Anda di halaman 1dari 6

PENGHIMPUNAN DANA OLEH BANK

JENIS DANA YANG DAPAT DIHIMPUN BANK

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian diubah dengan
UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, jenis dana yang
dapat dihimpun oleh bank adalah sebagai berikut :

1. Giro, yaitu simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. (Pasal 1 UU
Perbankan 1998).
2. Deposito, yaitu simpanan yang penrikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. (Pasal 1 UU Perbankan 1998)
3. Sertifikat Deposito, yaitu simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti
penyimpanannya dapat dipindahtangankan. (Pasal 1 UU Perbankan 1998)
4. Tabungan, yaitu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu. (Pasal 1 UU Perbankan 1998)

KETENTUAN DALAM PENARIKAN DANA

Dalam melakukan penarikan dana, setiap bank harus memperhatikan ketentuan yang telah digariskan
oleh BI di bidang penarikan/penghimpunan dana. Meskipun UU Perbankan 1992 telah diubah dengan
UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan
1998), namun ketentuan tentang penarikan dana yang telah ditetapkan oleh BI sebelumnya masih tetap
berlaku.

KETENTUAN DI BIDANG GIRO

Ketentuan pembukaan rekening giro yang semula diatur dengan SEBI No. SE 12/8/UPPB tanggal 9
Agustus 1979 telah diubah dan disempurnakan dengan SK Direksi BI No. 28/122/KEP/DIR dan SEBI No.
28/137/UPG tanggal 5 Januari 1996.

Penyempurnaan tersebut berkaitan dengan SK Direksi BI No. 28/32/KEP/DIR tentang Bilyet Giro tanggal 5
Juli 1995. Dalam hal akan menerima nasabah baru, bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Bank harus meminta data yang lengkap kepada calon nasabah mengenai tanda bukti diri berupa
Kartu Tanda Penduduk (KTP), paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
Akta Pendirian/Anggaran Dasar bagi perusahaan yang berbentuk badan hukum/badan usaha.
2. Bank harus meneliti kebenaran identitas calon nasabah tersebut.
3. Bank dilarang menerima nasabah yang namanya tercantum dalam daftar hitam yang dikeluarkan oleh
BI yang masih berlaku.
4. Bank harus mencantumkan klausa yang merupakan pernyataan nasabah bahwa yang bersangkutan
tidak keberatan rekeningnya ditutup dan namanya dicantumkan dalam daftar hitam oleh BI apabila
kena sanksi administrative karena melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong.

5. Kepada calon nasabah bank harus membuat perjanjian pembukaan rekening yang ditandatangani
nasabah yang antar lain memuat hal-hal sebagai berikut :
a. Bank akan menutup rekening giro nasabah bila :
- Nasabah menarik cek /bilyet giro kosong 3 lembar atau lebih dalam jangka waktu 6 bulan.
- Nasabah menarik cek/bilyet giro kosong 1 lembar dengan nominal Rp 1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah) atau lebih.
- Nama nasabah tercantum dalam daftar hitam BI yang masih berlaku.
b. Persyaratan khusus untuk mencegah penyalahgunaan cek/bilyet giro, yaitu :
- Setiap penyalahgunaan cek/bilyet giro merupakan tanggung jawab pemilik blanko cek/bilyet
giro.
- Permintaan blanko cek/bilyet giro oleh nasabah harus dilakukan secara tertentu.
- Pengembalian lembar pertama (tanda terima) harus dilakukan pada saat penerimaan blanko
cek/bilyet giro.

Ketentuan-ketentuan tersebut di atas tercantum dalam SK Direksi BI No. 28/22/KEP/DIR dan SEBI No.
28/37/UPG tanggal 5 Januari 1996 yang menggantikan SEBI No. 12/8/UPPB tanggal 9 Agustus 1979
Ketentuan di bidang deposito

Untuk bank-bank pemerintah, dalam hal deposito ini semula berlaku Instruksi Presiden No. 28 tahun
1968 dan diatur lebih lanjut tentang suku bunganya dengan SK Direksi BI No. 5/4/KEP/DIR tertanggal 31
Mei 1972, kemudian diatur lebih lanjut dengan SK Direksi BI No. 22/65/KEP/DIR dan SEBI No.
16/2/UPUM tertanggal 1 Juni 1983 perihal deposito berjangka pada bank-bank pemerintah dan Bapindo.

