DISUSUN OLEH
ILMU KOMUNIKASI
PURWOKERTO
2015
Perubahan Sosial Dan Budaya Massa
A. Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta
semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat
kehidupan masyarakat secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur
eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial lama
kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya dan
sistem sosial yang baru.
Masyarakat memulai kehidupan mereka pada suatu fase yang disebut primitif di
mana manusia hidup secara terisolir dan berpindah-pindah disesuaikan dengan
lingkungan alam dan sumber makanan yang tersedia. Manusia saat ini hidup
dalam kelompok-kelompok kecil (band) dan terpisah dengan kelompok manusia
lainnya.
Fase berikutnya adalah fase agrokultural, ketika lingkungan alam mulai tidak lagi
mampu memberi dukungan terhadap manusia, termasuk juga karena populasi
manusia mulai banyak, maka pilihan budayanya adalah bercocok tanam di suatu
tempat dan memanen hasil pertanian itu serta berburu untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Pada fase ini budaya berpindah-pindah masih tetap
digunakan walaupun pada skala waktu yang relatif lebih lama.
Fase tradisional dijalani oleh masyarakat dengan hidup secara menetap di suatu
tempat yang dianggap stratedis untuk penyediaan berbagai kebutuhan hidup
masyarakat, seperti di pinggir sungai, di pantai, di lereng bukit, di dataran tinggi,
di dataran rendah yang datar, dan sebagainya. Pada fase ini kita mulai mengenal
kata desa di mana beberapa band (kelompok kecil masyarakat) memilih menetap
dan saling berinteraksi satu dan lainnya sehingga menjadi kelompok besar dan
menjadi komunitas desa, mengembangkan budaya dan tradisi internal serta
membina hubungan dengan masyarakat di sekitarnya.
Pada fase transisi, kehidupan desa sudah sangat maju, isolasi kehidupan hampir
tidak ditemukan lagi dalam skala luas, transportasi sudah lancar walaupun untuk
masyarakat desa tertentu masih menjadi masalah. Penggunaan media informasi
sudah hampir merata. Namun secara geografis, masyarakat transisi berada di
pinggiran kota serta hidup mereka masih secara tradisional, termasuk pola pikir
dan sistem sosial lama masih silih berganti digunakan dan mengalami penyesuaian
dengna hal-hal yang baru dan inovatif. Dengan demikian, maka umumnya
masyarakat transisi bersifat mendua atau ambigu terhadap sikap, pandangan, dan
perilaku mereka sehari-hari. Pola pikir masyarakat masih tradisional dan masih
memelihara kekerabatan namun perilaku masyarakat sudah terlihat individualis.
Sesuatu yang masih dominan dalam kehidupan masyarakat ini adalah proses
asimilasi budaya dan sosial yang belum tuntas dan terlihat masih canggung di
semua level masyarakat.
Fase modern ditandai dengan peningkatan kualitas perubahan sosial yang lebih
jelas meninggalkan fase transisi. Kehidupan masyarakat sudah kosmopolitan
dengan kehidupan individual yang sangat menonjol, profesionalisme di segala
bidang dan penghargaan terhadap profesi menjadi kunci hubungan-hubungan
sosial di antara elemen masyarakat. Di sisi lain, sekularisme menjadi sangat
dominan dalam sistem religi dan kontrol sosial masyarakat serta sistem
kekerabatan mulai diabaikan. Anggota masyarakat hidup dalam sistem yang sudah
mekanik, kaku, dan hubungan-hubungan sosial ditentukan berdasarkan pada
kepentingan masing-masing elemen masyarakat. Masyarakat modern umumnya
berpendidikan relatif lebih tinggi dari masyarakat transisi sehingga memiliki
tingkat pengetahuan yang lebih luas dan pola pikir yang lebih rasional dari semua
tahapan kehidupan masyarakat sebelumnya, walaupun kadang pendidikan formal
saja tidak cukup untuk mengantarkan masyarakat pada tingkat pengetahuan dan
pola pikir semacam itu. Secara demografis, masyarakat modern menempati
lingkungan perkotaan yang cenderung gersang dan jauh dari situasi yang sejuk
dan rindang, ditambah lagi karena kehidupan mereka yang serba mekanik
sepanjang minggu sehingga masyarakat kota memiliki kepedulian yang tinggi
terhadap kebutuhan rekreasi di akhir minggu untuk rileks dan melepaskan
kepenatan.
a. Memiliki pola hidup nomaden, artinya kehidupan mereka yang terus bergerak
dari satu tempat ke tempat lain menyebabkan orang sulit menemukan mereka
secara ajeg termasuk dapat mendeteksi di mana tempat tinggal menetapnya.
Hal ini disebabkan karena kesibukan mereka dengan berbagai usaha dan bisnis,
akhirnya mereka bisa saja memiliki rumah di mana-mana di dunia ini.
b. Secara sosiologis mereka berada pada titik nadir, antara struktur dan agen,
yaitu pada kondisi tertentu orang postmodern patuh pada strukturnya, namun
pada sisi lain ia mengekspresikan dirinya sebagai agen yang mereproduksi
struktur atau paling tidak agen yang terlepas dari strukturnya. Berdasarkan hal
tersebut, maka berdasarkan pengamatan orang luar sesungguhnya pribadi
postmodern adalah pribadi yang secara permanen ambivalensia atau mereka
yang ambigu dalam pilihan-pilihan hidup mereka. Namun sesungguhnya pada
pribadi-pribadi postmodern hal tersebut adalah pilihan-pilihan hidup yang
demokratis dan ekspresi dari kebebasan pribadi orang-orang kosmopolitan.
c. Manusia postmodern lebih suka menghargai privasi, dan kegemaran mereka
melebihi apa yang mereka anggap berharga dalam hidup mereka, dengan
demikian kegemaran spesifik mereka menjadi aneh-aneh dan unik.
d. Kehidupan pribadi yang bebas menyebabkan orang-orang postmodern menjadi
sangat sekuler, memiliki pemahaman nilai-nilai sosial yang subjektif dan liberal
sehingga cenderung terlihat sangat mobile pada seluruh komunitas masyarakat
dan agama serta berbaai pandangan politik sekalipun.
e. Pemahaman orang postmodern yang bebas pula menyebabkan mereka
cenderung melakukan gerakan back to nature, back to village, back to
tradirional, atau bahkan back to religi, namun karena pemahaman mereka yang
luas tentang persoalan kehidupan maka gerakan kembali itu memiliki
perspektif yang berbeda dengan orang lain yang selama ini sudah dan sedang
ada di wilayah tersebut.
Kata massa juga sering kali digunakan untuk menyebutkan kata konsumen di
pasar massal, sejumlah besar pemilih dalam pemilu. Konsep massa kemudian
mengandung pengertian masyarakat secara keseluruhan masyarakat massa (the
mass society). Menurut McQuail, massa ditandai oleh (1) memiliki agregat yang
besar; (2) tidak dapat dibedakan; (3) cenderung berpikir negatif; (4) sulit
diperintah atau diorganisasi; dan (5) refleksi dari khalayak massa.
Media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu
dengan lainnya dengan melalui produk media massa yang dihasilkan. Secara
spesifik institusi media massa adalah (1) sebagai saluran produksi dan distribusi
konten simbolis; (2) sebagai institusi publik yang bekerja sesuai aturan yang ada;
(3) keikutsertaan baik sebagai pengirim atau penerima adalah sukarela; (4)
menggunakan standar profesional dan birokrasi; dan (5) media sebagai perpaduan
antara kebebasan dan kekuasaan.
Kehidupan masyarakat kota, pada umumnya, satu sama lain, tidak saling
mengenal dan kebutuhan yang dilandasi pada hubungan sekunder, sehingga
secara real media massa telah menjadi salah satu kebutuhan dalam berinteraksi di
dalam masyarakat perkotaan satu dengan lainnya.
Berdasarkan ciri yang demikian, maka seni hiburan ini banyak diproduksi media
untuk menarik sebanyak mungkin khalayaknya. Hal ini tidak hanya dipengaruhi
kebutuhan khalayak massa yang heterogen, juga adanya kepentingan komersial
media yang kini masuk sebagai industri yang membutuhkan dana besar melalui
iklannya. Budaya massa dibentuk disebabkan:
Tuntutan industri kepada pencipta untuk menghasilkan karya yang banyak dalam
tempo singkat. Maka si pencipta untuk menghasilkan karya yang banyak dalam
tempo singkat, tak sempat lagi berpikir, dan dengan secepatnya menyelesaikan
karyanya. Mereka memiliki target produksi yang harus dicapai dalam waktu
tertentu.
Karena massa budaya cenderung latah menyulap atau meniru segala sesuatu
yang sedang naik daun atau laris, sehingga media berlomba untuk mencari
keuntungan sebesar-besarnya.
Sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan, maka budaya itu umumnya
menempatkan unsur populer sebagai unsur utamanya. Dan budaya itu akan
memperoleh kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai by pass
penyebaran pengaruh di masyarakat. Seperti Kapten Medison Avenue yang
menggunakan media untuk menjual produk melalui studio dan televisi.
Budaya juga memiliki nilai yang membedakan satu budaya dengan budaya
lainnya. Budaya yang memiliki nilai tinggi dibedakan dengan budaya yang memiliki
nilai di bawahnya. Namun dalam budaya populer, perangkat media massa seperti
pasar rakyat, film, buku, televisi, dan jurnalistik akan menuntun perkembangan
budaya pada erosi nilai budaya. Sedangkan kelompok konservatif seperti Edmund
Burke mengatakannya dengan erodi peradaban berharga. Sedangkan Allan Bloom
dalam bukunya The Clossing of The American Mind mengartikulasikan pemahaman
kaum neokonservatif, di mana paham ini menyalahkan kebudayaan baru sebagai
yang merusak kebudayaan tradisional. Kebudayaan populer tidak hanya secara
langsung disalahkan bagi penantang inteligensia publik dan melemahkan keadaan
normal, namun justru kritik neokonservatif semakin mempekeruh suasana dengan
tidak menunjukkan sikap penyelamatan terhadap budaya tradisional.
Budaya populer juga menjadi bagian dari budaya elite dalam masyarakat tertentu.
Sejauh itu pula budaya populer dipertanyakan konsepnya yang konkret, serta
pengaruhnya yang lebih dirasakan seperti umpamanya apa perbedaan antara
modernisasi dan posmodernisasi. Begitu pula pertarungan konseptual antara
kebudayaan tinggi dan kebudayaan pop. Pertanyaan itu juga ditujukan kepada
bagaimana pendekatan metodik hegemonisasi dan dorongan pembebasan dari
kebudayaan populer. Dalam kata lain kekuatan hegemonisasi budaya menguasai
unsur-unsur penting dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Richard Dyers, hiburan merupakan respons emosi jiwa dan perkembangan
implikasi emosi diri, merupakan suatu tanda keinginan manusia yang meronta-
ronta ingin ditanggapi dengan memenuhinya.
Konteks sosial semacam ini lebih cenderung membawa manusia dalam dunia yang
serba tipuan. Maksudnya, kadang kefanaan menjadi sesuatu tujuan yang lebih
konkret dari apa yang diperjuangkan oleh manusia itu sendiri. Dan di saat dunia
tipuan ini dapat dimanipulasi oleh industri, maka tipuan itu menjadi abadi dalam
dunia fana. Contohnya, teknologi film telah sampai pada tingkat di mana kefanaan
menjadi sesuatu yang dapat ditangkap oleh indera manusia sebagai kenyataan
konkret. Kemajuan teknologi telekomunikasi telah membentuk dunia ini sekecil
telur burung merpati. Batas-batas budaya dan negara menjadi musnah. Kekuasaan
tertinggi di dunia tidak lagi terletak pada kepemilikan, akan tetapi pada
penguasaan.
Dalam dunia kapitalisme, hiburan dan bahkan budaya telah menjelma menjadi
industri. Pada konteks ini, Theodore Adorno dan Max Horkheimer mengatakan
budaya industri adalah media tipuan. Mereka percaya, bahwa hilangnya
kepribadian yang tulus seperti kemampuan menggambarkan keadaan yang nyata
karena budaya telah berubah menjadi alat industri serta menjadi produk standar
ekonomi kapitalis. Dunia hiburan telah menjadi sebuah proses reproduksi kepuasan
manusia dalam media tipuan. Hampir tidak ada lagi perbedaan antara kehidupan
nyata dan dunia yang digambarkan dalam film yang dirancang menggunakan efek
suara dengan tingkat ilusi yang sempurna sehingga tak terkesan imaginatif.
Proses reproduksi juga terjadi pada saat budaya hiburan mampu mereproduksi
tatanan baru dalam interaksi individu dan keluarga di masyarakat. Umpamanya
bagaimana sebuah Telenovela mampu mereproduksi hubungan perselingkuhan
sebagai bagian yang dulu ditolak masyarakat, saat ini menjadi samar-samar.
Keadaan serupa juga tergambarkan secara gamblang dalam film-film Hollywood
tahun 2005 yang mengunggulkan kehidupan homoseksual itu justru menjadi film
terbaik dan menperoleh Piala Oscar 2006. Kehidupan seksual sejenis yang ditakuti
oleh umumnya keluarga, menjadi sesuatu yang tidak termasuk sebagai bahan
pertimbangan dalam penilaian baik-buruk sebuah karya seni. Artinya, dalam
budaya hiburan, makna bisa saja terlepas dari nilai sebuah benda, dan nilai begitu
tidak penting di saat berhadapan dengan makna benda tersebut.
c. Berdasarkan Dampaknya
1. Perubahan kecil
Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi dalam lingkup yang sempit,
dan hanya berdampak pada sebagian kecil masyarakat.
2. Perubahan besar
Perubahan besar, adalah perubahan yang memiliki pengaruh pengaruh
yang besar terhadap struktur sosial yang ada dalam masyarakat.
d. Berdasarkan Caranya
1. Perubahan dengan kekerasan
Perubahan dengan kekerasan merupakan, Perubahan sosial yang dilakukan
dengan cara cara kekeraan baik dengan cara-cara kekerasan baik fisik
maupun psikis demi tercapainya perubahan yang diinginkan
2. Perubahan tanpa kekerasan
Perubahan tanpa kekerasaan merupakan perubahan yang dilakukan dengan
jalan damai dan simpatik untuk mencapai perubahan yang diinginkan.
2. Dampak Negatif
Dampak negatif adalah kerugian kerugian yang di alami oleh masyarakat akibat
adanya perubahan tersebut, dimana kerugian tersebut berupa materiel maupun
non material, seperti :
a. Terjadi Disintegrasi Sosial
Disintegrasi terjadi karena adanya revolusi, kesenjangan sosial, perbedaan
kepentingan yang dapat mendorong perpecahan dalam masyarakat.
b. Terjadi Pergolakan Daerah
Pergolakan daerah dapat muncul akibat kesenjangan ekonomi tidak
memperhatikan tatanan hidup mengabaikan nilai dan norma perbedaan
agama, ras, suku bangsa dan politik.
c. Kenakalan Remaja
Muncul akibat pengaruh perubahan sosial, nilai-nilai kebebasan budaya barat
diadopsi tanpa menyesuaikan kondisi kebudayaan sendiri.
d. Terjadi Kerusakan Lingkungan
Lembaga sosial tidak berfungsi secara optimal dengan cara menyalah
gunakan kedudukan dan wewenang\
e. Muncul Paham Duniawi
- Konsumerisme, paham atau ideologi yang menjadikan manusia menjadi
lebih konsumtif
-Sekularisasi, paham yang memisahkan urusan dunia dengan urusan agama.
-Hedonisme, paham yang menganggap hidup bertujuan untuk mencari
kebahagiaan sebanyak mungkin
b. Peperangan
Terjadinya peperangan antar negara dapat mengakibatkan perubahan bagi
negara yang mengalami kekalahan, karena sebagai negara terjajah harus
mengikuti pola kehidupan yang dikehendaki pihak penjajah.
Negara yang menang biasanya memaksakan kehendaknya pada negara
yang kalah/terjajah, sehingga terjadi perubahan yang mendasar dalam segala
aspek kehidupan baik politik, sosial -budaya, ekonomi dan sebagainya. Seperti
halnya saat Indonesia dijajah oleh bangsa Belanda, Indoensia harus menerima
kebijakan dan peraturan yang diterapkan oleh pemerintah Belanda.