Anda di halaman 1dari 6

Kontroversi Perbedaan Jumlah Rakaat Shalat Tarawih

MAKALAH
Al Islam dan kemuhammadiyahan IV

Disusun oleh :

Oktavia Hesi Pertiwi (201410230311145)

Muthawasitin B

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2017
Pengantar
Shalat tarawih merupakan shalat yang hanya dilakukan pada malam Bulan Ramadhan
setelah shalat Isya (Abidin & Djaliel, 1998). Shalat Tarawih dapat dikerjakan secara
berjamaah ataupun sendiri, akan tetapi lebih diutamakan untuk dikerjakan secara
berjamaah. Mengerjakan Shalat Tarawih hukumnya sunat muakkad (sangat penting),
sebagaimana tersebut dalam hadits Nabi Saw, beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah telah
memfardhukan puasa Ramadhan dan aku telah mensunatkan qiyamnya (shalat dimalam
harinya). Karena itu, barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan shalat di malam
harinya karena iman dan ihtisab (mengharap pahala dan ridha dari Allah), maka keluarlah
dosanya sebagaimana pada hari dia dilahirkan oleh ibunya". (HR. Bukhari, Muslim, Abu
Daud, dan Tirmidzi). Banyak sekali keutamaan dari Shalat Tarawih ini, salah satunya seperti
hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi:



Barang siapa melakukan qiyam (lail) pada bulan Ramadhan, karena iman dan mencari
pahala, maka diampuni untuknya apa yang telah lalu dari dosanya.
Walaupun shalat ini memiliki keutamaan, akan tetapi Rasulullah SAW bersabda:

, ,
.
Aku telah melihat apa yang kalian lakukan. Aku tidak keluar untuk mengimami kalian
karena aku khawatir itu akan diwajibkan atas kalian.
Dari dua hadits yang disebutkan terakhir, dapat disimpulkan bahwasanya hukum shalat
Tarawih adalah sunnah sebagaimana tutur Rasulullah yang tidak menginginkan para
sahabatnya menganggap shalat Tarawih itu wajib. Jumlah rakaat Shalat Tarawih ini masih
terdapat perbedaan dalam pengerjaannya, ada yang mengerjakan sebanyak 8 rakaat, 20
rakaat, bahkan 36 rakaat. Akan tetapi di Indonesia kebanyakan masyarakat hanya
mengerjakan 8 atau 20 rakaat. Perbedaan jumlah rakaat ini berdasarkan dari perbedaan dalil
yang diriwayatkan, dan hal inilah yang menjadi bahan pembahasan dalam makalah ini.
Tujuan dari adanya makalah ini adalah untuk membuka wawasan mengenai topik ini
sehingga diharapkan tidak ada lagi perdebatan yang berkepanjangan dan semua umat muslim
dapat mengerjakan shalat tarawih sesuai dengan kepercayaannya mengenai jumlah rakaat
shalat tarawih.
Beberapa Pendapat Terkait Jumlah Rakaat Dalam Shalat Tarawih

Mengenai bilangan rakaat Shalat Tarawih, ada beberapa pendapat:


1. Pendapat Pertama, jumlah rakaat shalat Tarawih sebanyak delapan Rakaat ditambah witir.
Cara melaksanakannya yaitu setiap dua rakaat salam (4 x 2 rakaat), atau setiap empat
rakaat salam (2 x 4 rakaat) ditambah dengan witir tiga rakaat sehingga menjadi sebelas
Rakaat (Abidin & Djaliel, 1998). Sebagaimana sesuai dengan Hadits yang diriwayatkan
oleh jamaah dari Aisyah r.a. yang artinya Bahwa Nabi SAW. tidak pernah menambah
shalat sunnatnya pada waktu malam, baik dalam Ramadhan maupun lainnya lebih dari
sebelas rakaat (Sabiq, 2013).
2. Pendapat kedua, mengatakan bahwa jumlah bilangan rakaat shalat Tarawih adalah 20
rakaat ditambah witir. Cara melaksanakannya setiap dua rakaat salam (10 x 2 rakaat).
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan hadits yang artinya: Bahwasanya
Nabi SAW. telah keluar pada tengah malam di beberapa malam bulan Ramadhan, yaitu
tiga malam yang terpisah-pisah, malam keduapuluh tiga, duapuluh lima dan duapuluh
tujuh. Umat manusia mengikuti shalatnya pada malam-malam tersebut. Beliau
bersembahyang Tarawih bersama mereka 8 rakaat dan mereka menyempurnakan sisanya
di rumah-rumah mereka. Keadaannya, didengar bagi mereka itu suara berdengung
seperti dengung suara lebah. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Dari perjalanan tersebut jelaslah bahwasanya Nabi SAW. telah mensunnahkan kepada
umat manusia untuk menunaikan sholat tarawih dan berjamaah dalam pelaksanaannya.
Akan tetapi beliau tidak bersembahyang tarawih bersama mereka sebanyak 20 rakaat
sebagaimana amalan yang berlaku sejak masa para sahabat dan orang sesudah mereka
sampai sekarang. Setelah malam-malam tersebut beliau tidak keluar lagi karena
mengkhawatirkan kalau tarawih difardhukan.
Juga tampak jelas bahwa bilangan rakaat shalat tarawih itu tidak terbatas hanya 8
rakaat yang di kerjakan oleh Nabi SAW. bersama sahabat. Realitas itu terbukti dengan
perbuatan mereka yang melanjutkan shalat Tarawih di rumah-rumah mereka. Dalam pada
itu Umar menjelaskan jumlah rakaatnya ada 20 rakaat di mana beliau pada akhirnya
mengumpulkan umat manusia dengan 20 rakaat untuk di kerjakan di masjid. Dalam hal
tersebut, pendapat beliau disetujui oleh sahabat-sahabat yang lain. Orang-orang sesudah
mereka dari Khulafa al-Rasyidin tak ada yang berbeda pendapat.
Nabi telah bersabda:


