Anda di halaman 1dari 14

Pemberdayaan Pasien Lanjut Usia dengan Home Care

melalui Optimalisasi Budaya Bangsa

ABSTRAK

Masyarakat Indonesia cenderung menempatkan masyarakat lanjut usia (lansia)


sebagai hal yang paling istimewa. Hal ini menyebabkan lansia Indonesia masih
tergantung pada orang lain khususnya keluarga. Data terbaru Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2004, jumlah penduduk lansia di Indonesia sebanyak 16.522.311 jiwa
atau 7,6 persen dari jumlah total penduduk. Dari jumlah tersebut, 15 persen
diantaranya atau 2.426.190 orang terlantar dan 28 persennya atau 4.658.280 orang
rawan terlantar. Melihat kenyataan tersebut perlu dilakukan telaah lanjut untuk
memberikan data yang semakin valid sehingga bisa dilakukan tindakan nyata untuk
mengatasinya. Karya tulis ini disusun dengan metode tinjauan pustaka dengan
tujuan untuk mengetahui permasalahan lanjut usia di Indonesia serta berbagai upaya
yang dapat dilakukan dalam rangka pemberdayaan lansia, khususnya langkah
kongkrit yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dengan mengoptimalkan budaya bangsa yang diaplikasikan ke dalam home care
maka masalah geriatri di Indonesia bisa tertangani dengan baik karena seluruh
warga Indonesia memiliki kontribusi yang sama dalam pembangunan.

Kata kunci : Lanjut usia. Home care. Budaya. Indonesia.

ABSTRACT

Indonesian identify elderly as the most special person. Thus, elderly becomes
depending on other people, especially their family. The latest data from The Center
of Statistic Bureau (BPS) in 2004, the total of elderly in Indonesia are 16.522.311
person or 7.6 percent. From this amount, 15 percent or 2.426.190 person are
isolated and 28 percent or 4.658.280 person are almost isolated. By illustrating this
reality, we have to be focus on the problem to provide more valid data so action will
be applicable as soon as possible. The method of writing this paper is study
literature. The objective is to know the problem of elderly in Indonesia and kind of
actions that can be done to empower elderly, especially real action that has strong
relationship with Indonesians culture. By optimizing Indonesians culture that can be
applicable to home care concept, the problem of geriatric in Indonesia will be
handled well because all Indonesia have the same contribution to our development.

Keywords : Elderly. Home care. Culture. Indonesia.

