PRESBIAKUSIS (3A)
Definisi
Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineural pada usia lanjut akibat proses
degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan simetris pada kedua sisi
telinga.1
Etiologi
a. Presbikusis sensorik adalah atrofi epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel
penyokong organ corti. Proses berasal dari bagian basal koklea dan perlahan-lahan menjalar
ke daerah apeks. Ciri khas pada audiogram adalah terjadi penurunan pendengaran secara
tiba-tiba pada frekuensi tinggi (sloping down). Contoh jenis sensori adalah tipe noise-
induced hearing loss (NIHL).
b. Presbikusis Neural merupakan atrofi sel-sel saraf di koklea dan jalur saraf pusat. Atrofi
terjadi mulai dari koklea, dengan bagian basilarnya sedikit lebih banyak terkena dibanding
sisa dari bagian koklea lainnya. Keparahan tipe ini menyebabkan penurunan diskriminasi
kata-kata yang secara klinik berhubungan dengan presbikusis. Pengurangan jumlah sel-sel
neuron ini sesuai dengan normal speech discrimination. Bila jumlah neuron ini berkurang
di bawah yang dibutuhkan untuk tranmisi getaran, terjadilah perbikusis neural. Gambaran
khas audiogram menunjukkan penurunan ambang dengar terjadi pada frekuensi yang
semakin tinggi semakin memburuk (cookie-bite).
c. Presbikusis Metabolik/Strial presbyacusis keadaan ini dihasilkan dari atrofi stria vaskularis.
Stria vaskularis merupakan daerah metabolisme aktif pada koklea yang bertanggung jawab
terhadap sekresi dari endolimfe dan pemeliharaan gradien ion yang melalui organ korti.
Stria vaskularis normalnya berfungsi menjaga keseimbangan bioelektrik dan kimiawi dan
juga keseimbangan metabolik dari koklea. Atrofi dari stria ini menyebabkan hilangnya
pendengaran yang direpresentasikan melalui audiogram yang mendatar (flat) sebab seluruh
koklea terpengaruh.
d. Presbikusis Mekanik ini disebabkan oleh penebalan dan kekakuan sekunder dari membran
basilaris koklea. Gambaran khas nya adalah audiogram yang menurun dan simetris (ski-
slope). Perubahan atas respon fisik khusus dari membran basalis lebih besar di bagian basal
karena lebih tebal dan jauh lebih kurang di apikal. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari
duktus koklearis dan atrofi dari ligamentum spiralis.
A B
C
D
Penegakan Diagnosis
Anamnesis: penurunan ketajaman pendengaran pada usia lanjut, simetris bilateral dan progresif
lambat. Umumnya terutama terhadap suara atau nada yang tinggi. Tidak terdapat kelainan pada
pemeriksaan telinga hidung tenggorok, seringkali merupakan kelainan yang tidak disadari.
Kadang-kadang disertai dengan tinitus
Pemeriksaan fisik: biasanya normal setelah pengambilan serumen yang merupakan masalah
pada penderita usia lanjut. Pada pemeriksaan otoskopi, tampak membran timpani normal atau
bisa juga suram. Pemeriksaan tambahan tes penala Uji rinne positif, Uji Weber terdapat
lateralisasi, Uji Schwabach memendek.
Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli
sensorineural nada tinggi bilateral dan simetris. Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam
(sloping) setelah frekuensi 1000 Hz. Gambaran ini khas pada gangguan pendengaran jenis
sensorik dan neural. Kedua jenis ini paling sering ditemukan. Garis ambang dengar pada
audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya
berangsur-angsur terjadi penurunan.
Audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara (speech
discriminatin) dan biasanya keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear.1
Diagnosis Banding
a. Acoustic neuroma
b. Acute otitis media
c. Autoimmune disease of the inner ear
d. Benign tumors of the middle ear5
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien bertujuan untuk memperbaiki efektifitas pasien dalam
berkomunikasi dan memaksimalkan pendengaran pasien, atau yang biasa disebut dengan
rehabilitasi.
a. Hearing Aid / Alat Bantu Dengar
Berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan
lancar. Alat bantu dengar terdiri dari:6
Tabel 1. Alat Bantu dengar
Komponen Fungsi
Microphone bagian yang berperan menerima suara dari luar dan mengubah
sinyal suara menjadi energi listrik, kemudian meneruskannya ke
amplifier.
Amplifier berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar energi
listrik yang selanjutnya mengirimkannya ke receiver.
Receiver atau mengubah energi listrik yang telah diperbesar amplifier menjadi
loudspeaker energi bunyi kembali dan meneruskannya ke liang telinga
c. Lip reading
Dapat membantu pasien dengan diskriminasi bicara yang berkurang dan dapat
membantu pengguna alat bantu dengar yang mengalami kesulitan dalam lingkungan
yang bising.7
Gambar 2. Hearing Aid dan Impann koklea
Gerak penyakit yang disebabkan oleh gerakan yang dirasakan tetapi tidak terlihat
Mabuk perjalanan disebabkan oleh gerakan yang terlihat tapi tidak merasa
Mabuk perjalanan disebabkan ketika kedua system mendeteksi gerakan, tetapi mereka
tidak sesuai.
Patofisiologi
Sekarang ini belum ada teori yang adekuat yang dapat menjelaskan perjalanan penyakit
ini. Dan ada banyak teori yang menjelaskan mengenai penyakit ini.8,9 Hipotesis yang paling
umum untuk penyebab penyakit gerakan adalah bahwa ia berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan terhadap neurotoksin. Para post rema daerah di otak yang bertanggung jawab untuk
merangsang muntah saat racun terdeteksi dan untuk menyelesaikan konflik antara visi dan
keseimbangan. Ketika merasa gerak tetapi tidak melihat itu (misalnya, dalam sebuah kapal
tanpa jendela), telinga bagian dalam mengirimkan ke otak bahwa itu indra gerak, tapi mata
memberitahu otak bahwa semuanya masih diam. Sebagai hasil dari kejanggalan tersebut, otak
akan sampai pada kesimpulan bahwa salah satu dari mereka berhalusinasi dan selanjutnya
menyimpulkan bahwa halusinasi adalah karena menelan racun. Otak merespon dengan muntah
merangsang, untuk membersihkan toksin seharusnya.10
Muntah disebabkan oleh aktivasi yang terkoordinir antara otot polos dan somatik yang
menghasilkan perubahan yang tepat sesuai dengan tekanan intrabadominal dan tekanan
intrathoracic yang membuka spinkter esofagus. Mekanisme koordinasi sistem saraf pusat
adalah kompleks dan sekarang ini sudah banyak dipahami secara baik. Setiap individu
mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap bentuk stimulasi yang berbeda.10
Faktor Resiko
Anamnesis : Gejala dan tanda dari penyakit ini adalah suatu Sindroma mabuk perjalanan
seperti pusing nonvertiginous, gangguan epigastrik seperti rasa tidak nyaman epigastrik, mual
dan muntah, gejala-gejala pada kulit seperti pucat, keringat dingin, mulut kering, gejala-gejala
SSP seperti sakit kepala, mengantuk, rasa tegang dimata, dan lesu. Dan berdasarkan tingkat
keparahannya dibagi atas ringan, sedang dan berat.8
Pemeriksaan Fisik : Selain muntah, terdapat beberapa tanda fisik dari motion sickness.
