PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
menengah ?
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Ibarat kita mempelajari manusia, salah satu cara yang dapat kita tempuh
adalah meninjaunya dari keadaan fisik manusia itu. Kita dapat melihat bagian-
bagian tubuhnya, struktur tulangnya, peredaran darahnya, susunan otot-ototnya
atau pencernaannya. Namun kita juga dapat meninjaunya dari reaksi psikisnya,
hubungan dengan kelompoknya atau dari tinjauan aspek kemanusiaan lainnya.
Dengan demikian, kita tidak perlu mendefinisikan manusia. Mendefenisikan apa
itu manusia ternyata sulit, meskipun kelihstannya mudah. Hal ini disebabkan
manusia mempunyai dimensi yang sangat banyak, yang sukar disatukan kedalam
satu defenisi. Kalau misalnya kita mendefenisikan manusia sebagai makluk yang
terdiri dari kepala, perut, dua tangan, dua kaki, dan seterusnya, Kemudian timbul
pertanyaan apakah manusia yang mempunyai satu kaki dan satu tangan bukan
manusia, atau manusia yang berperilaku seperti binatang masi dapat kita sebut
manusia, meskipun organ tubuhnya lengkap. Sebagai akibatnya, akan muncul pula
berbagai pertayaan lainnya, yang juga tidak mudah dijawab dan didefenisikan.
Pada tingkat sekolah, sebagai salah satu bentuk kerja sama dengan pendidikan
misalnya, terdapat tujuan sekolah, untuk mencapai tujuan penididikan di sekolah
itu di perlukan kerja sama diantara semua personel sekolah (Guru, murid, kepala
sekolah, staf tata usaha), dan orang diluar sekolah yang ada kaitannya dengan
sekolah (orang tua, kepala kantor depertemen P dan K, dokter puskesmas, dll).
Kerja sama dalam menyelengarakan sekolah harus dibina sehingga semua yang
terlibat dalam urusan sekolah tersebut memberikan sumbangannya secara
maksimal. kerja sam untuk mencapai tujuan pendidikan denga berbagai aspeknya
ini dapat dipandang sebagai administrasi pendidikan.
c. keluaran, yaitu masukan yang telah diolah melalui proses tertentu. Dalam hal
ini berupa lulusan.
Sistem pendidikan nasional adalah satu kesatuan yang terpadu dari semua
satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk
mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.
kedua, sistem pendidikan nasional adalah alat dan tujuan dalam mencapai
cita-cita pendidikan nasional. Sebagai alat berarti sistem itu merupakan wadah
yang alaminya terdapat kegitan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Sebagai tujuan, sistem pendidikan nasional memberikan rambu-rambu ke mana
arah dan bagaimana seharusnya pendidikan nasional dikelola.
b. Unsur II : Norma yang dipakai dalam sistem ( Bab III, X, XI, XII, XIII,
Bab XVIII, XV, XVI, Bab XIX, Bab XX )
Keterangan:
Kotak di sebelah kiri adalah masukan, di tengah adalah proses, dan di kanan
adalah keluaran sistem pendidikan nasional.
a. Di bidang pengetahuan:
1. Memiliki pengetahuan tentang agama dan atau kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
b. Di bidang keterampilan
9. Memiliki kesadaran akan disiplin dan patuh pada peraturan yang berlaku bebas
dan jujur.
Tujuan nasional serta tujuan institusional itu harus selalu dijadikan pedoman
sekolah dan guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Untuk guru, tujuan-tujuan
tersebut perlu dijabarkan lagi ke dalam tujuan yang lebih sempit sehingga dapat
dijadikan pedoman operasional dalam mengajar. Berturut-turut institusional itu
dijabarkan secara hirarkis menjadi tujuan, kurikuler, instruksional umum, dan
instruksional khusus.
a) Tujuan kurikuler, yaitu tujuan suatu mata pelajaran dalam suatu institusi,
misalnya tujuan pengajaran sejarah di sekolah menengah umum.
b) Tujuan instruksional umum, yaitu tujuan suatu pokok bahasan tertentu suatu
mata pelajaran dalam suatu tingkat dan dalam suatu jenjang institusi; misalnya
tujuan pengajaran sejarah kelas dua dan sekolah menengah umum.
c) Tujuan instruksional khusus, yaitu tujuan suatu mata pelajaran dalam suatu
periode atau unit waktu tertentu dalam suatu tingkat pada jenjang institusi;
misalnya tujuan pengajaran sejarah selama tiga minggu masing-masing tiga jam
pengajaran di kelas satu sekolah menengah umum.
a. Perencanaan
b. Pengorganisasian
c. Pengarahan
Pengarahan diartikan sebagai suatu usaha untuk menjaga agar apa yang telah
direncanakan dapat berjalan seperti yang dikehendaki. Suharsimi Arikunto (1988)
memberikan definisi pengarahan sebagai penjelasan, petunjuk, serta pertimbangan
dan bimbingan terhadap para petugas yang terlibat, baik secara stuktural maupun
fungsional agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan lancar.
Kegiatan pengarahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
melaksanakan orientasi tentang pekerjaan yang maupun dilakukan individu atau
kelompok, dan membrikan petunjuk umum dan petunjuk khusus, baik secara lisan
maupun tertulis, secara langsung maupun tidak langsung.
d. Pengkoordinasian
Pengkoordinasian disekolah diartikan sebagai usaha untuk menyatupadukan
kegiatan dari berbagai individu atau unit di sekolah agar kegiatan mereka berjalan
selaras dengan anggota atau unit lainnya dalam usaha mencapai tujuan sekolah.
Usaha pengkoordinasian dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti
melaksanakan penjelasan singkat, mengadakan rapat kerja, memberikan petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis, dan memberikan balikan tentang hasil suatu
kegiatan.
e. Pembiayaan
f. Penilaian
Untuk memahami apa yang telah diuraikan secara lebih baik secara ringkas
perlu ditegaskan hal-hal berikut:
Bila diamati lebih lanjut ada beberapa hal yng penting yang menjadi ciri
organisasi sekolah, termasuk pendidikan menengah. Ciri itu adalah:
1. Adanya interaksi (saling pengaruh) antara berbagai unsur sekolah. Interksi itu
mempunyai tujuan, pola, dan aturan. Yang dimaksud dengan tujuan adalah suatu
yang ingin dicapai sekolah melalui kerja sama antarunsur itu. Misalnya,
bagaimana perbaikan proses belajar mengajar dalam pelajaran matematika dapat
diperbaikai secara kontinu melalui kerja sama dalam kelompok guru sejenis. Pola
mengandung pengertian bentuk perilaku yang relatif tetap, misalnya kelompok
guru tersebut menetapkan untuk mengadakan diskusi setiap dua minggu sekali.
Sedangkan aturan mempunyai arti bahwa kelompok tersebut menganut norma-
norma tertentu dalam melaksankan interaksi itu. Misalnya jika ada dua orang guru
yang tidak datang dalam pertemuan, maka pertemuan dimaksud tidak dapat
dilaksanakan.
2. Interaksi antarunsur disekolah meliputi: (1) interaksi yang ada di sekolah itu
sendiri, yaitu antara kepala sekolah dengan guru, antara guru dengan guru, antara
guru dengan karyawan, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan siswa,
antara siswa dengan karyawan, dan antara karyawan denga karyawan, (2)
interaksi antara sekolah dengan lembaga pendidikan lainnya, misalnya antara
sekolah dengan sekolah lain yang setingkat atau sekolah lain yang mempunyai
jenjang yang tinggi, atau antara sekolah dibawah Departemen P dan K dengan
sekolah lain dibawah Departemen Agama seperti mandrasa, (3) interaksi antara
sekolah dengan lembaga nonkependidikan, seperti interaksi antara pendidikan
menengah dengan karangtaruna, klompencapir, organisasi pemuda dikampung,
dan sebagainya, serta (4) interaksi antara sekolah dengan masyarakat, misalnya
interaksi sekolah dengan orangtua murid, dengan pemerintah kota, dengan
kepolisian, dan sebagainya.
1) Kurikulum.
2) Supervisi.
1) Kemuridan.
2) Keuangan.
2) BP3
Dari kedua aspek itu kemudian dilihat sifatnya hubungan tersebut yang ada
yang langsung dan tidak langsung. Dengan demikian diperoleh lima buah
klasifikasikegiatan yaitu yang berhubungan langsung dengan pengajaran dan juga
langsug denga pengelolahan, yang berhubungan langsung dengan pengajaran
tetapi tidak berhubungan langsung dengan penelolaan, yang tidak berhubungan
langsung dengan pengajaran tetapi berhubungan langsung dengan pengelolaan,
yang tidak berhubungan langsung dengan pengajaran dan tidak berhubungan
langsung dengan pengelolaan, serta yang langsung atau tidak langsung
berhubungan dengan keempat jenis kegiatan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Sebagai orang yang menggeluti duania pendidikan, marilah kita bersama
untuk memperbaiki dan mau ikut ber`partisipasi dalam kegiatan administrasi
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen dalam negeri, dep. Pendidikan dan kebudayaan, dan dep. Keuangan.
1983. Petunjuk administrasi program pengajaran. Jakarta: depdikbud.
Harris, ben M.. 1975.supervisory behavior in education. New Jersey: prentice hall.
Milstein, M.M. and Belasco, J.A. (Ed.). 1973. Educational administration and the
behavioral sciences; a system perspective. bostom: allyn and bacom, inc