Anda di halaman 1dari 2

Resensi Film Ngenest (2015)

Sutradara : Ernest Prakasa


Produser : Chand Parwez Servia
Fiaz Servia
Penulis : Ernest Prakasa
Pemeran : Ernest Prakasa, Kevin
Anggara, Lala Karmela,
Amel Carla, Morgan Oey,
Fico Fachriza, Brandon
Nicholas Salim, Ferry
Salim, Ardit Erwandha,
Olga Lydia, Budi Dalton,
Ade Fitria Sechan
Produksi : Starvision Plus
Tanggal rilis : 30 Desember 2015
Durasi : 95 Menit
Genre : Comedy
Subtitle : Bahasa Indonesia
Film komedi Ngenest ini mengisahkan tentang pemuda bernama Ernest (Ernest
Prakasa) merupakan putra pasangan suami istri keturunan Tionghoa. Penampilan yang mirip
orang Cina merupakan kerugian bagi Ernest yang terlahir menjadi seorang minoritas, karena ada
perbedaan dari segi fisik yaitu kulitnya putih dan matanya sipit membuatnya selalu terkena bully
(hinaan).
Sejak hari pertama masuk sekolah dasar, Ernest langsung di-bully oleh teman-temannya.
Tak hanya Ernest yang mengalami bully namun sahabatnya Patrick (Brandon Salim/Morgan
Oey) juga mengalami hal yang serupa. Hal itu berlanjut hingga ia masuk SMP. Di SMP, ia
mencoba berteman dengan teman-temannya agar tidak di-bully lagi, namun sayangnya hal
tersebut gagal. Ernest sadar bahwa ini adalah nasib yang harus ia jalani. Namun dia tak mau
anaknya kelak mengalami nasib yang serupa dengan dirinya. Ernest pun berikrar akan menikah
dengan wanita pribumi kelak. Namun rencana tersebut ditentang oleh Patrick, sahabatnya sejak
kecil yang menilai keinginan Ernest tersebut aneh.
Memasuki bangku kuliah, Ernest berkenalan dengan gadis keturunan Sunda Jawa
bernama Meira (Lala Karmela) yang kebetulan seiman dengannya. Namun masalah muncul saat
Ernest mengetahui kalau Ayah Meira (Budi Dalton) tidak suka kalau putrinya berpacaran dengan
orang Tionghoa. Mengetahui hal tersbut, membuat Ernest tak ingin menyerah begitu saja.
Dengan berbagai cara Ernest mencoba untuk merebut hati calon mertuanya, dan akhirnya
perjuangan Ernest tidak sia-sia. Setelah 5 tahun berpacaran, mereka akhirnya menikah.
Setelah menikah, kekhawatiran Ernest tentang keturunannya ternyata tak hilang begitu
saja. Ernest masih khawatir, apabila anaknya kelak mirip dengan ayahnya dan akhirnya
mengalami pembullyan seperti dirinya. Karena itu Ernest menunda-nunda untuk segera memiliki
keturunan. Namun orangtua Meira yang sudah tak sabar ingin menimang cucu, membuat Ernest
harus mengalah dan Meira pun hamil. Meira pun melahirkan bayi perempuan bermata sipit mirip
ayahnya. Meskipun sangat mirip dengan dirinya, namun Ernest sangat bahagia. Kehadiran
putrinya telah memberi banyak kedamaian yang membawa keberanian untuk menjalani hidup
apa pun tantangannya.
Kelebihan :
Cerita ini di adaptasi langsung dari novel sehingga film tersebut juga berani untuk menampilkan
perbedaan yang ada dimasyarakat sekitar. Film berdurasi 95 menit ini dibalut dengan humor
segar dan ringan, serta mampu mengangkat isu sensitif tersebut menjadi sesuatu yang layak
untuk ditertawakan. Humor yang disajikan sangat pas dan pada tempatnya, mulai dari tukang
cilok, tukang bajaj, orang gila, om penyanyi Mandarin, dan seluruh extras yang hanya lalu-
lalang, bekerja sesuai porsinya. Pengambilan gambar pun dilakukan dengan baik, dan skenario
yang ditulis pun sangat terstruktur sehingga membuat cerita dapat dengan santai dinikmati.
Kekurangan :
Film Ngenest ini memiliki kekurangan dimana terlalu rasis, tetapi memang bagus dalam segi
cerita namun dialog-dialog yang digunakan oleh pemainnya kurang enak di dengar.
Kesimpulan :
Film ini menarik karena film ini selain berunsur comedy ada juga untuk manusiawinya. Dan
mengandung unsur moral didalamnya Sejatinya tak ada yang merugikan dari sebuah perbedaan,
yang ada hanyalah keuntungan yang bisa dipetik, jika kita mau merenunginya. Dan saya
berkesimpulan bahwa film ini adalah salah satu film Indonesia yang wajib ditonton.

Sumber : http://cabokia.blogspot.co.id/2016/06/resensi-film-ngenest-2016.html

Anda mungkin juga menyukai