Anda di halaman 1dari 16

1.

PRESBIAKUSIS (3A)
Definisi
Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineural pada usia lanjut akibat proses
degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan simetris pada kedua sisi
telinga.1

Etiologi

Presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi, namun diduga kejadian


presbikusis memiliki hubungan dengan berbagai faktor etiologi yang lain, seperti:2

a. Vaskular (hipertensi dan arteriosklerosis)


b. Diet dan metabolisme (diabetes melitus dan hiperlipidemia)
c. Genetik
Faktor Resiko

Faktor Risiko Presbikusis diduga berhubungan dengan faktor herediter, metabolisme,


aterosklerosis, bising, gaya hidup, dan pemakaian beberapa obat. Berbagai faktor risiko tersebut
dan hubungannya dengan presbikusis adalah sebagai berikut.3

a. Usia dan Jenis Kelamin


Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas. Laki-laki lebih banyak
mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada
frekuensi rendah bila dibandingkan dengan perempuan.
b. Hipertensi
Kurang pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler
pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau vasospasme.
c. Diabetes melitus
National Health Survey USA melaporkan bahwa 21% penderita diabetik menderita
presbikusis terutama pada usia 60-69 tahun. Hasil audiometri penderita DM menunjukkan
bahwa frekuensi derajat penurunan pendengaran pada kelompok ini lebih tinggi bila
dibandingkan penderita tanpa DM.
d. Hiperkolesterol
e. Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang mempunyai efek mengganggu
peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak sel saraf organ koklea.
Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh merokok menjadi penyebab
gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif.

Klasifikasi & Patofisiologi

Lokasi-lokasi penuaan koklea yang membagi presbikusis menjadi 4 tipe. Perubahan


histologik ini berhubungan dengan gejala yang timbul dan hasil pemeriksaan auditorik.
Prevalensi terbanyak menurut penelitian adalah jenis metabolik 34,6%, jenis lainnya neural
30,7%, mekanik 22,8% dan sensorik 11,9%.1,4

a. Presbikusis sensorik adalah atrofi epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel
penyokong organ corti. Proses berasal dari bagian basal koklea dan perlahan-lahan menjalar
ke daerah apeks. Ciri khas pada audiogram adalah terjadi penurunan pendengaran secara
tiba-tiba pada frekuensi tinggi (sloping down). Contoh jenis sensori adalah tipe noise-
induced hearing loss (NIHL).
b. Presbikusis Neural merupakan atrofi sel-sel saraf di koklea dan jalur saraf pusat. Atrofi
terjadi mulai dari koklea, dengan bagian basilarnya sedikit lebih banyak terkena dibanding
sisa dari bagian koklea lainnya. Keparahan tipe ini menyebabkan penurunan diskriminasi
kata-kata yang secara klinik berhubungan dengan presbikusis. Pengurangan jumlah sel-sel
neuron ini sesuai dengan normal speech discrimination. Bila jumlah neuron ini berkurang
di bawah yang dibutuhkan untuk tranmisi getaran, terjadilah perbikusis neural. Gambaran
khas audiogram menunjukkan penurunan ambang dengar terjadi pada frekuensi yang
semakin tinggi semakin memburuk (cookie-bite).
c. Presbikusis Metabolik/Strial presbyacusis keadaan ini dihasilkan dari atrofi stria vaskularis.
Stria vaskularis merupakan daerah metabolisme aktif pada koklea yang bertanggung jawab
terhadap sekresi dari endolimfe dan pemeliharaan gradien ion yang melalui organ korti.
Stria vaskularis normalnya berfungsi menjaga keseimbangan bioelektrik dan kimiawi dan
juga keseimbangan metabolik dari koklea. Atrofi dari stria ini menyebabkan hilangnya
pendengaran yang direpresentasikan melalui audiogram yang mendatar (flat) sebab seluruh
koklea terpengaruh.
d. Presbikusis Mekanik ini disebabkan oleh penebalan dan kekakuan sekunder dari membran
basilaris koklea. Gambaran khas nya adalah audiogram yang menurun dan simetris (ski-
slope). Perubahan atas respon fisik khusus dari membran basalis lebih besar di bagian basal
karena lebih tebal dan jauh lebih kurang di apikal. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari
duktus koklearis dan atrofi dari ligamentum spiralis.

A B

C
D

Gambar 1. A = Audiogram presbikusis sensorik, B = Audiogram prebikusis neural, C = Audiogram


perbikusis metabolic, D = Audiogram presbikusis mekanik

Penegakan Diagnosis
Anamnesis: penurunan ketajaman pendengaran pada usia lanjut, simetris bilateral dan progresif
lambat. Umumnya terutama terhadap suara atau nada yang tinggi. Tidak terdapat kelainan pada
pemeriksaan telinga hidung tenggorok, seringkali merupakan kelainan yang tidak disadari.
Kadang-kadang disertai dengan tinitus
Pemeriksaan fisik: biasanya normal setelah pengambilan serumen yang merupakan masalah
pada penderita usia lanjut. Pada pemeriksaan otoskopi, tampak membran timpani normal atau
bisa juga suram. Pemeriksaan tambahan tes penala Uji rinne positif, Uji Weber terdapat
lateralisasi, Uji Schwabach memendek.
Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli
sensorineural nada tinggi bilateral dan simetris. Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam
(sloping) setelah frekuensi 1000 Hz. Gambaran ini khas pada gangguan pendengaran jenis
sensorik dan neural. Kedua jenis ini paling sering ditemukan. Garis ambang dengar pada
audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya
berangsur-angsur terjadi penurunan.
Audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara (speech
discriminatin) dan biasanya keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear.1
Diagnosis Banding
a. Acoustic neuroma
b. Acute otitis media
c. Autoimmune disease of the inner ear
d. Benign tumors of the middle ear5
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien bertujuan untuk memperbaiki efektifitas pasien dalam
berkomunikasi dan memaksimalkan pendengaran pasien, atau yang biasa disebut dengan
rehabilitasi.
a. Hearing Aid / Alat Bantu Dengar
Berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan
lancar. Alat bantu dengar terdiri dari:6
Tabel 1. Alat Bantu dengar
Komponen Fungsi
Microphone bagian yang berperan menerima suara dari luar dan mengubah
sinyal suara menjadi energi listrik, kemudian meneruskannya ke
amplifier.
Amplifier berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar energi
listrik yang selanjutnya mengirimkannya ke receiver.
Receiver atau mengubah energi listrik yang telah diperbesar amplifier menjadi
loudspeaker energi bunyi kembali dan meneruskannya ke liang telinga

Baterai sebagai sumber tenaga.


b. Implan Koklea
Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan
menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan
berkomunikasi pada pasien tuli saraf berat dan total bilateral.6
Tabel 2. Indikasi implant koklea
Implan Koklea
Indikasi Kontra Indikasi
- keadaan tuli saraf berat bilateral atau tuli - tuli akibat kelainan pada jalur saraf pusat
total bilateral (anak maupun dewasa) yang (tuli sentral),
tidak / sedikit mendapat manfaat dengan - proses penulangan koklea
alat bantu dengar konvensional, - koklea tidak berkembang
- usia 12 bulan sampai 17 tahun, tidak ada
kontraindikasi medis
- calon pengguna mempunyai perkembangan
kognitif yang baik.

c. Lip reading
Dapat membantu pasien dengan diskriminasi bicara yang berkurang dan dapat
membantu pengguna alat bantu dengar yang mengalami kesulitan dalam lingkungan
yang bising.7
Gambar 2. Hearing Aid dan Impann koklea

2. MOTION SICKNESS (4A)


Definisi
Motion sickness atau kinetosis, juga dikenal sebagai penyakit perjalanan, adalah suatu
kondisi dimana ada perbedaan antara sinyal yang diterima otak dari mata dan organ-organ
sensitif terhadap posisi lainnya termasuk sistem vestibular mengenai posisi tubuh. Penyakit
disekitar kita ini diindentifikasikan dengan terminologi sebagai mabuk laut, mabuk udara,
mabuk darat, mabuk ski, dan bahkan mabuk gajah atau unta.8
Etiologi
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa konflik berasal dari dua organ penting
keseimbangan yaitu mata dan koklea di telinga dalam menyesuaikan diri terhadap kecepatan
yang berbeda ketika terjadinya gerakan. Mata menyesuaikan diri secara cepat sedangkan telinga
dalam lebih lama. Sampai kedua organ ini menyesuaikan diri dan menetapkan sinyal yang
indentik untuk dikirimkan ke otak maka kekacauan pemusatan perhatian terhadap posisi tubuh
dapat terjadi. Penyakit ini dapat diprovokasi oleh gerakan yang tiba-tiba seperti saat berada
diperjalanan yang tidak rata, penerbangan yang berputar, dan pelayaran yang bergelombang.9

Mabuk dapat dibagi menjadi tiga kategori:9

 Gerak penyakit yang disebabkan oleh gerakan yang dirasakan tetapi tidak terlihat
 Mabuk perjalanan disebabkan oleh gerakan yang terlihat tapi tidak merasa
 Mabuk perjalanan disebabkan ketika kedua system mendeteksi gerakan, tetapi mereka
tidak sesuai.

Patofisiologi
Sekarang ini belum ada teori yang adekuat yang dapat menjelaskan perjalanan penyakit
ini. Dan ada banyak teori yang menjelaskan mengenai penyakit ini.8,9 Hipotesis yang paling
umum untuk penyebab penyakit gerakan adalah bahwa ia berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan terhadap neurotoksin. Para post rema daerah di otak yang bertanggung jawab untuk
merangsang muntah saat racun terdeteksi dan untuk menyelesaikan konflik antara visi dan
keseimbangan. Ketika merasa gerak tetapi tidak melihat itu (misalnya, dalam sebuah kapal
tanpa jendela), telinga bagian dalam mengirimkan ke otak bahwa itu indra gerak, tapi mata
memberitahu otak bahwa semuanya masih diam. Sebagai hasil dari kejanggalan tersebut, otak
akan sampai pada kesimpulan bahwa salah satu dari mereka berhalusinasi dan selanjutnya
menyimpulkan bahwa halusinasi adalah karena menelan racun. Otak merespon dengan muntah
merangsang, untuk membersihkan toksin seharusnya.10
Muntah disebabkan oleh aktivasi yang terkoordinir antara otot polos dan somatik yang
menghasilkan perubahan yang tepat sesuai dengan tekanan intrabadominal dan tekanan
intrathoracic yang membuka spinkter esofagus. Mekanisme koordinasi sistem saraf pusat
adalah kompleks dan sekarang ini sudah banyak dipahami secara baik. Setiap individu
mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap bentuk stimulasi yang berbeda.10

Faktor Resiko

 Hampir 80% dari populasi mengalaminya.


 Perahu kecil dan mobil cenderung yang paling provokatif merangsang terjadinya motion
sickness.
 Lebih sering terjadi pada wanita (terutama selama kehamilan), anak-anak usia 2-12
tahun, dan orang dengan migrain.
 Wanita hamil.9
Penegakan Diagnosis

Anamnesis : Gejala dan tanda dari penyakit ini adalah suatu Sindroma mabuk perjalanan
seperti pusing nonvertiginous, gangguan epigastrik seperti rasa tidak nyaman epigastrik, mual
dan muntah, gejala-gejala pada kulit seperti pucat, keringat dingin, mulut kering, gejala-gejala
SSP seperti sakit kepala, mengantuk, rasa tegang dimata, dan lesu. Dan berdasarkan tingkat
keparahannya dibagi atas ringan, sedang dan berat.8

