Anda di halaman 1dari 4

PEMBELAAN TERPAKSA

1. Pengertian Pembelaan Terpaksa


Dalam segi bahasa pembelaan terpaksa dinamakan juga Noodwer, yang terdiri
dari kata nood dan wer yang berarti keadaan darurat. Terkait dengan daya paksa
atau darurat ( overmacht ) dijelaskan dalam pasal 48 KUHP yang berbunyi Barang
siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana. Kata "daya
paksa" disini terjemahan dari kata "overmacht" (Belanda) yang artinya kekuatan atau
daya yang lebih besar. Engelbrecht menyalin pasal tersebut dengan kalimat " Tidak
boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan karena terdorong oleh berat lawan.
Menurut R. Sugandi, S.H untuk mengetahui batasan ruang lingkup berlakunya
overmacht, kata karena pengaruh daya paksa diartikan, baik pengaruh daya paksaan
batin, maupun lahir, rohani, maupun jasmani. Daya paksa yang tidak dapat dilawan
adalah kekuatan yang lebih besar, yakni kekuasaan yang pada umumnya tidak
mungkin dapat ditentang. Mengenai kekuasaan ini dapat dibedakan dalam 3 macam
seperti di bawah ini yaitu
a. Bersifat mutlak
dalam hal ini, orang itu tidak dapat berbuat lain. Ia mengalami sesuatu yang sama
sekali tidak dapat ia elakkan. Misalnya, seseorang dipegang oleh seseorang lainnya
yang lebih kuat, kemudian dilemparkannya ke jendela kaca sehingga kacanya
pecah dan mengakibatkan kejahatan merusak barang orang lain. Dalam peristiwa
semacam ini dengan mudah dapat dimengerti bahwa orang yang tenaganya lemah
itu tidak dapat dihukum karena segala sesuatunya yang melakukan ialah orang
yang lebih kuat. Orang inilah yang berbuat dan dialah pula yang harus dihukum
(hal. 54-55).
b. Bersifat Relatif
dalam hal ini, kekuasaan atau kekuatan yang memaksa orang itu tidak mutlak,
tidak penuh. Orang yang dipaksa itu masih punya kesempatan untuk memilih
mana yang akan dilakukan. Misalnya A ditodong dengan pistol oleh B, disuruh
membakar rumah. Apabila A tidak segera membakar rumah itu, maka pistol yang
ditodongkan kepadanya tersebut akan ditembakkan. Dalam pikiran, memang
mungkin A menolak perintah itu sehingga ia ditembak mati. Akan tetapi apabila ia
menuruti perintah itu, ia akan melakukan tindak pidana kejahatan. Walaupun
demikian, ia tidak dapat dihukum karena adanya paksaan tersebut. Perbedaan
kekuasaan bersifat mutlak dan kekuasaan bersifat relatif ialah bahwa pada yang
mutlak, dalam segala sesuatunya orang yang memaksa itu sendirilah yang berbuat
semaunya, sedang pada yang relatif, orang yang dipaksa itulah yang melakukan
karena dalam paksaan kekuatan.
c. keadaan darurat
keadaan darurat ini orang yang terpaksa itu sendirilah yang memilih peristiwa
pidana mana yang akan ia lakukan., sedang pada kekuasaan yang bersifat relatif,
orang itu tidak memilih. Dalam hal ini (kekuasaan yang bersifat relatif) orang yang
mengambil prakarsa ialah orang yang memaksa. Misalnya Dalam sebuah
pelayaran dengan kapal laut telah terjadi kecelakaan. Kapal itu meledak dengan
mendadak, sehingga penumpangnya masing-masing harus menolong dirinya
sendiri. Seorang penumpang beruntung dapat mengapung dengan sebuah papan
kayu yang hanya dapat menampung seorang saja. Kemudian datang penumpang
lain yang juga ingin menyelamatkan dirinya. Padanya tiada sebuah alat pun yang
dapat dipakai untuk menyelamatkan diri. Ia lalu meraih papan kayu yang telah
dipakai untuk mengapung oleh orang yang terdahulu dari dia. Orang yang
terdahulu itu lalu mendorong orang tersebut hingga tenggelam dan mati. Karena
dalam keadaan darurat, maka orang itu tidak dapat dihukum.

Daya paksa atau daya yang memaksa secara mutlak sehingga tidak dapat
menghindarinya tersebut dapat berupa paksaan fisik yang disebut "vis absoluta" dapat
juga berupa paksaan psykhis atau "vis compulsiva"
Keadaan daya paksa vis compulsiva dibagi 2 :
1. Daya paksa dalam arti sempit (overmacht in enge zin), dimana sumber atau
musababnya paksaan keluar dari orang lain/datang dari orang yang memberi
tekanan.
2. Daya paksa keadaan darurat (nood toestand), dimana daya paksa tadi tidak
disebabkan oleh orang lain, tetapi timbul dari keadaan-keadaan yang tertentu
atau orang yang terkena, bebas untuk memilih perbuatan mana yang akan
dilakukan, inisiatif ada pada dirinya sendiri.
a. Dalam keadaan darurat biasanya timbul 3 kemungkinan perbuatan :
a. Terjepit antara dua kepentingan (---alasan pembenar). Disini ada dua konflik
kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain. (---misal contoh klasik
papan Karneades (Yunani Kuno). Begitu kapalnya pecah Karneades bersama
seorang lainnya berpeganagan sebuah papan yang hanya mampu menopang
satu orang, kemudian Karneades mendorong orang itu dan tenggelam di laut.
b. Terjepit antara kepentingan dan kewajiban (---alasan pembenar) Miasal karena
sudah tidak makan beberapa hari, tak tahan lapar maka ia mencuri roti. ---------
Disini, disatu sisi dia berkepentingan untuk makan, disisi lain ida punya
kewajiban mentaati peraturan tidak boleh mencuri.

c) Terjepit diantara dua kewajiban (---alasan pemaaf ) Disini ada konflik dua
kewajiban yang sama-sam,a harus dijalani pada waktu yang bersamaan,
sehingga dia terpaksa mengabaikan kewajiban yang satu untuk memenuhi
kewajiban yang satunya lagi.

B. PEMBELAAN TERPAKSA DAN PEMBELAAN TERPAKSA MELAMPAUI


BATAS.

1. Pembelaan terpaksa ( Noodweer )


Pasal 49 ayat (1) KUHP : Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk
pembelaan karena ada serangan dan ancaman ketika itu yang melawan hukum
terhadap dirinya sendiri maupun orang lain terhadap kehormatan kesusilaan
(eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.

Perbuatan untuk membela yang dimaksud pasal 49 (1) tersebut meliputi tiga
persoalan pokok yang menyangkut perbuatan untuk membela, yaitu :
a) harus berupa pembelaan, artinya harus ada hal-hal memaksa terdakwa
melakukan perbuatannya ;
b) kepentingan macam apa saja yang harus diserang (diri atau badan orang ;
kehormatan-kesusilaan ; harta benda orang )
c) serangannya harus bersifat melawan hukum.

Pembelaan terpaksa tersebut dilakukan dengan memenuhi syarat :


a) harus ada serangan atau ancaman serangan ;
b) harus ada jalan lain untuk menghalau serangan atau ancaman serangan pada
saat itu, dan
c) perbuatan pembelaan harus seimbang dengan sifatnya serangan atau
ancaman serangan.

Bagaimana kalau ada orang mengira ada serangan, padahal senyatanya tidak, dan dia
melakukan pembelaan terpaksa menurut pasal 49 ayat (1) tersebut ? ---- Perbuatan ini
dinamakan pembelaan terpaksa yang putatif yang hanya dalam pikirannya sendiri saja
tapi sesungguhnya tidak ada apa-apa. Perbuatan ini tetap salah, hanya saja 'salah
sangka' atau salah terkanya' harus dibuktikan dulu.

2. Pembelaan Terpaksa Yang melampaui Batas ( Noodweer-ekses ).

Pasal 49 (2) KUHP: Melampaui batas pertahanan yang sangat perlu, jika perbuatan
itu dengan sekonyong-konyong dilakukan karena perasaan tergoncang dengan segera
pada saat itu juga, tidak boleh dihukum

Dalam noodweer-ekses tidak ada salah terka, tidak ada salah sangka, disini betul-
betul ada serangan yang bersifat melawan hukum, tetapi reaksinya keterlaluan /
melampaui batas, tidak seimbang dengan sifat seranagannya. Dalam hal ini terdakwa
dapat dihindari dari pidana apabila dapat dibuktikan bahwa eksesnya tadi langsung
disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat, sehingga karena ada tekanan dari luar
itu fungsi bathinnya menjadi tidak normal lagi (---- alasan pemaaf).

Anda mungkin juga menyukai