Anda di halaman 1dari 8

Peran Perawat Dalam Pemberian Obat

Anastasia Anna, SKp. MKes.

Pendahuluan

Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat obatan yang aman . Perawat harus mengetahui
semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap
atau tidak jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan . Secara hukum perawat
bertanggung jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat
tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien . Sekali obat telah diberikan , perawat
bertanggung jawab pada efek obat yang diduga bakal terjadi. Buku-buku referensi obat seperti , Daftar Obat
Indonesia ( DOI ) , Physicians Desk Reference (PDR), dan sumber daya manusia , seperti ahli farmasi , harus
dimanfaatkan perawat jika merasa tidak jelas mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan , kontraindikasi ,
dosis , efek samping yang mungkin terjadi , atau reaksi yang merugikan dari pengobatan ( Kee and Hayes,
1996 ).

A. Enam Hal yang Benar dalam Pemberian Obat


Supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman , seorang perawat harus melakukan enam hal
yang benar : klien yang benar, obat yang benar, dosis yang bena, waktu yang benar, rute yang benar, dan
dokumentasi yang benar.
Pada waktu lampau, hanya ada lima hal yang benar dalam pemberian obat. Tetapi kini ada hal
keenam yang dimasukkan yaitu dokumentasi. Dua hal tambahan klien juga dapat ditambahkan : hak klien
untuk mengetahui alasan pemberian obat, hak klien untuk menolak penggunaan sebuah obat.
Klien yang benar dapat dipastikan dengan memeriksa identitas klien, dan meminta klien
menyebutkan namanya sendiri. Beberapa klien akan menjawab dengan nama sembarang atau tidak
berespon, maka gelang identifikasi harus diperiksa pada setiap klien pada setiap kali pengobatan. Pada
keadan gelang identifikasi hilang, perawat harus memastikan identitas klien sebelum setiap obat diberikan.
Dalam keadaan dimana klien tidak memakai gelang identifikasi (sekolah, kesehatan kerja, atau
klinik berobat jalan), perawat juga bertanggung jawab untuk secara tepat mengidentifikasi setiap orang
pada saat memberikan pengobatan.
Obat yang benar berarti klien menerima obat yang telah diresepkan. Perintah pengobatan
mungkin diresepkan oleh seorang dokter, dokter gigi, atau pemberi asuhan kesehatan yang memiliki izin
praktik dengan wewenang dari pemerintah. Perintah melalui telepon untuk pengobatan harus
ditandatangani oleh dokter yang menelepon dalam waktu 24 jam. Komponen dari perintah pengobatan
adalah : (1) tanggal dan saat perintah ditulis, (2) nama obat, (3) dosis obat, (4) rute pemberian, (5)
frekuensi pemberian, dan (6) tanda tangan dokter atau pemberi asuhan kesehatan. Meskipun merupakan
tanggung jawab perawat untuk mengikuti perintah yang tepat, tetapi jika salah satu komponen tidak ada
atau perintah pengobatan tidak lengkap, maka obat tidak boleh diberikan dan harus segera menghubungi
dokter tersebut untuk mengklarifikasinya ( Kee and Hayes, 1996 ).
Untuk menghindari kesalahan, label obat harus dibaca tiga kali : (1) pada saat melihat botol atau
kemasan obat, (2) sebelum menuang / mengisap obat dan (3) setelah menuang / mengisap obat. Perawat
harus ingat bahwa obat-obat tertentu mempunyai nama yang bunyinya hampir sama dan ejaannya mirip,
misalnya digoksin dan digitoksin, quinidin dan quinine, Demerol dan dikumarol, dst.
Dosis yang benar adalah dosis yang diberikan untuk klien tertentu. Dalam kebanyakan kasus, dosis
diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang bersangkutan. Perawat harus menghitung
setiap dosis obat secara akurat, dengan mempertimbangkan variable berikut : (1) tersedianya obat dan
dosis obat yang diresepkan (diminta), (2) dalam keadaan tertentu, berat badan klien juga harus
dipertimbangkan, misalnya 3 mg/KgBB/hari.
Sebelum menghitung dosis obat, perawat harus mempunyai dasar pengetahuan mengenai rasio
dan proporsi. Jika ragu-ragu, dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain.
Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan. Dosis obat harian
diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti b.i.d ( dua kali sehari ), t.i.d ( tiga kali sehari ), q.i.d
( empat kali sehari ), atau q6h ( setiap 6 jam ), sehingga kadar obat dalam plasma dapat dipertahankan. Jika
obat mempunyai waktu paruh (t ) yang panjang, maka obat diberikan sekali sehari. Obat-obat dengan
waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu yang tertentu . Beberapa obat
diberikan sebelum makan dan yang lainnya diberikan pada saat makan atau bersama makanan ( Kee and
Hayes, 1996 ; Trounce, 1997)
Implikasi dalam keperawatan mencakup :
1. Berikan obat pada saat yang khusus. Obat-obat dapat diberikan jam sebelum atau sesudah waktu
yang tertulis dalam resep.
2. Berikan obat-obat yang terpengaruh oleh makanan seperti captopril, sebelum makan
3. Berikan obat-obat, seperti kalium dan aspirin, yang dapat mengiritasi perut ( mukosa lambung )
bersama-sama dengan makanan.
4. Tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan untuk pemeriksaan
diagnostik, seperti endoskopi, tes darah puasa, yang merupakan kontraindikasi pemberian obat.
5. Periksa tanggal kadaluarsa. Jika telah melewati tanggalnya, buang atau kembalikan ke apotik
( tergantung peraturan ).
6. Antibiotika harus diberikan dalam selang waktu yang sama sepanjang 24 jam ( misalnya setiap 8 jam
bila di resep tertulis t.i.d ) untuk menjaga kadar darah terapeutik.

Rute yang benar perlu untuk absorpsi yang tepat dan memadai. Rute yang lebih sering dari absorpsi
adalah (1) oral ( melalui mulut ): cairan , suspensi ,pil , kaplet , atau kapsul . ; (2) sublingual ( di bawah
lidah untuk absorpsi vena ) ; (3) topikal ( dipakai pada kulit ) ; (4) inhalasi ( semprot aerosol ) ; (5)instilasi
( pada mata , hidung , telinga , rektum atau vagina ) ; dan empat rute parenteral : intradermal , subkutan ,
intramuskular , dan intravena.
Implikasi dalam keperawatan termasuk :
a. Nilai kemampuan klien untuk menelan obat sebelum memberikan obat obat per oral
b. Pergunakan teknik aseptik sewaktu memberikan obat . Teknik steril dibutuhkan dalam rute
parenteral .
c. Berikan obat- obat pada tempat yang sesuai .
d. Tetaplah bersama klien sampai obat oral telah ditelan.

Dokumentasi yang benar membutuhkan tindakan segera dari seorang perawat untuk mencatat
informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan . Ini meliputi nama obat , dosis , rute , waktu
dan tanggal , inisial dan tanda tangan perawat . Respon klien terhadap pengobatan perlu di catat untuk
beberapa macam obat seperti (1) narkotik bagaimana efektifitasnya dalam menghilangkan rasa nyeri
atau (2) analgesik non-narkotik, (3) sedativa, (4) antiemetik (5) reaksi yang tidak diharapkan terhadap
pengobatan, seperti irigasi gastrointestinal atau tanda tanda kepekaan kulit. Penundaan dalam
mencatat dapat mengakibatkan lupa untuk mencatat pengobatan atau perawat lain memberikan obat
itu kembali karena ia berpikir obat itu belum diberikan (Taylor, Lillis and LeMone, 1993 ; Kee and Hayes,
1996 ).

B. Hak Hak Klien dalam Pemberian Obat


1. Hak Klien Mengetahui Alasan Pemberian Obat
Hak ini adalah prinsip dari memberikan persetujuan setelah mendapatkan informasi ( Informed
concent ) , yang berdasarkan pengetahuan individu yang diperlukan untuk membuat suatu keputusan .
2. Hak Klien untuk Menolak Pengobatan
Klien dapat menolak untuk pemberian suatu pengobatan . Adalah tanggung jawab perawat untuk
menentukan , jika memungkinkan , alasan penolakan dan mengambil langkah langkah yang perlu
untuk mengusahakan agar klien mau menerima pengobatan . Jika suatu pengobatan dtolak , penolakan
ini harus segera didokumentasikan. Perawat yang bertanggung jawab, perawat primer, atau dokter
harus diberitahu jika pembatalan pemberian obat ini dapat membahayakan klien, seperti dalam
pemberian insulin. Tindak lanjut juga diperlukan jika terjadi perubahan pada hasil pemeriksaan
laboratorium , misalnya pada pemberian insulin atau warfarin ( Taylor, Lillis and LeMone, 1993 ; Kee
and Hayes, 1996 ).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa pemberian obat pada klien merupakan fungsi dasar
keperawatan yang membutuhkan ketrampilan teknik dan pertimbangan terhadap perkembangan klien.
Perawat yang memberikan obat-obatan pada klien diharapkan mempunyai pengetahuan dasar mengenai
obat dan prinsip-prinsip dalam pemberian obat.

TERAPI PSIKOFARMAKOLOGI PADA PASIEN JIWA DAN PERAN PERAWAT

PENGERTIAN
Psikofarmako adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-
obatan psikotropik yang bersifat neuroleptika (bekerja pada sistem saraf). Pengobatan pada gangguan mental bersifat
komprehensif, yang meliputi:
1. Teori biologis (somatik), mencakup: pemberian obat psikofarmaka, lobektomi dan electro convulsi therapy (ECT)
2. Psikoterapeutik
3. Terapi modalitas
KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI
1. Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari manajemen psikoterapi
2. Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka
3. Yang termasuk neurotransmitter: dopamin, neuroepinefrin, serotonin dan GABA (Gamma Amino Buteric Acid) dan
lain-lain
4. Meningkat dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan menimbulkan kekacauan atau gangguan mental
5. Obat-obat psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan neurotransmitter
KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI
1. Sawar darah otak melindungi otak dari fluktuasi zat kimia tubuh, mengatur jumlah dan kecepatan zat yang memasuki
otak
2. Obat-obat psikofarmaka dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat mempengaruhi sistem saraf
3. Extrapyramidal side efect (efek samping terhadap ekstrapiramidal) terjadi akibat penggunaan obat penghambat
dopamin, agar didapat keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin
4. Anti cholinergic side efect (efek samping antikolinergik) terjadi akibat penggunaan obat penghambat acetilkolin
Menurut Rusdi Maslim yang termasuk obat- obat psikofarmaka adalah golongan:
1. Anti psikotik, pemberiannya sering disertai pemberian anti parkinson
2. Anti depresi
3. Anti maniak
4. Anti cemas (anti ansietas)
5. Anti insomnia
6. Anti obsesif-kompulsif
7. Anti panik

YANG PALING SERING DIGUNAKAN OLEH KLIEN JIWA


A. Anti Psikotik
Anti psikotik termasuk golongan mayor trasquilizer atau psikotropik: neuroleptika.
Mekanisme kerja: menahan kerja reseptor dopamin dalam otak (di ganglia dan substansia nigra) pada sistem limbik dan
sistem ekstrapiramidal.
Efek farmakologi: sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif untuk
mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan proses berpikir.
Indikasi pemberian: Pada semua jenis psikosa, Kadang untuk gangguan maniak dan paranoid
EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK
a. Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)
1) Parkinsonisme
Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat trias gejala parkonsonisme:
Tremor: paling jelas pada saat istirahat
Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada saat berjalan
Rigiditas: gangguan tonus otot (kaku)
2) Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama
Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak terkontrol
3) Akathisia
Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai,
gugup, langkah bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk.
Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible (bisa ilang/kembali normal).
4) Tardive dyskinesia
Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan jangka panjang bersifat irreversible (susah
hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang, anggota gerak seperti jari
dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.
b. Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side efect
Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek samping anti kolinergik adalah:
Mulut kering
Konstipasi
Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris) menyebabkan presbiopia
Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergik
Kongesti/sumbatan nasal
Jenis obat anti psikotik yang sering digunakan:
Chlorpromazine (thorazin) disingkat (CPZ)
Halloperidol disingkat Haldol
Serenase

B. Anti Parkinson
Mekanisme kerja: meningkatkan reseptor dopamin, untuk mengatasi gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat
antipsikotik.
Efek samping:
sakit kepala,
mual, muntah dan
hipotensi.
Jenis obat yang sering digunakan: levodova, tryhexifenidil (THF).

C. Anti Depresan
Hipotesis: syndroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu/beberapa aminergic neurotransmitter (seperti:
noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP, khususnya pada sistem limbik.
Mekanisme kerja obat:
Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmiter
Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter
Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergik
neurotransmitter pada neuron di SSP.
Efek farmakologi:
Mengurangi gejala depresi
Penenang
Indikasi: syndroma depresi
Jenis obat yang sering digunakan:
trisiklik (generik),
MAO inhibitor,
amitriptyline (nama dagang).
Efek samping: yaitu efek samping kolonergik (efek samping terhadap sistem saraf perifer) yang meliputi mulut kering,
penglihatan kabur, konstipasi, hipotensi orthostatik.

D. Obat Anti Mania/Lithium Carbonate


Mekanisme kerja: menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor dopamin.
Hipotesis: pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine.
Efek farmakologi:
Mengurangi agresivitas
Tidak menimbulkan efek sedatif
Mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of idea
Indikasi:
Mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi ringan. Pada mania dengan kondisi berat pemberian obat anti mania
dikombinasi dengan obat antipsikotik.
Efek samping: efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi pada awal terapi dapat juga terjadi
nausea, diare.
Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang koordinasi, nistagmus dan disorientasi; pada ginjal
(meningkatkan jumlah lithium, sehingga menambah keadaan oedema.
Antiansietas dan hipnotik-sedatif dibagi menjadi dua kategori:
benzodiazepine dan nonbenzodiazepen, yang mencakup beberapa kelas obat.
Benzodiazepine
Manfaat klinis
Benzodiazepine adalah obat yang sering diresepkan dalam penatalaksanaan ansietas, insomnia, dan kondisi yang
berhubungan dengan stres.
Indikasi utama dalam penggunaan benzodiazepine adalah:
1. Gangguan ansietas umum
2. Ansietas yang berhubungan dengan depresi
3. Ansietas yang berhubungan dengan phobia
4. Gangguan tidur
5. Gangguan stress pascatrauma
6. Putus obat dan alcohol
7. Ansietas yang berhubungan dengan penyakit medis
8. Relaksasi musculoskeletal
9. Gangguan kejang
10. Ansietas pra operasi
Yang perlu diperhatikan oleh Perawat
Benzodiazepine pada umumnya tidak menjadi adiktif kuat jika penghentian pemberiannya dilakukan secara bertahap,
jika obat ini digunakan untuk tujuan yang tepat, dan jika penggunaanya disertai dengan penggunaan zat lain, seperti
penggunaan kronis barbiturate atau alcohol.
Pengawasan dilakukan terhadap:
1. Sedasi
2. Ataksia
3. Iritabilitas
4. Masalah memori
benzodiazepine mempunyai indeks terapeutik yang sangat tinggi, sehingga overdosis obat ini saja hampir tidak pernah
menyebabkan fatalitas. Efek samping merupakan hal yang umum, berhubungan dengan dosis, tidak selalu
membahayakan
Nonbenzodiazepin
Sebagian besar digunakan oleh benzodiazepine walaupun obat tersebut kadang masih digunakan.
Kewaspadaan perawat.
Penggunaan barbiturate menyebabkan banyak kerugian seperti berikut ini.
1. Terjadi toleransi terhadap afek antiansietas dari barbiturat
2. Obat ini lebih adiktif
3. Obat ini menyebabkan reaksi serius dan bahkan reaksi putus obat yang letal
4. Obat ini berbahaya jika terjadi overdosis dan menyebabkan defresi SSP
5. Obat ini mempunyai berbagai interaksi obat yang berbahaya.

PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT


Perawat memiliki beberapa peran, salah satu peran perawat adalah caregiver, untuk bisa menjadi seorang caregiver
maka perawat harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang pemberian psikofarmakologis.
Peran perawat dalam proses psikofarmakologis sbb:
1. Pengkajian pasien
2. Koordinasi modalitas terapi
3. Pemberian agens psikofarmakologis.
4. Pemantauan efek obat
5. Penyuluhan pasien
6. Program rumatan obat
7. Partisipasi dalam penelitian
8. Kewenangan untuk memberikan resep
Pengumpulan data sebelum pengobatan, meliputi:
Diagnosa medis
Riwayat penyakit
Riwayat pengobatan
Hasil pemeriksaan laboratorium (yang berkaitan)
Jenis obat yang digunakan, dosis, cara dan waktu pemberian
Program terapi lain
Mengkombinasikan obat dengan terapi modalitas
Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga, tentang pentingnya minum obat dan penanganan efek samping obat
Monitor efek samping penggunaan obat
Melaksanakan prinsip pengobatan psikofarmako
1. Persiapan
Melihat order pemberian obat di lembaran obat (di status)
Kaji setiap obat yang akan diberikan termasuk tujuan, cara kerja obat, dosis, efek samping dan cara pemberian

Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat


Kaji kondisi klien sebelum pengobatan
2. Lakukan minimal prinsip lima benar dalam pemberian obat
3. Laksanakan program pemberian obat
Gunakan pendekatan tertentu
Bantu klien minum obat, jangan ditinggal
Pastikan bahwa obat telah diminum
Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian obat, sebagai aspek legal
4. Laksanakan program pengobatan berkelanjutan, melalui program rujukan.
5. Menyesuaikan dengan terapi non farmakologik
6. Turut serta dalam penelitian tentang obat-obatan psikofarmako
EVALUASI
Reaksi obat efektif jika:
1. Emosional stabil
2. Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat
3. Halusinasi, agresi, delusi, menarik diri menurun
4. Perilaku mudah diarahkan
5. Proses berpikir ke arah logika
6. Efek samping obat
7. Tanda-tanda vital: tekanan darah, denyut nadi
Demikianlah pembahasan tentang psikofarmakologi, dan mudah-mudahan dapat menjadi sedikit informasi bagi kita
untuk membuat perawatan kita ke pasien jiwa lebih baik lagi.

PERAN PERAWAT DALAM PSIKOFARMAKOLOGI


Perawat memiliki beberapa peran, salah satu peran perawat adalah caregiver, untuk bisa menjadi seorang caregiver
maka perawat harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang pemberian psikofarmakologis.

Peran perawat dalam proses psikofarmakologis sbb:


1. Pengkajian pasien
2. Koordinasi modalitas terapi
3. Pemberian agens psikofarmakologis.
4. Pemantauan efek obat
5. Penyuluhan pasien
6. Program rumatan obat
7. Partisipasi dalam penelitian
8. Kewenangan untuk memberikan resep

Antiansietas dan hipnotik-sedatif dibagi menjadi dua kategori:


benzodiazepine dan nonbenzodiazepen, yang mencakup beberapa kelas obat.

Benzodiazepine
Manfaat klinis
Benzodiazepine adalah obat yang sering diresepkan dalam penatalaksanaan ansietas, insomnia, dan kondisi yang
berhubungan dengan stres.

Indikasi utama dalam penggunaan benzodiazepine adalah:


1. Gangguan ansietas umum
2. Ansietas yang berhubungan dengan depresi
3. Ansietas yang berhubungan dengan phobia
4. Gangguan tidur
5. Gangguan stress pascatrauma
6. Putus obat dan alcohol
7. Ansietas yang berhubungan dengan penyakit medis
8. Relaksasi musculoskeletal
9. Gangguan kejang
10. Ansietas pra operasi

Yang perlu diperhatikan oleh Perawat


Benzodiazepine pada umumnya tidak menjadi adiktif kuat jika penghentian pemberiannya dilakukan secara bertahap,
jika obat ini digunakan untuk tujuan yang tepat, dan jika penggunaanya disertai dengan penggunaan zat lain, seperti
penggunaan kronis barbiturate atau alcohol.
Pengawasan dilakukan terhadap:
1. Sedasi
2. Ataksia
3. Iritabilitas
4. Masalah memori

benzodiazepine mempunyai indeks terapeutik yang sangat tinggi, sehingga overdosis obat ini saja hampir tidak pernah
menyebabkan fatalitas. Efek samping merupakan hal yang umum, berhubungan dengan dosis, tidak selalu
membahayakan

Nonbenzodiazepin
Sebagian besar digunakan oleh benzodiazepine walaupun obat tersebut kadang masih digunakan.
Kewaspadaan perawat.
Penggunaan barbiturate menyebabkan banyak kerugian seperti berikut ini.
1. Terjadi toleransi terhadap afek antiansietas dari barbiturat
2. Obat ini lebih adiktif
3. Obat ini menyebabkan reaksi serius dan bahkan reaksi putus obat yang letal
4. Obat ini berbahaya jika terjadi overdosis dan menyebabkan defresi SSP
5. Obat ini mempunyai berbagai interaksi obat yang berbahaya.

Anda mungkin juga menyukai