Dengan SK Direksi BI No. 22/65/KEP/DIR dan SEBI No. 22/135/UPG tanggal 1 Desember 1989 (Pakdes),
maka ketentuan-ketentuan tentang deposito berjangka pada bank pemerintah dan Bapindo tersebut
dicabut, yang berarti semua bank-bank dibebaskan untuk mengatur sendiri ketentuan-ketentuan dan
suku bunga bagi deposito masing-masing sesuai dengan kebutuhan.

Bagi bank umum swasta, ketetapan tentang suku bunga deposito berjangka belum pernah diadakan, dan
ketetapan suku bunga untuk bank-bank pemerintah itu dapat dijadikan pedoman oleh bank swasta
dalam kebijaksanaan penetapan suku bunga atas deposito berjangka yang diterimanya. Namun, dengan
dikeluarkannya ketentuan 1 Desember 1989, maka saat ini semua bank bebas menentukan bunga
deposito masing-masing.

KETENTUAN DI BIDANG SERTIFIKAT DEPOSITO

Semula penerbitan sertifikat deposito oleh bank maupun LKBB harus mendapat izin lebih dahulu dari BI
(SEBI No. 17/2/UPUM dan SK Direksi BI No. 17/44/KEP/DIR tanggal 22 Oktober 1984 perihal penerbitan
sertifikat deposito oleh bank umum dan bank pembangunan). Namun, dengan SEBI No. 21/27/UPG dan
SK Direksi BI No. 21/48/KEP/DIR tanggal 27 Oktober 1988 tentang penerbitan Sertifikat Deposito oleh
bank dengan LKBB.

Ketentuan tentang penerbitan sertifikat deposito diatur sebagai berikut :

1. Dalam rangka pengerahan dana masyarakat, bank dan LKBB diperkenankan menerbitkan sertifikat
deposito, tanpa meminta persetujuan BI.
2. Sertifikat deposito hanya dapat diterbitkan dalam rupiah dengan nilai nominal sekurang-kurangnya
Rp 1 Juta.
3. Jangka waktu sertifikat deposito sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari dan selama-lamanya 24
(dua puluh empat) bulan.
4. Sertifikat deposito dapat diperjual-belikan di pasar uang, sehingga untuk melindungi pemegangnya
diperlukan keseragaman bentuk, isi dan redaksinya. Untuk itu, maka warkat sertifikat deposito harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Kata-kata SERTIFIKAT DEPOSITO dan DAPAT DIPERDAGANGKAN ditulis dalam ukuran besar
sehingga mudah dilihat.
b. Nomor seri dan nomor urut.
c. Nama dan tempat kedudukan penerbit.
d. Nilai nominal dalam rupiah.
e. Tanggal dan tempat penerbitan.
f. Tingkat bunga atau diskonto.
g. Pernyataan bahwa penerbit mengikat diri untuk membayar sejumlah uang tertentu dalam rupiah
pada tanggal dan tempat tertentu.
h. Tanda tangan direksi atau pejabat berwenang dari penerbit.
i. Tanda tangan pejabat dari kantor cabang di tempat sertifikat deposito diterbitkan.

Selain itu, pada halaman belakang sertifikat deposito harus dicantumkan klausul yang sekurang-
kurangnya menyatakan bahwa :

1. Penerbit menjamin sertifikat deposito dengan seluruh harta dan piutangnya.


2. Sertifikat deposito dapat dijual-belikan dan dapat dipindahtangankan dengan cara penyerahan.
3. Pelunasan dilakukan pada tanggal jatuh waktu atau sesudahnya dengan menyerahkan kembali warkat
sertifikat deposito yang bersangkutan oleh pembawa.

KETENTUAN DI BIDANG TABUNGAN

Ketentuan yang berlaku sebelumnya adalah dalam rangka kebijaksanaan savings drive 1971 yang mulai
berlaku sejak tanggal 1 Agustus 1971, yaitu tentang penyelenggaraan Tabanas dan Taska.

BUSN dan bank tabungan swasta dapat dipertimbangkan untuk ikut serta dalam Tabanas dan Taska
setelah memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah digariskan oleh BI. Namun, sejak dikeluarkannya
Pakto 1988 semua bank di Indonesia, termasuk bank asing, diperkenankan untuk mengembangkan
sendiri berbagai jenis tabungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Batasan yang ditetapkan dalam Pakto1988 antara lain :

1. Tabungan hanya dapat diselenggarakan dalam rupiah.


2. Penarikan hanya dapat dilakukan dengan mendatangi kantor bank tersebut atau alat yang disediakan
untuk keperluan tersebut dan tidak dapat dilakukan dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan surat
perintah pembayaran lainnya yang sejenis.
3. Penarikan tidak boleh melebihi suatu jumlah tertentu sehingga menyebabkan saldo tabungan lebih
kecil dari saldo minimum (SEBI No. 21/20/UPG tanggal 27 Oktober 1988)

Terakhir, dengan SK Direksi BI No. 22/63/KEP/DIR dan SEBI No. 22/133/UPG tanggal 1 Desember 1989
telah dicabut semua ketentuan tentang Taabanas dan Taska dan sebagainya termasuk SEBI No.
21/20/UPG tanggal 27 Oktober 1988 tersebut di atas, namun tidak mengubah syarat-syarat tentang
penyelenggaraan tabungan, hanya dicantumkan penegasan tentang pencabutan jaminan atas Tabanas
dan Taska oleh BI.

Yang penting bahwa untuk simpanan giro, deposito, sertifikat deposito maupun tabungan, berdasarkan
Keppres RI No. 26 tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum,
pembayaran kepada pemilik simpanan dan kreditor dijamin oleh pemerintah RI.

Keppres No. 26 tahun 1998 dikeluarkan akibat krisis moneter yang sangat berat, yang mengakibatkan
merosotnya kepercayaan masyarakat di dalam dan di luar negeri terhadap perbankan nasional.
Kemudian pada hari yang sama, yakni tanggal 26 Januari 1998 dengan Keppres No. 27 Tahun 1998
dibentuklah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang tugasnya antara lain melakukan
pengadministrasian jaminan yang diberikan pemerintah RI pada bank umum sebagaimana dimaksud
dalam Keppres No. 26 tahun 1998.

Selanjutnya, dengan Keppres No. 34 tahun 1998 tentang Tugas dan Kewenangan Badan Penyehatan
Perbankan Nasional pada tanggal 5 Maret 1998 ditetapkanlah tugas dan wewenangan BPPN. Dengan
ditetapkannya tugas dan wewenang BPPN, maka BPPN bersama Direksi BI pada tanggal 6 Maret 1998
membuat Surat Keputusan Bersama No. 30/270/KEP/DIR dan No. 1/BPPN/1998 tentang petunjuk
pelaksanaan pemberian jaminan terhadap kewajiban pembayaran bank umum.

Dalam keputusan bersama itu disebutkan antara lain :

1. Jenis-jenis kewajiban bank yang dijamin.


2. Jenis-jenis kewajiban bank yang tidak dijamin.
3. Siapa yang menjadi penjamin.
4. Masa berlakunya jaminan.
5. Prosedur jaminan.
6. Tata cara pengajuan klaim dan pembayaran jaminan.
7. Sanksi terhadap ketidakpatuhan terhadap isi surat keputusan bersama tersebut.

PENARIKAN DANA DALAM BENTUK LAIN

Bila dalam perkembangannya bank menganggap perlu untuk menarik dana dalam bentuk lain, misalnya
menerbitkan obligasi atau saham, maka bank tersebut harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang
berlaku dalam bidang dana-dana lain tersebut. Dalam hal bank bermaksud mengeluarkan obligasi atau
saham, maka bank tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang tertera dalam :

1. Pasal 26 UU Perbankan 1998 yang menyatakan :

a. Bank umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.


b. Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hokum Indonesia dan atau badan hokum
asing dapat membeli saham bank umum baik secara langsung dan atau melalui bursa efek.
c. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.

2. UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), yang antara lain menyatakan :
a. Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emitmen untuk menjual
efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang tersebut dan
peraturan pelaksananya.
b. Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum.
c. Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersil, saham, obligasi,
tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan
setiap derivative dari efek.
d. Perusahaan publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300
pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3 milyar atau suatu jumlah
pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan peraturang pemerintah.
e. Pernyataan pendaftaran adalah dokumen yang wajibn disampaikan kepada Badan Pengawas Pasar
Modal (Bapepam) oleh emitmen dalam rangka penawaran umum atau perusahaan publik.
f. Pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal dilakukan oleh
Bapepam (Pasal 3 ayat (1) UUPM).
g. Yang dapat melakukan penawaran umum hanyalah emitmen yang telah menyampaikan
pernyataan pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual efek kepada
masyarakat dan pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif (Pasal 70 ayat (1) UUPM).

3. PP No. 29 tahun 1999 tentang pembelian saham bank umum tanggal 7 Mei 1999, yang antara lain
menyatakan :
a. Perseorangan dan badan hukum dapat melakukan pembelian saham bank baik secara langsung
maupun melalui bursa efek.
b. Jumlah kepemilikan saham bank oleh warga negara asing dan atau badan hukum asing yang
diperoleh melalui pembelian secara langsung maupun melalui bursa efek sebanyak-banyaknya
adalah 99% dari jumlah saham bank bersangkutan.
c. Pembelian saham oleh warga negara dan atau badan hukum asing melalui bursa efek dapat
mencapai 100% dari jumlah saham bank yang tercatat di bursa efek.
d. Setiap pembelian saham bank yang dilakukan secara langsung yang tidak termasuk dalam kategori
akuisisi bank sebagaimana diatur dalam kategori akuisisi

RAHASIA BANK

Ketentuan rahasia bank diatur dalam UU Perbankan 1992 Psl.1 dan 40 kemudian diubah UU no.10 1998
tentang Perbankan. Pengertian rahasia bank menurut UU No.10 1998 :
1. Psl.1 angka 28. Segala sesuatu yg berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah menyimpan
dan simpanannya.
2. Psl.40 ayat 1 dan 2. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya,kecuali ada hal-hal yg harus dibutuhkan terdapat di Psl.41,41A,42,43,44,44A

PIHAK-PIHAK YG BERKEWAJIBAN MENJAGA RAHASIA BANK, sesaui psl.1 angka 22 UU Per 98.

1. Anggota dewan komisaris


2. Direksi bank
3. Pegai bank
4. Pihak terafiliasi

KETENTUAN TENTANG RAHASIA BANK TIDAK BERLAKU


I .Dalam rangka pembinaan dan pengawasan oleh BI
Psl.30 UU Per 92
1.Bank wajib menyampaikan keterangan penjelasan mengenai usaha ke BI menurut tata cara BI
2.Bank atas permintaan BI wajib memberikan pemeriksaan buku-buku kas dan berkas-berkas yg ada
padanya
Psl.31 UU Per 98
BI melakukan pemeriksaan terhadap bank secara berkala
Psl. 31 A
BI dapat menugaskan Akuntan Publik atas nama BI

II Dalam rangka untuk kepentingan perpajakan


Psl.41
BI atas perintah Mentri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank memberikan
keterangan

III Dalam rangka penyelesaian piutang


Untuk penyelesaian piutang bank diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ panitia
Piutang Negara

IV Dalam Rangka kepentingan peradilan dalam perkara Pidana


Psl.42
Dalam rangka kepentingan peradilan perkara pidana pimpinan BI dapat memberikan ijin kepada
polisi,jaksa atau hakim un tuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau
terdakwa pada bank

V Dalam rangka perkara perdata antara bank dengan nasabahnya


Psl.43
Dalam perkara perdata Direksi bank yg bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan
tentang keadaan keuangan nasabah yg bersangkutan dan member keterangan

VI Atas permohonan,persetujuan dan kuasa dari nasabah penyimpan


Psl.44 A
Atas permintaan, persetujuandan kuasa nasabah yg dibuat secara tertulis bank wajib memberikan
keterangan mengenai simpanan nasabah kepada pihak yg diberikan kuasa.

SANKSI TERHADAP PELANGGARAN RAHASIA BANK

Terhadap komisaris,direksi,pegawai bank dan pihak terafiliasi atas pelanggaran atas kewajiban
menyimpan rahasia bank dengan sengaja memberikan keterangan ,diancam dengan pidana penjara yg
cukup berat yaitu Pidana penjara se kurang-kurangnya 2 tahun penjara dan paling lama 4 tahun penjara
serta denda se kurang-kurangnya 4 miliar dan paling banyak 8 miliar

Anda mungkin juga menyukai