Pendahuluan
Upaya peningkatan kesehatan masyarakat yang dicanangkan
pemerintah dapat dikatakan mulai membuahkan hasil. Salah satu
parameter yang dapat dilihat yaitu meningkatnya usia harapan hidup
(life expectancy) penduduk. Namun perlu disadari bahwa dampak
positif ini juga mempunyai efek yang secara tidak langsung membawa
permasalahan baru yaitu jumlah penduduk lanjut usia (lansia) yang
semakin bertambah. Menurut Susenas tahun 1999, proporsi penduduk
lansia Indonesia telah mencapai 7,5% dan menurut proyeksi tahun
2000-2005 diperkirakan menjadi 7,58% dan 8,13% dari total
penduduk. 1
Transisi demografi hampir terjadi di seluruh dunia di mana
proporsi penduduk berusia lanjut bertambah sedangkan jumlah
penduduk muda menetap atau bahkan berkurang. Pertambahan
jumlah lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990-2025,
tergolong tercepat di dunia. Mantan Sekretaris Jenderal Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB), Kofi Annan, dalam peringatan Hari Lanjut Usia
Internasional pada 1 Oktober 2000, mengeluarkan deklarasi yang
mengandung peringatan, khususnya Indonesia di tahun 2050 akan
mencapai sepuluh juta jiwa. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga telah
memperhitungkan pada tahun 2025, Indonesia akan mengalami
peningkatan jumlah warga lansia sebesar 41,4% yang merupakan
sebuah peningkatan tertinggi di dunia.2,3
Pada tahun 2002, jumlah lansia di Indonesia berjumlah 16 juta
dan diproyeksikan akan bertambah menjadi 25,5 juta pada tahun 2020
atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat keempat
dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur
harapan hidup berdasarkan sensus Badan Pusat Stastistik (BPS) tahun
1998 masing-masing untuk pria 63 tahun dan perempuan 67 tahun.
Angka di atas berbeda dengan kajian WHO (1999), di mana usia
harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan
menempati urutan ke-103 dunia.4
Proses menua memang suatu kondisi alami yang tidak dapat
diintervensi. Proses ini sudah merupakan bagian dari siklus hidup (life
cycle) manusia. Banyak hal yang dapat berubah mengiringi proses
menua ini baik dari sisi fisik, mental psikologis, kondisi ekonomi, sosial
budaya dan sebagainya. Dalam dunia medis diketahui bahwa
penurunan tingkat kesehatan berhubungan dengan proses degeneratif
dimana terjadi penurunan fungsi anatomi maupun fisiologi. Penurunan
fungsional organ tubuh inilah yang menyebabkan terjadinya kondisi
patologis pada orang lanjut usia. Dengan beberapa alasan itulah maka
orang lanjut usia ditempatkan pada posisi khusus di masyarakat. 5
Budaya Indonesia yang menganut tradisi ketimuran memiliki
beberapa perbedaan dalam memandang lansia jika dibandingkan
dengan budaya barat. Masyarakat Indonesia pada umumnya
menempatkan lanjut usia pada posisi yang dihormati. Hal ini bukan
saja karena sesuai dengan nilai budaya yang hidup dan berkembang di
masyarakat tetapi juga karena lansia tergolong ke dalam kelompok
rentan. Penghormatan itu dapat berdampak pada pemberian fasilitas
dan pelayanan khusus dalam rangka perlindungan dan pemenuhan
hak-hak lansia. Dengan demikian memang sudah selayaknya jika
budaya bangsa yang luhur ini dilestarikan untuk membangun lansia
Indonesia yang sehat dan sejahtera.
Konsep home care usia lanjut sebagai adaptasi dari tradisi
budaya Indonesia seharusnya sudah mulai dipikirkan sebagai suatu
alternatif perawatan serta pemberdayaan lansia mengingat
permasalahan yang dihadapi Indonesia di mana telah terjadi transisi
demografi. Jumlah penduduk lansia yang meledak tidak akan menjadi
problem yang berarti, bila kuantitas yang besar tersebut diimbangi
dengan kualitas yang baik pula. Hal ini bisa dilihat dengan beberapa
parameter di antaranya berhasilnya upaya pemberdayaan lansia serta
munculnya lansia yang peduli dengan konsep healthy aging. 3

Pembahasan
Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua tetapi tetap sehat (healthy
aging) yang merupakan dambaan setiap insan. Healthy aging artinya
menjadi tua dalam keadaan sehat.3 Dalam hal ini, yang terpenting
adalah promosi kesehatan dan pencegahan penyakit yang juga harus
dimulai sedini mungkin dengan cara dan gaya hidup sehat. Active
Agieng adalah proses untuk mengoptimalkan kesempatan, kesehatan,
partisipasi dan keamanan untuk meningkatkan kualitas hidup sejalan
dengan pertambahan usia. Melalui healthy aging berarti mencegah
agar proses menua tadi tidak disertai dengan proses patologi atau
paling tidak meminimalkan kondisi patologi pada usia lanjut. Healthy
aging dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. endogenic aging, dimulai dengan cellular aging lewat tissue dan
anatomical aging ke arah proses menuanya organ tubuh. Proses ini
seperti jam yang terus berputar.
2. exogenic factor, dibagi dalam penyebab lingkungan (environment)
dimana seseorang hidup dan faktor sosio-ekonomi, sosio budaya
atau yang paling tepat disebut gaya hidup (life style). Faktor
exogenic aging tadi, kini lebih dikenal dengan sebutan faktor
risiko.

Bangsa ini patut berbangga mempunyai budi luhur yang memiliki


ikatan keluarga yang mencerminkan nilai keagamaan dan budaya yang
dipelihara dan dikembangkan dengan mengangkat orang tua sebagai
sosok yang dihargai, dihormati dan dijunjung tinggi dalam kehidupan
keluarganya. Di Indonesia umumnya memasuki usia lanjut tidak perlu
dirisaukan. Mereka cukup aman karena anak atau saudara-saudara
yang lainnya masih merupakan jaminan yang baik bagi orang tuanya.
Anak berkewajiban menyantuni orang tua yang sudah tidak dapat
mengurus dirinya sendiri. Nilai ini masih berlaku, memang anak wajib
memberikan kasih sayangnya kepada orang tua sebagaimana mereka
dapatkan ketika mereka masih kecil. (tabel 1) Nilai agama dan norma
budaya masyarakat sangat mendukung pemeliharaan lansia oleh
anggota keluarga. Misalnya pada masyarakat di Bali terdapat ajaran
agama tri rene (tiga hutang), yakni hutang kepada Tuhan, leluhur dan
orangtua yang masih hidup (prinsip putra sesane). Selain itu terdapat
juga keyakinan tentang karmapala yaitu adanya pembalasan perilaku
di kemudian hari.
Tabel 1. Alasan keluarga untuk menerima/merumat orang lanjut usia di
rumah

Negara Jenis Karena Tanggung Tanggung


kela sangg jawa jawab
min up b masy
melak kelu araka
ukann arga t
ya (pers (pers
(perse en) en)
n)
Myanma Laki-laki 32,1 62,0 6,0
r Perempua 37,5 58,3 4,2
n
Indonesi Laki-laki 3,5 86,1 10,4
a Perempua 3,2 80,4 16,4
n
Sri Lanka Laki-laki 32,8 59,5 7,6
Perempua 33,2 55,7 10,9
n
Thailand Laki-laki 42,1 42,2 15,7
Perempua 38,4 42,1 19,6
n
Sumber : WHO-5-country-Study on Health of Elderly
(SEARO),1993

Di tengah iklim budaya timur yang sebagian besar masih berada pada
extended family, memelihara ibu atau ayah di lingkungan keluarga
sendiri, masih sangat memungkinkan. Masyarakat Indonesia masih
menganut pola kolektivitas jadi jarang yang sampai hati membiarkan
orangtuanya di luar tanggung jawabnya. Berbeda dengan budaya
barat yang bergaya individualistik. Karena memelihara orang tua tidak
dianggap sebagai suatu penghargaan, mereka cenderung mengambil
jalan praktis dengan cara memisahkannya di lingkungan khusus.
Bahkan tidak lagi menjadi pemandangan aneh lagi jika pihak orang
tuanya sendiri merasa tidak asing kala si anak mengantarkan mereka
ke panti wreda atau panti jompo.6
Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan
kesenangan bagi orang tua yang telah lanjut usia. Sosialisasi di
lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan
tersendiri sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang
biasanya mereka alami. Akan tetapi mungkin jauh di lubuk hati,
mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat keluarganya.
Apalagi di negara kita yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan,
tinggal di panti menjadi suatu hal yang tidak natural lagi,
bagaimanpun alasannya.6
Ketergantungan penduduk lansia terhadap penduduk
produktif nampaknya akan terus meningkat, diperkirakan pada tahun
2005 sebesar 8,11 yang artinya setiap 100 penduduk produktif harus
menanggung 8 penduduk lansia (tabel 2).

Tabel 2. Dependency Ratio in Indonesia, 1971-2020


Year Elderly Young People Total
(percent) (percent)
1971 4,69 82,15 86,84
1980 5,82 73,27 79,09
1990 6,32 61,51 67,83
1995 6,93 54,08 61,02
2000 6,97 46,20 53,17
2005 7,74 42,13 49,87
2010 8,32 37,87 46,20
2015 8,74 34,11 42,84
2020 10,14 31,23 41,38
Sumber : Biro Statistik Nasional

Bagi keluarga lansia, kegiatan peningkatan kualitas lansia diarahkan


kepada upaya keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan, rasa
ketidakberdayaan lansia dan perasaan ditelantarkan anak serta
menyalurkan potensi lansia dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Lansia yang masih produktif dimungkinkan untuk diberdayakan agar
mempunyai kegiatan yang dapat meringankan beban keluarga. Melalui
wahana bina keluarga lansia keluarga diharapkan dapat berbagi
pengalaman dalam merawat lansia dan memberdayakan lansia itu
sendiri agar tetap sehat dan bugar serta merasa dihargai sebagai
sesepuh yang dapat menjadikan keluarga harmonis bagi 3 generasi
yang hidup dalam satu atap. 1
Home care usia lanjut dapat dikatakan merupakan konsep yang
diadaptasi dari budaya bangsa Indonesia. Pemberdayaan masyarakat
utamanya keluarga harus juga didukung kerjasama lintas sektoral
(desa, PKK, Posyandu Lansia, Puskesmas). Untuk melaksanakan
perawatan kesehatan lansia di rumah perlu dilakukan pemilihan dan
pelatihan keluarga yang membantu lansia. Lingkup pelayanan
kesehatan di rumah dapat meliputi pelayanan perawatan kesehatan
yang komprehensif (promotif, preventif, kuratif serta rehabilitatif) dan
holistik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual). 7
Upaya pelayanan kesehatan lansia di masyarakat tetap secara
struktural dalam koordinasi Puskesmas sebagai pemberi pelayanan
kesehatan primer tingkat pertama (primary health care). Program
pemberdayaan lansia ini dapat diselenggarakan secara terpadu
dengan kegiatan puskesmas lainnya yang terkait serta strategi
pelayanan sesuai dengan perencanaan strategi puskesmas. Dengan
demikian upaya kesehatan lansia merupakan serangkain upaya yang
tidak terpisahkan dari pencapaian visi puskesmas, dimulai dari
pengorganisasian di tingkat puskesmas sampai pemberdayaan
masyarakat melalui keluarga usia lanjut. 7,8

Beberapa program kegiatan yang dapat dilaksanakan Puskesmas


dalam rangka memberikan pelayanan terhadap lansia:
1. Patients joint health care team atau Self-help course
Para lansia yang mempunyai masalah kesehatan tertentu seperti
diabetes, hipertensi dan artritis dikumpulkan secara periodik untuk
mendapatkan informasi pemeliharaan kesehatan terkini. Setiap
bulan dapat diberikan topik yang terjadwal misalnya komplikasi
penyakit, gizi dan pelaksanaan senam bagi lansia.
2. Pemeriksaan osteoporosis, kardiovaskuler dan gula darah secara
periodik.
Pemeriksaan rutin ini dapat dilaksanakan beberapa bulan sekali.
Melalui pemeriksaan rutin yang terkoordinasi ini maka pelayanan
kesehatan lansia dapat dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan. Program ini dapat digabungkan dengan
pelaksanaan Posyandu Lansia agar lebih efisien. Melalui
pemeriksaan ini diharapkan dapat menerapkan pelayanan
perawatan kesehatan lansia yang komprehensif dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif serta rehabilitatif.
3. Collaborating on care
Sistem pembinaan lansia terus diupayakan untuk selalu lebih baik
dengan mensinergiskan upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah
(PEMDA), tenaga kesehatan, , pasien, keluarga, masyarakat dan
pembiayaan dari pihak ketiga. Pemberdayaan masyarakat dilakukan
melalui pemberdayaan kelompok lansia dan keluarga lansia serta
didukung kerja sama lintas sektor (desa, PKK). Untuk melaksanakan
perawatan kesehatan lansia di rumah, dilakukan pemilihan dan
pelatihan keluarga yang membantu lansia.
4. Membangun forum kebersamaan lansia
Dalam masyarakat perlu dibangun suatu wadah bagi lansia untuk
sarana apresiasi diri serta bergaul dengan teman sebaya. Para
lansia dapat menghimpun diri di dalam kelompok di masyarakat.
Kelompok ini dapat beranggotakan keluarga yang berasal dari
Rukun Tetangga (RT) atau Rukun Warga (RW) tertentu. Dalam
kumpulan itu mereka dapat mengadakan pertemuan secara teratur,
di tempat-tempat dan dengan kegiatan yang bervariasi. Variasi
kegiatan setiap pertemuan itu merupakan upaya agar seluruh lansia
dengan berbeda kepentingan tetap bisa ikut aktif dalam forum
lansia tersebut. Kegiatan dalam forum itu dapat dibagi-bagi
menurut kelompok peminat sehingga jika dikehendaki setiap
kelompok besar bisa dibagi lagi dalam beberapa kelompok kecil
dengan kegiatan yang berbeda-beda. Seorang pemimpin kelompok
dapat menikmati dengan kelompoknya sendiri dan merasa sangat
puas dengan upaya yang mereka lakukan bersama sesama
penggemar kegiatan tertentu.
Dalam kebersamaan itu para lansia diharapkan memperoleh
kebahagiaan tersendiri. Kegiatan berbasis masyarakat ini
memungkinkan keluarga mengambil peranan yang sangat dominan.
Lansia tidak perlu tinggal di panti jompo tetapi tetap tinggal
bersama keluarganya di kampung atau di pedesaan. Keluarganya
tetap bisa selalu bersama dengan orang tua yang mereka hormati,
bahkan pada hari-hari pertemuan atau saat ada kegiatan di
kelompoknya anggota yang lebih muda dapat mendampingi lansia
dalam kegiatan yang telah diprogramkan. 9
Sesuai dengan konsep home care para lansia mendapatkan
perawatan, upaya pemberdayaan serta pelayanan terhadap
kesehatannya di rumah tetapi tetap dalam koordinasi pemberi
pelayanan publik terdekat yaitu puskesmas. Mekanisme perawatan
kesehatan di rumah meliputi tahapan sebagai berikut :
1. penjaringan lansia
2. pengelola program lansia menerima rujukan atau mencari kasus
3. koordinator program menentukan apakah lansia secara medis layak
dirawat di tempat tinggal mereka dengan mengisi lembar
assessment home care usila
4. lansia akan menerima pelayanan perawatan dari pelaksana
perawatan di rumah
5. secara periodik koordinator melakukan pemantauan dan penilaian
tentang pelayanan yang diberikan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan serta dipersiapkan dalam rangka


pelaksanaan program home care usia lanjut diantaranya :
1.
peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan yang mampu
membina lansia
2.
melengkapi kekurangan sarana pembinaan dan operasional sesuai
dengan kebutuhan
3.
mengadakan semacam pelatihan pemeliharaan kesehatan lansia
untuk keluarga, utamanya keluarga yang memiliki lansia dengan
penyakit kronis dan resiko tinggi
4.
perlu dipertimbangkan tersedianya sarana pembinaan dan
penyuluhan yang sesuai dengan perkembangan jaman seperti CD
dan VCD secara serial
5.
perlu dikaji kembali mekanisme koordinasi dan kerjasama lintas
sektoral dalam pembinaan lansia berkesinambungan. 10

Meskipun upaya pemberdayaan serta perawatan lansia dilaksanakan di


rumah namun tetap harus diperhatikan prinsip pelayanan lansia yang
elegan dan bermartabat. Prinsip kesejahteraan sosial lanjut usia
didasarkan pada resolusi PBB NO. 46/1991 tentang Principles For Older
Person (Prinsip-prinsip bagi lanjut usia) yang pada dasarnya berisi
himbauan tentang hak dan kewajiban lanjut usia yang meliputi
kemandirian, partisipasi, pelayanan, pemenuhan diri dan martabat
yaitu :
1.
memberikan pelayanan yang menjujung tinggi harkat dan martabat
lanjut usia
2.
melaksanakan, mewujudkan hak azasi lanjut usia
3.
memperoleh hak menentukan pilihan bagi dirinya sendiri
4.
pelayanan didasarkan pada kebutuhan yang sesungguhnya
5.
mengupayakan kehidupan lanjut usia lebih bermakna bagi diri,
keluarga dan masyarakat
6.
menjamin terlaksananya pelayanan bagi lanjut usia yang
disesuaikan dengan perkembangan pelayanan lanjut usia secara
terus menerus serta meningkatkan kemitraan dengan berbagai
pihak
7.
memasyarakatkan informasi tentang aksesbilitas bagi lanjut usia
agar dapat memperoleh kemudahan dalam penggunaan sarana dan
prasarana serta perlindungan sosial dan hokum
8.
mengupayakan lanjut usia memperoleh kemudahan dalam
penggunaan sarana dan prasarana dalam kehidupan keluarga serta
perlindungan sosial dan hukum
9.
memberikan kesempatan kepada lanjut usia untuk menggunakan
sarana pendidikan, budaya, spriritual dan rekreasi yang tersedia di
masyarakat
10.
memberikan kesempatan bekerja kepada lanjut usia sesuai dengan
minat dan kemampuan
11.
memberdayakan lembaga kesejahteraan sosial dalam masyarakat
untuk berpartisipasi aktif dalam penanganan lanjut usia di
lingkungannya. 3, 11

Implementasi Home Care Lanjut Usia memiliki manfaat dalam berbagai


bidang, antara lain:
1. Ekonomi
Menjadi tua seringkali disamakan dengan kerentanan, kehidupan
sosial dan keberdayaan ekonomi yang menurun, sementara
penyakit degeneratif mulai mengancam. Sebaliknya infrastruktur
yang tersedia belum mengakomodasi kebutuhan warga lanjut
usia untuk mempertahankan kondisi kesehatan fisik dan
psikisnya. Demikian pula fasilitas kesehatan yang mampu
menangani kasus geriatri belum memadai. Sebagai antisipasi
terhadap kompleksitas pengelolaan lansia maka diperlukan
penanganan sedini mungkin yang dapat bersifat holistik,
sinergis dan berkesinambungan. Home care lansia sesuai dengan
konsep budaya Indonesia yang sistem merawat orang tua
dilaksanakan di rumah diharapkan mampu menjadi salah satu
solusi. Hal ini disebabkan pengendalian biaya pemeliharaan
kesehatan lansia akan menjadi lebih cost effective, baik dari sisi
institusi maupun lansia itu sendiri.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan semakin
melonjaknya jumlah lansia maka semakin banyak pula budget
kesehatan bagi subsidi perawatan kesehatan lansia. Apalagi jika
dicermati bahwa kondisi kesehatan lansia yang rentan terhadap
penyakit dan ketidakberdayaan maka pembiayaan kesehatan
lansia memang menjadi mahal. Bahkan berdasarkan data di
Amerika budget perawatan geriatri meningkat dari tahun 2004
2005. Dari data National Institute on Aging (NIA) pada tahun
2004 dana yang dikeluarkan sebesar $1.025 juta sedangkan
pada tahun 2005 meningkat sebesar $1.056 juta. Meskipun di
Indonesia belum terdapat data pasti namun diharapkan dengan
program home care lansia yang lingkupnya tidak hanya
perawatan kuratif serta rehabilitatif tetapi juga promotif dan
preventif mampu mengurangi pengeluaran biaya kesehatan
lansia.11

2. Kesehatan
Keluarga merupakan satu-satunya tempat yang sangat penting
untuk memberikan dukungan, pelayanan serta kenyamanan bagi
usia lanjut. Beberapa studi menyimpulkan bahwa proporsi usia
lanjut yang tinggal bersama keluarga masih sangat tinggi.
Perawatan kesehatan di rumah oleh keluarga atau kader tidak
saja membantu menekan biaya perawatan bagi usila tetapi juga
dapat menimbulkan kenyamanan bagi usila karena mereka
dirawat di rumah sendiri sehingga diharapkan dapat
mempercepat proses penyembuhannya. 12
Demensia sebagai salah satu dari sekian banyak sindroma
geriatri yang lazim dialami oleh orang lanjut usia ternyata
mempunyai metode perawatan kesehatan yang sejalan dengan
konsep home care lansia. Pada Deklarasi Kyoto sebagai hasil
Konferensi Alzheimers Disease Internasional ke-20 yang
diadakan di Jepang (2004) terdapat rekomendasi untuk tetap
memberikan perawatan yang maksimal bagi lansia di rumah. Hal
ini dapat dilihat pada dua dari sepuluh rekomendasi yang
terdapat pada tindakan minimal yang diperlukan untuk
perawatan penderita demensia yaitu :
a. Berikan perawatan dalam masyarakat
(1) Tetapkan prinsip bahwa yang terbaik bagi penderita
demensia adalah dinilai dan diobati di rumahnya
sendiri.
(2) Kembangkan dan galakkan penilaian kebutuhan rutin
untuk digunakan dalam perawatan primer dan
sekunder.
(3) Prakarsai pilot project pengembangan tim perawatan
masyarakat yang bersifat multidisiplin, perawatan
sepanjang hari dan perawatan jangka pendek agar
pemberi perawatan dapat beristirahat.
(4) Keluarkan penderita demensia dari wisma-wisma
yang kurang tepat.
b. Libatkan masyarakat, keluarga dan konsumen
Upaya ini bertujuan untuk memahami serta mengerti
kebutuhan para penderita alzheimer dari lingkungan
terdekat penderita.

3. Psikologi
Para lansia yang hidup di suasana panti, dari sisi psikologi sangat
rentan terkena gejala etena syndrom. Pada saat orang tua
terpisah dari anak serta cucunya maka timbullah perasaan
useless dan kesepian. Padahal, mereka yang sudah tua masih
mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal. Bila
dijadikan kendala, kondisi fisik serta daya ingat merupakan
gangguan kecil pada masa tua. Namun jika lansia dapat
mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang suatu
makna kehidupan maka sampai ajal menjemput mereka masih
dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.13

4. Kesejahteraan Sosial
Secara umum, lanjut usia cenderung tinggal bersama dengan
anaknya yang telah menikah. Tingginya penduduk lanjut usia
yang tinggal dengan anaknya menunjukkan masih kuatnya
norma bahwa kehidupan orang tua merupakan tanggungjawab
anak-anaknya. Survey yang dilakukan oleh Lembaga Demografi
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD FEUI, 1993) terhadap
400 penduduk usia 60-69 tahun, yang terdiri dari 329 pria dan 71
wanita menunjukkan bahwa hanya sedikit penduduk lanjut usia
yang tinggal sendiri (1,5 %), diikuti oleh yang tinggal dengan
anak (3,3 %), tinggal dengan menantu (5 %), tinggal dengan
suami atau istri dan anak (29,8%), tinggal dengan suami, istri
dan menantu (19,5%) serta penduduk lanjut usia yang tinggal
dengan pasangannya sebesar 18,8 %.
Hasil temuan Yulmardi (1995) juga menunjukkan bahwa
masyarakat lanjut usia di Sumatera, khususnya di pinggiran kota
Jambi sebagian besar tinggal dalam keluarga luas. Menurut
Rudkin (1993) penduduk lanjut usia yang hidup sendiri secara
umum memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih rendah
dibandingkan dengan lanjut usia yang tinggal dengan
keluarganya.
Dengan melihat kondisi tersebut maka sudah
selayaknyalah upaya perawatan lansia di rumah diberdayakan
untuk mendukung lansia yang sehat jasmani dan mental.

Kesimpulan
1. Pemberdayaan lansia bertujuan untuk memperpanjang usia
harapan hidup dan masa produktif, terwujudnya kemandirian dan
kesejahteraannya, terpeliharanya sistem nilai budaya dan
kekerabatan bangsa Indonesia serta lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan.
2. Pemberdayaan lansia dapat dilakukan dengan konsep home care
yang sesuai dengan kondisi sosial budaya bangsa Indonesia.
3. Pelaksanaan home care lansia dilaksanakan dengan koordinasi
antara keluarga, masyarakat serta wakil pemerintah dalam strata
pemberi pelayanan primer pertama yaitu puskesmas. Beberapa
program yang dapat dilaksanakan dalam upaya perawatan lansia
yaitu :
a. patients joint health care team atau Self-help course
b. pemeriksaan osteoporosis, kardiovaskuler dan gula darah secara
periodik
c. collaborating on care
d. membangun forum kebersamaan lansia.
4. Perawatan serta pemberdayaan lansia dengan konsep home care
dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya :
a. Ekonomi
Melalui home care lansia pengendalian biaya pemeliharaan
kesehatan lansia akan menjadi lebih cost effective, baik dari sisi
institusi maupun lansia itu sendiri.
b.Kesehatan
Home care lansia dapat menimbulkan kenyamanan bagi usila
karena mereka dirawat di rumah sendiri sehingga diharapkan
dapat mempercepat proses penyembuhannya
c. Psikologi
Para lansia yang hidup di suasana panti, dari sisi psikologi
sangat rentan terkena gejala etena syndrom. Pada saat orang
tua terpisah dari anak serta cucunya maka timbullah perasaan
useless dan kesepian. Melalui home care lansia kondisi tersebut
dapat diminimalkan.
d.Kesejahteraan sosial
Berdasarkan penelitian orang lanjut usia yang hidup sendiri
secara umum memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih rendah
dibandingkan dengan lanjut usia yang tinggal dengan
keluarganya.

Saran
1. Mengingat penduduk lanjut usia merupakan sosok yang unik di
masyarakat baik ditinjau dari aspek fisik, mental, psikologis, medis,
ekonomi, sosial serta budaya maka kepada pemerintah diharapkan
untuk segera merealisasikan terbentuknya Komite Nasional Lanjut
Usia Indonesia, menciptakan strategi dan program-program
pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) lansia, menciptakan
fasilitas dan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan ilmu dan
ketrampilan untuk pra lansia maupun lansia serta meningkatkan
upaya-upaya terpadu pemberdayaan SDM lansia.
2. Kepada masyarakat diharapkan memberikan lingkungan yang
ramah lansia, menciptakan dan memberikan peluang bagi para
lansia untuk menambah ilmu dan ketrampilan melalui sarana-
sarana, kursus-kursus maupun pendidikan berkelanjutan agar para
lansia dapat lebih mandiri dalam kehidupan sehari-hari.
3. Harapan kepada keluarga yaitu agar tetap menghormati orang tua
yang telah lanjut usia sesuai budaya tanpa memberikan proteksi
yang berlebihan, menciptakan suasana kondusif bagi terpeliharanya
kesehatan jasmani dan rohani lansia.

Ucapan terima kasih


1) Dr. Retno Widiastuti MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-
ilmu Kesehatan (FKIK) UNSOED yang telah memberikan fasilitas
selama pembuatan karya tulis ini.
2) Dr. H.M. Mambodyanto SP, S.H,M.M.R. selaku Ketua Jurusan
Kedokteran UNSOED yang telah memberikan fasilitas selama proses
penyusunan karya tulis ini.
3) Dr. H. Zaenuri Syamsu Hidayat, Sp. F selaku Ketua Jurusan III
Kedokteran yang telah memberikan dukungan selama proses
penyusunan karya tulis ini.
4) Dr. Joko Mulyanto, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan
petunjuk, saran, arahan, bimbingan dan motivasi selama proses
penyusunan karya tulis ini.
5) Teman-teman BEM Keluarga Besar Mahasiswa Kedokteran (KBMK)
UNSOED.
6) Teman-teman Kedokteran UNSOED dari angkatan 2001-2007.
7) Keluarga Rizki Hapsari N. yang senatiasa mendukung dalam situasi
apapun termasuk berkorban waktu sehingga waktu bertemu
menjadi jarang , Drs. Wawan S.N., Ella Subiakti, BSc., Rahmat
Vanadi Nugraha, Reza Muhamad Nugraha. Dan sahabat tercinta
yang selalu mendukung dan bersabar, Ricky Gustari Diharja.
8) Keluarga Diah Ayu Putriyanti yang tidak henti-hentinya memacu
untuk menulis sebuah karya tulis ini.

Penghargaan
Artikel ini berpartisipasi dalam Acara Temu Ilmiah Nasional Mahasiswa
Kedokteran seluruh Indonesia di Denpasar, Bali, Agustus 2007

Daftar pustaka
1. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2006. Peningkatan
Ketahanan Keluarga dalam Mewujudkan Keluarga Kecil Berkualitas.
Available from www.bkkbn.go.id
2. Setiyabudi, Tony. Gerontologi dan Permasalahannya di Indonesia.
Available www.cigp.org
3. World Health Organization. 2003. Ageing and Health ; A Health
Promotion Approach for Developing Countries. Available from
www.wpro.who.int
4. Kementerian Koordinator Tentang Kesejahteraan Rakyat. 2007.
Peraturan Perundang-Undangan Tentang Lanjut Usia. Available
from www.menkokesra.go.id
5. Darmojo, Boedhi, dkk. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1999.
6. Suyono, Haryono. 2007. Membangun Lansia Bersama Masyarakat.
Available from www.pelita.or.id
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Kesejehteraan
Lansia. Available from www.depkes.go.id
8. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. 2001. Prosiding
Seminar dan Lokakarya Pengembangan Pusat Pelayanan Lanjut
Usia. Available from www.pkbi.or.id
9. Kim Dung Do-Le dan Yulfita Raharjo. Community Based Support for
The Elderly in Indonesia: The Case of Pusaka. [paper]. Paper
presented at the 2002 IUSSP Regional Population Conference on
Southeast Asias Population in a changing Asian Context,
Bangkok, Thailand, 10-14 June 2002
10. Elisabeth Schhrder- Butterfill. 2002. Pillars of The Family,
Support Provided By The Elderly in Indonesia. Available from
www.ageing.ox
11. American Geriatry Society. 2005. Caring for Older Americans : The
Future of Geriatric Medicine. Available from
www.americangeriatrics.org
12. Rizkiyana. 2004. Pemeliharaan Kesehatan Usila PUK Boja Kab.
Kendal. Health. LRC.
13. Budiman,Dini. 2004. Lansia di Panti, Bagai Dua Sisi Mata Uang.
Available from www.pikiranrakyat.com
Catatan: data-data demografi dan tabel diperoleh dari : Biro Pusat
Statistik .1998. Proyeksi Penduduk Indonesia per Propinsi 1995-2005.
BPS, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai