Anda di halaman 1dari 23

KIMIA ORGANIK

DNA DAN RNA

Disusun oleh :

1. Mazida Zulfah Alfit 22010316140006

2. Nurin Sabrina D 22010316140022

3. Putriyani Ratnasari 22010316140029

4. Yumnia Rahmawati 22010316140033

5. Jasmine Regita Putri 22010316140039

6. Mirani Halima 22010316140040

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
1.1. RNA

1.1.1. Struktur RNA

RNA merupakan polimer panjang yang terdiri dari nukleotida - nukleotida


yang bersambung dengan ikatan 3' 5' fosfodiester. Struktur kovalen RNA
berbeda dengan DNA dalam dua hal. Sebagaimana terbaca dari namanya, unit-
unit gula dalam RNA berupa ribosa bukan deoksiribosa, dimana pada RNA, atom
C nomor 2 berikatan dengan gugus hidroksil (OH). Ribosa mengandung sebuah
gugus 2'-hidroksil yang tidak terdapat deoksiribosa. Basa nitrogen yang terdapat
pada RNA tersusun atas adenine (A), gunanine (G), uracil (U), dan cytosine (C).
Urasil, seperti timin, dapat membentuk pasangan basa dengan adenin. Guanine
berpasangan dengan cytosyne. Pasangan basa dapat berikatan dikarenakan adanya
ikatan hidrogen (Lee dan Gutel. 2004).

1.1.2. Sifat RNA

Sifat RNA dapat dilihat berdasarkan tipe tipe RNA. RNA dibagi menjadi 3 tipe,
yaitu :

1. Transfer RNA (t-RNA)


Transfer RNA (t- RNA) merupakan bentuk terkecil dari RNA. Karena
ukurannya, maka kadang disebut s-RNA (small-RNA), sebagai akibat bahwa
ia tinggal di dalam cairan bagian atas dari larutan, sedangkan bentuk RNA
yang lain (yang lebih berat) mengendap oleh sentrifugasi ultra. Masingmasing
dari ke-20 asam amino mempunyai sedikitnya satu molekul t-RNA istimewa,
yang berguna untuk mengangkut molekul t-RNA tadi ke tempat sintesis
protein dan menjamin penempatannya yang benar dalam urutan asam amino
dari protein yang sedang disintesis. Antikodon memainkan peranan kunci
dalam sintesis protein.

2. Messenger RNA (m-RNA)

Ukuran molekul m-RNA tergantung pada jumlah sisa asam amino dalam
protein yang memerlukan molekul m-RNA itu sebagai cetakan. Sintesis suatu
protein yang mengandung sisa asam amino sebanyak 500 jelas harus diurus
oleh molekul m-RNA yang mempunyai sedikitnya 1500 (3 500 basa).

3. Ribosomal RNA (m-RNA)

Sintesis protein terjadi di atas permukaan RNA-protein kompleks, yang


dikenal sebagai ribosom. Seluruh fungsi ribosom adalah menjamin orientasi
yang benar antara cetakan m-RNA dan molekul-molekul amonosil t-RNA yang
sedang diikatkan kepada cetakan. Karena itu, ribosom secara khusus mengikat
m-RNA, aminosil t-RNA yang datang masuk, dan bagian dari rantai yang
sedang tumbuh, semuanya pada orientasi sterokimiawi yang betul. Tambahan
pula, ribosom mengandung enzim-enzim tertentu disebut translokase, yang
menyebabkan ribosom bergerak sepanjang untai m-RNA sewaktu sintesis
protein berlangsung (Campbell NA, et. al. 2004).

1.1.3. Transkripsi

Transkripsi menyangkut perangkaian secara linier satuan-satuan monomer RNA.,


atau ribo-nukleotida, dengan menggunakan suatu bagian khas yang kecil (gene)
dari untaian DNA sebagai model. Molekul RNA tidak saja menyediakan cetakan
kerja bagi biosintesis protein, tetapi juga bekerja sebagai pembawa istimewa
untuk asam amino serta juga memperlengkapi tempat tautan di mana sintesis
protein akan berlangsung (Kiss. 2001).
1.2 DNA

Ada dua tipe asam nukleat yaitu , DNA (Asam deoksiribonukleat) dan RNA (asam
ribonukleat). Asam nukleat inilah yang memungkinkan organisme hidup untuk menurunkan
komponen kompleks yang dimiliki, dari satu generasi ke generasi berikutnya
(Campbell,2009).

A. Pengertian DNA

DNA adalah materi genetik yang diwariskan dari orang tua atau induk masing masing
kepada keturunanya. Setiap kromosom mengandung satu molekul DNA panjang,
biasanya dalam satu DNA membawa beberapa ratus gen atau lebih. Ketika sebuah sel
mereproduksi dirinya sendiri dengan cara membelah (mitosis dan meiosis), molekul
DNA-nya disalin dan diteruskan dari satu generasi sel ke generasi berikutnya. Dikodekan
dalam struktur DNA adalah informasi itu (Campbell, 2009)

B. Struktur DNA

Gambar 1. Polinukleotida (asam nukleat)


DNA terdiri dari kumpulan nukleotida nukleotida (poli nukleotida). Masing
masing nukleotida terdiri dari gula fosfat yang selanjutnya menjadi tulang punggung
dalam rangkaian DNA, serta terdapat basa nitrogen yang membentuk ikatan dengan
dengan rangkap 2 dan 3 dengan polinukleotida yang lain (Campbell,2009).

