Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Inkontinensia urin oleh International Continence Society (ICS)


didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau
dikontrol, secara obyektif dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah
sosial atau higienis.1-5 Dan akan meningkatkan morbiditas, memberikan
perasaan tidak nyaman dan menimbulkan dampak terhadap kehidupan
sosial, psikologi, aktifitas seksual dan pekerjaan. Juga menurunkan hubungan
interaksi sosial dan interpersonal. 6-8
Prevalensi terjadinya Inkontinensia urine adalah 8-20 % dimana pasien
yang datang memeriksakan dirinya hanya 1/3 dari seluruh penderita.
Inkontinensia urine dibagi menjadi True Incontinence dan Untrue
Incontinence. Pada true Incontinence yang paling sering adalah Stress
Incontinence.1 Pada keadaan ini terdapat tekanan intravesikal yang melebihi
tekanan maksimal uretra, sehingga urin keluar sedangkan kandung kemih
sendiri tidak aktif atau istirahat. Keluarnya urin sangat erat hubungannya
dengan aktifitas tubuh yang dapat menyebabkan tekanan intra abdominal
meningkat seperti batuk, bersin, melompat, berlari berjalan, mengangkat
benda-benda dan lain-lain. Pada malam hari gejala ini hampir tidak ada. 1-5,9,10
Rasa malu, takut terhadap pembedahan dan ekspektasi yang rendah
terhadap manfaat yang dapat diterima juga menghambat penderita untuk
mencari bantuan medis. Diagnosis yang tepat dari kelainan ini dibuat dengan
bantuan pemeriksaan urodinamik, akan tetapi dengan gejala klinik dan
pemeriksaan yang teliti serta pemeriksaan penunjang yang sederhana,
diagnosis dapat dibuat sebelum pemeriksaan urodinamik tersebut. Sehingga
penatalaksanaan secara konservatif dapat diberikan dengan hasil
memuaskan.1,2,12
Penanganan pembedahan pada stres inkontinensia meliputi tindakan
pembedahan pervaginam, perabdominam, prosedur jarum suspensi, tindakan
operatif pada kelemahan sfingter intrinsik, dan laparaskopi. Tindakan
pembedahan direkomendasikan bila tindakan konservatif gagal atau
perempuan tersebut menginginkan koreksi operatif sejak awal. 1,2,13

1
BAB II

STRESS INKONTINENSIA URINE

A. Definisi
Menurut ICS : adalah keluarnya urin yang tidak dapat
dikontrol/dikendalikan, ketika tekanan intravesica melebihi tekanan
maksimum penutupan urethra, tanpa adanya aktivitas detrusor. 1-5

B. Prevalensi 6-8
40-60% dari seluruh inkontinensia urin
Bila inkontinensia stres muncul pada kehamilan, hilang setelah
partus,kemungkinan muncul inkontinensia stres pada 5 tahun ke
depan 18%
Bila inkontinensia stres muncul pada kehamilan, hilang setelah
masa nifas,kemungkinan muncul inkontinensia stres pada 5
tahun ke depan 42%
Bila inkontinensia stres muncul pada kehamilan, menetap
sampai 3 bulan post partum, kemungkinan muncul inkontinensia
stres pada 5 tahun ke depan 92%

C. Etiologi Dan Patofisiologi 1,2,5,8,9

Inkompetensi mekanisme penutupan urethra

I. Intrinsic Sphincter Deficiency (ISD) 5-10%


-loss of the urethral resistance
-urethral closure pressure decrease
-stress incontinence
II. Urethral Hypermobility 90-95%
-descent of the bladder neck and proximal urethra
-pressure transmission decrease
-stress incontinence

Yang mempengaruhi tekanan urethra:

2
a. Resting urethral closure pressure
- Sfingter urethra interna (kelanjutan otot detrussor vesica urinaria,
otot sirkuler)
- Sfingter urethra eksterna (rhabdosfingter)
b. Pressure transmission (intraabdominal pressure to proximal urethra)
Komponen mekanisme sfingter urethra:

1.Intrinsic urethral sphincter mechanism


2.Extrinsic urethral sphincter mechanism

1. Urethra intrinsic sphincter mechanism


Urethra wanita panjang 3-5cm, lebar 0,6cm
Tersusun oleh (dari dalam ke luar):
a. Mukosa lumen urethra:
- epitel sangat tebal: 2/3 proksimal: epitel transisional
1/3 distal: epitel skuamosa
- epitel sangat tebal sehingga menutup lumen urethra dan urin
tidak bisa keluar (water seal)
- dibagian distal banyak mengandung kelenjar scene dan kuman
komensal yang sementara tidur/tidak aktif (baru asenderen dan
bisa menimbulkan infeksi bila urethra rusak, keadaan umum
tidak baik)

b. Submukosa urethra:

- banyak pembuluh darah yang membentuk pleksus, mendorong


mukosa keatas sehingga lumen makin tertutup, urin tidak bisa
keluar (water seal)

- terdiri dari: jaringan ikat, pembuluh darah, jaringan lemak,


kelenjar

c. Otot polos detrussor (tunica muscularis):

- otot polos, 3 lapis: longitudinal-sirkuler-longitudinal

- lapisan longitudinal di dalam sulit ditampilkan, sangat tipis

- lapisan sirkuler dan longitudinal di luar disebut juga sfingter

3
urethra polos

- lapisan sirkuler di tengah dan longitudinal di luar masing-

masing bersatu dengan lapisan sirkuler dan longitudinal dari

vesica urinaria, dan membentuk bladder neck yang tebal,

terdapat reseptor alfa-adrenergik (di urethra, bladder neck dan

trigonum Litoudi)

- sehari-hari otot polos detrussor urethra membantu kontraksi

sehingga lumen urethra jadi kecil (pada fase pengisian

simpatis)

- bila otot detrussor vesica urinaria berkontraksi otot

detrussor urethra akan melebar dan memendek karena tertarik

ke atas (fase pengeluaran parasimpatis)

d. Tunica serosa/adventitia:

- mengandung jaringan ikat kolagen dan elastin

e. Otot rhabdosfingter (otot lurik):

- terdapat di 20-80% bagian tengah urethra

- 0-20% masuk ke vesica urinaria sebagai bladder neck

- 20-40% otot sfingter urethra lurik, menggantung urethra

- 40-60% otot urethovaginal/urovaginal,

Paling banyak mengalami kerusakan pada partus

pervaginam

40-50% menggantung urethra saja

4
50-60% menggantung urethra dan vagina

melekatkan urethra ke vagina dengan ligamen

pubourethralis

- 60-80% otot kompresor, mengikat vagina distal, ditarik ke


iskiokavernosus Serabut-serabutnya melanjut ke
transversus perinei superfisial dan profunda, ikut
membentuk membran perineal

- 80-100% bebas

Intrinsic sphincter mechanism inilah yang menyebabkan lumen urethra


selalu tertutup pada keadaan normal. Keadaan ini disebut resting urethral
closure pressure atau tekanan penutupan urethra dalam keadaan istirahat.

Bila mekanisme ini rusak, tekanan penutupan urethra saat istirahat


akan berkurang terjadi inkontinensia stres tipe intrinsic sphincter deficiency
(ISD).

2. Extrinsic sphincter mechanism


1. Dinding vagina anterior
2. Fasia/septum puboservikalis dan ligamen pubourethralis
3. Otot levator ani (diafragma pelvis)
4. Arcus tendineus fascia pelvis tempat melekat puboservikalis &
diafragma pelvis

Pada peningkatan tekanan intraabdomen (misal: batuk, bersin)

tekanan akan disebarluaskan ke seluruh organ intraabdomen dan


vesica urinaria dengan tekanan sama besar (disebut: tekanan
transmisi)

tekanan pada urethra = tekanan pada vesica urinaria

di bawah urethra terdapat tekanan atmosfir ke atas sehingga urin


tidak bocor keluar

5
Bila urethra turun posisinya dikarenakan diafragma pelvis yang
lemah/lembek (biasanya akibat partus) tekanan transmisi vesica urinaria
menjadi besar

tekanan di bladder neck hampir tidak ada

tidak ada tekanan atmosfir ke urethra bagian bawah

Atau akan terjadi tekanan transmisi pada urethra berkurang sehingga


tekanan vesica urinaria saat terjadi peningkatan tekanan intraabdominal
menjadi lebih tinggi daripada resting urethral closure pressure,

maka akan terjadi inkontinensia stres tipe urethral


hipermobilitas.
Determinants of stress incontinence:

1. tekanan penutupan urethra saat istirahat


2. tekanan transmisi
3. peningkatan tekanan intraabdomen
bila salah satu mengalami perubahan terjadi inkontinensia
stres

C. Faktor Resiko 2
ISD: radiasi, tumor, trauma, vulvektomi
Hipermobilitas urethra & bladder neck: faktor-faktor yang
menyebabkan disfungsi dasar panggul
hamil, partus, paritas (hamil 30% akan inkontinensia
stres)
Umur
Ras
Obesitas
Bayi besar
Estrogen perimenopause
Kelainan bawaan kolagen elongatio/prolaps pada
gadis
Keadaan yg menaikkan tekanan intraabdomen
(batuk, angkat berat dll)

D. Diagnosis 1, 2, 9
1. Anamnesis
Mengeluh keluar urin saat aktivitas fisik/peningkatan tekanan
intraabdomen

6
a. Gejala urologi
b. Riwayat penyakit, seperti diabetes, batuk kronis, asma dll
c. Riwayat ginekologis, seperti paritas, riwayat operasi ginekologis dll
d. Gejala neurologis
e. Riwayat obat-obatan yang diminum

2. Pemeriksaan fisik umum


a. Keadaan fisik umum
b. Pemeriksaan ginekologis, termasuk abdomen, panggul, vagina,
rektum
c. Pemeriksaan urologis
d. Pemeriksaan neurologis

3. Pemeriksaan khusus inkontinensia stress


Terlihat keluar urin dari urethra saat peningkatan tekanan
intraabdomen:

a. Tes batuk positif bila keluar urin saat pasien diminta batuk
b. Boney test jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa diletakkan
periurethra melalui dinding vagina anterior. Boney test positif bila
tanpa penekanan keluar urin pada peningkatan tekanan
intraabdomen, tetapi bila jari ditekan ke arah urethra tidak keluar
urin pada peningkatan tekanan intraabdomen.
c. Q-tip test/spoon test dengan cotton bud yang dimasukkan ke
lumen urethra, pasien diminta batuk, dinilai perubahan sudut yang
terjadi. Normal bila sudut 20-30derajat, meskipun hasil ini tidak
valid oleh karena banyak penyimpangan. Abnormal (hipermobilitas)
bila sudut >30derajat.
d. Pesarium test tanpa pesarium maka urin akan keluar saat
peningkatan tekanan intraabdomen. Dengan pesarium, maka urin
tidak keluar lagi saat peningkatan tekanan intraabdomen.
e. Pad test (tes pembalut)
- ukur berat pad sebelum mulai tes, pasien diminta berkemih

- minum 500ml air selama 15menit (jangan minuman yang


merangsang berkemih)

- 15-30menit berjalan-jalan, naik turun tangga

- 30-45menit jongkok berdiri, duduk berdiri, batuk kuat, ambil


barang di lantai masing-masing dilakukan 10 kali

7
- 60menit cuci tangan, pad ditimbang lagi

Hasil: bila penambahan berat pad:

<2gram tidak ada inkontinensia stres (keringat/fluor

albus)

2-10gram inkontinensia stres ringan

10-20gram inkontinensia stres sedang

20-40gram inkontinensia stres berat

>40 atau 50gram inkontinensia stres sangat berat

Klinis beratnya inkontinensia stres: bila keluarnya urin saat:

Batuk kuat inkontinensia stres ringan

Batuk ringan inkontinensia stres sedang

Lompat-lompat inkontinensia stres berat

Berdiri inkontinensia stres sangat berat

4. Bladder diary/catatan harian berkemih/daftar harian berkemih


-standar pencatatan selama 3 hari, bisa sampai 5 hari
-terdiri dari: waktu dari jam 00.00 sampai 00.00 lagi, 24 jam,
bisa dimulai kapan saja
Minum jenis dan jumlah
Berkemih berapa kali dan berapa banyak/jumlah
Urge ada/tidak ada
Bagaimana bila ada peningkatan tekanan intraabdomen
(batuk, bersin, tertawa, hubungan sexual)
5. Pemeriksaan laboratorium
Urinalisis singkirkan adanya infeksi, diabetes, penyakit ginjal,
batu saluran kemih, keganasan dll (pyuria, bakteriuria,
hematuria, glukosuria, proteinuria)

Darah singkirkan adanya infeksi, penyakit metabolik dll


6. Sistometri, Urodinamik
Untuk melihat UPP (Urethral Pressure Profile)
Pemeriksaan urodinamik dilakukan bila:

8
-ragu-ragu diagnosis
-direncanakan operasi
-evaluasi setelah operasi
-keluhan dan gejala tidak membaik dengan pemberian
obat

E. Penatalaksanaan 1,2,9,14,15

1. Pencegahan kenali dan atasi faktor risiko


-pembatasan hamil dan partus keluarga berencana
-pencegahan sakit batuk kronis, diabetes, asma dll
-Kegel exercise

2. Konservatif
Indikasi: - inkontinensia stres ringan
- menunda operasi

- inkontinensia stres dengan kombinasi instabilitas


detrusor
- ada komplikasi bila dilakukan operasi/anestesi

Macamnya:
a. Kegel exercise minimal 3 bulan
Tujuan: melatih otot levator ani (sehingga sudut vagina menjadi
45 derajat di distal dan 120 derajat di proksimal), bukan semua
otot dasar panggul
Keberhasilan kegel exercise tergantung:
Pasien tahu otot mana yang dikontraksikan
Tahu bagaimana cara mengkontraksikannya
Menyediakan waktu khusus untuk melakukannya
b. Vaginal cone
- diameter 20-24mm terbuat dari kayu
- diberi tali dengan beban 10-60gram
- tiap minggu diameter diturunkan, beban dinaikkan
- lamanya 3 bulan

c. Positive feedback/perineometri

-menggunakan rangsangan listrik

-tujuan: melatih otot supaya otot hipertropi

d. Faradism/electro stimulation

9
e. Interferensial therapy

f. Maximal electrical stimulation

g. Obat-obatan:

estrogen

alfa adrenergik agents contoh: propil propanolamin

Dalam kombinasi, kedua obat ini tidak digunakan bersama-


sama lagi karena mengakibatkan perdarahan subdural
h. Akupuntur

i. Tampon vagina

j. Kateter sementara

k. Hodge pessary

l. Diafragma kontrasepsi

Terapi konservatif pada inkontinensia stres

ringan keberhasilan mencapai 90%

sedang 40-80%

berat 20-40% (hanya untuk menunggu operasi)

3. Operatif
a. Kolporafi anterior:
-Kelly plication paraurethra dijahit
-Kelly Kennedy Kelly plication+kolporafi anterior

b. Suburethral bulging/bulking agent:

-koloid

-silikon

c. Retropubic suspension:

10
- MMK (Marshall Marchetti Krantz) buka cavum
Retzii, pisahkan vesica urinaria dari simfisis pubis
secara tumpul sampai mendapatkan urethra. Jaringan
paraurethra dijahitkan ke perios pubis (tulang) dengan
prolene. Keberhasilan 70-80%.
- Burch colposuspension jaringan
paravaginal/paraurethra dijahit ke ligamen Cooper
(80% berhasil baik). Lig Cooper merupakan penebalan
perios yang berjalan antara pubis dan spina ischiadika.

d. Sling procedure

Tujuan: menggantung urethra

Materi:- fasia gracilis, tahun 1913, oleh Franklin

- fasia rectus, tahun 1914, oleh Gooble

- fasia lata

- prolene

- mesh, 10 tahun terakhir, TVT dan TVT-O

Cara: Cavum Retzii dibuka, sling diletakkan di bawah urethra.

e. Artificial sphincter
f. Transvaginal needle bladder neck suspension
Pemilihan cara operasi tergantung:

-keinginan pasien

-kompetensi operator

-materi yang ada

pasien yang memutuskan

BAB III

11
KESIMPULAN

1. Stress Inkontinensia Urine merupakan masalah sosial dan higienis


untuk wanita.
2. Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis sebelum dilakukan
pemeriksaan urodinamik multichannel dilakukan.
3. Penatalaksanaan konservatif memberikan hasil memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

12
1. Wall LL. Urinary stress incontinence. In: Rock JA, Thompson JD. Te Linde
operative gynecology. 8th ed. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers,
1997: 1087-134
2. Junizaf. Stres inkontinensia. Dalam: Junizaf, Josoprawiro MJ, Santoso BI.
Buku ajar uroginekologi. Jakarta: Subbagian uroginekologi-rekonstruksi
FK-UI, 2002: 90-95
3. Bradley CS, Whitmore KE. Non surgical treatment for female urinary
incontinence. In: Ransom SB, Dombrowski MP. Contemporary Therapy in
obstetrics and gynecology. Toronto: WB Saunders, 2002: 428-434
4. Berek JS, Hillard PJA, Adashi EY. Novak,s Gynecology. 13 th ed.
Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers, 2002: 654-81
5. Wiknjosastro H. Beberapa aspek urologi pada wanita. Dalam:
Wiknjosastroh, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu kandungan. Ed. 3.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1997: 448-67
6. Manca A, Sculpher MJ, Ward K. Acost-utility analysis of tension-free
vaginal tape versus colposuspension for prymary urodynamic stress
incontinence. BJOG, 2003;110:255-62
7. Meyer S, Hohlfield P, Achtari C, Degrandi P. Pelvic floor education after
vaginal delivery. AmJOG, 2001;97:673-7
8. Kelleher CJ, Candozo LD, Salvatore S. A new questionarre to asses the
quality of life of urinary incontinence woman. BJOG 1997;104:1374-9
9. Green TH. Urinary stress incontinence: Pathofisiology, diagnosis and
classification. In: Buchsbaum HJ, Schmidt JD. Gynecology and obstetric
urology. Toronto: WB Saunders, 1978: 162-188
10. Balgobin B. Urinary stress incontinence. In: Friedman EA, Borten M,
Chapin DS. In: Gynecologycal decision making. 2nd ed. Philadelphia: BC
Decker Inc, 1988: 88-9
11. Kessel KV, Reed S, Newton K. The second of labor and structure. AmJOG
2001;184:1571-5
12. Griffith DJ, Harvey MA. A new external urethral in female urinary
incontence. AmJOG 1998;286-90
13. Hill S. Genuine stress incontinence. In: Cardozo L. Urogynecology. 1 st ed.
New York: Churchill Livingstone, 1997; 229-78
14. Youngblood JP. Paravaginal defect repair for stress urinary incontinence:
the A Cullen Richardson procedure. In: Sanz LE. Gynecologic surgery. 2 nd
ed. Massachusetts: Blackwell science, 1995: 141-6
15. Druker BH. Anterior colphorraphy. In: Buchsbaum HJ, Schmidt JD.
Gynecology and obstetric urology. Toronto: WB Saunders, 1978: 188-99

13
14

Anda mungkin juga menyukai