Pemeriksaan Fisik : Selain muntah, terdapat beberapa tanda fisik dari motion sickness.
Menguap dan bersendawa dapat diamati sebelum gejala sadar berkembang. Peri-oral dan wajah
yang pucat dapat memberikan tampilan hijau pada pasien dan dapat terjadi bersamaan dengan
peningkatan air ludah, diaphoresis dan muntah. Peningkatan postural sway, perubahan
electrography dan penurunan resistensi kulit terdapat korelasi dengan motion sickness.11

Pemeriksaan Penunjang : pemeriksaan laboratorium dan rontgen jarang diperlukan,


kecuali menunjukan adanya kondisi lain. Test kehamilan diperlukan untuk menyingkirkan
diagnosis pada wanita. Audiografi dan pemeriksaan vestribular dana dilakukan.11

Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk motion sickness ini terdiri dari: CVA, Trauma kepala, Kehamilan,
Migrain, BPV.11
Tatalaksana
Non-medikamentosa
 penambahan paparan secara perlahan-lahan meningkatkan derajat stimulasi provokasi
 modifikasi perilaku11
Medikamentosa
Sejumlah obat-obatan dapat mengurangi kepekaan terhadap penyakit ini seperti
dimenhydrinate, meclizine, cyclizine.1,3,12 Obat-obatan ini dapat diklasifiksikan kedalam dua
kategori yaitu over the counter (OTC) dan obat-obat yang harus diresepkan. Produk-produk
OTC berisikan antihistamin dan cocok untuk gejala yang ringan dan merupakan self-
medication. Sedangkan obat yang diresepkan berisi scopolamin yaitu antikolinergik dan
menurut penelitian lebih efektif. Scopolamin cocok untuk mengobati gejala sedang-berat.8,
Edukasi
Hindari membaca saat dalam perjalanan dan tidak duduk di kursi yang menghadap ke
belakang. Berada dalam posisi dimana mata selalu melihat gerakan yang sama dengan yang
dirasakan tubuh dan telinga. Kalau di mobil atau bus, duduklah di depan dan lihat
pemandangan. Kalau di kapal, pergilah ke dek dan melihat gerakan horizon. Kalau di pesawat,
duduklah dekat jendela dan melihat keluar. Duduklah di bagian dekat sayap, di mana gerakan
terasa paling minimal. Makan makanan ringan sebelum bepergian atau menghindari makanan
jika sudah merasa mual. Hindari menonton atau berbicara dengan penumpang lain yang
mengalami motion sickness. Jaga agar kepala tidak bergoyang-goyang saat duduk di sandaran
kursi. Hindari merokok atau duduk di sebelah orang yang sedang merokok. Jika terlanjur mual,
makanlah biskuit atau minum minuman berkarbonasi untuk mengurangi keluhan lambung.
Fokus pada objek yang jauh atau mata tertutup, bukan membaca atau melihat sesuatu di dalam
kendaraan; meminimalkan gerakan kepala, dan jika perlu, tidur terlentang. Minumlah banyak
air dan aturlah ventilasi udara. Meminum obat antimotion sickness minimal 30-60 menit
sebelum perjalanan dimulai, atau seperti yang direkomendasikan oleh dokter. Dan beradaptasi
dengan kondisi ini.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah dehidrasi, permasalahan elektrolit, seperti
ketidakseimbangan elektrolit, dan Gastroesophageal laceration syndrome. (wikipedia)

3. SERUMEN PROP (4A)


Definisi
Serumen prop merupakan akumulasi abnormal dari serumen di liang telinga. Sumbatan
yang terjadi pada pasien dengan efek serumen menunjukkan adanya lapisan keratin berlebihan
yang menyerupai stratum korneum kulit kanalis profunda. 1
Kumpulan serumen yang berlebihan bukanlah suatu penyakit. Sebagian orang
menghasilkan banyak serumen seperti halnya sebagian orang lebih mudah berkeringat
dibandingkan yang lain. Pada sebagian orang, serumen dapat mengeras dan membentuk sumbat
yang padat, pada yang lain sejumlah besar serumen dengan konsistensi seperti mentega dapat
menyumbat liang telinga. Pasien mungkin merasakan telinganya tersumbat atau tertekan. Bila
suatu sumbat serumen yang padat jadi lembab, misalnya setelah mandi, maka sumbat tersebut
dapat mengembang dan menyebabkan gangguan pendengaran sementara.1

Etiologi dan Faktor Resiko

Akumulasi serumen dapat disebabkan obstruksi kanalis akustikus eksternus. Saluran


yang berbelit-belit dan isthmus yang sempit dapat memblok migrasi alami stratum korneum dan
bagian medial kanalis akustikus eksternus. Pada lansia migrasi cenderung menurun dan
aurikula, kadang dapat menyebabkan oklusi parsial pada meatus eksternus dan mencegah
eliminasi normal serumen. Stenosis kanalis akustikus eksternus setelah trauma, infeksi kronis,
atau pembedahan mungkin akan menghalangi eliminasi serumen. Penyebab potensial obstruksi
adalah benda asing dan tumor.13

Patofisiologi
Pemumpukan serumen mungkin disebabkan ketidakmampuan pemisahan korneosit.
Dermatologist melihat beberapa kondisi yang mereka sebut Gangguan Retensi Korneosit yang
memunjukkan adanya penumpukan serumen. Terdapat hipotesis yang menyebutkan bahwa
impaksi serumen bukan karena overproduksi dari kelenjar seruminosa, tetapi karena
ketidakmampuan korneosit di stratum korneum untuk terpisah-pisah. Ketidakmampuan
korneosit ini dikarenakan adanya komponen yang hilang yaitu “keratinocyte attachment-
destroying substance”(KADS). Menurut teori KADS ini akan membantu sel-sel terpecah dan
menjadi bagian yang kecil dan terdeskuamasi. Bila tidak ada KADS, sel tidak akan terpecah dan
akan mencapai bagian superfisial namun dengan bentuk yang utuh. Hasilnya akan terbentuk
akumulasi dan bersatu dengan serumen yang membentuk massa sumbatan.14

Diagnosis
Diagnosis pada kasus serumen prop berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis: Pasien biasanya datang dengan keluhan pendengaran yang berkurang disertai rasa
penuh dan nyeri pada telinga. Impaksi/gumpalan serumen yang menumpuk di liang telinga
menyebabkan rasa penuh dengan penurunan pendengaran (tuli konduktif). Terutama bila telinga
masuk air (sewaktu mandi atau berenang), serumen mengembang sehingga menimbulkan rasa
tertekan dan gangguan pendengaran semakin dirasakan sangat mengganggu. Beberapa pasien
mengeluhkan adanya vertigo atau tinitus. Rasa nyeri timbul apabila serumen keras membatu
dan menekan dinding liang telinga.15
Pemeriksaan Fisik: dapat dilakukan otoskopi dan tes penala. Pada pemeriksaan otoskopi dapat
terlihat adanya obstruksi liang telinga oleh material berwarna kuning kecoklatan atau
kehitaman. Konsistensi dari serumen dapat bervariasi. Dan pada pemeriksaan penala biasanya
didapati tuli konduktif akibat sumbatan serumen.15
Diagnosis Banding
 Otitis Eksternal
 Keratosis Obturans
 Polyp of ear canal
 Foreign Body
 Osteoma14
Penatalaksanaan
1. Non-medikamentosa
- Bila serumen lunak, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.
- Bila serumen keras, dikeluarkan dengan pengait atau kuret. Apabila dengan cara ini
serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan
tetes Karbogliserin 10% atau H2O2 3% selama 3 hari.
- Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga sehingga dikuatirkan
menimbulkan trauma membrane timpani sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan dengan
mengirigasi menggunakan air hangat yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh15
2. Medikamentosa
- Tetes telinga Karbogliserin 10% atau H2O2 3% selama 3 hari untuk melunakkan
serumen.15

Edukasi
 Hindari penggunaan cotton bud atau alat untuk mendorong serumen semakin dalam
 Jangan mengairi telinga yang dicurigai terdapat perforasi14
Komplikasi
 Perforasi membrane timpani
 Infeksi telinga tengah
 Swimmer’s ear
 Gangguan pendengaran permanen merupakan komplikasi dari trauma akibat
pengeluaran serumen.16

4. TRAUMA AKUSTIK AKUT (3A)


Definisi
Trauma akustik sering dipakai untuk menyatakan ketulian akibat pajanan bising,
maupun tuli mendadak akibat ledakan hebat, dentuman, tembakan pistol, serta trauma langsung
ke kepala dan telinga akibat satu atau beberapa pajanan dalam bentuk energi akustik yang kuat
dan tiba-tiba.14
Etiologi dan Faktor Resiko
Trauma akustik menyatakan ketulian akibat pajanan bising atau tuli mendadak akibat
ledakan hebat, dentuman atau trauma langsung ke telinga. Ketulian dengan sebab ini banyak
ditemukan pada pekerja militer yang dikirim ke medan tempur, pekerja di bidang industri
khususnya yang menggunakan bahan peledak dan juga pada orang-orang yang memiliki hobi
menembak atau aktivitas lain yang beresiko terkena bising.14
Patofisiologi
Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat adanya energi suara yang
sangat besar. Efek ini terjadi akibat dilampauinya kemampuan fisiologis telinga dalam sehingga
terjadi gangguan kemampuan meneruskan getaran ke organ corti. Kerusakan dapat berupa
pecahnya gendang telinga, kerusakan tulang-tulang pendengaran, atau kerusakan langsung
organ corti. Pada trauma akustik, cedera koklea terjadi akibat rangsangan fisik berlebihan
berupa getaran yang sangat besar sehingga merusak sel-sel rambut. Namun pada pajanan
berulang kerusakan bukan hanya semata-mata akibat proses fisika berupa mekanik semata,
namun juga proses kimiawi berupa rangsang metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-
sel tersebut.17
Pada proses mekanik terjadi pergerakan cairan dalam koklea yang begitu keras
menyebabkan robeknya membran reissner dan terjadi percampuran cairan perilimfe dan
endolimfe sehingga menghasilkan kerusakan sel-sel rambut. Begitu juga dengan pergerakan
membran basilaris yang begitu keras menyebabkan rusaknya organ korti sehingga terjadi
percampuran cairan perilimfe dan endolimfe akhimya terjadi kerusakan sel-sel rambut. Pada
proses metabolik juga dapat merusak sel-sel rarnbut melalui cara vasikulasi dan vakuolasi pada
retikulum endoplasma sel-sel rambut dan pembengkakkan mitokondria yang akan mempercepat
rusaknya membran sel dan hilangnya sel-sel rambut.17
Selama paparan trauma akustik, jaringan di telinga dalam memerlukan oksigen dan
nutrisi lain dalam jumlah besar. Oleh sebab itu terjadi penurunan tekanan O2 di dalam koklea,
sehingga konsumsi O2 akan meningkat. Peneliti lain mengatakan pada kondisi tersebut akan
terjadi vasokonstriksi pembuluh darah di dalam koklea. Akibat rangsangan ini dapat terjadi
disfungsi sel-sel rambut yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran sementara atau
justru kerusakan sel-sel rambut yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran yang
permanen.18
Pada trauma akustik yang mengakibatkan penurunan pendengaran permanen terjadi
edema sel rambut sampai terjadi ruptur sehingga gangguan pendengaran diakibatkan karena sel
rambut akan menjadi distorsi dan arah stereosilia tidak dapat kembali ke membrana tektoria.
Apabila terjadi kerusakan yang progresif dapat terjadi degenerasi syaraf pendengaran dan
perubahan dari pusat pendengaran.18
Apabila penurunan ambang dengar terjadi dalam beberapa minggu, maka gangguan
dengar tersebut bersifat permanen, dan bila penurunan ambang dengar mencapai 70 dB serta
mencakup pula frekuensi percakapan, maka dipastikan telah terjadi kerusakan pada serabut
saraf pendengaran dan telinga dalam.18
Gambar 3. Kerusakan hair cell pada trauma akustik
Suatu trauma akustik dengan frekuensi tinggi akan mengakibatkan rusaknya sel-sel
rambut bagian basal, sedangkan trauma akustik dengan frekuensi rendah akan mengakibatkan
rusaknya sel sel rambut bagian apex. Bila kerusakan akibat frekuensi nada tinggi akan di dekat
foramen ovale, dan frekuensi nada rendah di daerah apex. Lokasi kerusakan terletak 10 – 15
mm dari foramen ovale yakni pada reseptor frekuensi 4000 Hz.18
Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksan fisik (otoskop), serta
pemeriksaan penunjang (audiometri).
Anamnesis: Pada anamnesis dapat ditanyakan juga apakah pemah bekerja atau sedang bekerja
di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya 5 tahun atau lebih.
Pernahkah terpapar atau mendapat trauma pada kepala maupun telinga baik itu berupa suara
bising, suara ledakan, suara yang keras dalam jangka waktu yang cukup lama. Gejala ketulian
akibat trauma akustik adalah tinnitus (suara mendenging), ringing (suara berisik di telinga),
gejala sensasi penuh (fullness), nyeri telinga, kesulitan melokalisir suara, dan kesulitan
mendengar di lingkungan bising.18
Pemeriksaan fisik: Didapatkan membran timpani utuh, perdarahan kecil di membran, ruptur
lapisan luar atau sobekan yang lurus, sering tampak perforasi membrana timpani spontan
bahkan terjadi kerusakan artikulasi dari tulang-tulang pendengaran. Pada tes dengan garpu tala
menunjukkan adanya tuli sensorineural. 18
Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural
pada frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch)
yang patognomonik untuk jenis ketulian akibat taruma akustik.17

Gambar 4. Gambaran audiogram pada trauma akustik


Diagnosis Banding
 Acute noise-induces hearing loss (ANIHL)
 Autoimmune disease of the inner ear
 Presbikusis19
Tatalaksana Awal
Penatalaksanaan pada trauma akustik ini dapat diberikan secepatnya setelah trauma.
Trauma akustik akut sebaiknya diobati sebagai kedaruratan medis.Tatalaksana pada trauma
akustik terbagi menjadi 2 yaitu pada jenis Temporary Threshold Shift (TTS) dan Permanent
Threshold Shift (PTS). Pada TTS dilakukan penatalaksanaan simtomatik dan suportif. Jika
terdapat tinitus dan vertigo dapat diberikan analgetik dan steroid juga dapat diberikan bila tidak
terdapat kontraindikasi. Bila terdapat perforasi membran timfani tidak perlu dilakukan
tindakkan operatif karena biasanya bersifat steril dan tepi luka merupakan jaringan sehat serta
vaskularisasinya baik sehingga diharapkan menutup dengan sendirinya. Profilaksis dapat
diberikan antibiotik yang relevan. Pada TTS fungsi pendengaran akan pulih dengan sendirinya
dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari setelah pajanan terhadap bising dihentikan.
Selain itu, perlu dilakukan pemutusan kontak antara penderita dan sumber pajanan guna
mencegah progresivitas menjadi kelainan PTS.20
Pada PTS gangguan pendengaran yang mengganggu komunikasi dapat dicoba dengan
pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Jika dengan hearing aid masih dirasakan sulit
berkomunikasi dapat dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan
pendengaran (auditory training) bertujuan agar penderita dapat menggunakan sisa
pendengaranya dengan alat bantu dengar secara efisien dibantu dengan membaca gerakkan bibir
(lip reading), mimik dan gerakkan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat
berkomunikasi. Bila penderita mendengar suaranya sendiri sangat lemah maka dapat dilakukan
rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume dan tinggi rendah dalam percakapan. Pada
penderita yang mengalami gangguan pendengaran total bilateral dapat dipertimbangkan
pemasangan implan koklea.20
Jika dimulai lebih awal, perawatan medis bisa berperan dalam trauma akustik akut.
Penelitian menunjukkan bahwa terapi kombinasi hyperbaric oxygenation dan kortikoid
menyebabkan peningkatan pemulihan yang signifikan. Namun, jika diberikan sendiri mungkin
tidak dapat bekerja efektif.21
Daftar Pustaka

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 7th ed. Jakarta: FKUI. 2012
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 8 th ed. Ong HO, Mahode AA,
Ramadhani D, editors. Jakarta: EGC; 2015.
3. Muyassaroh. Faktor Risiko Presbikusis. Health Science Journals. Semarang. 2013. Diunduh
dari: indonesia.digitaljournals.org/index.php/.../1187.
4. Snow J.B, Ballenger J.J. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 6th ed.
Ontario: BC Decker; 2003.
5. Saadi RA. Medscape: Presbycusis. 2019. Diakses pada 1 April 2020.
6. Lee K.J. Essential otolaryngology head & neck surgery. 10th ed. The McGraw-Hill
Companies; United State. 2012.
7. Ries LP, Escada P. Effect of speechreaing in presbycusis: Do we have a third ear?.
Otolaryngol Pol. 2017. (6):38-44.
8. Brainard A. Prevention and treatment of motion sickness. 2014. Diunduh dari:
www.aafg.org/afp
9. Brandt T. Various Vertigo Syndrome in Vertigo and Dizziness. 2012. Springer.
10. Lackner, James R. Motion Sickness: more than nausea and vomiting. 2014. Diunduh dari :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4112051
11. Brainard A. Medscape: Motion Sickness. 2018. Diakses pada tanggal 2 April 2020.
12. Takov V, Prasanna T. Medication for Motion Sickness. Pubmed. 2019. PMID: 30969528
13. Hafil F, Sosialisman, Helmi, 2007, Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed.6, Fakultas Kedoktern
Universitas Indonesia, Jakarta.
14. Adams,George L, et al, 1997, Boies : Buku Ajar Penyakit THT, Ed 6 : Jakarta.EGC
15. Ikatan Dokter Indonesia, 2017, Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer, Ed.1, Jakarta, pp,150
16. Bailey B, Johnson J, Newlands S, 2006, Head & Neck Surgery Otolaryngology. 4th
Edition. Lippincot Williams & Wilkins.
17. Arifiani, N. 2004. Pengaruh Kebisingan terhadap Dunia Kerja. Penerbit: Subdepartemen
Kedokteran Okupasi Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI. Jakarta. H. 24-28.
18. James F. 2009. Noise Exposure and Isssue in Hearing Conservation dalam: Jack K,
Handbook of Clinical Audiology, Edisi 6. Penerbit: Lippincott Williams &Wilkins.
Philadelphia. H.678-689.
19. Mathur NN. Medscape: Noise-Induced Hearing Loss. 2018. Diakses pada tanggal 2 April
2020.
20. Mark K. Primary care otolaryngology. American Academy of Otolaryngology–Head and
Neck Surgery Foundation; 2011.
21. Fakhry N, Rostain JC, Cazals Y. Hyperbaric oxygenation with corticoid in experimental
acoustic trauma. Hear Res. 2007 Aug. 230(1-2):88-92. [Medline].

Anda mungkin juga menyukai