Gambar 2. DNA yang terbentuk dari 2


polinukleotida Polinukleotida (asam nukleat)
Molekul DNA(Campbell,2009)
memiliki 2 polinukleotida dan membentuk heliks. Masing masing
gula fosfat pada nukleotida menuju arah yang berlainan. Satu poli nukleotida berarah
5 ke 3 dan yang lainnya 3 ke 5. Hal ini disebut dengan susunan antiparallel. Gula
yang terdapat pada DNA adalah gula berkarbon 5 yang bernama deoksiribosa. Yang
membedakan gula ribosa dengan deoksiribosa adalah tidak adanya atom oksigen pada
carbon kedua di susunan gula DNA (Campbell,2009)

Gambar 3. Gula deoksiribosa


Basa yang terdapat dalam DNA untuk
golongan pyrimidin adalah sitosin dan timin
sedangkan untuk golongan purin adalah adenin dan guanin
Gambar 4. Basa nitrogen dalam DNA dan RNA
sitosin akan berikatan rangkap 3
dengan Guanine sedangkan timin akan berikatan rangkap dua dengan aden in
(Campbell,2009).

C. Replikasi DNA

Replikasi merupakan peristiwa sintesis DNA (autokatalisis) karena DNA


mampu mensisntesis diri sendiri. Replikasi DNA dapat terjadi dengan adanya sintesis
rantai nukleotida baru dari rantai nukleotida lama melalui proses menggunakan
komplementasi pasangan basa untuk menghasilkan suatu molekul DNA baru yang
sama dengan molekul DNA lama, proses yang terjadi tersebut dipengaruhi oleh enzim
helikase, enzim polimerase, dan ligase (Necel, 2009).

Replikasi DNA bersifat semikonservatif, yaitu kedua untai tunggal DNA


bertindak sebagai cetakan untuk pembuatan untai-untai DNA baru; seluruh untai
tunggal cetakan dipertahankan dan untai yang baru dibuat dari nukleotida-nukleotida
(Necel, 2009).
Komponen Penting dalam Replikasi

Replikasi bahan genetik ditentukan oleh beberapa komponen utama yaitu (Amir, dkk,
2010):

- DNA cetakan, yaitu molekul DNA atau RNA yang akan direplikasi.
- Molekul deoksiribonukleotida, yaitu dATP, dTTP, dCTP, dan dGTP. Deoksi
ribonukleotida terdiri atas tiga komponen yaitu basa purin atau pirimidin, gula 5-
karbon (deoksiribosa) dan gugus fosfat.
- Enzim DNA polimerase, yaitu enzim utama yang mengkatalisis proses
polimerisasi nukleotida menjadi untaian DNA.
Enzim DNA polimerase memiliki fungsi lain, yaitu mengoreksi DNA yang baru
terbentuk, membetulkan setiap kesalahan replikasi, dan memperbaiki DNA yang
rusak. Adanya fungsi tersebut menjadikan rangkaian nukleotida DNA sangat stabil
dan mutasi jarang terjadi (Desy, 2010).
- Enzim primase, yaitu enzim yang mengkatalisis sintesis primer untuk memulai
replikasi DNA.
- Enzim pembuka ikatan untaian induk, yaitu enzim helikase dan enzim girase.
- Molekul protein yang menstabilkan untaian DNA yang sudah terbuka, yaitu
protein SSB (single strand binding protein).
- Enzim DNA ligase, yaitu suatu enzim yang berfungsi untuk menyambung
fragmen-fragmen DNA
Model Replikasi

Gambar 1. Tiga kemungkinan terjadinya replikasi DNA (Pray, 2008)


Ada 3 cara terjadinya replikasi DNA dalam sel eukariot, yaitu (Desy, 2010):
1. Model konservatif, yaitu dua rantai DNA lama tetap tidak berubah, berfungsi sebagai
cetakan untuk dua rantai DNA baru. Replikasi ini mempertahankan molekul dari DNA
lama dan membuat molekul DNA baru (Desy, 2010). Pada replikasi konservatif seluruh
tangga berpilin DNA awal tetap dipertahankan dan akan mengarahkan pembentukan
tangga berpilin baru. Pada replikasi semikonservatif tangga berpilin mengalami
pembukaan terlebih dahulu sehingga kedua untai polinukleotida akan saling terpisah.
Namun, masing-masing untai ini tetap dipertahankan dan akan bertindak sebagai cetakan
(template) bagi pembentukan untai polinukleotida baru. Sementara itu, pada replikasi
dispersif kedua untai polinukleotida mengalami fragmentasi di sejumlah tempat.
Kemudian, fragmen-fragmen polinukleotida yang terbentuk akan menjadi cetakan bagi
fragmen nukleotida baru sehingga fragmen lama dan baru akan dijumpai berselang-seling
di dalam tangga berpilin yang baru (Susanto, 2008).
2. Model semikonservatif, yaitu dua rantai DNA lama terpisah dan rantai baru disintesis
dengan prinsip komplementasi pada masing-masing rantai DNA lama. Akhirnya
dihasilkan dua rantai DNA baru yang masing-masing mengandung satu rantai cetakan
molekul DNA lama dan satu rantai baru hasil sintesis (Desy, 2010).
3. Model dispersif, yaitu beberapa bagian dari kedua rantai DNA lama digunakan sebagai
cetakan untuk sintesis rantai DNA baru. Oleh karena itu, hasil akhirnya diperoleh rantai
DNA lama dan baru yang tersebar pada rantai DNA lama dan baru. Replikasi ini
menghasilkan dua molekul DNA lama dan DNA baru yang saling berselang-seling pada
setiap untai(Desy, 2010).
Hipotesa Watson Crick mengusulkan bahwa tiap untaian sulur ganda DNA digunakan
sebagai suatu cetakan bagi replikasi DNA keturunan atau anak yang bersifat komplementer.
Dengan cara ini, dua dupleks keturunan molekul molekul DNA yang sama dengan DNA
induk akan terbentuk, masing masing mengandung satu untaian utuh dari DNA induk.
Hipotesis ini telah dibuktikan dalam percobaan yang cermat dilakukan oleh Matthew
Meselson dan Franklin Stahl pada tahun 1957. Mereka membutuhkan sel sel E.coli selama
beberapa generasi pada medium dengan ammonium klorida (NH 4Cl) digunakan sebagai
sumber nitrogen satu satunya yang mengandung 15N, isotop nitrogen berat, sebagai ganti
14
atom N yang biasa yaitu, isotop yang banyak dijumpai N. Dengan demikian, sekuruh
komponen nitrogen sel yang tumbuh pada medium ini, termasuk bom pada DNA-nya
menjadi sangat diperkaya oleh 15N. DNA yang diisolasi dari sel menunjukkan densitas kira
kira 1% lebih berat daripada (14N) DNA normalnya. Meskipun ini hanya merupakan
perbedaan kecil, campura DNA (15N) berat dan (14N) ringan Di dalam larutan sesium klorida
pekat dapat dipisahkan dengan sentrifugasi. Sesium klorida digunakan karena larutan
molekul ini menunjukkan berat jenis yang mendekati DNA. Bila suatu larutan CsCl
disentrifugasi untuk waktu yang lama pada kecepatan tinggi, larutan tersebut mencapai suatu
keseimbangan dengan CsCl membentuk gradient densitas yang berkesinambungan. Oleh
karena gaya sedimentasi, konsentrasi CsCl pada dasar tabung lebih tinggi dan karena itu,
larutan menjadi lebih pekat daripada di bagian atas. Spesimen DNA yang dilarutkan di dalam
CsCl akan mencapai posisi keseimbangan pada tabung dimana densitasnya akan setara
dengan larutan CsCl. Karena (15N) DNA sedikit lebih pekat daripada ( 14N) DNA, (15N) DNA
akan mencapai posisi keseimbangan yang lebih rendah pada gradient CsCl daripada ( 14N)
DNA (Lehninger, et.al., 2005).
Meselson dan Stahl memindahkan sel sel E.coli yang tumbuh pada media 15N, dimana
seluruh untaian DNA menjadi berat, ke dalam media segar dengan NH 4Cl yang
mengandung isotop 14N normal. Media segar menunjukkan sel sel ini tumbuh dalam media
14
N sehingga mencapai sebanyak dua kalinya. DNA kemudian diisolasi dari sel sel dan
densitasnya dianalisa dengan prosedur pengendapan yang telah disebutkan di atas. DNA
hanya membentuk suatu pita tunggal pada gradient CsCl pada pertengahan densitas antara
DNA ringan normal yang mengandung 14N dan DNA berat dari pertumbuhan sel sel,
khusus pada 15N. Hal ini merupakan hasil yang tepat diharapkan bila ulur pada DNA dari sel
sel keturunan mengandung satu untaian 14N baru dan satu untaian 15N lama dari DNA induk,
yang secara skematis dapat dilihat pada gambar 2 (Lehninger, et.al., 2005).

Gambar 2. Hasil eksperimen Meselson dan Stahl untuk menentukan replikasi DNA yang
terjadi di alam (Pray, 2010)
14
Bila sel sel dibiarkan meningkat lagi dua kali jumlah pada media N, DNA yang
diisolasi memperlihatkan dua pita, satu menunjukkan densitas yang setara dengan DNA
ringan yang normal dan lainnya menunjukkan densitas DNA baru yang terlihat setelah sel
pertama jumlahnya mejadi dua kali, Meselson dan Stahl dengan demikian tiba pada
kesimpulan bahwa tiap dupleks DNA keturunan pada dua generasi sel sel mengandung satu
untaian induk dan satu untaian yang baru dibuat, tepat dengan pernyataan hipotesis Watson-
Crick. Jenis replikasi ini disebut semikonservatif, karena hanya satu untaian induk
dipertahankan pada tiap DNA keturunan. Pengamatan mereka dengan jelas meniadakan
replikasi konservatif, dimana satu dupleks DNA keturunan mempunyai dua untaian baru. Hal
ini juga meniadakan suatu mekanisme dispersif dimana tiap untaian keturunan DNA
mengandung potongan pendek dari kedua induk da DNA baru yang bergabung bersama
secara acak (Lehninger, et.al., 2005).

