Anda di halaman 1dari 19

A.

BRAIN EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY (BERA)


Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa
digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak
bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem
Auditory Evoked Potential (BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response
Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ
pendengaran mulai dari perifer sampai batang otak.25
Penggunaan tes BERA dalam bidang ilmu audiologi dan neurologi sangat besar
manfaatnya dan mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila dibandingkan dengan
pemeriksaan audiologi konvensional. Penggunaannya yang mudah, tidak invasive,
dan dapat dilakukan pada pasien koma sekalipun menyebabkan pemeriksaan BERA
ini dapat digunakan secara luas.13
Tes BERA dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang
tidak kooperatif. Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensional. Berbeda
dengan audiometry, alat ini bisa digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-
kooperatif seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang mengalami
koma maupun stroke, tidak membutuhkan jawaban atau respons dari pasien seperti
pada audiometry karena pasien harus menekan tombol jika mendengar stimulus
suara. Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara khusus.13,25
Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain :
bayi baru lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada
anak yang mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu
sebabnya karena anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena
adanya gangguan di telinga.25
BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber
gangguan pendengaran apakah di koklea atau retro choclearis, mengevaluasi
brainstem (batang otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan

1
karena psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada
efek samping,sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening medical check up.1
Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan
sensitivitas pendengaran, namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi
pendengaran formal,dan hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil
audiometri yang biasa digunakan jika tersedia.27
Brain Evoked Respone Audiometry atau biasa disebut dengan BERA adalah
Suatu pemeriksaan neurologi yang berguna untuk menilai fungsi pendengaran batang
otak terhadap rangsangan suara (click) dengan mendeteksi aktivitas listrik pada
telinga bagian dalam ke colliculus inferior. Dilakukan secara objektif dan bersifat
non-invasif .27,28

Prinsip Pemeriksaan
Prinsip pemeriksaan BERA adalah untuk menilai potensial listrik di otak
setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Pemeriksaan BERA dapat
dilakukan pada bayi dan anak dengan gangguan sikap dan tingkah laku, retardasi
mental, cacat ganda, dan kesadaran menurun. Pada orang dewasa digunakan untuk
memeriksa orang yang berpura-pura tuli atau ada kecurigaan tuli saraf retro koklear.13

Prosedur Pemeriksaan BERA


Penempatan elektroda harus ditempatkan di atas kepala, rambut harus
bebas minyak. Pasien harus di instruksikan untuk mencuci rambut dengan
shampo. Konfigurasi elektroda standar untuk BERA melibatkan penempatan
elektroda non pembalik atas titik kepala dan elektroda pembalik di atas lobus
telinga atau pada mastoid. Satu elektroda lebih ditempatkan di atas dahi,
elektroda ini penting untuk memfungsikan preamplifier.29

2
Gambar 11 Penempatan elektroda pada pemeriksaan BERA 30

Sistem pendengaran dirangsang oleh sinyal akustik singkat melalui konduksi


udara atau tulang. Hasil dari neuro listrik dicatat oleh elektroda yang ditempatkan
dipermukaan kepala. Penilaian dinilai berdasarkan identifikasi komponen gelombang,
morfologi, dan pengukuran latensi mutlak, dan interwave. Stimulus yang diberikan
dalam bentuk klik atau pip nada ditransmisikan ke telinga melalui transduser
yang ditempatkan di telinga. Froms gelombang impuls yang dihasilkan pada
tingkat batang otak dicatat dengan penempatan elektroda di atas kulit
kepala.27,28

Mekanisme Kerja Pemeriksaan BERA


BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan suara
singkat atau nada khusus yang ditransmisikan oleh transduser akustik dengan
menggunakan earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang
ditimbulkan dari respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan
yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga.26

3
Gambar 12 Newborn Hearing Screening with Brainstem Auditory Evoked
Potentials30
Pencatatan rata-rata grafiknya diambil berdasarkan panjang gelombang atau
amplitudo (microvoltage) dalam waktu (millisecond). Puncak dari gelombang yang
timbul ditandai dengan I-VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya muncul dalam
periode waktu 10 millisecond setelah rangsangan suara (click) pada intensitas tinggi
(70-90 dB) tingkat pendengaran normal atau normal hearing level [nHL]).26

Gambar 13 Method of recording brainstem evoked auditory potentials (BAEPs)31


Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) dilakukan dengan
menggunakan rangsangan suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar
koklea. Setiap telinga dapat dievaluasi secara terpisah, dengan intensitas rangsangan
yang diberikan sebesar 35-40 dB nHL. BERA yang dirangsang oleh suara klik sangat

4
berhubungan dengan sensitivitas pendengaran dalam kisaran frekuensi dari 1000-
4000 Hz. Sinyalnya berjalan melalui jalur pendengaran atau auditory pathway dari
kompleks inti koklear, proksimal ke colliculus inferior. Sebuah elektroda aktif
ditempatkan pada titik kepala yang memungkinkan untuk pencatatan potensi
pendengaran yang ditimbulkan dari saraf pendengaran dan batang otak (potensi awal
pada gelombang I-V), dan struktur pendengaran yang lebih dalam yaitu pada
thalamo-korteks. BERA memiliki latensi yang pendek (<10 ms), saat ini digunakan
secara klinis untuk menguji jalur pendengaran sampai ke tingkat colliculus
inferior.26,27,31

Gambar 14 Jalur pendengaran dan lokasi anatomi yang berkaitan dengan gelombang
yang ditimbulkan oleh BERA. Saraf pendengaran (gelombang I-inti koklea,
gelombang II- nucleus kokhlea, gelombang III-Superior olive, gelombang IV-Lateral
lemniscus, gelombang V- Colliculus inferior) Thalamus dan lobus temporal
membentuk gelombang tengah dan akhir dari BERA31
Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan potensial aksi yang benar.
Gelombang selanjutnya mungkin menggambarkan aktivitas postsinaptik pada pusat

5
auditori batang otak utama yang secara bersamaan menimbulkan bentuk gelombang
puncak dan palung. Puncak positif dari bentuk gelombang menunjukkan aktivitas
aferen kombinasi (dan kemungkinan juga eferen) dari jalur axonal pada batang otak
auditory.6

Gambar 15 Ambang audiometri didefinisikan sebagai intensitas minimum yang


diperlukan untuk mendapatkan gelombang V yang jelas, yaitu biasanya pada 20 dB.
Pada 70 dB tercatat 5 gelombang yang jelas, respon latensi meningkat dan amplitudo
gelombang berkurang26

Di Ameriksa Serikat, bentuk gelombang biasanya di plot dengan


elektroda pada vertex dengan amplifier tegangan input positif, sehingga menimbulkan
gelombang puncak pada I, III, dan V. Di negara-negara lainnya, gelombangnya di plot
dengan tegangan negatif. 3
Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat
dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat
pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang
yang terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I,
III,dan V.26

6
Komponen Bentuk Gelombang 26
1. Gelombang I : Respon gelombang BERA I merupakan gambaran yang luas
dari potensial aksi saraf auditori gabungan pada bagian distal dari nervus kranialis
VIII. Respon tersebut berasal dari aktivitas aferen dari serabut saraf VIII (neuron
urutan pertama) saat meninggalkan koklea dan masuk ke kanalis auditori internal.
2. Gelombang II : gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat
memasuki batang otak.
3. Gelombang III : gelombang BERA III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons
auditori. Nukleus koklearis mengandung hampir 100.000 neuron, kebanyakan
dipersarafi oleh sembilan serabut saraf.
4. Gelombang IV : gelombang BERA IV, memiliki puncak yang sama dengan
gelombang V, muncul dari neuron urutan ketiga pontin yang kebanyakan terletak
pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan untuk terbentuknya
gelombang IV dapat datang dari nukleus koklearis dan nucleus dari
lemniskus lateral.
5. Gelombang V : pembentukan gelombang V terbentuk dari aktivitas dari struktur
auditori anatomik multipel. Gelombang BERA V merupakan komponen yang
paling sering di analisa pada aplikasi klinis BERA. Meskipun terdapat beberapa
data mengenai hal yang tepat dalam pembentukan gelombang V, gelombang V
berasal dari sekitar kollikulus inferior. Aktivitas neuron urutan kedua mungkin
secara sekunder mempengaruhi beberapa hal dalam pembentukan gelombang V.
Kollikulus inferior merupakan sebuah struktur yang kompleks, dengan lebih dari
99% akson dari regio auditori batang otak bawah melewati lemniskus lateral ke
kollikulus inferior.
6. Gelombang VI dan VII : Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus
(medial geniculate body), tetapi tempat pembentukan sebenarnya masih
diragukan.

7
Evaluasi Pemeriksaan BERA
Gelombang I, yang ditimbulkan oleh ujung koklear CN VIII, memberikan
informasi yang berharga mengenai aliran darah ke koklea. Karena iskemik
merupakan penyebab kehilangan pendengaran yang berkaitan dengan pembedahan,
gelombang I di monitor secara seksama untuk melihat adanya perubahan pada latensi
atau penurunan amplitudo.26
Interval puncak gelombang I-II dan I-III dapat memberikan informasi distal
dan proksimal selama pembedahan CN VIII. Gelombang V dan latensi interval
puncak gelombang I-V di monitor untuk melihat adanya perubahan pada latensi dan
amplitudo. Latensi gelombang I-V memberikan informasi mengenai integritas CN
VIII terhadap batang otak auditori.26
Dalam hal patologi retrokoklear, banyak faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA, termasuk derajat kehilangan pendengaran
sensorineural, kehilangan pendengaran asimetris, batasan pengujian, dan faktor-faktor
pasien lainnya. Pengaruh ini dapat terjadi saat melakukan pemeriksaan maupun saat
menganalisa hasil pemeriksaan BERA.26
Penemuan yang menandakan adanya patologi retrokoklear dapat meliputi satu
atau lebih dari tanda berikut ini: 26
1. Perbedaan latensi gelombang V interaural absolut (IT5) memanjang
2. Interval antar puncak gelombang I-V interaural-memanjang
3. Latensi absolut dari gelombang V memanjang dibandingkan dengan data
normatif
4. Latensi absolut dan latensi interval antar puncak gelombang I-III, I-V, III-V
memanjang dibandingkan dengan data normatif
5. Tidak adanya respon auditori batang otak pada telinga yang dilakukan
pemeriksaan.

B. OTOACOUSTIC EMISSION (OAE)

8
Pemeriksaan OAE dilakukan untuk menilai apakah koklea berfungsi normal.
OAE merupakan respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar yang
tiba di sel sel rambut luar (outer hair cells/ OHCs ) koklea. Telah diketahui bahwa
koklea berperan sebagai organ sensor bunyi dari dunia luar. Didalam koklea bunyi
akan dipilah-pilah berdasarkan frekuensi masing, setelah proses ini maka bunyi akan
diteruskan ke sistim saraf pendengaran dan batang otak untuk selanjutnya dikirim ke
otak sehingga bunyi tersebut dapat dipersepsikan. 1,2
Kerusakan yang terjadi pada sel-sel rambut luar, misalnya akibat infeksi virus,
obat obat ototoksik, kurangnya aliran darah yang menuju koklea menyebabkan
OHCs tidak dapat memproduksi OAE. OAE adalah suatu teknik pemeriksaan koklea
yang relatif baru, berdasarkan prinsip elektrofisiologik yang obyektif, cepat,
mudah,otomatis, non invasif, dengan sensitivitas mendekati 100%. Kelemahannya
dipengaruhi oleh bising lingkungan, kondisi telinga luar dan tengah, kegagalannya
pada 24 jam pertama kelahiran cukup tinggi, serta harga alat relatif mahal.1,2
Analisa gelombang OAE dilakukan berdasarkan perhitungan statistik yang
menggunakan program komputer. Hasil pemeriksaan disajikan berdasarkan ketentuan
pass refer criteria, maksudnya pass bila terdapat gelombang OAE dan refer bila
tidak ditemukan gelombang OAE. Pemeriksaan OAE dapat dilakukan di ruang biasa
yang cukup tenang sehingga tidak memerlukan ruang kedap suara (sound proof
room). Juga tidak memerlukan obat penenang (sedatif) asalkan bayi/ anak tidak
terlalu banyak bergerak. 1
Prinsip pemeriksaan OAE adalah mengukur emisi yang dikeluarkan oleh
telinga saat suara menstimulasi koklea. Teknik ini sensitif untuk mengetahui
kerusakan pada OHC, dapat pula digunakan untuk memeriksa telinga tengah dan

