Anda di halaman 1dari 12

Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada

Zaman Pra Yunani Kuno, Yunani Kuno,


Paternalistik dan Abad Pertengahan
06/10/2013 by sainsmafia

2.1 Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Zaman Pra-Yunani Kuno

(Abad XV-VII SM)

Zaman Pra Yunani Kuno dimulai sebelum abad ke lima belas sebelum masehi kuno, yaitu
ketika manusia belum pernah mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang. Ketika itu
manusia masih menggunkan peralatan yang terbuat dari batu. Zaman batu berkisar antara
empat juta tahun sampai 20.000 tahun SM. Sisa perabadan manusia yang ditemukan pada
masa ini diantaranya sebagai berikut:

1. Alat-alat dari batu

2. Tulang belulang hewan

3. Sisa-sisa beberapa tanaman

4. Gambar-gambar di gua

5. Tempat-tempat penguburan

6. Tulang belulang manusia purba.

Pada zaman ini, manusia menggunakan batu sebagai peralatan karena ditemukan alat-alat
yang bentuknya mirip satu sama lain (misalnya kapak sebagai alat pemotong dan pembelah,
tulang menyerupai jarum untuk menjahit). Hal ini menandakan bahwa manusia sebagai
makhluk berbudaya mampu berkreasi. Benda-benda yang digunakan manusia mengalami
perbaikan dan perkembangan karena manusia melakukan dan mengalami proses trial and
error. Proses ini cukup memakan waktu yang lama dan dengan melalui proses ini manusia
melakukan seleksi pada alat-alat yang digunakan sehingga manusia menemukan alat yang
dianggap lebih baik atau lebih kuat untuk digunakan membuat peralatan tertentu yang
nantinya akan membantu mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari. Antara abad 15 SM
sampai abad 6 SM manusia sudah menemukan besi, tembaga, perak untuk peralatan.
Peralatan besi pertama kali digunakan di Irak, bukan di Eropa atau Tiongkok pada abad 15
SM.

Evolusi ilmu pengetahuan dapat dilihat melalui perkembangan pemikiran yang terjadi di
Yunani, Babilonia, Mesir, Cina, Timur Tengah (Peradaban Islam), dan Eropa. Ada keterkaitan
dan pengaruh antara perkembangan pemikiran wilayah yang satu dengan wilayah yang lain,
seperti pembuatan perunggu di Mesir pada abad 17 SM memberi pengaruh terhadap
perkembangan teknik yang diterapkan di Eropa. Namun, peradaban yang sudah sedemikian
maju itu mengalami kepunahan pada abad 20 SM, baik karena bencana alam maupun
peperangan.

Pengetahuan yang berdasarkan know how yang dilandasi pengalaman empirik merupakan
salah satu ciri pada zaman ini. Setelah tahun 15.000 SM manusia sudah mulai meninggalkan
tulisan yang membicarakan sendiri peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa itu, sehingga
zaman ini sudah dinamakan masa sejarah. Data-data tertulis yang ada pada masa ini dapat
dikelompokkan sebagi berikut (Siswomihardjo dkk, 1997).

1. Suatu peristiwa dituangkan dalam bentuk gambar-gambar seperti yang ditemukan di


gua-gua di daerah Perancis dan Spanyol.

2. Gambar-gambar itu kemudian disederhanakan dan diberi bentuk seperti yang disebut
pictographic writing. Benda atau peristiwa digambarkan dalam huruf atau tanda
tertentu, sehingga bersifat konkret. Misalnya: tulisan kanji dalam bahasa Jepang.

3. Peningkatan tingkat yang lebih abstrak melalui suku-suku kata yang diberi tanda-
tanda tertentu. Sifat atau peristiwa yang sama disebut dengan bermacam istilah,
seperti: similarity, analogy dan lain-lain. Tanda untuk setiap suku kata ini disebut
Hieroglif. Bukti sejarah adalah Batu Rosseta (Mesir) pada tahun 1799 oleh seorang
prajurit Napoleon. Pada batu itu terdapat tiga jenis tulisan yaitu tulisan Yunani,
Demotic (rakyat), Hieroglif.

4. Tingkat yang paling tinggi yaitu abjad, sehingga sejumlah suku yang bunyinya
berbeda-beda dan diberi tanda yang berbeda, ditemukan lagi bunyi yang sama yang
kemudian diberi tanda lagi. Dalam hal ini penandaan sudah lebih kompleks.

Pada masa ini kemampuan berhitung ditempuh dengan cara one to one correspondency atau
mapping process. Contoh cara menghitung hewan yang akan masuk dan keluar kandang
dengan kerikil. Jadi serupa halnya anak-anak yang belajar berhitung dengan menggunakan
jari-jari tangan dan kakinya. Pada masa ini manusia sudah memperhatikan keadaan alam
semesta sebagai suatu proses alam. Lama kelamaan manusia mulai memperhatikan dan
menemukan hal-hal sebagai berikut.

1. Gugusan bintang di langit sebagai suatu kesatuan. Kemudian gugusan ini diberikan
nama dan sekarang merupakan nama-nama zodiak.

2. Kedudukan matahari dan bulan pada waktu terbit dan tenggelam, bergerak dalam
rangka zodiak tersebut

3. Setelah itu dikenal pula bintang yang bergerak di antara gugusan yang sudah dikenal
tadi. Sehingga ditemukan planet-planet.

4. Dapat menghitung waktu bulan kembali pada bentuknya yang sama antara 28-29 hari.

5. Waktu timbul dan tenggelamnya matahari di cakrawala yang berpindah-pindah dan


memerlukan 365 hari sebelum kembali ke kedudukan semula.

6. Saat matahari diketahui timbul tenggelam sebanyak 365 kali, bulan juga mengalami
perubahan sebanyak 12 kali. Berdasarkan hal itu di temukan perhitungan kalender.
7. Ditemukan beberapa gejala alam, seperti gerhana yang pada masa itu masih
dihubungkan dengan mitologi-mitologi tertentu sehingga menakutkan orang banyak.

Zaman Pra Yunani Kuno ditandai oleh 5 kemampuan sebagai berikut:

1. Know how dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada pengalaman.

2. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap
receptive mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magis.

3. Kemampuan menentukan abjad dan sistem bilangan alam sudah menampakkan


perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi.

4. Kemampuan menulis, berhitung menyusun kalender yang didasarkan atas sintesa


terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.

5. Kemampuan meramalkan suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelum yang


pernah terjadi. Misalnya gerhana bulan dan matahari.

2.2 Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Zaman Yunani Kuno

(Abad VII-II SM)

Zaman yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat karena pada masa ini orang
memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada masa itu
dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat karena bangsa yunani pada masa ini tidak lagi
mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang
didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja) melainkan
menumbuhkan sikap an inquiring attitude ( sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara
kritis). Sikap tersebut merupakan cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern.

Filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah perabadan manusia karena
pada waktu ini pola pikir masyarakat masih mengandalkan mitos untuk menjelaskan
fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap fenomena
alam biasa, tetapi dewa bumi yang sedang mengoyangkan kepalanya. Tetapi ketika filsafat di
diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi
aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Perubahan pola pikir tersebut terlihat sederhana
tetapi implikasinya tidak sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi kemudian
didekati bahkan dieksploitasi. Manusia yang dulunya pasif dalam menghadapi fenomena
alam menjadi lebih proaktif dan kreatif, sehingga alam dijadikan objek penelitian dan
pengkajian. Periode perkembangan filsafat yunani merupakan entri poin untuk memasuki
peradaban baru umat manusia.

Bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir terkenal sepanjang masa. Beberapa tokoh yang yang
terkenal pada masa ini antara lain Thales, Phytagoras, Sokrates, Leucippus, Plato dan
Aristoteles.

1. 1. Thales (624-548 SM)


Thales adalah filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam. Thales digelari
Bapak Filsafat karena dia adalah orang yang mula-mula berfilsafat dan mempertanyakan
apa sebenarnya asal usul alam semesta itu?. Pertanyaan ini dijawab oleh Thales dengan
pendekatan rasional bukan dengan pendekatan mitos atau kepercayaan. Menurut Thales asal
alam semesta itu adalah air, karena tidak ada kehidupan tanpa air. Air merupakan unsur
penting bagi setiap makhluk hidup, air dapat berubah menjadi benda gas, seperti uap dan
benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada diatas air. Ada tiga alasan munculnya
persoalan tentang alam semesta ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Thales mempersoalkan alam semesta maka persoalan tersebut merupakan suatu


pertanyaan yang terus menerus dipersoalkan, dan dipandang sebagai persoalan abadi
(perennial problem), yang disebut pula sebagai pertanyaan yang signifikan (a
significant question)

2. Pertanyaan yang diajukan Thales menimbulksn suatu konsep pertanyaan baru, yaitu
suatu hal yang tidak begitu saja ada, melainkan terjadi dari sesuatu . Bertitik dari
hal tersebut, muncul suatu konsep tentang perkembangan, suatu evolusi atau genesis.

3. Pertanyaan demikian hanya dapat timbul dalam pemikiran kalangan tertentu, bukan
masyarakat awan, melainkan masyarakat intelektual yang lebih maju.

1. 2. Phytagoras (580-500 SM)

Phytagoras dikenal sebagai filsuf dan juga ahli ilmu ukur. Baginya tidak ada satupun dialam
ini terlepas dari bilangan, semua realitas dapat diukur dengan bilangan (kuantitas).Karena itu
dia berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama dari alam.

Phytagoras pada masa itu sudah mengatakan bahwa bumi itu bundar dan tidak datar.
Phytagoras pada masa itu juga menyusun suatu lembaga pendidikan dan himpunan yang
beranggotakan murid-muridnya dan para sarjana yang dikenal sebagai Phytagoras
Society.Hal ini mirip dengan masyarakat ilmiah seperti sekarang ini.

Phytagoras lebih dikenal dengan penemuannya tentang ilmu ukur dan aritmatik. Adapun
beberapa temuan dari Phytagoras antara lain:

1. Hukum atau dalil Phytagoras yaitu a2 + b2= c2, yang berlaku bagi setiap segitiga siku-
siku dengan sisi a, sisi b, dan hypotenusa c, sedangkan jumlah sudut dari suatu
segitiga siku-siku adalah 1800.

b. Semacam teori tentang bilangan, antara lain pembagian antara bilangan genap dan bilangan
ganjil, prime numbers (bilangan yang dapat dibagi dengan angka satu dan dengan bilangan
itu sendiri) dan composite number, serta hubungan antara kuadrat natural numbers dengan
jumlah ganjil

c. Pembentukan benda berdasarkan segitiga-segitiga, segi empat, segi lima dan sebagainya.

d. Hubungan antara nada dengan panjang dawai.

Pythagoras memiliki peran sangat besar dalam pengembangan ilmu, Terutama ilmu pasti dan
ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat tergantung pada
pendekatan matematika. Dalam filsafat ilmu, matematika merupakan sarana ilmiah yang
terpenting dan akurat karena dengan pendekatan matematikalah ilmu dapat diukur dengan
benar dan akurat.

1. 3. Socrates (470-399 SM)

Socrates berpendapat bahwa ajaran dan kehidupan adalah satu dan tidak dapat dipisahkan
antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dasar dari segala penelitian dan
pembahasan adalah pengujian diri sendiri. Bagi Socrates, pengetahuan yang sangat berharga
adalah pengetahuan diri sendiri. Socrates tidak pernah meninggalkan tulisan, tetapi
pemikirannya dikenal melalui dialog-dialog yang ditulis oleh muridnya Plato. Metode
Socrates dikenal sebagai Maieutike Tekhne (ilmu kebidanan), yaitu suatu metode dialektika
yang melahirkan kebenaran.

Socrates selalu mendatangi orang yang dia pandang memiliki otoritas keilmuan dengan
bidangnya untuk berdiskusi tentang pengertian-pengertian tertentu. Socrates lebih
mementingkan metode dialektika itu sendiri daripada hasil yang diperoleh. Jadi meskipun
Socrates tidak meninggalkan teori-teori ilmu tertentu, tetapi ia meninggalkan sikap kritis
melalui metode dialektika yang akan berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan modern.

1. 4. Democritus (460-370 SM)

Democritus adalah orang pertama yang memperkenalkan konsep atom maka dari itu
Democritus dikenal sebagai bapak atom pertama. Democritus menjelaskan bahwa alam
semesta tersusun atas atom-atom. Atom adalah materi terkecil yang tidak dapat dibagi-bagi
lagi. Bentuk atom itu bermacam-macam, dan benda-benda itu terus bergerak tanpa ketentuan.
Gerak itu menimbulkan benturan sehingga terjadi pusaran-pusaran seperti gerak pusaran air.

Adapun pemikiran Democritus tentang atom ini mengandung sifat-sifat sebagai berikut.

1. Konsep materialistic-monistik, artinya atom merupakan sekadar materi yang tidak


didampingi apapun karena di sekelilingnya hampa. Materi merupakan satu-satunya
yang ada dan berbentuk segala-galanya.

2. Konsep dinamika perkembangan, artinya segala sesuatu selalu berada dalam keadaan
bergerak, sehingga berlaku prinsip dinamika.

3. Konsep yang bersifat murni alamiah, artinya pergerakan atom itu bersifat intristik,
primer, tanpa sebab, dan tidak dipengaruhi oleh sesuatu di luar dirinya.

4. Bersifat kebetulan, artinya pergerakan itu terjadi tanpa tujuan, sehingga benturan-
benturan yang terjadi tidak beraturan, dan tidak mengandung tujuan-tujuan tertentu.

1. 5. Plato (427-347 SM)

Plato bertitik tolak dari Polemik antara Parmenides dengan Heraklitos. Parmenides
menganggap bahwa realitas itu berasal dari hal satu yang tetap dan tidak berubah, sedangkan
Heraklitos tersebut bertitik tolak pada hal banyak yang selalu berubah. Plato memadukan
kedua pandangan tersebut dan menyatakan bahwa selain hal-hal yang beraneka ragam dan
yang dikuasai oleh gerak serta perubahan-perubahan itu, sebagaimana yang diyakini oleh
Heraklitos, tentu ada yang tetap, yang tidak berubah, sebagaimana yang diyakini oleh
Parmenides. Plato menunjukan bahwa yang berubah itu dikenal oleh pengamatan, sedangkan
yang tidak berubah dikenal oleh akal. Plato berhasil menjembatani pertentangan yang ada
antara Heraklitos dan Parmenides. Hal yang tetap, yang tidak berubah, dan yang kekal itu
oleh Plato disebut ide (Harun Hadiwijono, 1988: 39-40; Bertens, 1989: 14). Plato merupakan
murid dari Scorates dan pada waktu ini disebut Zaman keemasan filsafat Yunani karena pada
zaman ini kajian-kajian yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan fisafat
tentang manusia.

Pemikiran metafisika Plato terarah pada pembahasan mengenai being (hal ada) dan becoming
(menjadi). Plato adalah filsuf yang pertama kali membangkitkan persoalan being dan
mempertentangkannya dengan becoming. Plato menemukan bahwa becoming, yakni dunia
yang berubah, tidak memadai sebagai objek pengetahuan karena bagi Plato setiap bentuk
pengetahuan bersesuaian dengan suatu jenis objek. Plato memikirkan pengetahuan asli
(genuine knowledge), yaitu suatu jenis pengetahuan yang tidak berubah sehingga objeknya
harus sesuatu yang tidak dapat berubah. Plato yakin bahwa pengetahuan yang asli itu harus
diarahkan pada being. Being bagi Plato dibentuk oleh dunia yang merupakan pola-pola dari
segala sesuatu yang dapat diinderawi, sedangkan ide-ide itu secara kodrati bersifat kekal dan
abadi. Alasan Plato membedakan being dan becoming adalah sebagai cara untuk mencari
dasar kebenaran pengetahuan. Tiap pemahaman akan sesuatu melibatkan proses latihan
pendidikan yang panjang bagi ketajaman mental, yang hanya dapat dicapai melalui disiplin.
Bidang form merupakan kualitas universal dari hal-hal yang dapat diindrawi.

Tujuan utama filsafat menurut Plato adalah penyelidikan pada entitas, seperti apa yang
dimaksudkan dengan keadilan, kecantikan, cinta, hasrat, kesamaan, dan kesatuan (White,
1987: 14).

Plato yang mengangkat problem the one dan the many melihat bahwa kedua hal ini, kesatuan
dan keanekaragaman, terpisah menjadi dua dunia, yakni dunia ide dan dunia bayangan. Dunia
real dengan kejamakan atau keaneka ragaman hanya merupakan dunia bayangan, sedangkan
yang benar-benar ada dan menjamin kesatuan adalah dunia ide. Dunia ide tersusun secara
hirarkhis di bawah pimpinan ide utama, yaitu ide kebaikan (Bakker. 1992: 33).

Plato juga memperhatikan ilmu pasti sebagai peninggalan Phytagoras sebab ada hubungan
yang erat antara kepastian matematis dengan kesempurnaan ide. Keterikatan Plato pada
kesempurnaan ide dan kepastian matematika membuatnya lebih memusatkan pikiran pada
cara berpikir (aspek metodis) daripada yang dapat dialami atau yang dapat ditangkap oleh
indera. Oleh karena itu, Plato dikatakan sebagai seorang eksponen rasionalisme manakala ia
hendak menerangkan sesuatu. Akan tetapi ia juga seorang eksponen idealisme ketika
menerangkan bidang nilai (aksiologis).

1. 6. Aristoteles (384-322 SM)

Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles. Aristoteles adalah murid Plato,
seorang filosof yang berhasil menemukan pemecahan persoalan-persolan besar filsafat yang
dipersatukan dalam satu sistem yaitu logika, matematika, fisika, dan metafisika. Ia
meneruskan sekaligus menolak pandangan Plato. Ajaran Aristoteles paling tidak dapat
diklasifikasi ke dalam tiga bidang, yaitu metafisika, logika, dan biologi.

1. a. Metafisika

Pandangan Aristoteles tentang metafisika berbeda dengan pandangan Plato. Ia menolak


pandangan Plato tentang ide-ide. Aristoteles lebih mendasarkan filsafatnya pada realitas itu
sendiri. Kenyataan bagi Aristoteles adalah hal konkret. Ide umum, seperti manusia, pohon,
dan lain-lain, seperti yang dikatakan Plato, tidak terdapat dalam kenyataan konkret (Bertens,
1989: 14). Aristoteles mengatakan bahwa hal terpenting dalam pengetahuan objektif adalah
menemukan penjelasan tentang sebab dan asal mula atau prinsip pertama dari segala sesuatu
(White, 1987: 31). Aristoteles membahas metafisika, istilah metafisika itu sendiri baru
diperkenalkan oleh Andronikus ketika mengelompokan ajaran-ajaran Aristoteles, sebagai
filsafat pertama dan menganggapnya sebagai prinsip pertama yang mendasari tugas ilmiah.
Aristoteles ingin mengetahui jika semua hal ada dapat dipertimbangkan, maka bukannya
dalam berbagai segi kasus atau ilmiah, melainkan ada dalam pengertian umum. Konsep self
evidence di dalam filsafat Aristoteles merupakan butir penting dalam pemahaman filsafat dan
fungsi metafisik. Apabila pada ajaran Plato pemahaman atas Forms, maka dalam filsafat
Aristoteles diarahkan pada kemampuan untuk menyusun batas-batas penelitian dan
menyelidiki suatu titik penyelesaian. Self Evidence merupakan penjelasan atas materi tertentu
yang tidak dicari pada sesuatu yang lain, tetapi dapat ditemukan hanya di dalam pemikiran itu
sendiri. Pembuktian dicari pada sesuatu yang terkandung di dalam hal itu sendiri.

1. b. Logika

Aristoteles menyusun buku tentang logika untuk menjelaskan cara menarik kesimpulan
secara valid. Logika Aristoteles didasarkan pada susunan pikir. Pada dasarnya silogisme itu
terdiri dari tiga pernyataan, yaitu premis mayor sebagai pernyataan pertama yang
mengemukakan hal umum yang telah diakui kebenarannya, premis minor sebagai pernyataan
kedua yang bersifat khusus dan lebih kecil lingkupnya daripada premis mayor, dan
kesimpulan atau konklusi yang ditarik berdasarkan premis tersebut. Dengan demikian
silogisme merupakan suatu bentuk jalan pemikiran yang bersifat deduktif yang kebenarannya
bersifat pasti.

Dengan menyusun logika, Aristoteles telah memulai usaha yang sangat penting dalam ilmu
pengetahuan, yaitu sebagai sarana berpikir yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
secara umum.

1. c. Biologi

Aristoteles hanya dikenal sebagai filsuf, tetapi ia juga adalah seorang ilmuan kenamaan pada
zamannya. Salah satu bidang ilmu yang banyak mendapat perhatiannya adalah biologi.
Dalam embriologi, ia melakukan pengamatan (observasi) perkembangan telur ayam sampai
terbentuknya kepala ayam. Ia juga melakukan pemeriksaan anatomi badan hewan, dan lain
sebagainya. Aristoteles mementingkan aspek pengamatan sebagai suatu sarana untuk
membuktikan kebenaran suatu hal, terutama dalam ilmu-ilmu empirik.
Aristoteles yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis dan praktis. Yang
teoritis mencangkup logika, metafisika, dan fisika, sedangkan yang praktis mencangkup
etika, ekonomi, dan politik. Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman juga bagi
klasifikasi ilmu dikemudian hari. Aristoteles dianggap sebagai bapak ilmu karena dia mampu
meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis.

Filsafat Yunani yang rasional itu boleh dikatakan berakhir setelah Aristoteles menuangkan
pemikirannya. Akan tetapi sifat rasional itu masih digunakan selama berabad-abad
sesudahnya sampai sebelum filsafat benar-benar memasuki dan tenggelam dalam Abad
Pertengahan. Namun jelas, setelah periode ketiga filosof besar itu mutu fisafat semakin
merosot. Kemunduran filsafat itu sejalan dengan kemunduran politik ketika itu, yaitu sejalan
dengan terpecahnya kerajaan Macedonia menjadi pecahan-pecahan kecil setelah wafatnya
Alexsander The Great. Tepatnya pada ujung zaman Helenisme, yaitu pada ujung sebelum
masehi menjelang Neo Platonisme, filsafat benar-benar mengalami kemunduran.

2.3 Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Zaman Patristik

Asal muasal zaman patristik berasal dari suatu kelompok yang disebut patrisme. Dimana
patrisme sendiri berasal dari bahasa latin yakni pater yang artinya Bapak Gereja. Maka
disebut patrisme karena adanya sekumpulan pendeta-pendeta atau dengan kata lain pujangga-
pujangga Kristen. Secara kronologis masih termasuk ke masa kuno, tetapi dari sudut
perkembangan secara filsafat mereka dipandang sebagai masa peralihan menuju pemikiran
abad pertengahan.

Pada zaman patristik ditandai oleh Bapak-bapak Gereja (patristik) yang dimulai dengan
tampilnya apologetdan para pengarang gereja. Para Apologet memiliki tugas utama
menjawab berbagai persoalan mengenai ajaran-ajaran iman gereja terhadap berbagai ajaran
atau paham-paham filosofis yang mengancam ajaran keimanan yang benar. Para pengarang
gereja adalah orang-orang yang menulis buku dan karangan-karangan tentang berbagai ajaran
gereja secara menyeluruh dan mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan sebelumnya.
Mereka-mereka itu adalah Clemens dari Alexandria (150-219 M) dan Origenes (185-254 M).
Athanasius, Gregorius dan Naziaza, Basilius, Gregorius dari Nyssa adalah para pujangga
gereja dari tradisi Yunani dan menggunakan Bahasa Yunani, sedangkan Ambrosius dan
Agustinus termasuk dalam tradisi Latin yang menggunakan bahasa Latin. Ajaran-ajaran
mereka, terutama ajaran Agustinus, berkembang sangat luas dan sangat berpengaruh dalam
diri para filsuf abad pertengahan. Masa Agustinus (354-430 M) sampai 1000 M dikenal
dalam sejarah filsafat sebagai periode transisi.

Tokoh-Tokoh Filsafat Pada Zaman Patristik dan Peranannya

1. Augustinus (354-430 M)

Augustinus mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah filsafat. Augustinus memberikan


formulasi yang sistematis tentang Filsafat Kristen, suatu filsafat yang dominan terhadap
Khatolik dan Protestan. Augustinus lahir di Tagasta, Numidia (sekarang Algeria). Pada 13
Nopember 354 M. Pada saat berumur sebelas tahun ia dikirim kesekolah Madaurus.
Lingkungan telah mempengaruhi perkembangan moral dan agamanya. Tahun 369-370 M
dihabiskannya dirumah sebagai penganggur, tetapi suatu bacaan tentang Cicero pada bukunya
Hortensius, telah membimbingnya kefilsafat.
Pada Tahun 388 M ia mengabdikan seluruh dirinya kepada Tuhan dan melayani pengikut-
pengikutnya. Pada tahun 395-396 M ia dinobatkan menjadi seorang Uskup di Hippo. Tahun
terakhir hidupnya adalah tahun-tahun peperangan bagi imperium Romawi. Pada bulan 28
Agustus 430, ia meninggal dunia dalam kesucian dan kemiskinan yang memang sudah lama
dijalaninya. Filsafatnya tentang sejarah berpengaruh terhadap gerakan-gerakan agama dan
pada pemikiran sekuler. Dalam pertarungan berbagai ideologi politik sekarang, ada kesamaan
dalam keabsolutan, dalam dogmatisme, dan juga dalam fanatisme. Paham Toesentris pada
Augustinus menghasilkan suatu revolusi dalam pemikiran orang Barat. Anggapannya yang
meremehkan kepentingan duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman, imannya
kepada Tuhan tetap merupakan bagaian peradaban modern. Sejak zaman Augustinuslah orang
Barat lebih memiliki sifat introspektif.

Karya Augustinus yang paling berpengaruh adalah The City of God. Karya itu muncul
disebabkan oleh adanya perampasan Roma oleh pasukan Alarik. Kejadian ini memiliki
konsekuensi yang besar. Banyak orang Roma menganggap bahwa perampasan itu terjadi
karena ketidak patuhan orang-orang Roma kepada Dewa-dewa lama dan penerimaan mereka
terhadap agama Kristen. Mereka juga ragu apakah tidak salah pilih dengan agama Kristen.
Karena banyak yang memilih agama Kristen kemudian melakukan praktek kafir, sebagian
lain menjadi orang yang ragu karena merasa Tuhan yang mereka sembah tidak mempunyai
kekuatan atas alam semesta ini. Untuk menjawab masalah itu Augustinus menulis The City of
God. Buku itu berisi tidak hanya penolakan atas keraguan yang tersebar ketika itu, tetapi juga
mengetengahkan suatu sejarah filsafat yang sistematis yang menarik perhatian orang-orang
pada abad kedua puluh.

Augustinus tidak mempercayai bahwa sejarah adalah suatu siklus sejarah lebih dari itu,
sejarah merupakan kejadian yang diatur oleh Tuhan. Jadi sebenarnya sejarah juga mempunyai
suatu permulaan dan suatu akhir. Permualaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan
akhirnya adalah kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti ini adalah
Filsafat Sejarah yang dibimbing oleh Teologi. Sejarah tidak dapat dijelaskan dengan
memperhitungkan faktor-faktor ekonomi, sosial, politik tetapi sejarah dapat dipahami melalui
hukum.

2. Anselmus

Seluruh kehidupan Ansemus penuhi oleh kepatuhannya kepada Gereja. Tahun 1093 ia
menjadi Uskup Agung Canterbury. Dalam dirinya mengalir arus Mistisisme, dan iman
merupakan masalah utama baginya. Ada tiga karyanya yaitu Monologium yang
membicarakan keadaan Tuhan, Proslogium yang berisi tentang dalil-dalil adanya Tuhan, dan
Cur Deus Homo yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjuk mengenai penyelamatan
melalui Kristus.

Credo Ut Intelligam menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal. Arti


ungkapan itu adalah percaya baru mengerti secara lebih sederhana percayalah telebih dahulu
supaya mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu diterima terlebih dahulu sebelum kita mulai
berfikir. Jadi akal hanyalah sebagai pembantu wahyu. Pengaruh Plato besar terhadap
pemikirannya.

Ia berpendapat semua makhluk memiliki sejumlah kebaikan itu menunjukkan adanya


kebaikan maha tinggi yang disana semua makhluk berpartisipasi. Tuhan itu kebesarannya
tidak terpikirkan (kebesarannya Maha Besar). Itu tidak mungkin hanya ada dalam pikiran. Ia
juga ada dalam kenyataan (jadi benar-benar diluar pikiran). Tuhan Maha Besar ada dalam
pikiran dan ada juga diluar pikiran. Secara kasar argument ini mengajarkan bahwa apa yang
dipikirkan, berarti objek ini benar-benar ada tidak mungkin ada sesuatu yang hanya ada
didalam pikiran, tetapi diluar pikiran objek itu tidak ada.

3. Thomas Aquinas

Thomas Aquinas lahir di Roccasecca, Italia, pada tahun 1225 dari keluarga Bangsawan.
Melalui Gurunya, Albertinus Magnus, Aquinas belajar tentang alam. Menurut pendapatnya,
semua objek yang tidak dapat diindera tidak akan dapat diketahui secara pasti oleh akal. Oleh
karena itu, kebenaran ajaran Tuhan tidak mungkin dapat diketahui dan diukur dengan akal.
Pengetahuan yang diterima atas dasar iman tidaklah lebih rendah daripada pengetahuan yang
diperoleh dengan akal. Paling tidak, kebenaran yang diterima oleh akal tidak akan
bertentangan dengan ajaran wahyu.

Aquinas juga mengajarkan seharusnya kita menyeimbangkan akal dan iman, akal membantu
membangun dasar-dasar filsafat Kristen. Akan tetapi, harus selalu disadari bahwa hal itu tidak
selalu dapat dilakukan karena terbatas. Akal tidak dapat memberikan penjelasan tentang
kehidupan kembali (resurrection) dan penebusan dosa. Akal juga tidak mampu membuktikan
kenyataan esensisal tentang keimanan Kristen. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa dogma-
dogma Kristen itu tepat sebagaimana telah disebutkan dalam firman-firman Tuhan.

Aquinas membagi pengetahuan menjadi tiga bagian, pengetahuan Fisika, Matematika, dan
Metafisika. Dari yang tiga Metafisika inilah yang mendapat banyak perhatian darinya.
Menurut pendapatnya dapat menyajikan abstraksi tingkat tertinggi. Filsafat ditentukan oleh
penjelasan sistematis aklak, sedangkan agama ditentukan oleh keimanan. Sekalipun
demikian, perbedaan itu tidak terlihat begitu jelas karena pengetahuan adalah gabungan dari
kedua-duanya. Agama dapat pula dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah agama natural
yang dibentangkan di atas akal, dan yang kedua adalah agama wahyu yang dibentangkan di
atas iman.

Aquinas tidak sependapat dengan Plato yang mengajarkan bahwa alam semesta ini
mempunyai eksistensi yang objektif. Ia mengajarkan bahwa alam semesta ini berada dalam
tiga cara: pertama sebagai sebab-sebab didalam pemikiran Tuhan, kedua sebagai ide dalam
pemikiran manusia, dan ketiga sebagai esensi sesuatu. Aquinas berpendapat pikiran tidak
akan berisi apa-apa apabila tidak menggunakan indera. Proses pengetahuan dimulai dari
adanya pengindraan yang memberikan kepada kita presepsi tentang objek di dalam alam.
Persoalan yang dihadapkan kepada Aquinas adalah bagaimana presepsi ini diterjemahkan ke
dalam idea-idea yang dapat dipikirkan. Untuk menyelesaikan masalah ini Aquinas
menggunakan istilah intelek aktif yang bertugas mengabstraksikan unsur-unsur dalam alam
semesta lalu menciptakan jenis-jenis yang dapat dipikirkan. Intelek aktif itulah yang
memberikan kepada kita keadaan susunan alam semesta. Melalui intelek aktif itu kita dapat
memahami prinsip-prinsip pertama yang mengatur semua kenyataan.

2.4 Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Zaman Abad Pertengahan

Zaman pertengahan (Middle Age) ditandai dengan tampilnya para theology di


lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuan pada masa ini hampir semua adalah para theology
sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan
yang berlaku pada masa ini adalah Ancilla Theologia yang berarti abdi agama. Namun,
banyak pula temuan dalam bidang ilmu yang terjadi pada masa ini.

Filsafat abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda sekali dengan pemikiran
dunia kuno. Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru di tengah-
tengah suatu perkumpulan bangsa yang baru, yaitu bangsa Eropa Barat. Filsafat yang baru ini
disebut Skolastik. Abad pertengahan selalu dibahas sebagai zaman yang khas akan pemikiran
Eropa yang berkembang pada abad tersebut dan menjadikan suatu kendala yang disesuaikan
dengan ajaran agama. Dalam agama Kristen, pada abad pertengahan tentu saja ada
kecerdasan logis yang mendukung iman religius. Namun iman tidak sama sekali disamakan
dengan mistisisme.

Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini, misalnya pada peradaban dunia Islam,
terutama pada zaman Bani Umayyah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi
pada abad VII Masehi, 8 abad sebelum Galileo Galilei dan Coppernicus. Sedangkan
kebudayaan Islam yang menaklukkan Persia pada abad VIII Masehi telah mendirikan sekolah
Kedokteran dan Astronomi di Jundishapur. Pada zaman keemasan kebudayaan Islam
dilakukan penerjemahan berbagai karya Yunani. Bahkan Khalifah Al-Makmun telah
mendirikan Rumah Kebijaksanaan (House of Wisdom) pada abad IX Masehi. Ali Kettani
(dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2003) menengarai adanya lima ciri
yang menandai kemajuan pada masa pertengahan, yaitu :

1. Universalism (Universalisme)

2. Tolerance (Toleransi)

3. International Character of The Market (Pasar yang Bertaraf Internasional)

4. Respect of Science and Scientist (Penghargaan Terhadap Ilmu dan Ilmuwan)

5. The Islamic Nature of Both The Ends and Means of Science (Tujuan dan Sarana Ilmu
yang Bersifat Islami)

Al-Khawarizmi menyusun buku Aljabar pada tahu 825 M. Kemudian menjadi buku standar
beberapa abad lamanya di Eropa. Ia juga menulis buku tentang perhitungan biasa
(Arithmetics) yang menjadi pembuka jalan penggunaan cara desimal di Eropa untuk
menggantikan tulisan Romawi.

Omar Khayan (1043-1132 M), seorang penyair, ahli perbintangan dan ahli matematika telah
menemukan pemecahan persamaan pangkat tiga. Namun pemecahannya berdasarkan
planemetri dan potongan-potongan kerucut. Ia juga menemukan soal matematika yang belum
terpecahkan sampai sekarang yaitu bilangan A3 ditambah B3 tidak mungkin sama dengan
bilangan C3.

Sekitar tahun 600-700 M obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban dunia Islam.
Dalam dunia kedokteran muncul nama-nama terkenal seperti Al-Razi (850-923 M) dan Ibnu
Sina. Rhazas mengarang suatu Ensiklopedia Ilmu Kedokteran dengan judul Continens, Ibnu
Sina telah menulis buku-buku kedokteran (Al-Qanun) yang menjadi buku standar dalam ilmu
kedokteran di Eropa. Abul Qasim menulis ensiklopedi kedokteran, yang antara lain
menelaah ilmu bedah, serta peralatan yang dipakai pada masa itu. Ibnu Rushd (1126-1198)
seorang ahli kedokteran yang menerjemahkan dan mengomentari karya-karya Aristoteles. Al
Idris (1100-1166) telah membuat 70 peta dari daerah yang dikenal pada masa itu untuk
disampaikan kepada Raja Roger II dari kerajaan Sicilia. Pada zaman itu bangsa Arab juga
menjadi pemimpin di bidang ilmu alam. Istilah zenith, nadir dan azimuth membuktikan hal
itu. Angka yang masih dipakai sampai sekarang yang berasal dari India, telah dimasukkan ke
Eropa oleh bangsa Arab.

Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan dalam tiga bidang yaitu:

1. Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskannya sedemikian


rupa sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini.

2. Memperluas pengamatan dalam lapangan Ilmu Kedokteran, obat-obatan, astronomi,


ilmu kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan.

3. Menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.

Perhubungan antara Timur dan Barat selama Perang Sabil sangat penting untuk
perkembangan kebudayaan Eropa karena pada waktu ekspansi bangsa Arab telah mengambil
alih kebudayaan Byzantium, Persia, dan Spanyol sehingga tingkat kebudayaan Islam jauh
lebih tinggi daripada kebudayaan Eropa (Brouwer, 1982 :41). Universitas Bagdad, Damsyik,
Beirut dan Kairo menyimpan dan meneruskan Filsafat Yunani dari orang Arab. Hal itu
disebabkan bangsa Arab telah menterjemahkan karya-karya filsuf termashur, seperti Plato,
Hippokrates, dan Aristoteles.

Sekitar abad XIV pada zaman Dinasti Yuan (1260-1368) pengaruh Islam di Cina ditandai
oleh seorang peneliti pertama bidang astronomi yang mendirikan observatorium yaitu Jamal
Al-Din. Arsitek kenamaan Islam, Ikhtiar Al-Din yang merancang pembangunan istana raja di
laut utara Beijing.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, A. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Bertens, Kees. 1998, Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyakarta: Kanisius.

Siswomihardjo, K. ,dkk. 1997. Filsafat Ilmu sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan.
Klaten : Intan Pariwara.

Iklan

Share this:

Anda mungkin juga menyukai