Menguap dan bersendawa dapat diamati sebelum gejala sadar berkembang. Peri-oral dan wajah
yang pucat dapat memberikan tampilan hijau pada pasien dan dapat terjadi bersamaan dengan
peningkatan air ludah, diaphoresis dan muntah. Peningkatan postural sway, perubahan
electrography dan penurunan resistensi kulit terdapat korelasi dengan motion sickness.11
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk motion sickness ini terdiri dari: CVA, Trauma kepala, Kehamilan,
Migrain, BPV.11
Tatalaksana
Non-medikamentosa
penambahan paparan secara perlahan-lahan meningkatkan derajat stimulasi provokasi
modifikasi perilaku11
Medikamentosa
Sejumlah obat-obatan dapat mengurangi kepekaan terhadap penyakit ini seperti
dimenhydrinate, meclizine, cyclizine.1,3,12 Obat-obatan ini dapat diklasifiksikan kedalam dua
kategori yaitu over the counter (OTC) dan obat-obat yang harus diresepkan. Produk-produk
OTC berisikan antihistamin dan cocok untuk gejala yang ringan dan merupakan self-
medication. Sedangkan obat yang diresepkan berisi scopolamin yaitu antikolinergik dan
menurut penelitian lebih efektif. Scopolamin cocok untuk mengobati gejala sedang-berat.8,
Edukasi
Hindari membaca saat dalam perjalanan dan tidak duduk di kursi yang menghadap ke
belakang. Berada dalam posisi dimana mata selalu melihat gerakan yang sama dengan yang
dirasakan tubuh dan telinga. Kalau di mobil atau bus, duduklah di depan dan lihat
pemandangan. Kalau di kapal, pergilah ke dek dan melihat gerakan horizon. Kalau di pesawat,
duduklah dekat jendela dan melihat keluar. Duduklah di bagian dekat sayap, di mana gerakan
terasa paling minimal. Makan makanan ringan sebelum bepergian atau menghindari makanan
jika sudah merasa mual. Hindari menonton atau berbicara dengan penumpang lain yang
mengalami motion sickness. Jaga agar kepala tidak bergoyang-goyang saat duduk di sandaran
kursi. Hindari merokok atau duduk di sebelah orang yang sedang merokok. Jika terlanjur mual,
makanlah biskuit atau minum minuman berkarbonasi untuk mengurangi keluhan lambung.
Fokus pada objek yang jauh atau mata tertutup, bukan membaca atau melihat sesuatu di dalam
kendaraan; meminimalkan gerakan kepala, dan jika perlu, tidur terlentang. Minumlah banyak
air dan aturlah ventilasi udara. Meminum obat antimotion sickness minimal 30-60 menit
sebelum perjalanan dimulai, atau seperti yang direkomendasikan oleh dokter. Dan beradaptasi
dengan kondisi ini.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah dehidrasi, permasalahan elektrolit, seperti
ketidakseimbangan elektrolit, dan Gastroesophageal laceration syndrome. (wikipedia)
Patofisiologi
Pemumpukan serumen mungkin disebabkan ketidakmampuan pemisahan korneosit.
Dermatologist melihat beberapa kondisi yang mereka sebut Gangguan Retensi Korneosit yang
memunjukkan adanya penumpukan serumen. Terdapat hipotesis yang menyebutkan bahwa
impaksi serumen bukan karena overproduksi dari kelenjar seruminosa, tetapi karena
ketidakmampuan korneosit di stratum korneum untuk terpisah-pisah. Ketidakmampuan
korneosit ini dikarenakan adanya komponen yang hilang yaitu “keratinocyte attachment-
destroying substance”(KADS). Menurut teori KADS ini akan membantu sel-sel terpecah dan
menjadi bagian yang kecil dan terdeskuamasi. Bila tidak ada KADS, sel tidak akan terpecah dan
akan mencapai bagian superfisial namun dengan bentuk yang utuh. Hasilnya akan terbentuk
akumulasi dan bersatu dengan serumen yang membentuk massa sumbatan.14
Diagnosis
Diagnosis pada kasus serumen prop berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis: Pasien biasanya datang dengan keluhan pendengaran yang berkurang disertai rasa
penuh dan nyeri pada telinga. Impaksi/gumpalan serumen yang menumpuk di liang telinga
menyebabkan rasa penuh dengan penurunan pendengaran (tuli konduktif). Terutama bila telinga
masuk air (sewaktu mandi atau berenang), serumen mengembang sehingga menimbulkan rasa
tertekan dan gangguan pendengaran semakin dirasakan sangat mengganggu. Beberapa pasien
mengeluhkan adanya vertigo atau tinitus. Rasa nyeri timbul apabila serumen keras membatu
dan menekan dinding liang telinga.15
Pemeriksaan Fisik: dapat dilakukan otoskopi dan tes penala. Pada pemeriksaan otoskopi dapat
terlihat adanya obstruksi liang telinga oleh material berwarna kuning kecoklatan atau
kehitaman. Konsistensi dari serumen dapat bervariasi. Dan pada pemeriksaan penala biasanya
didapati tuli konduktif akibat sumbatan serumen.15
Diagnosis Banding
Otitis Eksternal
Keratosis Obturans
Polyp of ear canal
Foreign Body
Osteoma14
Penatalaksanaan
1. Non-medikamentosa
- Bila serumen lunak, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.
- Bila serumen keras, dikeluarkan dengan pengait atau kuret. Apabila dengan cara ini
serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan
tetes Karbogliserin 10% atau H2O2 3% selama 3 hari.
- Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga sehingga dikuatirkan
menimbulkan trauma membrane timpani sewaktu mengeluarkannya, dikeluarkan dengan
mengirigasi menggunakan air hangat yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh15
2. Medikamentosa
- Tetes telinga Karbogliserin 10% atau H2O2 3% selama 3 hari untuk melunakkan
serumen.15
Edukasi
Hindari penggunaan cotton bud atau alat untuk mendorong serumen semakin dalam
Jangan mengairi telinga yang dicurigai terdapat perforasi14
Komplikasi
Perforasi membrane timpani
Infeksi telinga tengah
Swimmer’s ear
Gangguan pendengaran permanen merupakan komplikasi dari trauma akibat
pengeluaran serumen.16
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 7th ed. Jakarta: FKUI. 2012
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 8 th ed. Ong HO, Mahode AA,
Ramadhani D, editors. Jakarta: EGC; 2015.
3. Muyassaroh. Faktor Risiko Presbikusis. Health Science Journals. Semarang. 2013. Diunduh
dari: indonesia.digitaljournals.org/index.php/.../1187.
4. Snow J.B, Ballenger J.J. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery. 6th ed.
Ontario: BC Decker; 2003.
5. Saadi RA. Medscape: Presbycusis. 2019. Diakses pada 1 April 2020.
6. Lee K.J. Essential otolaryngology head & neck surgery. 10th ed. The McGraw-Hill
Companies; United State. 2012.
7. Ries LP, Escada P. Effect of speechreaing in presbycusis: Do we have a third ear?.
Otolaryngol Pol. 2017. (6):38-44.
8. Brainard A. Prevention and treatment of motion sickness. 2014. Diunduh dari:
www.aafg.org/afp
9. Brandt T. Various Vertigo Syndrome in Vertigo and Dizziness. 2012. Springer.
10. Lackner, James R. Motion Sickness: more than nausea and vomiting. 2014. Diunduh dari :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4112051
11. Brainard A. Medscape: Motion Sickness. 2018. Diakses pada tanggal 2 April 2020.
12. Takov V, Prasanna T. Medication for Motion Sickness. Pubmed. 2019. PMID: 30969528
13. Hafil F, Sosialisman, Helmi, 2007, Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed.6, Fakultas Kedoktern
Universitas Indonesia, Jakarta.
14. Adams,George L, et al, 1997, Boies : Buku Ajar Penyakit THT, Ed 6 : Jakarta.EGC
15. Ikatan Dokter Indonesia, 2017, Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer, Ed.1, Jakarta, pp,150
16. Bailey B, Johnson J, Newlands S, 2006, Head & Neck Surgery Otolaryngology. 4th
Edition. Lippincot Williams & Wilkins.
17. Arifiani, N. 2004. Pengaruh Kebisingan terhadap Dunia Kerja. Penerbit: Subdepartemen
Kedokteran Okupasi Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI. Jakarta. H. 24-28.
18. James F. 2009. Noise Exposure and Isssue in Hearing Conservation dalam: Jack K,
Handbook of Clinical Audiology, Edisi 6. Penerbit: Lippincott Williams &Wilkins.
Philadelphia. H.678-689.
19. Mathur NN. Medscape: Noise-Induced Hearing Loss. 2018. Diakses pada tanggal 2 April
2020.
20. Mark K. Primary care otolaryngology. American Academy of Otolaryngology–Head and
Neck Surgery Foundation; 2011.
21. Fakhry N, Rostain JC, Cazals Y. Hyperbaric oxygenation with corticoid in experimental
acoustic trauma. Hear Res. 2007 Aug. 230(1-2):88-92. [Medline].