PENDAHULUAN
infundibularis. Namun sangat jarang pada kanalis sevikalis uteri, ovarium, tanduk
uterus yang rudimeter dan divertikel pada uterus. Bila kehamilan ektopik tersebut
berakhir dengan abortus atau ruptur disebut kehamilan ektopik terganggu. Ruptur
memerlukan penanganan yang segera dan intervensi yang agresif secara dini.
Rupturnya dinding tuba merupakan salah satu penyebab kematian paling sering
oleh ibu, vili koriales yang menembus lapisan muskularis tuba terus ke
peritoneum. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba.
Oleh sebab itu dibutuhkan diagnosis secara dini untuk mencegah kematian pada
ibu. Namun, gejala kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak terlalu jelas,
1
rahim (AKDR) juga meningkatkan kejadian kehamilan ektopik. Selain itu,
Kehamilan ektopik sangat jarang terjadi pada abdomen. The Centers for Disease
1 dari 10000 kehamilan hidup, bahkan laporan dari rumah sakit Parkland
menyebutkan lebih ekstrem lagi, yaitu hanya berkisar 1 dari 25000 kelahiran
hidup.1
Berikut dilaporkan kasus seorang ibu hamil berusia tiga puluh tiga tahun
dilaporkan dengan harapan agar tenaga kesehatan dapat melakukan diagnosis dini
ektopik terganggu di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Sitti Khadijah 1
periode 2012-2014?
2
1.3.1 Tujuan
1.3.2 Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi kehamilan ektopik terganggu di RSIA Sitti
masyarakat khususnya para ibu untuk menambah pengetahuan dan informasi yang
1.4.3 Penelitian
acuan dan dasar serta dapat melanjutkan dan mengembangkan penelitian ini
3
menjadi penelitian yang mengkaji lebih dalam mengenai Kehamilan Ektopik
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tuba fallopii ialah saluran telur yang berasal (seperti juga uterus) dari
duktus Mulleri. Rata-rata panjang tuba 11-14cm. Bagian tuba yang berada di
dinding uterus dinamakan pars interstisialis, lateral dari itu kearah ujung tuba (3-
6cm) terdapat pars ismika yang masih sempit (diameter 2-3mm) dan lebih ke arah
distal lagi disebut pars ampularis yang lebih lebar (diameter 4-10mm). Tuba
merupakan bagian dari ligamentum latum. Otot polos dinding tuba terdiri atas 2
lapis (dari luar ke dalam) yaitu lapisan otot longitudinal dan otot sirkuler. Lebih ke
dalam lagi terdapat mukosa yang berlipat-lipat kearah longitudinal dan terutama
dapat ditemukan dibagian ampula. Mukosa tuba terdiri atas epitel selapis kubik
rambut yang bergetar (silia) dan bagian yang bersekresi. Permukaan mukosa yang
5
Ovum berada dalam stadium oosit primer. Sesaat sebelum dilepaskan dari
folikel ovarium, nukleusnya membelah dengan cara miosis dan dari nukleus oosit
tersebut dilepaskan badan polar pertama. Oosit primer kemudian menjadi oosit
sekunder. Dalam proses ini, setiap pasang 23 kromosom akan kehilangan satu
pasangannya yang akan bergabung dengan seluruh badan polar yang dikeluarkan.
Hal ini membuat 23 kromosom yang tidak berpasangan berada dalam oosit
sekunder. Pada saat inilah ovum, yang masih berada dalam stadium sekunder,
berovulasi kedalam rongga perut. Lalu, dalam seketika, ovum tersebut memasuki
ovum, bersama dengan beratus-ratus atau lebih sel-sel granulosa yang melekat
peritoneum dan selanjutnya harus masuk kedalam salah satu tuba fallopi untuk
mencapai kavum uteri. Ujung fimbria dari masing-masing tuba fallopi secara
alami jatuh disekitar ovarium. Permukaan dalam tentakel fimbria dibatasi oleh
epitel bersilia, dan silia tersebut teraktivitasi oleh estrogen dari ovarium sehingga
menyebabkan silia secara terus menerus bergerak kearah pembukaan atau ostium,
dari tuba fallopi yang terlibat kita dengan jelas dapat melihat arus cari yang
lambat mengalir kearah ostium. Dengan cara ini ovum memasuki salah satu tuba
fallopi.2
vagina pada saat berhubungan seksual, dalam waktu 5-10 menit, beberapa sperma
dari vagina akan dihantarkan keatas, melalui uterus dan tuba fallopi, ke ampulla
6
tuba fallopi di dekat tuba yang berujung ivarium. Penghantaran sperma tersebut
dibantu dengan kontraksi uterus dan tuba fallopi yang dirangsang oleh
prostaglandin dalam carian semen pria, dan juga oleh oksitosin yang dilepaskan
orgasme. Dari hampir setengah milyar sperma yang di deposit dalam vagina,
Pembuahan ovum umumnya terjadi di ampulla dari salah satu tuba fallopi,
segera setelah sperma dan ovum memasuki ampulla. Namun, sebelum sperma
granulosa yang melekat di sisi luar ovum (korona radiata) dan lalu berikatan
dengan dan menembus zona pelusida yang mengelilingi ovum itu sendiri.2
Sekali sebuah sperma telah masuk kedalam ovum (yang masih berada
wanita) yang mengandung 23 kromosom. Salah satu dari kromosom itu adalah
Pada saat yang bersamaan, sperma yang membuahi juga berubah. Ketika
7
menyeluruh dengan 46 kromosom (23 pasang) dalam sebuah ovum yang sudah
dibuahi.2
terjadi, untuk mentransport ovum yang telah dibuahi melalui sisa bagian tuba
fallopi kedalam kavum uteri. Biasanya perlu waktu 3-5 hari. Transport ini
terutama dipengaruhi oleh arus cairan yang lemah didalam tuba akibat kerja
sekresi epitel ditambah kerja bersilia yang melapisi tuba. Silia tersebut selalu
bergerak ke arah uterus. Kontraksi yang lemah dari tuba fallopi juga mungkin
Tuba fallopi dilapisi oleh permukaan kriptoit yang tidak rata sehingga
menghalangi jalannya ovum walaupun ada arus cairan. Selain itu, istmus tuba
selama 3 hari pertama setelah ovulasi. Setelah saat ini, peningkatan progesteron
yang cepat yang disekresi oleh korpus luteum ovarium pertama-tama akan
memacu peningkatan reseptor progesteron pada sel-sel otot polos tuba fallopi.
sudah membelah itu sekarang disebut blastokista, yang mengandung kira-kira 100
sel memasuki uterus. Selama waktu tersebut, sel sekretori tuba fallopi membentuk
8
Implantasi blastokista didalam uterus. Setelah mencapi uterus, blastokista
yang sedang berkembang biasanya tetap tinggal di kavum uteri selama 1-3 hari
makanan dari sekresi endometrium uterus yang disebut susu uterus. Sekali
implantasi terjadi, sel-sel trofoblas dan sel-sel yang berdekatan lainnya (dari
2.3.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila telur yang dibuahi
yang gawat ini dapat terjadi apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET).2
2.3.2 Epidemiologi
dari sembilan penulis dan mendapatkan lokalisasi sebagai berikut ; ampulla 578,
istmus 265, fimbria 71, pars interstisialis tuba 45, infundibulum 31, seluruh tuba
setengah distal tuba 10, dua pertiga distal tuba 6, ligamentum latum 5, seluruh
tuba dan ovarium 5, tubo ovarial 2, dan tanduk rudimenter 1. Pada 164 kasus
9
Dirumah sakit dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153
tiap kehamilan.1
2.3.3 Etiologi
dibagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya dituba dipermudah.1
tuba.1
b. Divertikel tuba kongenital atau ostima asseorius tubae dapat menahan telur
10
Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
prematur.1
b. Fertilisasi invitro.1
2.3.4 Klasifikasi.
1. Tuba Fallopii
a. Pars-interstisialis
b. Isthmus
c. Ampula
d. Infundibulum
e. Fimbrae
2. Uterus
a. Kanalis servikalis
b. Divertikulum
c. Kornu
d. Tanduk rudimenter
3. Ovarium
4. Intraligamenter
5. Abdominal
a. Primer
b. Sekunder.1
2.3.5 Patogenesis
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya dikavum uteri. Telur dituba bernidasi secara kolumneir atau
interkolumneir. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian di resorbsi. Pada
11
tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahakan dari lumen tuba oleh lapisan
tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk kedalam
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh
invasi trofoblas.1
graviditis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat
utuh. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari
Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin
dapat bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba
12
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi.
Pada implantasi secara kolumneir, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.1
oleh villi korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung pada derajat
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium
tuba abdominalis.1
Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang
dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
disebabkan karena lumen pars ampullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti
dengan lumen sempit. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna pada
darah mengalir kerongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul
13
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimpantasi pada istmus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi
pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah
Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus dan
pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarah pada rongga perut,
kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam
lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba
abdominal.1
Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat
terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invas trofoblas, pecah
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari
janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin
mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya. Bila besar, kelak dapat diubah
menjadi litopedion.1
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong
amion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga
kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implanasinya
14
ke jaringan sekitarnya misalnya kesebagian uterus, ligamentum latum, dasar
nyeri abdomen bagian bawah, dan perdarahan dari uterus. Nyeri abdomen
salah satu sisi abdomen bawah, dan dengan cepat menyebar ke seluruh abdomen
rongga perut menyebabkan iritasi subdiafragma yang ditandai dengan nyeri pada
klinik ditandai dengan hipotensi bahkan sampai syok, takikardia dan gejala
pervaginam dan nyeri perut yang berulang. Sebaiknya, setiap perempuan yang
dengan abortus iminens atau abortus inkomplit. Selain itu, dapat pula dikacaukan
15
dengan salpingitis akut atau apendisitis dengan peritonitis pelvik. Demikian pula
kadar lekosit umumnya normal atau sedikit meningkat. Hasil negatif pada
lebih 99%. Pada 85% kasus, kehamilan dengan janin intrauterina akan
membantu untuk membedakan abortus dan kehamilan ektopik sampai 85% kasus,
menunjukkan kehamilan tuba 2% kasus atau bila terdapat gambaran cairan bebas
perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit
memesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Kavum douglas yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
16
adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga menyukarkan
mengetahui apakah dalam kavum douglas ada darah. Cara ini amat berguna
Diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang
di dalamnya tampak denyut jantung janin. Hal ini hanya terdapat pada
masih harus diyakini lagi bahwa ini bukan berasal dari kehamilan
17
diagnostik yang lain meragukan. Secara sistematis dinilai keadaan uterus,
ovarium, tuba, kavum douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam
terhadap jiwa penderita dapat dilakukan terapi konservatif tetapi sebaiknya tetap
yaitu walaupun darah berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi
vagina dari darah di kavum douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-
Namun jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat
Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang
menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah
darah.4
18
ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering mengakibatkan perdarahan
2.3.9 Prognosis
turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang
bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan)
resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih
19
2.4 Kerangka Teori Penelitian
Konsumsi
Perubahan Tidak steril Massa tumor
obat pemicu
hormonal
hormonal
infeksi
Perubahan Menekan
pergerakan silia tuba
KEHAMILAN
EKTOPIK
Perdarahan
Kurangnya aliran
darah ke organ vital
mortalitas
20
2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Usia Ibu
Kehamilan Ektopik
Paritas Ibu Mortalitas Ibu
Terganggu
21
BAB III
METODE PENELITIAN
kembali data rekam medik pasien yang pernah dirawat di RSIA Sitti Khadijah 1
3.3.1 Populasi
2012-2014.
3.3.2 Sampel
adalah total sampling atau semua populasi yang memenuhi kriteria untuk
22
3.5 Teknik Pengumpulan Data
berupa rekam medik yang yang tercatat di bagian Rekam Medik RSIA Khadijah 1
a Tahap Persiapan
1. Memilih populasi
2. Menentukan jumlah sampel
3. Menentukan waktu pengambilan data
b Tahap Pelaksanaan
1. Membuat/meminta surat izin penelitian dari fakultas
2. Memasukkan surat izin penelitian di tempat penelitian
3. Mengolah data yang telah diperoleh
4. Menyajikan hasil penelitian
c Teknik Pengolahan Data
Excel 2010. Data yang telah diolah kemudian disajikan dalam bentuk diagram,
1. Kehamilan Ektopik
ovum yang telah dibuahi tidak terimplantasi pada tempat yang seharusnya
23
2. Usia
21 24 tahun
26 29 tahun
30 tahun
3. Paritas
baik hidup ataupun mati, tetapi bukan aborsi, tanpa melihat jumlah anaknya.1
Kriteria Objektif : 0
4. Abortus
mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram
Kriteria Objektif : 0
5. Mortalitas
24
Definisi Operasional : Mortalitas adalah Angka kematian Ibu yang disebabkan
Meninggal
telah sebagai penderita kehamilan ektopik terganggu pada tahun 2012-2014 dan
2. Umur Ibu
3. Paritas Ibu
5. Mortalias Ibu
25
Memilih populasi penelitian, menentukan jumlah sampel
berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.
BAB IV
26
Gambar 4.1 RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar
4.1.1. Visi
4.1.2. Misi
1. Memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak secara paripurna, bermutu, dan
27
Muhammadiyah yang terletak di jalan R.A.Kartini No.15-17 Makassar Sulawesi
Selatan. Didirikan pada tanggal 18 November 1962 dengan status Balai Kesehatan
Ibu dan Anak ( BKIA ) dan pada tanggal 26 Mei 1976 berubah status menjadi
statusnya menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak ( RSIA) dengan izin sementara dari
2/V/2002 dan telah mendapatkan izin tetap dari Direktur Jenderal Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia Nomor : YM. 02. 04. 2. 2. 487
Muhammadiyah Cabang Makassar pada waktu itu supaya ada sumber dana yang
produktif. Disamping itu untuk dapat menolong ummat pada umumnya dan warga
bidang kesehatan.
Makassar yang pada waktu itu dirintis oleh KH.Fathul Muin Dg.Maggading,
H.Abd.Razak Dg.Sako, H.hanafi dan lain-lain pengurus pada waktu itu. Rumah
28
2. Mendapatkan sumber dana unutk kegiatan persyarikatan yang tidak ada sumber
peransertanya.
4. Sebagai rumah sakti rujukan pelayanan kesehatan ibu dan anak
Muhammadyah Majelis.
(SIUP).
No: 503/0219/SIUPM-B/01/KPAP Tanggal 15 November 2013
4 Izin Perpanjangan Operasional S/D tanggal
No : 440/23.05/RSIA/PSDK-DKK/II/2014. Tgl 25 Februari 2019
5 Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Penetapan Kelas
Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Sitti Khadijah 1 Makassar Sebagai Rumah
29
Rumah sakit Ibu dan Anak Sitti Khadijah terletak di pusat kota,
Rumah Sakit Ibu dan Anak Sitti Khadijah 1 Makassar adalah poliklinik umum,
poliklinik anak dan poliklinik spesialis obsetri dan ginekologi. Adapun pelayanan
Fasilitas rawat inap yang ada di rumah sakit ini adalah terdapatnya 53
tempat tidur inap di rumah sakit ini, 24 termasuk di kamar kelas III. Rumah sakit
ini juga tersedia tempat tidur di semua kelas kamar, dari kelas I sampai kelas
VVIP.
30
BAB V
31
5.1. Hasil Penelitian
RSIA Sitti Khadijah 1 terbanyak pada tahun 2012 yaitu sebanyak 6 kasus
kehamilan ektopik terganggu (0,28%) dari 2162 pasien yang datang ke RSIA Sitti
Khadijah 1dan pada tahun 2013 yaitu sebanyak 6 kasus kehamilan ektopik
terganggu (0,27%) dari 2260 pasien dan terendah pada tahun 2014 yaitu sebanyak
5 kasus kehamilan ektopik terganggu (0,12%) dari 4336 pasien. Jadi terdapat 17
kasus kehamilan ektopik terganggu (0,19%) dari 8758 pasien yang datang ke
32
5.1.2. Prevalensi Kehamilan Ektopik Terganggu berdasarkan Usia Ibu
yaitu kelompok usia 30 tahun dengan proporsi 41% (7 orang), kemudian pada
kelompok usia 25-29 terdapat 6 orang (35%) sedangkan yang terendah adalah
33
1 4 24%
2 2 12%
3 1 6%
Total 17 100%
Sumber: rekam medik di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar
berdasarkan paritas yang tertinggi adalah pada paritas ke-0 dengan proporsi 59%
(10 orang), kemudian paritas ke-1 dengan proporsi 24% (4 orang), paritas ke-2
dengan proposi 12% (2 orang) dan paritas yang terendah yang menderita
orang).
Abortus Ibu
34
1 7 41%
2 1 6%
3 1 6%
Total 17 100%
Sumber: rekam medik di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar
berdasarkan riwayat abortus paling banyak dialami oleh pasien yang belum
pernah 1 kali abortus dengan proposi 41% (7 orang) dan yang paling rendah
dialami pasien dengan riwayat abortus 2 kali dan 3 kali dengan proporsi masing-
masing 6% (1 orang).
Ibu
Total 17 100%
Sumber: rekam medik di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar
35
pada ibu paling tinggi adalah hidup dengan jumlah 100% (17 orang) dan angka
dengan kata lain tidak ada ibu dengan kehamilan ektopik terganggu yang
meninggal.
5.2 Pembahasan
Periode 2012-2014
terganggu (0,19%) dari 8758 pasien yang datang ke RSIA Sitti Khadijah 1 selama
3 tahun yaitu tahun 2012-2014 dan terbanyak pada tahun 2012 yaitu sebanyak 6
kasus kehamilan ektopik terganggu (0,28%) dari 2162 pasien yang datang dan
terendah pada tahun 2014 yaitu sebanyak 5 kasus kehamilan ektopik terganggu
(0,12%) dari 4336 pasien. Hal ini menunjukkan bahwa tiap tahun prevalensi
beberapa faktor yaitu : 1. Deteksi dini kelompok resiko tinggi (Ibu dengan usia
36
tua, wanita yang infertil dan mempunyai riwayat penggunaan obat-obat pemicu
ovulasi dan fertilisasi, dan wanita yang memiliki riwayat abotus), 2. Riwayat
(41%) dan kelompok usia dengan jumlah pasien kehamilan ektopik terganggu
paling sedikit adalah kelompok usia 15-20 dan 21-25 tahun dengan proporsi 12%
(2 orang).
40 tahun dengan rata-rata umur 30 tahun. Hal ini disebabkan karena pada usia
disebabkan oleh penggunaan alat kontrasepsi pada usia tua, riwayat operasi tidak
tahun organ reproduksi wanita belum matang sepenuhnya dan pada usia 40
Hasil ini sesuai dengan penelitian Aloysius et al. (2006) yang melakukan
penelitian di Rumah Sakit Imanuel Bandung dari tanggal 1 Januari 2003 sampai
37
31 Desember 2004 diperoleh 47 kasus kehamilan ektopik terganggu, berdasarkan
kelompok usia 30-34 tahun paling tinggi yaitu 19 orang (40,4%), diikuti oleh
kelompok usia 25-29 yaitu 14 orang (29,8%), kelompok usia 20-24 tahun yaitu 10
orang (21,3%) dan kelompok usia paling rendah yaitu kelompok usia 35-39 tahun
ektopik terganggu, kelompok usia yang terbanyak yaitu 30-34 tahun terdapat 54
orang (40,60%), kelompok usia 25-29 tahun terdapat 29 orang (21,80%) dan
kelompok usia dengan jumlah kasus KET terendah yaitu kelompok usia 20-24 dan
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2003-2008 proporsi ibu
penderita KET yang terbanyak adalah pada kelompok umur 20-39 tahun yaitu
sebesar 92,1% sedangkan proporsi terkecil terdapat pada kelompok umur <20
Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa paritas tertinggi ibu yang
mengalami kehamilan ektopik terganggu adalah paritas ke-0 dengan proporsi 59%
(10 orang) dan paritas yang terendah adalah pada paritas ke-3 dengan proporsi 6%
(1 orang).
38
Salah satu faktor risiko ringan kehamilan ektopik adalah infertil. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (1997) yang menyatakan
dengan paritas 0-3, ini dikarenakan oleh obat-obat pemicu ovulasi atau fertilisasi
sebanyak 4 orang (3,00%), paritas 5 sebanyak 3 orang (2,26%) dan paritas yang
ektopik terganggu, yang paling sering didapatkan pada paritas 1 yaitu 19 orang
(36,17%), kemudian paritas 2 yaitu 17 orang (36,2%) dan yang terendah pada
terdapat pada kelompik dengan paritas satu, yaitu sebanyak 14 kasus (34,15%).
pada kelompok dengan paritas empat yaitu satu kasus (2,44%). Dan pada wanita
39
5.2.4 Analisis Prevalensi Pasien dengan Kehamilan Ektopik Terganggu
ektopik terganggu paling banyak dialami oleh pasien yang memiliki riwayat
abortusdengan proposi 41% (7 orang) dan yang paling rendah dialami pasien
orang).
Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas yang beriwayat
pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk seksio sesarea. Pada
atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka
Manado paling banyak terdapat pada kelompok tanpa riwayat abortus, yaitu
dengan riwayat abortus sebanyak 21,95% dan terbanyak diantaranya adalah kasus
dengan riwayat abortus sebanyak satu kali, yaitu 17,07% dan riwayat abortus
lebih dari tiga kali tidak ada yang mengalami kehamilan ektopik terganggu.8
40
Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa mortalitas pada Ibu dengan
dan banyaknya proporsi ibu dengan kehamilan ektopik terganggu yang hidup
seringkali terjadi pada kehamilan abdominal dan tuba intertisial, yang mungkin
turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk.,
(1971) melaporkan 1 kematian diantara 826 kasus, dan Willson dkk. (1971) 1
Hasil ini sesuai dengan penelitian Rospida (2009) di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2003-2008, diperoleh bahwa ibu penderita
41
KET terbanyak adalah hidup yaitu sebesar 61 orang (96,8%) dan yang terkecil
Januari 2003 31 Desember 2005 bahwa 131 orang (98,50%) ibu hidup dan 2
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
periode 2012-2014 terbayak terdapat pada paritas ke-0 atau ibu yang belum
periode 2012-2014 paling banyak dialami oleh ibu yang tidak memiliki riwayat
abortus.
42
5. Prevalensi kehamilan ektopik terganggu di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar
6.2 Saran
kesehatan pada ibu hamil mengenai gejala yang timbul akibat kehamilan yang
43
DAFTAR PUSTAKA
Ilmu Bedah, edisi VI. Editor: Spencer FC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Bandung. 2007;6-9
6. Prawira, Hari. Gambaran Kasus KET Bagian Obgin RSUB Arifin Achmad
(KET) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2003-
44
8. Cynthia, Sri. Et al. Tinjauan Kasus Kehamilan Ektopik di BLU RSUP Prof.
45