Tetaplah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang
mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian. (HR. Abu
Dawud).
Mereka juga berpegang teguh pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik r.a.
dalam kitab Al-Muwaththa, yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, dari Yazid Ibnu Ruman,
yang artinya, Dahulu orang-orang zaman Umar bin Khaththab mengerjakan shalat
malam di bulan Ramadhan sebanyak dupuluh Rakaat. (Abidin & Djaliel, 1998)
Demikian pula pada masa Umar bin Khaththab, Ustman bin affan, dan Ali bin Abi Thalib,
orang-orang mengerjakan shalat 20 rakaat dalam bulan Ramadhan dengan 3 rakaat shalat
witir maka total diperoleh 23 rakaat.
3. Pendapat ketiga, Selain pendapat yang sudah dipaparkan di atas, terdapat perbedaan lain.
Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz r.a. 20 rakaat itu masih ditambah lagi sehingga
menjadi 36 rakaat. Hal ini terjadi di Madinah. Akan tetapi tujuan penambahan tersebut
adalah menyamai penduduk Mekkah dalam hal keutamaan, karena mereka juga
melaksanakan thawaf setelah melaksanakan empat rakaat Tarawih atau setelah dua salam.
Ketika itu yang menjadi imam shalat adalah Umar bin Abdul Aziz. Pendapat beliau
bahwasannya jumlah yang 36 ini sebagai pengganti dari thawaf tersebut (Al-Jaziri, 1994).
4. Pendapat keempat, shalat tarawih adalah 40 rakaat dan belum termasuk witir.
Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Abdurrahman bin Al Aswad shalat malam sebanyak
40 rakaat dan beliau witir 7 rakaat. Bahkan Imam Ahmad bin Hambal melaksanakan
shalat malam di bulan Ramadhan tanpa batasan bilangan sebagaimana dikatakan oleh
Abdullah.

Pembahasan
Perbedaan jumlah rakaat pada shalat tarawih yang dilakukan umat muslim di berbagai
daerah masih terjadi hingga saat ini, tidak ada patokan yang sifatnya lebih baik terkait jumlah
rakaat shalat tarawih apakah 8 atau 20. Menambah jumlah rakaat shalat tarawih tidaklah
dilarang karena tidak ada batasan pasti mengenai jumlah rakaat shalat tarawih. Setiap umat
muslim memiliki dasar masing-masing dalam menjalankan shalat tarawih. As Suyuthi
mengatakan, Telah ada beberapa hadits shahih dan juga hasan mengenai perintah untuk
melaksanakan qiyamul lail di bulan Ramadhan dan ada pula dorongan untuk melakukannya
tanpa dibatasi dengan jumlah rakaat tertentu. Dan tidak ada hadits shahih yang mengatakan
bahwa jumlah rakaat tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah
20 rakaat. Yang dilakukan oleh beliau adalah beliau shalat beberapa malam namun tidak
disebutkan batasan jumlah rakaatnya. Kemudian beliau pada malam keempat tidak
melakukannya agar orang-orang tidak menyangka bahwa shalat tarawih adalah wajib.
Menjalankan ibadah shalat tarawih sangat dianjurkan bagi umat muslim, terutama
shalat ini hanya dilakukan pada bulan suci Ramadhan yang datang satu tahun sekali. Hal ini
seharusnya dimanfaatkan bagi umat muslim untuk memperbanyak amal ibadah dan pahala
dengan memperbanyak mengingat Allah dalam sujud atau melaksanakan shalat. Seperti sabda
Rasulullah SAW yang artinya Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan
memperbanyak sujud (shalat). (HR. Muslim no 489). Balasan bagi orang yang
memperbanyak shalat adalah ditinggikan derajatnya dan dihapus dosa-dosanya, seperti sabda
Nabi SAW Sesungguhnya engkau tidaklah melakukan sekali sujud kepada Allah melainkan
Allah akan meninggikan satu derajat bagimu dan menghapus satu kesalahanmu. (HR.
Muslim no 488).
Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam dengan bacaan
yang panjang dalam setiap rakaat. Di zaman setelah beliau shallallahu alaihi wa sallam,
orang-orang begitu berat jika melakukan satu rakaat begitu lama. Akhirnya, Umar memiliki
inisiatif agar shalat tarawih dikerjakan dua puluh rakaat agar bisa lebih lama menghidupkan
malam Ramadhan, namun dengan bacaan yang ringan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan, Tatkala Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Kaab sebagai imam, dia
melakukan shalat sebanyak 20 rakaat kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga rakaat.
Namun ketika itu bacaan setiap rakaat lebih ringan dengan diganti rakaat yang ditambah.
Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu rakaat
dengan bacaan yang begitu panjang. (Majmu Al Fatawa, 22/272).