4. Tahapan Replikasi
Proses replikasi dalam molekul DNA dimulai pada suatu titik yang disebut dengan
Origin of Replication (Ori). Pada titik ini, DNA akan membentuk seperti gelembung kecil,
dimana ikatan hidrogen antara basa-basa terputus dan pasangan basanya terpisah. Heliks
mulai membuka uliran (Ma, et.al., 1998).
Tahapan replikasi DNA pada sel eukariot adalah sebagai berikut (Anonymous1, 2011):
1. Tahapan pertama (inisiasi) dalam proses replikasi DNA terjadi adalah pemutusan ikatan
hidrogen antara basa-basa nitrogen dari dua untai yang antiparalel. Pemutusan ikatan
tersebut terjadi pada rantai yang kaya akan ikatan A-T. Hal tersebut dikarenakan ikatan
antara adenin dan timin yang hanya merupakan ikatan rangkap dua, sedangkan pada ikatan
antara sitosin dan guanin adalah ikatan rangkap tiga. Helikase adalah enzim yang
berfungsi untuk membuka untai ganda DNA. Titik awal dimana terjadinya splitting
disebut sebagai origin of replication. Struktur yang dihasilkan disebut dengan Replication
Fork.

Gambar 3. Tahap pemutusan ikatan hydrogen pada basa basa nitrogen


2. Salah satu hal penting dalam tahapan replikasi DNA adalah pengikatan primase RNA pada
titik awal rantai induk 3-5. Primase RNA dapat menarik nukleotida RNA yang berikatan
dengan nukleotida DNA dari untai 3-5 dikarenakan ikatan hidrogen antar basanya.
Nukleotida RNA adalah primer (starter) untuk ikatan nukleotida DNA.
Gambar 4. Tahap pembentukan RNA primer
3. Tahapan elongasi berbeda untuk cetakan 5-3 dan 3-5, yaitu:
a. Cetakan 5-3
Cetakan 5-3 disebut sebagai leading strand karena DNA polimerase dapat
membaca cetakan dan secara kontinu menambah nukleotida(komplemen dari cetakan
nukleotida, sebagai contoh adenin berlawanan dengan timin).
b. Cetakan 3-5
Cetakan 3-5 tidak dapat dibaca dengan DNA polimerase . Replikasi dari cetakan ini
rumit dan DNA barunya disebut lagging strand. Pada lagging strand RNA primase
menambah lebih banyak RNA primer. DNA polimerase membaca cetakan. Jarak
antara dua RNA primer disebut sebagai fragmen Okazaki.

Gambar 5. Tahap pembentukan leading strand dan lagging strand


Gambar 6. Fragmen Okazaki
RNA primer penting untuk DNA polimerase berikatan dengan nukleotida pada bagian
ujung 3. Untai baru dielongasi dengan mengikat lebih banyak DNA nukleotida.
4. Pada lagging strand DNA Polimerase I - eksonuklease membaca fragmen dan
memindahkan RNA Primer. Jarak didekatkan dengan adanya pengaruh DNA polymerase
(menambahkan nukleotida komplementer pada jarak tersebut) dan DNA ligase
(menambahkan fosfat pada gap antara fosfat dan gula).

Gambar 7. Tahap pembacaan fragmen oleh DNA polimerase I-eksonuklease


5. Langkah terakhir dari tahapan replikasi DNA adalah terminasi. Tahapan ini terjadi ketika
DNA polymerase mencapai titik akhir untai. Kita dapat dengan mudah memahami bahwa
pada akhir tahapan lagging strand, ketika RNA primer dipindahkan tidak mungkin bagi
DNA polymerase untuk mengisi kekosongan tersebut (karena tidak ada primer). Sehingga,
ujung dari untai induk dimana primer terakhir tidak direplikasi. Ujung dari DNA linear
terdiri dari DNA noncoding yang berulang ulang dan disebut telomere. Sebagai hasilnya,
bagian dari telomere dipindahkan pada tiap siklus replikasi DNA.
6. Replikasi DNA tidak sempurna sebelum terjadi mekanisme perbaikan terhadap kesalahan-
kesalahan yang mungkin terjadi selama replikasi. Enzim seperti nuklease akan
memindahkan nukleotida yang salah dan DNA polimerase akan mengisi kekosongan (gap)
tersebut.

Gambar 8. DNA hasil replikasi

Pembentukan leading strand


Pada replikasi DNA, untaian pengawal (leading strand) ialah untaian DNA yang
disintesis dengan arah 5'3' secara berkesinambungan. Pada untaian ini, DNA polimerase
mampu membentuk DNA menggunakan ujung 3'-OH bebas dari sebuah primer RNA dan
sintesis DNA berlangsung secara berkesinambungan, searah dengan arah pergerakan garpu
replikasi (Necel, 2009).
Pembentukan lagging strand

Lagging strand ialah untaian DNA yang terletak pada sisi yang berseberangan dengan
leading strand pada garpu replikasi. Untaian ini disintesis dalam segmen-segmen yang
disebut fragmen Okazaki. Pada untaian ini, primase membentuk primer RNA. DNA
polimerase dengan demikian dapat menggunakan gugus OH 3' bebas pada primer RNA
tersebut untuk mensintesis DNA dengan arah 5'3'. Fragmen primer RNA tersebut lalu
disingkirkan (misalnya dengan RNase H dan DNA Polimerase I) dan deoksiribonukleotida
baru ditambahkan untuk mengisi celah yang tadinya ditempati oleh RNA. DNA ligase lalu
menyambungkan fragmen-fragmen Okazaki tersebut sehingga sintesis lagging strand
menjadi lengkap (Necel, 2009).

Garpu replikasi
Garpu replikasi atau cabang replikasi (replication fork) ialah struktur yang terbentuk
ketika DNA bereplikasi. Garpu replikasi ini dibentuk akibat enzim helikase yang memutus
ikatan-ikatan hidrogen yang menyatukan kedua untaian DNA, membuat terbukanya untaian
ganda tersebut menjadi dua cabang yang masing-masing terdiri dari sebuah untaian tunggal
DNA. Masingmasing cabang tersebut menjadi "cetakan" untuk pembentukan dua untaian
DNA baru berdasarkan urutan nukleotida komplementernya. DNA polimerase membentuk
untaian DNA baru dengan memperpanjang oligonukleotida (RNA) yang dibentuk oleh enzim
primase dan disebut primer (Necel, 2009).

DNA polimerase membentuk untaian DNA baru dengan menambahkan nukleotida


dalam hal ini, deoksiribonukleotida ke ujung 3'-hidroksil bebas nukleotida rantai DNA yang
sedang tumbuh. Dengan kata lain, rantai DNA baru (DNA "anak") disintesis dari arah 5'3',
sedangkan DNA polimerase bergerak pada DNA "induk" dengan arah 3'5'. Namun
demikian, salah satu untaian DNA induk pada garpu replikasi berorientasi 3'5', sementara
untaian lainnya berorientasi 5'3', dan helikase bergerak membuka untaian rangkap DNA
dengan arah 5'3'. Oleh karena itu, replikasi harus berlangsung pada kedua arah berlawanan
tersebut (Necel, 2009).

5. Replikasi DNA pada Sel Eukariot


Pada eukariot, proses replikasi DNA adalah sama dengan replikasi dari bakteri atau
DNA prokariotik dengan beberapa modifikasi kecil. Pada eukariot, molekul DNA lebih besar
daripada di prokariot dan tidak melingkar, juga banyak tempat untuk memulai replikasi
(Anonymous2, 2011).
Pada eukariot replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk
memasuki fase S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut siklin dan
kinase tergantung siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs), yang akan diaktivasi
oleh sinyal pertumbuhan yang mencapai permukaan sel. Beberapa CDKs akan melakukan
fosforilasi dan mengaktifkan protein-protein yang diperlukan untuk inisiasi pada masing-
masing ORI. Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, fork replikasi pada eukariot
bergerak hanya dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan, DNA
harus dilepaskan dari nukleosom pada fork replikasi sehingga gerakan fork replikasi akan
diperlambat menjadi sekitar 50 pb tiap detik. Dengan kecepatan seperti ini diperlukan waktu
sekitar 30 hari untuk menyalin molekul DNA kromosom pada kebanyakan mamalia.
Sederetan sekuens tandem yang terdiri dari 20 hingga 50 replikon mengalami inisiasi secara
bersamaan pada waktu tertentu selama fase S. Deretan yang mengalami inisiasi paling awal
adalah eukromatin, sedangkan deretan yang agak lambat adalah heterokromatin (Susanto,
2008).
DNA sentromir dan telomir bereplikasi paling lambat. Pola semacam ini
mencerminkan aksesibilitas struktur kromatin yang berbeda-beda terhadap faktor inisiasi.
Seperti halnya pada prokariot, satu atau beberapa DNA helikase dan SSB yang disebut
dengan protein replikasi A atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk memisahkan
kedua untai DNA (Susanto, 2008).
Proses replikasi DNA eukariot sama dengan replikasi DNA prokariotik kecuali untuk
aspek-aspek dibawah ini (Anonymous3, 2011):
1. DNA eukariot mempunyai beberapa tempat Origin Of Replication, maka beberapa
replikasi fork menghasilkan banyak gelembung sepanjang DNA. Replikasi fork dibentuk
pada urutan mereplikasi secara otonom (ARS) yang mengandung 11 bp dikenal dengan
origin replication element (ORE).
2. Polimerase DNA dan adalah enzim-enzim replikasi DNA dalam sel eukariotik.
Polimerase DNA mempunyai aktivitas polimerase 5' 3 ' dan sintesis primer pada
lagging strand kemudian diperpanjang dengan multisubunit DNA polymerase. Polimerase
DNA mengoreksi aktivitas eksonuklease 35 dan melaksanakan keduanya dan sintesis
lagging strand dalam suatu kompleks bakteri dimer DNA polimerase III. polimerase
DNA menghilangkan fragmen utama dari Okazaki pada Lagging strand. Polimerase DNA
bertanggung jawab untuk replikasi DNA mt.
3. Telomere, struktur di ujung kromosom eukariotik linear, terdiri dari banyak salinan
tandem urutan oligonukleotida pendek dengan TxGy dalam satu untai dan CyAx di untai
komplementer, di mana x dan y biasanya dalam rentang 1 sampai 4. Telomerase
mengandung RNA yang berfungsi sebagai template untuk sintesis untai TxGy dari
telomer. Komponen protein dari telomerase bertindak sebagai reverse transkripsi selular
untuk sintesis RNA dan DNA. Setelah perpanjangan untai TxGy oleh telomerase,
pelengkap untai CyAx disintesis oleh DNA polimerase selular, dimulai dengan sebuah
primer RNA.

6. Replikasi DNA pada Sel Prokariot


Suatu kromosom mengandung satu molekul DNA yang biasanya sangat besar,
misalnya beberapa kromosom bakteri tersusun oleh sebanyak 4 x 10 6 pasang basa. Selain itu
dalam banyak hal, DNA berbentuk tertutup atau struktur lingkar. Beberapa kromosom bakteri
berbentuk linier. Hanya sedikit diketahui mengenai kromosom bakteri linier (Ngili, 2010).
Dari penelitian genetika telah diketahui bahwa inisiasi replikasi terjadi pada sisi
tertentu yang disebut sisi inisiasi atau origin of the chromosome (ori C). Urutan nukleotida
dalam daerah ini mengikat pada berbagai protein untuk menginisiasi kedua garpu (Ngili,
2010).
Replikasi kromosom bakteri bisa dibagi ke dalam tiga tahap: inisiasi, elongasi, dan
terminasi. Inisiasi yakni pembentukan garpu-garpu replikasi pada molekul awal. Elongasi
menggambarkan perkembangan garpu-garpu ini mengelilingi kromosom, serentak dengan
sintesis DNA atau pertumbuhan rantai. Terminasi yakni penggabungan garpu-garpu yang
saling mendekati, menghasilkan dua kromosom sempurna yang dapat berpisah satu sama lain
(Ngili, 2010).
Replikasi kromosom bakteri sepanjang 5.000 kb memakan waktu sekitar 40 menit dan
terjadi dalam seluruh siklus pembelahan bakteri. Maka, setiap garpu mereplikasikan sekitar
50 kb DNA per menit. (Dalam sel eukariot, replikasi DNA terbatas pada bagian siklus
pembelahan sel mitosis yang disebut fase S, yang bisa berlangsung selama beberapa jam).
Laju replikasi DNA dikoordinasikan dengan laju pembelahan sel. Maka, kultur bakteri yang
tumbuh dalam medium kaya akan memiliki waktu pembentukan yang pendek dan harus
menjalankan replikasi kromosom lebih cepat daripada yang ditumbuhkan dalam medium
miskin dimana pembentukannya mungkin tiga sampai empat kali lebih lama (Ngili, 2010).
Seperti diketahui, replikasi suatu replikon bisa dibagi ke dalam tiga tahap yakni
inisiasi, elongasi, dan terminasi. Selama fase elongasi, pertumbuhan rantai DNA berlangsung
pada garpy replikasi. Ini adalah tahap yang bagus untuk meneliti beberapa enzim penting dan
protein lain yang terlibat dalam replikasi. Proses seperti ini yang terjadi dalam bakteri E.coli
adalah yang paling dipahami, dan bermanfaat sebagai prototipe untuk sistem lain. Beberapa
enzim dan protein terlibat didalamnya (Ngili, 2010).
Enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis rantai DNA baru pada garpu replikasi
yakni enzim DNA polimerase. Enzim ini memakai untai DNA tunggal yang terbuka
gulungannya sebagai templat. Terdapat tiga macam DNA polimerase dalam E.coli, yakni
DNA polimerase I,II, dan III. DNA polimerase I adalah yang paling melimpah, dan DNA
polimerase III adalah yang paling sedikit. Kedua enzim ini mempunyai peran penting dalam
keseluruhan proses replikasi DNA. Peranan polimerase II belum diketahui dengan jelas
(Ngili, 2010).
Fase elongasi dari replikasi DNA dalam bakteri tampak melibatkan banyak enzim dan
protein, yang sebagian bergabung dengan kompleks fungsional terpisah seperti holoenzim
DNA polimerase III. Inisiasi replikasi juga menggunakan beberapa protein, dan mutasi pada
gennya sangat membantu dalam mengidentifikasi protein-protein ini (Ngili, 2010).
Mutasi yang mempengaruhi replikasi disebut mutasi DNA. Banyak mutasi yang telah
diidentifikasi pada E.coli mengkode untuk berbagai protein yang berkaitan dengan
pertumbuhan rantai DNA pada garpu replikasi. Sebagai contoh, gen dnaG mengode untuk
primase (protein Dna G). Namun sebagian mengkode protein dengan melibatkan inisiasi
siklus replikasi pada ori C. Contoh untuk gen seperti ini misalnya dnaA, B dan C (Ngili,
2010).
Replikasi DNA kromosom prokariot, khususnya bakteri, sangat berkaitan dengan
siklus pertumbuhannya. Daerah ori pada E. coli, misalnya, berisi empat buah tempat
pengikatan protein inisiator DnaA, yang masing-masing panjangnya 9 pb. Sintesis protein
DnaA ini sejalan dengan laju pertumbuhan bakteri sehingga inisiasi replikasi juga sejalan
dengan laju pertumbuhan bakteri. Pada laju pertumbuhan sel yang sangat tinggi, DNA
kromosom prokariot dapat mengalami reinisiasi replikasi pada dua ori yang baru terbentuk,
sebelum putaran replikasi yang pertama berakhir. Akibatnya, sel-sel hasil pembelahan akan
menerima kromosom yang sebagian telah bereplikasi (Ngili, 2010).
Protein DnaA membentuk struktur kompleks yang terdiri atas 30 hingga 40 buah
molekul, yang masing-masing akan terikat pada molekul ATP. Daerah ori akan mengelilingi
kompleks DnaA-ATP tersebut. Proses ini memerlukan kondisi superkoiling negatif DNA
(pilinan kedua untai DNA berbalik arah sehingga terbuka). Superkoiling negatif akan
menyebabkan pembukaan tiga sekuens repetitif sepanjang 13 pb yang kaya dengan AT
sehingga memungkinkan terjadinya pengikatan protein DnaB, yang merupakan enzim
helikase, yaitu enzim yang akan menggunakan energi ATP hasil hidrolisis untuk bergerak di
sepanjang kedua untai DNA dan memisahkannya (Ngili, 2010).
Untai DNA tunggal hasil pemisahan oleh helikase selanjutnya diselubungi oleh
protein pengikat untai tunggal atau single-stranded binding protein (SSB) untuk melindungi
DNA untai tunggal dari kerusakan fisik dan mencegah renaturasi. Enzim DNA primase
kemudian akan menempel pada DNA dan menyintesis RNA primer yang pendek untuk
memulai atau menginisiasi sintesis pada untai pengarah. Agar replikasi dapat terus berjalan
menjauhi ori, diperlukan enzim helikase selain DnaB. Hal ini karena pembukaan heliks akan
diikuti oleh pembentukan putaran baru berupa superkoiling positif. Superkoiling negatif yang
terjadi secara alami ternyata tidak cukup untuk mengimbanginya sehingga diperlukan enzim
lain, yaitu topoisomerase tipe II yang disebut dengan DNA girase. Enzim DNA girase ini
merupakan target serangan antibiotik sehingga pemberian antibiotik dapat mencegah
berlanjutnya replikasi DNA bakteri (Ngili, 2010).
Seperti telah dijelaskan di atas, replikasi DNA terjadi baik pada untai pengarah
maupun pada untai tertinggal. Pada untai tertinggal suatu kompleks yang disebut primosom
akan menyintesis sejumlah RNA primer dengan interval 1.000 hingga 2.000 basa. Primosom
terdiri atas helikase DNA B dan DNA primase (Ngili, 2010).
Primer baik pada untai pengarah maupun pada untai tertinggal akan mengalami
elongasi dengan bantuan holoenzim DNA polimerase III. Kompleks multisubunit ini
merupakan dimer, separuh akan bekerja pada untai pengarah dan separuh lainnya bekerja
pada untai tertinggal. Dengan demikian, sintesis pada kedua untai akan berjalan dengan
kecepatan yang sama.Masing-masing bagian dimer pada kedua untai tersebut terdiri atas
subunit a, yang mempunyai fungsi polimerase sesungguhnya, dan subunit e, yang mempunyai
fungsi penyuntingan berupa eksonuklease 35. Selain itu, terdapat subunit b yang
menempelkan polimerase pada DNA (Ngili, 2010).
Begitu primer pada untai tertinggal dielongasi oleh DNA polimerase III, mereka akan
segera dibuang dan celah yang ditimbulkan oleh hilangnya primer tersebut diisi oleh DNA
polimerase I, yang mempunyai aktivitas polimerase 5 3, eksonuklease 5 3, dan
eksonuklease penyuntingan 3 5. Eksonuklease 5-3 membuang primer, sedangkan
polimerase akan mengisi celah yang ditimbulkan. Akhirnya, fragmen-fragmen Okazaki akan
dipersatukan oleh enzim DNA ligase. Secara in vivo, dimer holoenzim DNA polimerase III
dan primosom diyakini membentuk kompleks berukuran besar yang disebut dengan replisom.
Dengan adanya replisom sintesis DNA akan berlangsung dengan kecepatan 900 pb tiap detik
(Ngili, 2010).
Kedua garpu replikasi akan bertemu kira-kira pada posisi 180C dari ori. Di sekitar
daerah ini terdapat sejumlah terminator yang akan menghentikan gerakan garpu replikasi.
Terminator tersebut antara lain berupa produk gen tus, suatu inhibitor bagi helikase DnaB.
Ketika replikasi selesai, kedua lingkaran hasil replikasi masih menyatu. Pemisahan dilakukan
oleh enzim topoisomerase IV. Masing-masing lingkaran hasil replikasi kemudian
disegregasikan ke dalam kedua sel hasil pembelahan (Ngili, 2010).

7. Perbedaan Replikasi DNA pada Sel Eukariot dan Prokariot


Tabel 1. Perbedaan Replikasi DNA pada Sel Eukariot dan Prokariot (Amir, dkk., 2010)
EUKARIOT PROKARIOT
Replikasi DNA terjadi di nukleus Replikasi DNA terjadi di protoplasma
Replikasi DNA terjadi pada fase S (fase Replikasi terjadi pada semua fase dalam siklus
sintesis) dalam fase interfase pada siklus sel sel
Terdapat 5 macam DNA polimerisasi yang Terdapat 3 macam DNA polimerisasi yang
terlibat dalam proses replikasi terlibat dalam proses replikasi
Terdapat banyak titik awal replikasi (ori) Titik awal replikasi (ori) lebih sedikit dibanding
eukariot
Pergerakan garpu replikasi pada replikasi Pergerakan garpu replikasi pada replikasi
eukariot bergerak lebih lambat prokariot bergerak lebih cepat dibanding pada
eukariot
Selanjutnya gelembung replikasi akan Replikasi terjadi kedua arah. Selanjutnya
bertemu, dan sintesis DNA anak selesai gelembung replikasi akan bertemu, dan sintesis
DNA anak selesai
1.3 Korelasi Klinik RNA Serta DNA Pada Bidang Kesehatan

- Banyak obat antikanker bekerja dengan cara mempengaruhi metabolisme asam


nukleat, terutama DNA, atau biosintesis protein. Obat antikanker dapat
mempengaruhi kehidupan sel, proses kehidupan sel merupakan suatu siklus yang
terdiri dari beberapa fase yaitu, (1) Fase mitotik, fase dimana terjadi pembelahan sel
aktif. (2) Fase pos mitotik, pada fase ini terjadi sintesis DNA, tetapi terjadi sintesis
RNA dan protein. (3) Fase sintetik, terjadi replikasi DNA sel. (5) Fase pos sintetik,
fase yang dimulai bila sel sudah menjadi tetraploid dan mengandung dua DNA,
kemudian sintesis RNA dan protein dilanjutkan. Obat antikanker dibagi menjadi lima
kelompok, yaitu senyawa pengalkilasi, antimetabolit, antikanker produk alam,
hormon dan golongan lainnya. Senyawa kompleks sintesis diarahkan sebagai obat
antikanker kelompok pengalkilasi dan antimetabolit (Fuertes, et al., 2002).
- Mengetahui sekuens-sekuens RNA serta yang berhubungan dengannya, seperti
pengubahan bentuk antibody menjadi snRNPs, yang merupakan subunit pemotongan
RNA , hal ini dapat berguna untuk mendiagnosis beberapa penyakit autoimon serta
prognosis pada pasien, meskipun hal ini bukan hal utama yang dapat menyembuhkan
penyakit pasien. (Campbell, 2009)
- teknologi DNA rekombinan dapat bermanfaat untuk perbaikan galur dengan tepat dan
dapat diprediksi. juga dapat merancang bangun galur baru dengan bahan genetika
tambahan yang tidak pemah ada pada galur asalnya.
- Sebagai vaksin DNA. (Glick, 1994)
Vaksin DNA memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah mudah
dikembangkan, mudah diproduksi, tidak menimbulkan infeksi, bersifat stabil sehingga
memudahkan dalam penyimpanan, serta mampu mengaktivasi sistem kekebalan tubuh
baik humoral maupun seluler (Lorenzen dan Lapatra, 2005)

Daftar Pustaka
Glick, B.R. & J.J. Pasternak. 1994. Molecular 8iotechnology: PrinCiples and Applications of
Recombinant DNA. Washington, D.C.: ASM Press.
Lorenzen, N., and S.E. La Patra. 2005. DNA Vaccines for Aquaqultured Fish. Rev. Sci. Tech.
Off. Int. Epiz. 201-203.
Kiss T (2001). "Small nucleolar RNA-guided post-transcriptional modification of cellular
RNAs". The EMBO Journal. 20 (14)
Lee JC; Gutell RR (2004). "Diversity of base-pair conformations and their occurrence in
rRNA structure and RNA structural motifs". J. Mol. Biol. 344 (5)

Campbell NA, et. al. 2004. Biologi. 5 thed . Jakarta : Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai