayar lunas sesuai dengan cara yang diterima
dan ditentukan dalam UU yaitu apabila telah dibayarkan ke kas negara.
2. Kompensasi Pembayaran
Kompensasi berarti perjumpaan utang piutang, apabila debitor mempunyai tagihan
terhadap kreditornya maka dengan kompensasi utang piutang itu saling mematikan
sampai jumlah yang sama, kompensasi hanya mungkin apabila utang piutang itu
mengenai uang atau barang yang sejenis [78]. Kompensasi dalam pembayaran pajak
terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran
pajak. Jika Wajib Pajak tidak mempunyai utang pajak lainnya maka Wajib Pajak
berhak mengajukan permohonan untuk meminta kembali kelebihan dari
pembayaran pajak sebagaimana ditentukan dalam pasal 11 UU Nomor 28 Tahun
2007.[79]
3. Daluwarsa
Daluarsa dimaksudkan daluwarsa penagihan pajak.
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan
biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali.
4. Pembebasan
Pembebasan ini umumnya diberikan terhadap sanksi administrasi bukan terhadap
pokok pajaknya. Jadi yang dihapus bukannya jumlah pajak yang terutang akan
tetapi sanksi yang berupa denda, bunga dan kenaikan dari pajak yang terutang dan
hal tersebut merupakan kewenangan DJP sesuai dengan ketentuan pasal 36 ayat
(1) huruf a yang menyatakan bahwa
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
Penelitian akan dilakukan pada instansi Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kanwil DJP Sumatera Selatan
dan Kepulauan Bangka Belitung.
9. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif namun juga terkandung unsur
penelitian hukum empirik . Oleh karena dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian terhadap
keberlakuan azas-azas hukum pajak pada perdagangan elektronik (e-commerce), juga akan
dilakukan perbandingan hukum mengenai pajak pada transaksi e-commerce yang diterapkan di
Indonesia dengan yang diterapkan oleh negara lain baik dalam bentuk peraturan perundang-
undangan maupun konvensi-konvensi internasional mengenai pajak e-commerce dengan
menggunakan bahan-bahan kepustakaan kemudian dilihat penerapannya. Jika menggunakan
istilah Sutandyo maka penelitian ini menggunakan metodenon-doctrinal[81] karena penelitian ini
menganalisis dahulu peraturan-peraturan pajak yang berlaku pada e-commerce dan kemudian
dilihat penerapannya di masyarakat
2. Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi :[82]
a) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dalam bentuk peraturan
perundang-undangan.
b) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian terdahulu, buku-buku
referensi, majalah hukum, dan lain-lain.
c) Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum tambahan selain bahan hukum primer dan sekunder
yang juga turut membantu memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder.
3. Analisis data
Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu menerangkan dan menjelaskan gejala-
gejala dari suatu permasalahan yang kemudian selanjutnya diuraikan dalam bentuk kalimat-
kalimat sehingga menjadi suatu konklusi.
4. Ruang Lingkup
Penulis menyadari bahwa transaksi elektronik sangat besar ruang lingkupnya, transaksi
perdagangan surat berharga di Bursa Efek juga merupakan transaksi elektronik, oleh karena itu
penulis membatasi penelitian ini hanya kepada transaksi perdagangan dengan menggunakan
elektronik (e-commerce) dimana pihak penjual menawarkan barang dagangannya di situs internet
dan pembeli membeli melalui situs internet tersebut dan tidak termasuk perdagangan surat
berharga melalui Bursa Efek dan penelitian ini akan difokuskan pada ketentuan pajak pada
transaksi elektronik (e-commerce) dan penerapannya.
9. Daftar Pustaka
Asril Sitompul, Asril. 2004. Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace.Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Bohari. 1993. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Brotodihardjo, R. Santoso. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT Refika Aditama.
Fidel. 2008. Pajak Penghasilan (Pembahasan UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan dengan
Komentar Pasal per Pasal). Jakarta: Carofin Publishing.
Hutagaol, John et al. 2006. Kapita Selekta Perpajakan,Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Indrajit, Richardus Eko. 2001. E-Commerce: Kiat dan Strategi Bisnis di Dunia Maya. Jakarta:Elex-
Media Komputindo.
Makarim, Edmon. 2005. Pengantar Hukum Telematika.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mansur, Dikdik M Arief dan Elisatris Gultom. 2005. Cyber Law: Aspek Hukum Teknologi
Informasi. Bandung:Refika Aditama.
Mardiasmo. 2006. Perpajakan Edisi Revisi 2006.Yogyakarta: Penerbit Andi.
------. 2008. Perpajakan Edisi Revisi 2008. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mertokusumo, Sudikno. 1999. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Poesoko, Herowati. 2008. Parate Executie Objek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma
dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT), Yogyakarta: Penerbit LaksBang PRESSindo.
Prodjodikoro, Wirjono. 1991. Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu. Bandung:
Penerbit Sumur Bandung.
Sanusi, M Arsyad.2001. E-Commerce Hukum dan Solusinya. Jakarta: PT Mizan Grafika Sarana.
Soekanto, Soerjono .2006. Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta: Penerbit UI Press.
Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Subekti, R. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti.
Sugianto.2008. Pengantar Kepabeanan dan Cukai. Jakarta: PT Grasindo.
Ustadianto, Riyeke.2002. Framework e- Commerce.Yogyakarta: Penerbit Andi.
Waluyo. 2005. Perpajakan Indonesia Edisi 2005. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
-----. 2007. Perpajakan Indonesia Edisi 2007. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Widiyono, Try. 2006. Aspek hukum Operasionalisasi Transaksi Produk Perbankan di Indonesia:
simpanan, jasa dan kredit. Bogor: Ghalia Indonesia
Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
[1]
Syahmin Ak, Arus Balik Globalisasi Ekonomi (Peran Serta Indonesia dalam Dinamika Pasar Bebas),
Makalah, dipresentasikan pada hari Sabtu, 24 Februari 2007, halaman 2.
[2]
Ibid, halaman 2
[3]
Agus Raharjo, MODEL HIBRIDA HUKUM CYBERSPACE (Studi Tentang Model Pengaturan Aktivitas
Manusia Di Cyberspace dan Pilihan Terhadap Model Pengaturan Di Indonesia), Ringkasan Disertasi, PROGRAM
DOKTOR ILMU HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008, diakses dari www.jimly.com pada
link artikel pakar bagian hukum halaman. 5.
[4]
Ibid, halaman 6
[5]
Diakses dari http://www.apjii.or.id/dokumentasi/statistik.php?lang=ind pada hari Rabu 27 Agustus 2008
Pukul. 09. 30 W.I.B.
[6]
Heru Soepraptomo , Kejahatan Komputer dan Siber Serta Antisipasi Pengaturan Pencegahannya di
Indonesia. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 12 Tahun 2001, halaman 1.
[7]
Riyeke Ustadianto, Framework e- Commerce, Cet. Kedua, Penerbit Andi : Yogyakarta, 2002, halaman 73-
74.
[8]
Sutan Remy Sjahdeini, E-Commerce Tinjauan Dari Perspektif Hukum, Jurnal Hukum Bisnis Volume
12 Tahun 2001, halaman 17-24.
[9]
Magdalena Yeil dalam Sutan Remy Sjahdeini, E-Commerce Tinjauan Dari Perspektif Hukum, Jurnal
hukum Bisnis Volume 12 Tahun 2001, halaman 18.
[10]
Richardus Eko Indrajit, E-Commerce: Kiat dan Strategi Bisnis di Dunia Maya, Elex-Media
Komputindo: Jakarta, 2001, halaman 247
[11]
John Hutagaol, et al, Kapita Selekta Perpajakan, Penerbit Salemba Empat : Jakarta, 2006, hal 130.
[12]
Asril Sitompul, Hukum Internet Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace, Citra Aditya Bakti
: Bandung, 2004, halaman 61.
[13]
M. Fikri Salman, Antonius Suhadi, et.al. Bahan Ajar Hukum Dagang, Hukum dan
Bisnis Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya: Inderalaya, 2006, halaman 27.
[14]
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Penerbit Balai Pustaka: Jakarta, Cetakan Ketiga, 2002.
[15]
M. Fikri Salman, Antonius Suhadi, et.al. Op.Cit, halaman. 47
[16]
M Arsyad Sanusi, E-Commerce Hukum dan Solusinya, PT Mizan Grafika Sarana,
Jakarta, 2001 , halaman 15
[17]
Richardus Eko Indrajit, E-Commerce: Kiat dan Strategi Bisnis di Dunia Maya, Elex-
Media Komputindo: Jakarta, 2001, halaman 247
[18]
M Arsyad Sanusi, Op.Cit, halaman 16
[19]
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4843, selanjutnya disebut dengan UU ITE.
[20]
Dikdik M Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law: Aspek Hukum Teknologi
Informasi, Refika Aditama: Bandung, Cetakan Kedua, 2005, halaman 152
[21]
Mariam Darus Badrulzaman dalam Annalisa Y, Karakteristik Sistem Pembayaran
Kartu Kredit Pada Transaksi E-Commerce Berbasis Internet, Simbur Cahaya Nomor 26 Tahun
IX September 2004.
[22]
Try Widiyono, Aspek hukum Operasionalisasi Transaksi Produk Perbankan di
Indonesia: simpanan, jasa dan kredit, Ghalia Indonesia: Bogor, 2006, halaman 205-209.
[23]
Visa Elektron merupakan produk kartu debit dari Visa internasional dengan
sistem real time online, sedangkan tanda Plus adalah jaringan ATM dunia yang dikelola oleh
Visa Internasional. Ibid, halaman 208.
[24]
Menurut penulis, pendapat Annalisa Y yang menyatakan bahwa hanya ada
perjanjain segitiga pada transaksi e-commerce tidaklah tepat, karena ada juga bank yang
tidak berkedudukan sebagai bank issuer, bank ini melakukan perjanjian terlebih dahulu
dengan perusahaan lain yang mendapat izin dari Visa Internasional, dan hanya memasarkan
kartu kredit dari perusahaan penerbit kartu tersebut serta meneruskan tagihan
dari merchant kepada issuer dan menerima pembayaran dari card holder kemudian
mengirimkan uang tersebut kepada issuer. Baca di halaman 16. Mengenai para pihak yang
terlibat dalam penerbitan kartu kredit dapat dilihat juga dalam Munir Fuady, Hukum
Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek (Leasing, Factoring, Modal Ventura,
Pembiayaan Konsumen, Kartu Kredit), PT Citra Aditya Bakti: Bandung, 1995, halaman 218-
222. Oleh karena itu seharusnya ada beberapa perjanjian lagi yaitu perjanjian antara Bank
dengan Perusahaan yang telah mendapat lisensi dari Card/Visa Internasional (issuer) dan
perjanjian antara Bank yang berkedudukan sebagai acquirer dengan merchant.
[25]
Annalisa Y, Op.Cit, halaman 353
[26]
Sutan Remy Syahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang
Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, dalam Mohjan, Perjanjian Baku
dalam Kegiatan Bisnis, Makalah, disampaikan dalam Seminar kerjasama HEDS (Higher
Education Development Support) dengan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Inderalaya
tanggal 24 Mei 2007, halaman 3.
[27]
Terjadinya meeting of mind atau pertemuan kehendak ini merupakan istilah lain
dari istilah konsesualisme yang berasal dari perkataan consensus yang berarti kesepakatan.
Yang dimaksud kesepakatan itu adalah apa yang dikehendaki oleh yang satu dikehendaki
pula oleh yang lain. Kedua kehendak ini bertemu dalam sepakat atau meeting of
mind tersebut, lihat dalam R Subekti, Aneka Perjanjian, Penerbit PT Citra Aditya Bakti:
Bandung, 1995, halaman 3.
[28]
Ibid, halaman 7.
[29]
Lihat dalam pasal 1234 BW yang menyatakan bahwa Tiap-tiap perikatan adalah
untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Kewajiban untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu dan atau untuk tidak melakukan
sesuatu tersebut disebut sebagai prestasi. Lihat dalam Herowati Poesoko, Parate Executie
Objek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam
UUHT), Penerbit LaksBang PRESSindo: Yogyakarta, 2008, halaman 151.
[30]
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,
Penerbit Sumur Bandung: Bandung, 1991, halaman 20.
[31]
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta,
2005, halaman 252.
[32]
Ibid, halaman 253
[33]
Esther Dwi Magfirah dalam Dikdik M Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.Cit,
halaman 150.
[34]
Edmon Makarim, Op.Cit, halaman 259-260.
[35]
Dikdik M Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.Cit, halaman 151
[36]
Ibid, halaman 152.
[37]
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4740, selanjutnya disebut UU Nomor 28 Tahun 2007.
[38]
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2006, Penerbit Andi : Yogyakarta, 2006,
halaman 1.
[39]
Sugianto, Pengantar Kepabeanan dan Cukai, PT Grasindo : Jakarta, 2008,
halaman 2.
[40]
R Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Refika Aditama:
Bandung, Edisi Keempat, 2003, halaman 5.
[41]
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta, 1993, halaman
19
[42]
Meskipun ada salah satu sarjana yang mengatakan bahwa iuran pajak yang harus
dibayar dapat juga berupa barang, akan tetapi dalam peraturan perundang-undangan
ditentukan bahwa pajak yang harus dibayar itu berupa uang dan bukan berupa barang, hal
tersebut dapat dilihat dalam ketentuan pasal 22 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007
menyatakan bahwa Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasukbunga, denda,
kenaikan, dan biaya penagihan pajak Bunga, denda dan biaya menunjukkan bahwa
pajak yang harus dibayar itu adalah berupa uang, karena istilah-istilah tersebut tidak dapat
digunakan apabila pajak yang harus dibayar adalah berupa barang,
[43]
Waluyo, Perpajakan Indonesia Edisi 2007, Penerbit Salemba Empat : Jakarta,
2007, halaman.3.
[44]
Mardiasmo, Op. Cit, halaman 1.
[45]
Pajak memiliki fungsi budgeter maksudnya adalah bahwa pajak berfungsi sebagai
sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah,
sedangkan pajak memiliki fungsi mengatur (regulerend) maksudnya adalah bahwa pajak
adalah alat bagi negara untuk melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi,
contohnya dapat kita lihat pada pengenaan pajak yang tinggi pada minuman keras untuk
mengurangi peredaran minuman keras. Ibid, halaman
[46]
R. Santoso Brotodihardjo, Op. Cit, halaman 7
[47]
Mardiasmo, Op.Cit. halaman 2.
[48]
Mochtar Kusumaatmadja membagi hukum internasional menjadi hukum
internasional publik dan hukum internasional perdata (lebih dikenal dengan Hukum Perdata
Internasional) karena menurut Mochtar ada kalanya suatu negara melakukan hubungan
perdata dan juga orang perseorangan menurut Hukum Internasional modern adakalanya
dianggap mempunyai hak dan kewajiban sehingga lebih tepat mengadakan pembagian
berdasarkan kriteria tersebut dibandingkan apabila membedakan hukum internasional
berdasarkan pelaku (subjek hukumnya). Lihat keterangan yang lebih jelas dalam Mochtar
Kusumaatmadja dan Etty R Agoes, Pengantar Hukum Internasional, PT Alumni: Bandung,
2005, halaman 2.
[49]
Satjipto Raharjo menggunakan istilah hukum perdata untuk hukum privat.
[50]
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti : Bandung, Cetakan Keenam
2006, halaman 75.
[51]
Lihat dalam Mardiasmo, Op.Cit halaman. 4
[52]
R. Santoso Brotodihardjo, Op. Cit, halaman 10
[53]
Waluyo, Op.Cit, halaman 8, bandingkan dengan R Santoso Brotodihardjo, Loc.Cit
[54]
Waluyo, Loc.Cit
[55]
B.W. adalah singkatan dari Burgerlijk Wetboek atau yang lebih kita kenal dengan
nama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hingga saat ini belum ada terjemahan resmi
B.W/ Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
[56]
Selanjutnya disebut dengan UU Nomor 17 Tahun 2000.
[57]
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985.
[58]
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3569, Selanjutnya disebut UU PBB
[59]
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3313, selanjutnya disebut UU Bea Materai
[60]
Fidel, Pajak Penghasilan (Pembahasan UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan
dengan Komentar Pasal per Pasal), Carofin Publishing: Jakarta, 2008, halaman 5
[61]
Bohari, Op.Cit, halaman 32.
[62]
Erly Suandy, Hukum Pajak, Penerbit Salemba Empat: Jakarta, 2002, halaman 27
[63]
R. Santoso Brotodihardjo, Op. Cit, halaman 29
[64]
Ibid, halaman 30-36
[65]
Mardiasmo dan Bohari menggunakan istilah Daya Pikul sedangkan R Santoso
Brotodihardjo dan Waluyo menggunakan istilah Teori Gaya Pikul.
[66]
Mardiasmo, Op.cit, halaman 3
[67]
Waluyo, Perpajakan Indonesia Edisi 2005, Penerbit Salemba Empat: Jakarta, 2005,
halaman 16 selanjutnya disebut Waluyo II.
[68]
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2008, Penerbit Andi: Yogyakarta, 2008,
halaman 7, selanjutnya disebut Mardiasmo II.
[69]
Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak Edisi 4, Penerbit Salemba
empat, 2008, halaman 33.
[70]
Mardiasmo, Op.Cit, halaman 202.
[71]
Penghasilan yang dipotong PPh pasal 23 adalah dividen; bunga termasuk
premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; royalty;
hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong pajak penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21; bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi; imbalan
sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa
lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2; sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Lihat lebih jelas dalam Pasal 23 UU
No 17 Tahun 2000
[72]
Yang dimaksud pekerjaan bebas
adalah pekerjaan bebasadalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi
yang mempunyaikeahlian khusus sebagai
usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
Lihat pasal 1 angka 25 UU No 28 Tahun 2007.
[73]
Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan 2, Refika Aditama: Bandung,
Cetakan Kelima 1998, halaman 2.
[74]
Ibid, halaman 3.
[75]
Mardiasmo, Op.Cit, halaman 8.
[76]
Rochmat Soemitro,Op.Cit, halaman 4.
[77]
Waluyo, Op.Cit, halaman 19.
[78]
R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, PT Pradnya Paramita: Jakarta,
Cetakan Ketujuh belas 2008, halaman 67.
[79]
Selanjutnya baca di Penjelasan Pasal 11 ayat 1 UU Nomor 28 Tahun 2007.
[80]
Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, Op.Cit, halaman 38.
[81]
Dikutip dari kuliah mata kuliah Metode Penelitian Hukum yang disampaikan oleh Fahmi Yoesmar Ar
[82]
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, Jakarta: 2006,
halaman 51.