Kesimpulan
Menjalankan shalat tarawih sangat dianjurkan bagi seluruh umat muslim di dunia
karena shalat ini yang hanya ada pada bulan Ramadhan. Hukum dari shalat tarawih adalah
sunah muakad atau sangat dianjurkan dan mendapatkan pahala walaupun jika ditinggalkan
tidak mendapat dosa. Shalat tarawih juga lebih diutamakan jika dikerjakan secara berjamaah.
Mengenai jumlah rakaat shalat tarawih masih mengalami perbedaan di kalangan umat
muslim. Ada yang mengerjakan sebanyak 8 rakaat dan ada pula yang mengerjakan sebanyak
20 rakaat. Dalam Al-Quran tidak ada aturan pasti yang menjelaskan mengenai jumlah rakaat
shalat tarawih.
Penetapan jumlah rakaat shalat tarawih hanya berdasarkan apa yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW pernah melaksanakan shalat tarawih sebanyak 8
rakaat dengan ditambah 3 rakaat shalat witir, dan hal itu yang dikatakan oleh Aisyiah r.a.
Ada pula shalat tarawih adalah 20 rakaat (belum termasuk witir). Inilah pendapat mayoritas
ulama semacam Ats Tsauri, Al Mubarok, Asy Syafii, Ash-haabur Royi, juga diriwayatkan
dari Umar, Ali dan sahabat lainnya. Bahkan pendapat ini adalah kesepakatan (ijma) para
sahabat, dan masih banyak pendapat lainnya mengenai jumlah rakaat shalat tarawih.
Dasar-dasar itulah yang menjadi perbedaan dalam pelaksanaan shalat tarawih. Pada
dasarnya mengerjakan shalat tarawih, baik itu 8, 20, atau lebih rakaatnya tidak menjadi
masalah. Semua itu dikembalikan pada niat umat muslim untuk melaksanakan shalat tarawih
dan mengharapkan ridha Allah SWT. Hal yang lebih penting dalam menjalankan shalat
tarawih ini adalah kekhusyukan dalam menjalankannya. Percuma saja jika mengerjakan
dengan jumlah rakaat yang sedikit dan bacaan yang terlalu panjang hingga membuat
seseorang menjadi tidak khusyuk. Tidak tepat juga jika shalat 23 rakaat dilakukan dengan
kebut-kebutan, bacaan Al Fatihah pun kadang dibaca dengan satu nafas. Bahkan kadang pula
shalat 23 rakaat yang dilakukan lebih cepat selesai dari yang 11 rakaat. Ini sungguh suatu
kekeliruan. Seharusnya shalat tarawih dilakukan dengan penuh khusyu dan thumaninah,
bukan dengan kebut-kebutan. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet. Djaliel, Maman Abd. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: CV Pustaka Setia.

Al-Jaziri, Abdulrahman. 1994. Fiqih Empat Madzhab Jilid 1. Semarang: CV. As Syifa.

https://almanhaj.or.id/3150-shalat-tarawih-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam-dan-salafush-
shalih.html

Sabiq, Sayyid. 2013. Fiqih Sunnah: 1, terj. Ahmad Shiddiq Thabrani, et. al. Jakarta: Pena
Pundi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai