DISUSUN OLEH :
KELAS : 4 KIB
PALEMBANG
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan penting dalam proses produksi dan kegiatan lain
dalam suatu industri. Penggunaan air industri dapat memanfaatkan air permukaan, air
sebagai sumber air. Penggunaan air permukaan dan air tanah mengharuskan untuk
mengolah air. Air merupakan kebutuhan penting dalam proses produksi dan kegiatan
lain dalam suatu industri. Untuk itu diperlukan penyediaan air bersih yang secara
kualitas memenuhi standar yang berlaku dan secara kuantitas dan kontinuitas harus
memenuhi kebutuhan industri sehingga proses produksi tersebut dapat berjalan dengan
baik. Dengan adanya standar baku mutu untuk air bersih industri, setiap industri
memiliki pengolahan air sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan industri (Hardayanti,
2006).
Air pendingin merupakan salah satu jenis air yang diperlukan dalam proses industri.
Kualitas air pendingin akan mempengaruhi integritas komponen atau struktur reaktor, karena
pada dasarnya air sebagai pendingin akan berhubungan langsung dengan komponen atau
struktur reaktor. Air yang digunakan sebagai pendingin harus memenuhi persyaratan yang
sesuai dengan komponen atau struktur yang dirumuskan dalam spesifikasi kualitas air
pendingin (Lestari, 2006). Dalam memenuhui spesifikasi dari air pendingin maka dilakukan
pengolahan terhadap air pendingin tersebut dengan berbagai metode dan teknologi peralatan
yang bervariasi. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan mencoba menjelaskan
mengenai air pendingin atau biasa disebut dengan cooling water.
Sistem pendinginan adalah suatu rangkaian untuk mengatasi terjadinya over heating
(panas yang berlebihan) pada mesin agar mesin bisa bekerja secara stabil. Air pendingin
adalah air limbah yang berasal dari aliran air yang digunakan untuk penghilangan panas dan
tidak berkontak langsung dengan bahan baku, produk antara dan produk akhir (KEP-
49/MENLH/11/2010). Sistem air pendingin merupakan bagian yang terintegrasi dari proses
operasi pada industri. Untuk produktifitas pabrik yang kontinyu, sistem tersebut memerlukan
pengolahan kimia yang tepat, tindakan pencegahan, dan perawatan yang baik. Kebanyakan
proses produksi pada industri memerlukan air pendingin untuk efisiensi dan operasi yang
baik. Air pendingin sistem mengontrol suhu dan tekanan dengan cara memindahkan panas
dari fluida proses ke air pendingin yang kemudian akan membawa panasnya. Total nilai dari
proses produksi akan menjadi berarti jika sistem pendingin ini dapat menjaga suhu dan
tekanan proses dengan baik. Memonitor & mengatur korosi, deposisi, pertumbuhan mikroba,
dan sistem operasi sangat penting untuk mencapai Total Cost of Operation (TCO) yang
optimal.
Air pendingin mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap efisiensi total
engine serta umur engine. Apabila temperatur air pendingin masuk engine terlalu tinggi,
maka efisiensi mekanis engine akan menurun dan dikhawatirkan dapat terjadi over - heatingi
pada engine. Sedang bila temperatur air terlalu rendah, maka efisiensi termal akan menurun
(Handoyo, 1999). Proses pendinginan melibatkan pemindahan panas dari satu substansi ke
substansi yang lain. Substansi yang kehilangan panas disebut cooled, dan yang menerima
panas disebut coolant. Beberapa faktor yang membuat air menjadi coolant yang baik adalah :
Secara umum, industri menerapkan parameter air pendingin ialah sebagai berikut:
Tabel 1.2: Parameter Air Pendingin (Setiadi, 2007)
Ada tiga system air pendingin yang biasa digunakan di industri yaitu :
1. Once through.system
2. Open evaporative recirculating.
3. Closed non-evaporative recirculating.
Pengendalian Korosi
Pengendalian korosi dilakukan dengan cara menambahkan bahan kimia yang berfungsi
sebagai inhibitor (penghambat). Inhibitor yang umum dipakai adalah polifosfat, kromat,
dikromat, silikat, nitrat ferrosianida dan molibdat. Dosis inhibitor yang digunakan harus
tepat, karena suatu inhibitor hanya dapat bekerja efektif setelah kadarnya mencapai harga
tertentu. Kadar minimum yang dibutuhkan oleh suatu inhibitor agar dapat bekerja secara
efektif disebut batas kritis. Pemakaian inhibitor yang melebihi batas kritis akan menambah
biaya operasi. Jika kadar inhibitor turun dibawah batas kritis, bukan saja menjadi tidak
efektif, tetapi dapat pula menyebabkan pitting (Setiadi, 2007).
Pengendalian Pembentukan Fouling dan Penghilangan Padatan Tersuspensi
Pembentukan fouling yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat dicegah atau
dikendalikan menggunakan klorin, klorofenol, garam organometal, ammonium kuartener, dan
berbagai jenis mikrobiosida (biosida). Klorin merupakan chemicals yang paling banyak dipakai.
Dosis pemakaian klorin yang efektif adalah sebesar 0,3 sampai 1,0 ppm. Pengolahan yang tepat
diperoleh secara percobaan, karena penggunaan beberapa biosida secara bersama-sama kadang-
kadang memberikan hasil yang lebih baik dan senyawa-senyawa tersebut acap kali digunakan
bersama klorin. Padatan tersuspensi dalam air merupakan masalah yang cukup serius. Padatan
tersuspensi tersebut dapat menempel pada permukaan perpindahan panas sehingga
mengakibatkan berkurangnya efisiensi perpindahan panas. Salah satu metoda yang digunakan
untuk mengendalikan padatan tersuspensi adalah dengan melakukan filtrasi secara kontinu
terhadap sebagian air yang disirkulasi.
Penanganan Masalah Lumut/ Mikroorganisme
Cara mengatasi tumbuhnya lumut dan mikroorganisme pada pendingin sekunder
adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan kontaminasi nutrisi dan padatan tersuspensi pada air pendingin. Untuk
mencegah agar sekecil mungkin kontaminasi nutrisi dan padatan tersuspensi yang berasal
dari air make-up, dilakukan pra-pengolahan seperti penyaringan.
2. Pemakaian bahan pengontrol lumut. Fungsi dari bahan pengontrol lumut diklasifikasikan
atas sterilisasi. Karena setiap bahan pengontrol lumut mempunyai mekanisme kerja yang
berbeda, maka apabila penanggulangan lumut dilakukan, kondisi deposit lumut harus
dipelajari supaya dapat memilih bahan kimia yang sesuai.
3. Sterilisasi adalah suatu perawatan untuk merendahkan potensi pelekatan mikroorganisme
dalam sistem air pendingin dengan jalan pembunuhan mikroorganisme. Bahan kimia
yang mempunyai efek sterilisasi adalah senyawa klor, senyawa organik, nitrogen-sulfur
dan lain-lain. Mekanisme kerja bahan-bahan kimia ini diperkirakan sebagai berikut:
Bahan kimia ini mempunyai reaktivitas yang tinggi terhadap radikal SH sistein
(komponen protein dalam mikroorganisme), dan membunuh mikroorganisme dengan
jalan melumpuhkan enzim (bagian yang aktif) radikal SH, atau membunuh
mikroorganisme dengan daya oksidasi dari bahan kimia tersebut. Secara umum, klorinasi
digunakan untuk sterilisasi karena efektif dan murah. Namun, karena klor bersifat korosif
terhadap metal, maka konsentrasi sisa klor (residual chlorine) dalam air pendingin harus
dikontrol meksimum 1 ppm (Cl2).
4. Peredaman pertumbuhan mikroorganisme . Ini adalah perawatan dengan menurunkan
kecepatan pertumbuhan lumut dengan jalan meredam pertumbuhan mikroorganisme
dalam sistem pendingin air sekunder. Mekanisme kerja bahan kimia yang digunakan
hampir sama dengan mekanisme kerja biocide-boicide lainnya, hanya penggunaannya
yang berbeda. Pada perawatan ini perlu dipertahankan pemakaian bahan kimia secara
kontinu / dalam waktu relatif lama walaupun konsentrasi kecil. Sedangkan biocide
lainnya adalah sebaliknya. Bahan kimia yang cocok untuk perawatan secara biostatik
adalah senyawa organik nitrogen-sulfur dan senyawa-senyawa amina.
5. Pencegahan pelekatan: getah lendir yang diproduksi mikroorganisme bertalian dengan
pelekatan mikroorganisme pada permukaan padatan. Dalam pencegahan pelekatan lumut,
bahan kimia bereaksi dengan getah lendir dan kemudian menetralisasinya, sehingga daya
pelekatan mikroorganisme diturunkan atau dilemahkan. Bahan kimia yang mempunyai
efek seperti ini adalah senyawa garam ammonium kwartener, senyawa bromine dan lain-
lain.
6. Pengikisan lumut: perawatan ini adalah mengikis lumut yang melekat pada system
pendingin dengan bahan-bahan kimia. Bahan kimia yang mempunyai efek mengikis
adalah senyawa klor, peroksida, senyawa amina dan lainlain. Mekanisme kerja bahan-
bahan kimia ini menurunkan daya pelekatan lumut dengan jalan denaturasi getah lendir
dan membentuk gelembung- gelembung, akibat reaksi bahan kimia dengan lumut,
sehingga lumut secara alami terkikis. Dengan demikian setelah penambahan bahan kimia,
dengan menaikkan kecepatan aliran air akan meningkatkan efek pengikisan.
7. Pendispersi lumpur: padatan tersuspensi dalam air akan menjadi gumpalan (flocs) akibat
aktivitas mikroorganisme dan terakumulasi sebagai lumpur. Pengolahan dispersi lumpur
bukan hanya meredam pembentukan gumpalan tetapi juga mendispersi gumpalan yang
telah terbentuk. Padatan tersuspensi yang terdispesi dibuang keluar melalui air blowdown
sehingga volume akumulasi lumpur dikurangi. Bahan kimia untuk pencegahan pelekatan
lumut dan pengikisan lumut juga digunakan untuk pendispersi lumut dan untuk
bioflokulasi (penggumpalan akibat mikrobiologi) padatan tersuspensi. Juga polielektrolit
atau polimer digunakan untuk pendispersi anorganik padatan tersuspensi atau peredaman
penggumpalan padatan tersuspensi.
8. Penyaringan pembantu merupakan suatu pengolahan untuk menurunkan akumulasi
lumpur dan pelekatan lumut yaitu dengan jalan penyaringan sebagian air pendingin yang
disirkulasikan untuk membuang padatan tersuspensi (Lestari, 2010).
Pengendalian Scale
Scale dapat dikendalikan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Membatasi konsentrasi dari mineral-mineral pembentuk scale.
2. Menambahkan asam untuk menjaga agar mineral pembentuk scale (contoh : calcium
carbonate) tetap larut.
3. Meningkatkan aliran air dengan luas permukaan yang besar.
4. Menambahkan bahan kimia anti scale.
Tabel 1.3: Nilai desain berbagai jenis bahan pengisi (Mulyono, 2010)
C. Kolam air dingin (cold-water basin): Kolam air dingin terletak pada atau dekat bagian
bawah menara, dan menerima air dingin yang mengalir turun melalui menara dan bahan
pengisi. Kolam biasanya memiliki sebuah lubang atau titik terendah untuk pengeluaran
air dingin. Dalam beberapa desain, kolam air dingin berada dibagian bawah seluruh
bahan pengisi. Pada beberapa desain aliran yang berlawanan arah pada forced draft, air
di bagian bawah bahan pengisi disalurkan ke bak yang berbentuk lingkaran yang
berfungsi sebagai kolam air dingin. Sudu-sudu fan dipasang dibawah bahan pengisi
untuk meniup udara naik melalui menara. Dengan desain ini, menara dipasang pada
landasannya, memberikan kemudahan akses bagi fan dan motornya.
D. Saluran udara masuk: merupakan titik masuk bagi udara menuju menara. Saluran masuk
bisa berada pada seluruh sisi menara (desain aliran melintang) atau berada dibagian
bawah menara (desain aliran berlawanan arah).
E. Louvers: pada umumnya, menara dengan aliran silang memiliki saluran masuk louvers.
Kegunaan louvers adalah untuk menyamakan aliran udara ke bahan pengisi dan menahan
air dalam menara. Beberapa desain menara aliran berlawanan arah tidak memerlukan
louver.
F. Nosel: Alat ini menyemprotkan air untuk membasahi bahan pengisi. Distribusi air yang
seragam pada puncak bahan pengisi adalah penting untuk mendapatkan pembasahan
yang
benar dari seluruh permukaan bahan pengisi. Nosel dapat dipasang dan menyemprot
dengan pola bundar atau segi empat, atau dapat menjadi bagian dari rakitan yang
berputar seperti pada menara dengan beberapa potongan lintang yang memutar.
G. Fan: Fan aksial (jenis baling-baling) dan sentrifugal keduanya digunakan dalam menara.
Umumnya fan dengan baling-baling/propeller digunakan pada menara induced draft dan
baik fan propeller dan sentrifugal dua-duanya ditemukan dalam menara forced draft.
Tergantung pada ukurannya, jenis fan propeller yang digunakan sudah dipasang tetap
atau dengan dapat dirubah-rubah/ diatur. Sebuah fan dengan baling-baling yang dapat
diatur tidak secara otomatis dapat digunakan diatas range yang cukup luas sebab fan
dapat disesuaikan untuk mengirim aliran udara yang dikehendaki pada pemakaian tenaga
terendah. Baling-baling yang dapat diatur secara otomatis dapat beragam aliran udaranya
dalam rangka merespon perubahan kondisi beban.
2.Menara Pendingin Draft Mekanik merupakan menara draft mekanik memiliki fan
yang besar untuk mendorong atau mengalirkan udara melalui air yang disirkulasi. Air
jatuh turun diatas permukaan bahan pengisi, yang membantu untuk meningkatkan
waktu kontak antara air dan udara hal ini membantu dalam memaksimalkan
perpindahan panas diantara keduanya. Laju pendinginan menara draft mekanis
tergantung pada banyak parameter seperti diameter fan dan kecepatan operasi, bahan
pengisi untuk tahanan sistim dll. Menara draft mekanik tersedia dalam range kapasitas
yang besar. Menara tersedia dalam bentuk rakitan pabrik atau didirikan dilapangan
sebagai contoh menara beton hanya bisa dibuat dilapangan. Banyak menara telah
dibangun dan dapat digabungkan untuk mendapatkan kapasitas yang dikehendaki.
Jadi, banyak menara pendingin yang merupakan rakitan dari dua atau lebih menara
pendingin individu atau sel. Jumlah sel yang mereka miliki, misalnya suatu menara
delapan sel, dinamakan sesuai dengan jumlah selnya. Menara dengan jumlah sel
banyak, dapat berupa garis lurus, segi empat, atau bundar tergantung pada bentuk
individu sel dan tempat saluran udara masuk ditempatkan pada sisi atau dibawah sel.
Gambar 1.6: Menara Pendingin Draft Mekanik (Laboratorium Nasional Pacific Northwest, 2001)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ialah sebagai berikut:
1. Air pendingin adalah air limbah yang berasal dari aliran air yang digunakan untuk
penghilangan panas dan tidak berkontak langsung dengan bahan baku, produk antara
dan produk akhir.
2. Ada tiga system air pendingin yang biasa digunakan di industri yaitu : Once
through.system, Open evaporative recirculating, Closed non-evaporative
recirculating.
3. Sistem air pendingin utama meliputi kondensor, pompa air pendingin utama, dan
cooling. tower serta dilengkapi dengan beberapa komponen bantu.
4. Masalah dalam air pendingin ialah, korosi, scale, fouling, dan biological
contamination.
5. Menara pendingin jenis natural draft dan menara pendingin mekanik draft
merupakan dua teknologi menara pendingin yang banyak digunakan.
3.2Saran
Sebaiknya dalam perancangan sebuah pabrik memperhatikan aspek-aspek yang
berpengaruh dalam penggunaan air pendingin dan parameter yang mengaturnya untuk
memaksimalkan efisiensi dan nilai ekonomi dari proses produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Handoyo, Ekadewi. 1999. Pengaruh Temperatur Air Pendingin Terhadap Konsumsi Bahan
Bakar Motor Diesel Stasioner di Sebuah Huller. Surabaya: Universitas Eka Petra.
Hardayanti, Nurandani. 2006. Studi Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Bersih Untuk
Kebutuhan Domestik Dan Non Domestik. Semarang: Universitas Diponegoro.
Keister, Timothy. 2008. Cooling Water Management Basic Principles and Technology. New
York: ProChemTech International.
Roepandi, Opan.2008. Pengoperasian Sistem Air Pendingin. Surabaya: PT. Indonesia Power.