Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH UTILITAS

SISTEM AIR PENDINGIN

DISUSUN OLEH :

Dewanda Irawan (061540421935)

Dwi Ayu Pratiwi (061540421939)

Ricky Noufal Hadi(061540421951)

KELAS : 4 KIB

DOSEN PEMBIMBING : Ir. Hj. Sofiah,M.T.

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

PALEMBANG

2016/2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan penting dalam proses produksi dan kegiatan lain
dalam suatu industri. Penggunaan air industri dapat memanfaatkan air permukaan, air
sebagai sumber air. Penggunaan air permukaan dan air tanah mengharuskan untuk
mengolah air. Air merupakan kebutuhan penting dalam proses produksi dan kegiatan
lain dalam suatu industri. Untuk itu diperlukan penyediaan air bersih yang secara
kualitas memenuhi standar yang berlaku dan secara kuantitas dan kontinuitas harus
memenuhi kebutuhan industri sehingga proses produksi tersebut dapat berjalan dengan
baik. Dengan adanya standar baku mutu untuk air bersih industri, setiap industri
memiliki pengolahan air sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan industri (Hardayanti,
2006).

Air pendingin merupakan salah satu jenis air yang diperlukan dalam proses industri.
Kualitas air pendingin akan mempengaruhi integritas komponen atau struktur reaktor, karena
pada dasarnya air sebagai pendingin akan berhubungan langsung dengan komponen atau
struktur reaktor. Air yang digunakan sebagai pendingin harus memenuhi persyaratan yang
sesuai dengan komponen atau struktur yang dirumuskan dalam spesifikasi kualitas air
pendingin (Lestari, 2006). Dalam memenuhui spesifikasi dari air pendingin maka dilakukan
pengolahan terhadap air pendingin tersebut dengan berbagai metode dan teknologi peralatan
yang bervariasi. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan mencoba menjelaskan
mengenai air pendingin atau biasa disebut dengan cooling water.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini antara lain:
1. Apakah definisi air pendingin (cooling water) itu?
2. Apa saja jenis air pendingin yang digunakan dalam proses industri?
3. Apa saja komponen sistem air pendingin?
4. Apa saja masalah yang sering terjadi dalam air pendingin?
5. Apa saja teknologi yang berhubungan dengan air pendingin?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini, antara lain:
1. Mengetahui definisi mengenai air pendingin (cooling water)
2. Mengetahui jenis air pendingin yang digunakan dalam proses industri.
3. Mengetahui komponen sistem air pendingin.
4. Memahami masalah yang sering terjadi dalam air pendingin.
5. Mengetahui teknologi yang berhubungan dengan air pendingin.
BAB II
ISI

2.1 Air Pendingin

Sistem pendinginan adalah suatu rangkaian untuk mengatasi terjadinya over heating
(panas yang berlebihan) pada mesin agar mesin bisa bekerja secara stabil. Air pendingin
adalah air limbah yang berasal dari aliran air yang digunakan untuk penghilangan panas dan
tidak berkontak langsung dengan bahan baku, produk antara dan produk akhir (KEP-
49/MENLH/11/2010). Sistem air pendingin merupakan bagian yang terintegrasi dari proses
operasi pada industri. Untuk produktifitas pabrik yang kontinyu, sistem tersebut memerlukan
pengolahan kimia yang tepat, tindakan pencegahan, dan perawatan yang baik. Kebanyakan
proses produksi pada industri memerlukan air pendingin untuk efisiensi dan operasi yang
baik. Air pendingin sistem mengontrol suhu dan tekanan dengan cara memindahkan panas
dari fluida proses ke air pendingin yang kemudian akan membawa panasnya. Total nilai dari
proses produksi akan menjadi berarti jika sistem pendingin ini dapat menjaga suhu dan
tekanan proses dengan baik. Memonitor & mengatur korosi, deposisi, pertumbuhan mikroba,
dan sistem operasi sangat penting untuk mencapai Total Cost of Operation (TCO) yang
optimal.

Air pendingin mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap efisiensi total
engine serta umur engine. Apabila temperatur air pendingin masuk engine terlalu tinggi,
maka efisiensi mekanis engine akan menurun dan dikhawatirkan dapat terjadi over - heatingi
pada engine. Sedang bila temperatur air terlalu rendah, maka efisiensi termal akan menurun
(Handoyo, 1999). Proses pendinginan melibatkan pemindahan panas dari satu substansi ke
substansi yang lain. Substansi yang kehilangan panas disebut cooled, dan yang menerima
panas disebut coolant. Beberapa faktor yang membuat air menjadi coolant yang baik adalah :

1. Sangar berlimpah dan tidak mahal.


2. Dapat ditangani dengan mudah dan aman digunakan.
3. Dapat membawa panas per unit volume dalam jumlah yang besar.
4. Tidak mengembang ataupun menyusut (volumenya) pada perubahan suhu dalam
range normal.
5. Tidak terdekomposisi.
Beberapa parameter penting dalam sistem air pendingin :

1. Konduktivitas mengindikasikan jumlah dissolved mineral dalam air.


2. pH, menunjukkan indikasi dari tingkat keasaman atau kebasaan dari air.
3. Alkalinitas, berupa ion carbonate (CO3-2) dan ion bicarbonate (HCO3-).
4. Hardness / kesadahan, menunjukkan jumlah ion calcium dan magnesium yang ada
dalam air.
Pada umumnya air digunakan sebagai media pendingin karena faktor-faktor sebagai berikut:
1. Air merupakan malcri yang dapat diperoleh dalam jumlah besar.
2. Mudah dalam pcngaturan dan pengolahan.
3. Menyerap panas yang relatif tinggi persatuan volume.
4. Tidak mudah menyusut secara berarti dalam batasan dengan adanya perubahan
temperatur pendingin.
5. Tidak terdekomposisi.
Adapun syarat-syarat air yang digunakan sebagai media pendingin:
1. Jernih, maksudnya air harus bersih, tidak terdapat partikel-parlikel kasar yaitu batu, krikil
atau partikel-partikel halus seperti pasir, tanah dan lumut yang dapat menyebabkan air
kotor.
2. Tidak menyebabkan korosi.
3. Tidak menyebabkan fouling, fouling disebabkan oleh kotoran yang terikut saat air masuk unit
pengolahan air seperti pasir, mikroba dan zat-zat organik.
Berikut ini adalah standar industri terhadap air pendingin yang digunakan:
Kadar Maksimum
No. Jenis Air Limbah Parameter Metode Pengukuran
(mg/L)
Standard Method 4500-
Residu Klorin 2
Cl
1. Air Pendingin
Karbon Organik SNI-06-6989.28-2005
5
Total atau APHA 5310
Tabel 1.1: Standar Industri Terhadap Air Pendingin (KEP-49/MENLH/11/2010)

Secara umum, industri menerapkan parameter air pendingin ialah sebagai berikut:
Tabel 1.2: Parameter Air Pendingin (Setiadi, 2007)

Ada tiga system air pendingin yang biasa digunakan di industri yaitu :
1. Once through.system
2. Open evaporative recirculating.
3. Closed non-evaporative recirculating.

2.2 Jenis Sistem Air Pendingin


2.2.1 Once through systems (Sistem Pendingin Sekali Pakai)
Air pendingin digunakan sebagai pendingin pada heat exchanger hanya dilewatkan
sekali, selanjutnya langsung dikembalikan lagi ke badan air. Once through systems digunakan
bilamana kebutuhan air pendingin sangat banyak, ketersediaan sumber air banyak dan murah
serta memiliki fasilitas untuk menangani buangan air panas dari air pendingin yang sudah
digunakan. Once through system dimana air pendingin akan melewati HE hanya sekali.
Mineral-mineral dalam air akan relatif tetap jumlahnya, tidak berubah. Polusi suhu yang
disebabkan discharge dari sistem ini menjadi perhatian lingkungan.
Keuntungan menggunakan Once through systems :
a. Tidak diperlukan cooling tower
b. Tidak diperlukan pengolan / treatment pendahuluan
Kerugian menggunakan once through systems :
a. Korosi
b. Fouling
c. Sampah dan kotoran
d. Polusi / pencemaran temperatur di badan air
Gambar 1.1: Once through.system (Gumilar, 2011)

2.2.2 Open Evaporative Recirculating Systems (Sistem Pendingin Resirkulasi Terbuka)


Air tawar yang berasal dari sungai atau danau dipompakan sebagai make-up cooling
tower setelah sebelumnya dilakukan treatment (sedimentasi dan koagulasi) terlebih dahulu.
Air tersebut digunakan untuk mendinginkan proses-proses di dalam pabrik.
Air pendingin yang telah panas kemudian didinginkan di cooling tower untuk
kemudian disirkulasikan kembali ke dalam pabrik. Untuk menjaga kualitas air, misalnya agar
tidak terdapat algae/bacteria dan pengendapan (scaling), maka perlu diinjeksikan beberapa
jenis chemicals tertentu. Kualitas air juga dijaga melalui mekanisme make-up dan blow-
down.
Sistem ini banyak digunakan oleh pabrik yang berada dekat dengan sumber air tawar
atau jauh dari laut. Spesifikasi material untuk peralatan yang menggunakan air tawar tidak
perlu sebagus peralatan yang menggunakan air laut, karena air tawar lebih tidak korosif
dibandingkan dengan air laut. Open recirculating system banyak digunakan dalam industri.
Sistem ini terdiri dari pompa, HE, dan cooling tower. Pompa akan meresirkulasikan air
melalui HE, mengambil panasnya, lalu membuangnya di cooling tower dimana panas
tersebut akan dibuang dari air dengan cara evaporasi. Dalam sistem ini, chemical akan lebih
banyak digunakan karena komposisi air akan berubah saat evaporasi berlangsung, dimana
konstituen korosi dan scaling akan lebih pekat (Gumilar, 2011).
Air pendingin teruapkan sekitar 1% water. Kehilangan air akibat penguapan ini
harus dikompensasi oleh make up air pendingin.
Keungtungan menggunakan Open evaporative recirculating systems :
a. Jumlah kebutuhan air medikit (make up);
b. Memungkinkan untuk mengontrol korosi
Kerugian menggunakan Open evaporative recirculating systems :
a. Investasi (capital cost) lebih tinggi daripada once through;
b. Memerlukan cooling tower yang cukup besar;
c. System purge dan blowdown kemungkinan dapat mengakibatkan pencemaran
lingkungan

Gambar 1.2: Open evaporative recirculating systems (Gumilar, 2011)

2.2.3 Closed Nonevaporative Recirculating Systems (Sistem Pendingin Resirkulasi


Tertutup)
Air tawar pendingin digunakan untuk mendinginkan proses-proses didalam pabrik.
Air tawar pendingin yang telah panas didinginkan kembali di suatu secondary cooler
(biasanya plate heat exchanger) untuk selanjutnya disirkulasikan kembali secara tertutup
kedalam pabrik. Air laut dipakai untuk mendinginkan secondary cooler dengan cara hanya
sekali pakai (once through), sumber air berasal dari laut kemudian dibuang lagi ke laut.
Closed Nonevaporative Recirculating Systems yang menggunakan air pendingin yang sama
dan disirkulasikan berulang kali dalam siklus yang kontinu. Pada sistem ini, komposisi air
juga relatif konstan.
Air pendingin didinginkan pada secondary heat exchanger. Tidak ada kehilangan
akibat penguapan juga tidak ada pengembalian.
Keuntungan menggunakan Closed nonevaporative recirculating systems :
a. Air pendingin yang kembali relatif bersih
b. Temperatur air pendingin memungkinkan lebih tinggi dari 100oC
Kerugian menggunakan Closed nonevaporative recirculating systems :
a. Investasi / capital cost sangat tinggi
b. Dibatasi oleh equipment secondary heat exchanger
Gambar 1.3: Closed nonevaporative recirculating systems (Gumilar, 2011)

2.3Komponen Sistem Air Pendingin


2.3.1 Komponen Sistem Air Pendingin Utama
Sistem air pendingin utama meliputi kondensor, pompa air pendingin utama, dan
cooling tower. Sistem ini mempertahankan vakum pada sisi pembuangan turbin dengan
mengalirkan air pendingin yang cukup untuk mengkondensasikan uap pembuangan turbin.
2.3.1.1 Kondensor
Fungsi Kondensor adalah untuk mendinginkan (mengkondensasikan) uap bekas dari
turbin dengan cara menyemprotkan air pendingin utama melalui noozle-noozle langsung
bersingggungan dengan uap bekas sehingga terjadi perubahan phase dari uap menjadi
air.Parameter yang dipantau adalah tekanan condensor, level condensor, hot well temperatur
dan ekhaust turbin.
Pada kondensor terdapat vacuum breaker yang berfungsi untuk mengisolasi tekanan
udara luar dengan tekanan dalam ruangan kondensor sehingga kevakuman kondensor dapat
dipertahankan, alat ini akan terus dibuka selama kondensor belum vakum, dan akan ditutup
ketika kondensor vakum. Vacuum breaker digunakan untuk membuat kevakuman kondensor
sebelum dilakukan rolling turbin.
2.3.1.2 Main cooling water Pump
Main cooling water pump (MCWP) adalah pompa pendingin utama yang berfungsi
untuk memompakan air kondensat dari kondensor ke hot water basin cooling tower untuk
kemudian didinginkan.
Parameter yang dipantau adalah tekanan masuk/keluar pompa, arus dan tegangan motor,
temperatur bearing, vibrasi motor dan flow air condensat.
2.3.1.3 Cooling Tower
Menara pendingin (Cooling tower) merupakan alat yang digunakan untuk
menembalikan panas ke atmosfer dengan cara mengekstraksi panas dari air dan
mengemisikannya ke atmosfir. Menara pendingin menggunakan penguapan dimana sebagian
air diuapkan ke aliran udara yang bergerak dan kemudian dibuang ke atmosfir. Fakta bahwa
air membutuhkan biaya yang rendah, mudah didapatkan dan merupakan media yang efektif
yang digunakan sebagai penukar panas (Keister, 2008). Air yang dipompakan dari kondensor
didistribusikan kedalam bak (Hot Water Basin) yang terdapat di bagian atas cooling tower.
Bak tesebut juga dilengkapi dengan noozle yang berfungsi utuk memancarkan air sehingga
menjadi butiran butiran kecil dan didinginkan dengan cara kontak langsung dengan udara
pendingin. Setelah terjadi proses pendinginan air menuju bak penampung (Cool Water Basin)
dan seterusnya dialirkan ke kondensor yang sebelumnya melewati 4 buah screen untuk
menyaring kotoran-kotoran yang terdapat dalam air.
2.3.1.4 Komponen Sistem Air Pendingin Bantu
I. Komponen Sistem Primary Intercooler
a. Inter Condenser and After Condensor
Inter condensor and after condensor berfungsi untuk mengkondensasikan NCG (Not
condensable gases) yang tidak dapat terkondensasi pada kondensor, gas tersebut dihisap oleh
steam ejector tingkat pertama untuk diteruskan ke inter condensor. Gas-gas yang tidak dapat
dikondensasi pada inter condenser dihisap oleh Liquid Ring Vacuum Pump (LRVP) atau
steam ejector tingkat 2 untuk diteruskan ke after condenser. Air hasil kondensasi NCG
dikembalikan ke kondensor, sedangkan sisa gas yang tidak dapat dikondensasikan di buang
ke udara.
b. Intercooler
Intercooler berfungsi sebagai alat penukar panas antara air pendingin primer dengan
air pendingin sekunder. Pada intercooler air pendingin primer dialirkan untuk mendinginkan
air pendingin sekundary.
c. Primary Intercooler Pump (Pompa Pendingin Primer)
Primary intercooler pump adalah pompa pendingin primary, berfungsi untuk
memompa air pendingin primary dari cold basin cooling tower yang masuk ke intercooler,
inter condensor, after condensor, dan perapat poros MCWP.
II. Secondary Intercooler
Secondary intercooler adalah pendingin sekundary, berfungsi untuk mendinginkan
instalasi/peralatan minyak pelumas, udara pendingin generator, dan udara kompresor.
Treated Water Transfer Pump
Treated water transfer pump berfungsi untuk memompa air dari water storage
menuju water header tank. Air pada tangki ini digunakan sebagai air secondary intercooler.
Treated water transfer pump terdiri dari dua buah yaitu pompa A/B, hal itu bertujuan agar
pompa yang satu bisa terus beroperasi ketika pompa lainya dilakukan pemeliharaan.
Lube Oil Cooler
Lube oil cooler adalah pendingin minyak pelumas setelah melumasi bearing turbin
dan generator, berfungsi untuk menjaga tingkat kekentalan minyak pelumas agar viskositas
minyak pelumas tetap sesuai standar. Prinsip kerjanya adalah memindahkan panas dari
minyak pelumas ke air pendingin .
Generator air Cooler
Generator air cooler adalah pendingin udara generator, berfungsi untuk menjaga
temperature udara di dalam generator agar sesuai dengan batasan operasi, prinsip kerjanya
adalah memindahkan panas dari udara yang keluar generator ke air pendingin sekundary.
Compressor Air Cooler
Compressor air cooler adalah pendingin udara kompresor, berfungsi untuk menjaga
temperature udara di dalam kompresor agar sesuai dengan batasan operasi, prinsip kerjanya
adalah memindahkan panas dari udara yang keluar kompresor ke air pendingin.
Secondary Intercooler Pump (Pompa Pendingin Sekundary)
Secondary intercooler pump adalah pompa pendingin sekundary, berfungsi untuk
memompa air pendingin sekundary dari intercooler ke instalasi/peralatan minyak pelumas,
udara pendingin generator, dan udara kompresor (Roepandi, 2008).

a. Masalah dalam Air Pendingin


Permasalahan pada air pendingin, apabila tidak dikontrol dengan baik, akan
menimbulkan efek negatif pada keseluruhan proses atau operasi. Contohnya meningkatkan
biaya perawatan, perbaikan peralatan, frekuensi shutdown lebih sering (untuk cleaning),
mengurangi efisiensi transfer panas, menimbulkan pemborosan bahan bakar untuk power
plant, dan lain-lain. Beberapa permasalahan umum pada air pendingin, adalah sebagai
berikut:
Korosi
Korosi adalah proses elektrokimia dimana logam kembali ke bentuk alaminya
sebagai oksida. Beberapa tipe korosi yang sering terjadi antara lain general attack, pitting,
dan galvanic attack. Kerugian yang ditimbulkan oleh korosi pada sistem air pendingin adalah
penyumbatan dan kerusakan pada sistem perpipaan. Kontaminasi produk yang diinginkan
karena adanya kebocoran-kebocoran, dan menurunnya efisiensi perpindahan panas.
General attack terjadi apabila korosi yang muncul terdistribusi merata dan sama di
semua permukaan logam. Sedangkan pitting terjadi ketika hanya sebagian kecil dari logam
yang mengalami korosi. Walaupun begitu, pitting sangat berbahaya karena hanya terpusat di
sebagian area saja. Galvanic attack terjadi ketika dua logam yang berbeda berkontak. Logam
yang lebih aktif akan terkorosi secara cepat.
Faktor utama yang mempangaruhi terjadinya korosi adalah kondisi air pendingin itu sendiri.
Beberapa kondisi tersebut antara lain :
1. Oksigen atau dissolved gas yang lain.
2. Dissolved dan suspended solid.
3. Alkalinitas (pH).
4. Suhu.
5. Aktifitas mikroba.
Metode yang digunakan untuk mencegah / meminimalisir korosi antara lain :
1. Memililih material anti korosi saat mendesain proses.
2. Menggunakan protective coatings seperti cat, metal plating, tar, atau plastik.
3. Melindungi dari substansi yang bersifat katiodik, menggunakan anoda dan atau yang
lain.
4. Menambahkan corrosion inhibitor (anodic : molybdate, orthophosphate, nitrate,
silicate katiodik : PSO, bicarbonate, polyphosphate, zinc general : soluble oils,
triazoles copper).
Scale
Scale adalah lapisan padat dari material inorganik yang terbentuk karena
pengendapan. Beberapa scale yang sering terjadi berupa calcium carbonat, calcium
phosphate, magnesium silicate, dan silica.
Fouling
Fouling adalah akumulasi dari material solid yang berbeda dari scale. Fouling dapat
dikendalikan secara mekanikal atau dengan menggunakan pengolahan kimia. Pengendalian
fouling pada cooling system melibatkan 3 hal :
1. Prevention Pendekatan terbaik adalah mencegah foulant memasuki cooling system.
Pendekatan ini juga termasuk perlakuan mekanik ataupun chemical untuk clarify
makeup water.
2. Reduction Menghilangkan atau mengurangi jumlah foulant yang tidak dapat dicegah
memasuki sistem. Pendekatan ini melibatkan sidestream filtering atau dapat juga
melakukan pembersihan basin tower secara perodik.
3. Ongoing Control Menambahkan chemical dispersants atau back flushing
exchangers.
Biological Contamination
Biological contamination adalah pertumbuhan tidak terkontrol dari mikroba yang
dapat menimbulkan pembentukan deposit, fouling, corrosion, dan scale. Menara pendingin
(cooling tower) merupakan bagian dari sistem air pendingin yang memberikan lingkungan
yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisma. Algae dapat berkembang
dengan baik pada bagian yang cukup mendapat sinar matahari, sedangkan "lendir" (slime)
dapat berkembang pada hampir di seluruh bagian dari sistem air pendingin ini.
Mikroorganisma yang tumbuh dan berkembang tersebut merupakan deposit (foul) yang dapat
mengakibatkan korosi lokal, penyumbatan dan penurunan efisiensi perpindahan panas.
Penggunaan air yang memenuhi persyaratan dapat mencegah timbulnya masalah-masalah
dalam sistem air pendingin. Persyaratan bagi air yang dipergunakan sebagai air pendingin
tidak seketat persyaratan untuk umpan ketel.
Slime mikrobial, seperti fouling pada umumnya, mengurangi efisiensi transfer
panas. Terlebih lagi, slime mikrobial lebih bersifat insulator dari deposit pada umumnya.
Slime dapat menjerat deposit lain, membuat permasalahan menjadi lebih buruk. Mikroba
dapat masuk melalui makeup water, atau bisa juga melalui udara yang masuk ke cooling
tower. Faktor yang mendukung pertumbuhan mikroba antara lain :
1. Nutrien, hidrokarbon atau substansi organik lainnya sbg makanan dari mikroba.

2. Atmosfir, pertumbuhan organisme bergantung pada ketersediaan oksigen atau


karbondioksida.
3. Temperatur, organisme dapat membentuk slime dapat membentuk slime pada suhu
4,4 65,6 C.
Tiga golongan kimia yang umum digunakan untuk mengontrol mikroba adalah
biosida oksidasi, biosida non-oksidasi, dan biodispersan. Biosida oksidasi berperan
mengoksidasi sel-sel penting pada mikroba sehingga mikroba tersebut akan mati. Contoh dari
biosida oksidasi ini, seperti yang telah disebutkan di atas, adalah chlorine dan bromine.
Biosida non-oksidasi adalah senyawa organik yang bereaksi dengan sel-sel spesifik pada
mikroba, yang secara langsung akan menghancurkan sel-sel tersebut. Sedangkan untuk
biodispersan tidak mematikan mikroba. Biodispersan hanya mengurangi deposit microbial,
yang akan terlepas dari permukaan logam, dan kemudian dibuang (Setiadi, 2007).

2.4 Cara Pengendalian Air Pendingin


Pengendalian Pembentukan Kerak
Pembentukan kerak dipengaruhi oleh jumlah padatan terlarut yang ada di air. CaCO3
merupakan kerak yang sering ditemui pada sistem air pendingin dan terbentuk jika kadar Ca
dan alkalinitas air terlalu tinggi. Pengendalian gangguan ini dimaksudkan untuk mencegah
pembentukan kerak CaCO3 dengan menjaga agar kadar Ca dan alkalinitas dalam air sirkulasi
cukup rendah, dan mencegah pengendapan kerak pada permukaan logam. Untuk maksud
pertama dapat ditempuh dua cara, yaitu :
1.Menurunkan siklus konsentrasi air yang bersirkulasi atau
2.Menambah asam, misalnya H2SO4, agar pH air di bawah 7. Dapat digunakan inhibitor
kerak berupa bahan kimia seperti polifosfat, fosfonat, ester fosfonat dan poliacrylat.

Pengendalian Korosi
Pengendalian korosi dilakukan dengan cara menambahkan bahan kimia yang berfungsi
sebagai inhibitor (penghambat). Inhibitor yang umum dipakai adalah polifosfat, kromat,
dikromat, silikat, nitrat ferrosianida dan molibdat. Dosis inhibitor yang digunakan harus
tepat, karena suatu inhibitor hanya dapat bekerja efektif setelah kadarnya mencapai harga
tertentu. Kadar minimum yang dibutuhkan oleh suatu inhibitor agar dapat bekerja secara
efektif disebut batas kritis. Pemakaian inhibitor yang melebihi batas kritis akan menambah
biaya operasi. Jika kadar inhibitor turun dibawah batas kritis, bukan saja menjadi tidak
efektif, tetapi dapat pula menyebabkan pitting (Setiadi, 2007).
Pengendalian Pembentukan Fouling dan Penghilangan Padatan Tersuspensi
Pembentukan fouling yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat dicegah atau
dikendalikan menggunakan klorin, klorofenol, garam organometal, ammonium kuartener, dan
berbagai jenis mikrobiosida (biosida). Klorin merupakan chemicals yang paling banyak dipakai.
Dosis pemakaian klorin yang efektif adalah sebesar 0,3 sampai 1,0 ppm. Pengolahan yang tepat
diperoleh secara percobaan, karena penggunaan beberapa biosida secara bersama-sama kadang-
kadang memberikan hasil yang lebih baik dan senyawa-senyawa tersebut acap kali digunakan
bersama klorin. Padatan tersuspensi dalam air merupakan masalah yang cukup serius. Padatan
tersuspensi tersebut dapat menempel pada permukaan perpindahan panas sehingga
mengakibatkan berkurangnya efisiensi perpindahan panas. Salah satu metoda yang digunakan
untuk mengendalikan padatan tersuspensi adalah dengan melakukan filtrasi secara kontinu
terhadap sebagian air yang disirkulasi.
Penanganan Masalah Lumut/ Mikroorganisme
Cara mengatasi tumbuhnya lumut dan mikroorganisme pada pendingin sekunder
adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan kontaminasi nutrisi dan padatan tersuspensi pada air pendingin. Untuk
mencegah agar sekecil mungkin kontaminasi nutrisi dan padatan tersuspensi yang berasal
dari air make-up, dilakukan pra-pengolahan seperti penyaringan.
2. Pemakaian bahan pengontrol lumut. Fungsi dari bahan pengontrol lumut diklasifikasikan
atas sterilisasi. Karena setiap bahan pengontrol lumut mempunyai mekanisme kerja yang
berbeda, maka apabila penanggulangan lumut dilakukan, kondisi deposit lumut harus
dipelajari supaya dapat memilih bahan kimia yang sesuai.
3. Sterilisasi adalah suatu perawatan untuk merendahkan potensi pelekatan mikroorganisme
dalam sistem air pendingin dengan jalan pembunuhan mikroorganisme. Bahan kimia
yang mempunyai efek sterilisasi adalah senyawa klor, senyawa organik, nitrogen-sulfur
dan lain-lain. Mekanisme kerja bahan-bahan kimia ini diperkirakan sebagai berikut:
Bahan kimia ini mempunyai reaktivitas yang tinggi terhadap radikal SH sistein
(komponen protein dalam mikroorganisme), dan membunuh mikroorganisme dengan
jalan melumpuhkan enzim (bagian yang aktif) radikal SH, atau membunuh
mikroorganisme dengan daya oksidasi dari bahan kimia tersebut. Secara umum, klorinasi
digunakan untuk sterilisasi karena efektif dan murah. Namun, karena klor bersifat korosif
terhadap metal, maka konsentrasi sisa klor (residual chlorine) dalam air pendingin harus
dikontrol meksimum 1 ppm (Cl2).
4. Peredaman pertumbuhan mikroorganisme . Ini adalah perawatan dengan menurunkan
kecepatan pertumbuhan lumut dengan jalan meredam pertumbuhan mikroorganisme
dalam sistem pendingin air sekunder. Mekanisme kerja bahan kimia yang digunakan
hampir sama dengan mekanisme kerja biocide-boicide lainnya, hanya penggunaannya
yang berbeda. Pada perawatan ini perlu dipertahankan pemakaian bahan kimia secara
kontinu / dalam waktu relatif lama walaupun konsentrasi kecil. Sedangkan biocide
lainnya adalah sebaliknya. Bahan kimia yang cocok untuk perawatan secara biostatik
adalah senyawa organik nitrogen-sulfur dan senyawa-senyawa amina.
5. Pencegahan pelekatan: getah lendir yang diproduksi mikroorganisme bertalian dengan
pelekatan mikroorganisme pada permukaan padatan. Dalam pencegahan pelekatan lumut,
bahan kimia bereaksi dengan getah lendir dan kemudian menetralisasinya, sehingga daya
pelekatan mikroorganisme diturunkan atau dilemahkan. Bahan kimia yang mempunyai
efek seperti ini adalah senyawa garam ammonium kwartener, senyawa bromine dan lain-
lain.
6. Pengikisan lumut: perawatan ini adalah mengikis lumut yang melekat pada system
pendingin dengan bahan-bahan kimia. Bahan kimia yang mempunyai efek mengikis
adalah senyawa klor, peroksida, senyawa amina dan lainlain. Mekanisme kerja bahan-
bahan kimia ini menurunkan daya pelekatan lumut dengan jalan denaturasi getah lendir
dan membentuk gelembung- gelembung, akibat reaksi bahan kimia dengan lumut,
sehingga lumut secara alami terkikis. Dengan demikian setelah penambahan bahan kimia,
dengan menaikkan kecepatan aliran air akan meningkatkan efek pengikisan.
7. Pendispersi lumpur: padatan tersuspensi dalam air akan menjadi gumpalan (flocs) akibat
aktivitas mikroorganisme dan terakumulasi sebagai lumpur. Pengolahan dispersi lumpur
bukan hanya meredam pembentukan gumpalan tetapi juga mendispersi gumpalan yang
telah terbentuk. Padatan tersuspensi yang terdispesi dibuang keluar melalui air blowdown
sehingga volume akumulasi lumpur dikurangi. Bahan kimia untuk pencegahan pelekatan
lumut dan pengikisan lumut juga digunakan untuk pendispersi lumut dan untuk
bioflokulasi (penggumpalan akibat mikrobiologi) padatan tersuspensi. Juga polielektrolit
atau polimer digunakan untuk pendispersi anorganik padatan tersuspensi atau peredaman
penggumpalan padatan tersuspensi.
8. Penyaringan pembantu merupakan suatu pengolahan untuk menurunkan akumulasi
lumpur dan pelekatan lumut yaitu dengan jalan penyaringan sebagian air pendingin yang
disirkulasikan untuk membuang padatan tersuspensi (Lestari, 2010).
Pengendalian Scale
Scale dapat dikendalikan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Membatasi konsentrasi dari mineral-mineral pembentuk scale.
2. Menambahkan asam untuk menjaga agar mineral pembentuk scale (contoh : calcium
carbonate) tetap larut.
3. Meningkatkan aliran air dengan luas permukaan yang besar.
4. Menambahkan bahan kimia anti scale.

2.6 Teknologi Cooling Tower (Menara Pendingin)


Proses perpindahan panas selalu dijumpai industri-industri kimia yang dijalankan
dalam alat penukar panas.
Penukar panas atau dalam istilah bahasa inggrisnya heat exchanger (HE) adalah suatu
alat yang memungkinkan perpindahan panas dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun
sebagai pendingin. Biasanya, medium pemanas dipakai uap lewat panas (super heated steam)
dan air biasa sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin
agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien (Maruli tua saud,2007).
Salah satu alat penukar panas adalah menara pendingin (cooling tower). Menara pendingin
merupakan merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk menurunkan suhu aliran air
dengan cara mengekstraksi panas dari air dan mengemisikannya ke atmosfir.
Menara pendingin menggunakan penguapan dimana sebagian air diuapkan ke aliran
udara yang bergerak dan kemudian dibuang ke atmosfir. Sebagai akibatnya, air yang tersisa
didinginkan secara signifikan. Menara pendingin mampu menurunkan suhu air lebih dari
peralatan-peralatan yang hanya menggunakan udara untuk membuang panas. Berikut ini
adalah beberapa teknologi yang digunakan dalam pengolahan air pendingin yang digunakan
dalam berbagai industri yang disesuaikan dengan kebutuhan dan spesifikasinya (Roepandi,
2008).
Gambar 1.4: Diagram skematik sistim menara pendingin (Laboratorium Nasional Pacific Northwest, 2001)

1. Komponen menara pendingin


Komponen dasar sebuah menara pendingin meliputi rangka dan wadah, bahan pengisi,
kolam air dingin, eliminator aliran, saluran masuk udara, louvers, nosel dan fan.
Kesemuanya dijelaskan dibawah
A. Rangka dan wadah:hampir semua menara memiliki rangka berstruktur yang
menunjang tutup luar (wadah/casing), motor, fan, dan komponen lainnya. Dengan
rancangan yang lebih kecil, seperti unit fiber glass, wadahnya dapat menjadi rangka
(anonim. 2010)
B. Terdapat tiga jenis bahan pengisi (fill) :
1) Media Isian Penciprat (Splash Film). Media isian splash menciptakan area
perpindahan panas yang dibutuhkan melalui cipratan air diatas media pengisi
menjadi butiran air yang kecil. Luas permukaan butiran air adalah luas
permukaan perrpindahan panas dengan udara.
2) Media Isian Selaput (Film Fill). Pada isian film, air membentuk lapisan tipis pada
sisi-sisi lembaran pengisi. Luas permukaan dari lembaran pengisi adalah luas
perpindahan panas dengan udara sekitar. Bahan pengisi film dapat menghasilkan
penghematan listrik yang signifikan melalui kebutuhan air yang lebih sedikit dan
head pompa yang lebih kecil.
3) Bahan isian/pengisi sumbatan rendah (Low-clog film fills). Bahan pengisi
sumbatan rendah dengan ukuran flute (galur) yang lebih tinggi saat ini
dikembangkan untuk menangani air yang keruh, yang merupakan pilihan terbaik
untuk air laut karena menghemat daya dan kinerjanya lebih baik dibanding isian
penciprat konvensional (mulyono,2010)

Tabel 1.3: Nilai desain berbagai jenis bahan pengisi (Mulyono, 2010)

C. Kolam air dingin (cold-water basin): Kolam air dingin terletak pada atau dekat bagian
bawah menara, dan menerima air dingin yang mengalir turun melalui menara dan bahan
pengisi. Kolam biasanya memiliki sebuah lubang atau titik terendah untuk pengeluaran
air dingin. Dalam beberapa desain, kolam air dingin berada dibagian bawah seluruh
bahan pengisi. Pada beberapa desain aliran yang berlawanan arah pada forced draft, air
di bagian bawah bahan pengisi disalurkan ke bak yang berbentuk lingkaran yang
berfungsi sebagai kolam air dingin. Sudu-sudu fan dipasang dibawah bahan pengisi
untuk meniup udara naik melalui menara. Dengan desain ini, menara dipasang pada
landasannya, memberikan kemudahan akses bagi fan dan motornya.
D. Saluran udara masuk: merupakan titik masuk bagi udara menuju menara. Saluran masuk
bisa berada pada seluruh sisi menara (desain aliran melintang) atau berada dibagian
bawah menara (desain aliran berlawanan arah).
E. Louvers: pada umumnya, menara dengan aliran silang memiliki saluran masuk louvers.
Kegunaan louvers adalah untuk menyamakan aliran udara ke bahan pengisi dan menahan
air dalam menara. Beberapa desain menara aliran berlawanan arah tidak memerlukan
louver.
F. Nosel: Alat ini menyemprotkan air untuk membasahi bahan pengisi. Distribusi air yang
seragam pada puncak bahan pengisi adalah penting untuk mendapatkan pembasahan
yang
benar dari seluruh permukaan bahan pengisi. Nosel dapat dipasang dan menyemprot
dengan pola bundar atau segi empat, atau dapat menjadi bagian dari rakitan yang
berputar seperti pada menara dengan beberapa potongan lintang yang memutar.
G. Fan: Fan aksial (jenis baling-baling) dan sentrifugal keduanya digunakan dalam menara.
Umumnya fan dengan baling-baling/propeller digunakan pada menara induced draft dan
baik fan propeller dan sentrifugal dua-duanya ditemukan dalam menara forced draft.
Tergantung pada ukurannya, jenis fan propeller yang digunakan sudah dipasang tetap
atau dengan dapat dirubah-rubah/ diatur. Sebuah fan dengan baling-baling yang dapat
diatur tidak secara otomatis dapat digunakan diatas range yang cukup luas sebab fan
dapat disesuaikan untuk mengirim aliran udara yang dikehendaki pada pemakaian tenaga
terendah. Baling-baling yang dapat diatur secara otomatis dapat beragam aliran udaranya
dalam rangka merespon perubahan kondisi beban.

2.6.1 Jenis-Jenis Menara Pendingin


1.Menara pendingin jenis natural draft merupakan menara pendingin jenis natural draft
atau hiperbola menggunakan perbedaan suhu antara udara ambien dan udara yang
lebih panas dibagian dalam menara. Begitu udara panas mengalir ke atas melalui
menara (sebab udara panas akan naik), udara segar yang dingin disalurkan ke menara
melalui saluran udara masuk di bagian bawah. Tidak diperlukan fan dan hampir tidak
ada sirkulasi udara panas yang dapat mempengaruhi kinerja. Kontruksi beton banyak
digunakan untuk dinding menara dengan ketinggian hingga mencapai 200 m. Menara
pendingin tersebut hanya digunakan untuk jumlah panas yang besar sebab struktur
beton yang besar cukup mahal.
Gambar 1.5: Natural Draft Cooling Tower (Laboratorium Nasional Pacific Northwest, 2001)

2.Menara Pendingin Draft Mekanik merupakan menara draft mekanik memiliki fan
yang besar untuk mendorong atau mengalirkan udara melalui air yang disirkulasi. Air
jatuh turun diatas permukaan bahan pengisi, yang membantu untuk meningkatkan
waktu kontak antara air dan udara hal ini membantu dalam memaksimalkan
perpindahan panas diantara keduanya. Laju pendinginan menara draft mekanis
tergantung pada banyak parameter seperti diameter fan dan kecepatan operasi, bahan
pengisi untuk tahanan sistim dll. Menara draft mekanik tersedia dalam range kapasitas
yang besar. Menara tersedia dalam bentuk rakitan pabrik atau didirikan dilapangan
sebagai contoh menara beton hanya bisa dibuat dilapangan. Banyak menara telah
dibangun dan dapat digabungkan untuk mendapatkan kapasitas yang dikehendaki.
Jadi, banyak menara pendingin yang merupakan rakitan dari dua atau lebih menara
pendingin individu atau sel. Jumlah sel yang mereka miliki, misalnya suatu menara
delapan sel, dinamakan sesuai dengan jumlah selnya. Menara dengan jumlah sel
banyak, dapat berupa garis lurus, segi empat, atau bundar tergantung pada bentuk
individu sel dan tempat saluran udara masuk ditempatkan pada sisi atau dibawah sel.
Gambar 1.6: Menara Pendingin Draft Mekanik (Laboratorium Nasional Pacific Northwest, 2001)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ialah sebagai berikut:
1. Air pendingin adalah air limbah yang berasal dari aliran air yang digunakan untuk
penghilangan panas dan tidak berkontak langsung dengan bahan baku, produk antara
dan produk akhir.
2. Ada tiga system air pendingin yang biasa digunakan di industri yaitu : Once
through.system, Open evaporative recirculating, Closed non-evaporative
recirculating.
3. Sistem air pendingin utama meliputi kondensor, pompa air pendingin utama, dan
cooling. tower serta dilengkapi dengan beberapa komponen bantu.
4. Masalah dalam air pendingin ialah, korosi, scale, fouling, dan biological
contamination.
5. Menara pendingin jenis natural draft dan menara pendingin mekanik draft
merupakan dua teknologi menara pendingin yang banyak digunakan.

3.2Saran
Sebaiknya dalam perancangan sebuah pabrik memperhatikan aspek-aspek yang
berpengaruh dalam penggunaan air pendingin dan parameter yang mengaturnya untuk
memaksimalkan efisiensi dan nilai ekonomi dari proses produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Gumilar, Arie. 2011. Sistem air Pendingin. Jakarta: STE.

Handoyo, Ekadewi. 1999. Pengaruh Temperatur Air Pendingin Terhadap Konsumsi Bahan
Bakar Motor Diesel Stasioner di Sebuah Huller. Surabaya: Universitas Eka Petra.
Hardayanti, Nurandani. 2006. Studi Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Bersih Untuk
Kebutuhan Domestik Dan Non Domestik. Semarang: Universitas Diponegoro.

Keister, Timothy. 2008. Cooling Water Management Basic Principles and Technology. New
York: ProChemTech International.

Lestari, Erlina. 2010. Pengaruh Bioksida Pengoksidasi Terhadap Pertumbuhan


Mikroorganisme Pada Air Pendingin Sekunder RSG-GAS. Banten: ISSN 1978-8738.
Mulyono. Analisa Beban Kalor Menara Pendingin Basah Induced-Draft Aliran Lawan Arah.
Semarang; Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang. 2010.

Roepandi, Opan.2008. Pengoperasian Sistem Air Pendingin. Surabaya: PT. Indonesia Power.

Setiadi, Tjandra. 2007. Pengolahan dan Penyediaan Air. Bandung:ITB.

Anda mungkin juga menyukai