9
Gambar 16 OAE1
dalam. Kriteria hasil pemeriksaan yaitu pass atau refer. Jika terdapat
gelombang OAE maka bayi dapat melewati tes OAE (pass), berarti bayi tersebut
tidak mengalami gangguan pendengaran. Jika tidak ditemukan gelombang OAE
berarti ada gangguan pendengaran (refer), maka harus dilakukan tes lanjutan. 1
Cara kerja alat ini dengan memberikan stimulus bunyi yang masuk ke liang
telinga melalui insert probe, dengan bagian luarnya dilapisi karet lunak (probe tip)
yang ukurannya dapat dipilih sesuai besarnya liang telinga, menggetarkan gendang
telinga, selanjutnya melalui telinga tengah akan mencapai koklea. Saat stimulus bunyi
mencapai OHC koklea yang sehat, OHC akan memberikan respon dengan
memancarkan emisi akustik yang akan dipantulkan ke arah luar (echo) menuju
telinga tengah dan liang telinga. Emisi akustik yang tiba di liang telinga akan direkam
oleh mikrofon mini yang juga berada dalam insert probe, selanjutnya diproses oleh
mesin OAE sehingga hasilnya dapat ditampilkan pada layar monitor mesin OAE.
Kerusakan pada OHC misalnya akibat virus, obat-obat ototoksik, kuranganya
oksigenasi dan perfusi yang menuju koklea menyebabkan OHC tidak dapat
memproduksi gelombang OAE. OAE tidak muncul pada hilangnya pendengaran
lebih dari 30-40 dB. Pemeriksaan OAE dapat menentukan penilaian klinik telinga
perifer/jalur preneural, namun tidak dapat memeriksa adanya gangguan saraf
pendengaran atau respon otak/jalur neural terhadap suara. OAE dipengaruhi oleh
verniks kaseosa, debris, dan kondisi telinga tengah (cavum tympani). Neonatus usia

10
kurang dari 24 jam liang telinga terisi verniks kaseosa yang akan keluar dalam 24-48
jam setelah lahir, sehingga hasil refer 5-20% bila skrining dilakukan 24 jam setelah
lahir. Angka refer <3% dicapai bila skrining dilakukan usia 24-48 jam Karena

perjalanan stimulus bunyi menuju koklea maupun emisi akustik yang


dipancarkan oleh koklea ke liang telinga harus melewati telinga tengah; maka
sebelum pemeriksaan OAE harus dipastikan bahwa telinga tengah dalam kondisi
normal dengan pemeriksaan timpanometri. Kelainan pada telinga tengah akan
memberikan hasil positif palsu. 1
Faktor lain yang mempengaruhi hasil tes OAE yaitu ukuran probe (harus
sesuai dengan ukuran liang telinga), posisi penempatan probe (tidak ada kebocoran
atau celah udara dan posisi probe harus lurus ke arah gendang telinga) serta
kebisingan eksternal maupun internal1

Gambar 17 Hasil Tes Pemeriksaan OAE1,2

Pemeriksaan OAE sensitif untuk mengetahui adanya kerusakan pada disfungsi


outer haircell pada koklea. Pemeriksaan OAE juga cukup efektif sebagai alat
screening karena selain sensitif juga cukup murah. Minesota Newborn Hearing
Screening Program memakai OAE sebagai standar pemeriksaan awal, apabila

11
didapatkan abnormalitas baru diperiksa dengan ABR. Otoacoustic Emission atau
OAE merupakan skrining pendengaran secara obyektif, namun tidak dapat
memberikan informasi tentang derajat gangguan pendengaran seorang bayi atau anak.
1,3

JENIS PEMERIKSAAN OAE


Dikenal 2 jenis pemeriksaan OAE, yaitu Spontan dan Evoked OAE. Spontan OAE
dapat timbul tanpa adanya stimulus bunyi, namum tidak semua manusia memiliki
Spontan OAE sehingga manfaat klinisnya tidak diketahui. Evoked OAE adalah OAE
yang terjadi pasca pemberian stimulus, dibedakan menjadi Stimulus Frequency OAE
(SFOAE), Transient Evoked OAE (TEOAE) dan Distortion Product OAE (DPOAE).
32,33

1. SFOAE
Merupakan respon yang dibangkitkan oleh nada murni yang panjang dan terus
menerus, jenis ini tidak mempunyai arti klinis, dan jarang digunakan. 32
2. TEOAE
Untuk memperoleh emisi TEOAE digunakan stimulus bunyi click yang
onsetnya sangat cepat (milidetik) dengan intensitas sekitar 40 desibel. Secara
otomatis akan diperiksa 46 jenis frekuensi. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa
TEOAE adalah 500 - 4500 Hz untuk orang dewasa dan 50006000 Hz pada bayi.
TEOAE tidak terdeteksi pada ketulian >40 dB. Bila TEOAE pass berarti tidak ada
ketulian kohlea, sebaliknya bila TEOAE reffer berarti ada ketulian kohlea lebih dari
40 dB. Umumnya hanya digunakan untuk skrining pendengaran bayi/anak.13
3. DPOAE
Mempergunakan 2 buah stimulus bunyi nada murni sekaligus, yang berbeda
frekuensi maupun intensitasnya. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa lebih luas
dibandingkan dengan TEOAE, dapat mencapai frekuensi tinggi (10.000 Hz). DPOAE
(+BERA) digunakan untuk mendiagnosis auditori neuropati, monitoring pemakain

12
obat ototoksik dan pemaparan bising,menentukan prognosis tuli mendadak (sudden
deafness) dan gangguan pendengaran lainnya yang disebabkan oleh kelainan
koklea.32

C. HASIL SKRINING PENDENGARAN


Pada tahun 2006 Tim Health Tecnology Assessment Ditjen Yanmedik
Spesialistik DEPKES bekerjasama dengan PERHATI (Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Bali, Makassar) telah menyusun suatu alur Skrining Pendengaran Bayi di
Indonesia. 1

OAE BERA KESIMPULAN

N N PENDENGARAN NORMAL

ABN ABN TULI SENSORINEURAL

N ABN NEUROPATI AUDITORIK

ABN N TULI KONDUKTIF (?), PERIKSA ULANG

Diagnosis kurang pendengaran sebaiknya ditegakkan sebelum anak berusia 3


bulan dan proses intervensi dimulai sejak usia 6 bulan. Untuk lebih jelasnya, langkah
dan tindak lanjut dari deteksi dini ini dapat dilihat pada gambar, yang sudah
merupakan protap di Departemen Kesehatan Anak RSCM Jakarta.2

13
14
15
16
DAFTAR PUSTAKA

1. Suwento R. Keterlambatan Bicara dan Gangguan Pendengaran pada Bayi dan


Anak. 2010 [Diakses pada tanggal 4 Juli 2012]; Available from:
http://www.najwasyah.co.cc/2010/04/keterlambatan-bicara-dan-gangguan.html.

2. Budiwan A. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Reflek Akustik Ipsilateral dan


Auditory Brainstem Response untuk Deteksi Kurang Pendengaran Sensorineural
pada Bayi dan Anak. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009.

3. Santoso HA. Early Detection on Koklear Impairment Based on Otoacoustic


Emissions on Neaonatus. 2008 [Diakses pada tanggal 1 4 Juli 2012]; Available
from: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/abstrak_387143_tpjua.pdf.

4. Boies, adams. 1997. Buku Ajar Penyakit THT .Edisi 6. Penerbit : EGC. Jakarta .

5. Lonton. 2011. Ear Anatomy. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from
http://earanatomy.blogspot.com/2011/06/anatomy-of-ear-pictures.html

6. Moore,keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Penerbit : EGC. Jakarta .

7. Snell Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi


6.Penerbit: EGC. Jakarta.

8. Ballantyne J and Govers J : Scott Browns sease of the Ear, Nose,and Throat.
Publisher: Butthworth Co.Ltd.

9. Alan Lipkin. 2009. Medical Findings Based on Ear Anatomy. [Di akses pada
tanggal 13 juli 2012]; Available from
http://www.umm.edu/imagepages/1126.htm

10. Medicalook. 2007. Midle Ear Anatomy. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012]
;Available from
http://www.medicalook.com/human_anatomy/organs/Middle_ear.html

11. Thinkquest. 2011. Hearing. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from
http://library.thinkquest.org/05aug/00386/hearing/ear/index.htm.

12. Wonodirekso, S dan Tambajong J . 1990. Organ-Organ Indera Khusus dalam Buku
Ajar Histologi. Edisi V.10. Penerbit: EGC. Jakarta.

17
13. Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi
Resuti. 2007.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung TenggorokanKepala &
Leher; Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

14. Rnceus. 2008. Middle Ear Anatomy. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012];
Available from http://www.rnceus.com/otitis/otimid.htm8

15. R.Funnel. 2011. Structure and Function Of The Middle Ear. [Di akses pada
tanggal 13 juli 2012]; Available from
http://audilab.bmed.mcgill.ca/AudiLab/teach/me_saf/me_saf.html

16. Dorland. 2007.Tympanic Membrane. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012];
Available from http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/tympanic+membrane

17. Hall, John E. Guyton., Hall . 2010. Textbook of Medical Physiology. Publisher: Saunders.

18. Dorland. 2007. Eustachian Tube. [ Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available
from http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/eustachian+tube

19. Ajnr. 2012. Progressive Calvarial and Upper Cervical Pneumatization Associated
with Habitual Valsalva Maneuver in a 70 Year Old Man. [ Di akses pada tanggal
13 juli 2012]; Available from
http://www.ajnr.org/content/25/3/491/F3.expansion.html

20. Jeffrey P. Harris. 2002. Dizziness and Benign Paroxysmal Positional Vertigo.
[ Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from
http://drharris.ucsd.edu/Default.aspx?tabid=71

21. Anil K : Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology: Headand Neck


Surgery. Publisher: McGraw-Hill Medical : 2007.

22. Martin lc. 2009. Noble.[Diakses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from
http://www.rivercitymalone.com/wind-energy/noble-3/

23. Jack Ludwick. 2008. Travel Insurance. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012];
Available from http://www.jludwick.com/Notes/Miscellaneous/Insurance.html.

24. Sherwood Laurale.2006. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2.Penerbit:
EGC. Jakarta .

25. Henny,BERA, dikutip dari situs: http://hennykartika.wordpress.com, 2008

18
26. Bhattacharyya, Neil,Auditory Brainstem Response Audiometry , dikutp darisitus:
http://emedicine.medscape.com, 2008

27. Esteves,Norte. Et.al. Brainstem Evoked Response Audiometry in Normal


Hearing Subjects. Original Article. Brazilian Journal Of Otorhinolaryngol ;
75(3):420-5.

28. Dr. T. Balasubramanian M.S. D.L.O,BERA , dikutip dari situs:


http://www.drtbalu.co.in/bera.html, 2007

29. Michigan University. Brainstem Auditory Evoked Response or Auditory


Brainstem Response. Available at
http://www.med.umich.edu/childhearinginfo/pv/baer.htm.

30. Emcap. Newborn Hearing Screening with Brainstem Auditory Evoked


Potentials. Available at http://emcap.iua.upf.edu/babylab.html

31. P,Minary.,S.Blatrix. Audiometry. Available at http://www.neuroreille.com/


promenade/english/audiometry/ex_ptw/fexplo_ptw.htm.

32. Syarifuddin BJ, Alviandi W. Tuli Koklea dan Tuli Retrokoklea. In: Soepardy EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007.

33. Tiffany. OtoAcoustic Emission (OAE). 2010 [Diakses pada tanggal 4 Juli 2012];
Available from: http://audiologiku.wordpress.com/2010/10/17/otoacoustic-
emission-oae/

19

Anda mungkin juga menyukai