Anda di halaman 1dari 17

DRAFT PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL ( SOP ) GCG

BANK PERKREDITAN RAKYAT ( BPR )

A. LATAR BELAKANG PENYUSUNAN SOP :

Prosedur Standar Operasional ( SOP ) GCG merupakan buku panduan perusahaan


dalam menjalankan operasional kegiatan berdasarkan standar kegiatan masing-masing
unit kerja dalam suatu perusahaan yang didasarkan pada standar tata kelola kebijakan
perusahaan yang baik ( Good Corporate Governance ). Proses penyusunan SOP GCG
pada dasarnya merupakan serangkaian kegiatan proses “Mapping” dari masing-masing
unit kerja (SBU) yang ada dalam organisasi perusahaan dan disusun berdasarkan arahan
dari pihak Komite-Komite kerja dalam komponen Infrastruktur GCG yang dibentuk oleh
Dewan kepatuhan ( biasanya dipimpin oleh seorang Direktur Kepatuhan ) yang dibantu
secara teknis dalam pelaksanaan oleh pihak Pengawas Internal ( SPI ) dan pihak Audit
Internal, dalam organisasi BPR / PD BPR / BPRS.
Pada dasarnya SOP GCG adalah penjelasan teknis tentang sistem manajemen
yang dipakai oleh BPR yang terintegrasi dengan komponen “Soft Structure” GCG yang
mencakup penjelasan secara teknis dalam komponen-komponen sebagai berikut :
1. Budaya Perusahaan ( Corporate Culture ) hal ini dapat bersumber dari pedoman
Peraturan Perusahaan; Notulen hasil agenda kegiatan perusahaan yang sudah menjadi
kebiasaan ( bersumber dari Sekretaris ), Visi dan Misi Organisasi yang telah
dituangkan dalam AD / ART Perusahaan.
2. Pedoman GCG ( Code of GCG )
3. Kode Etik ( Code of Conduct ) (Perusahaan dan Bisnis)
4. Board Manual (Manual Pedoman bagi pihak Komisaris dan Direksi)
5. Penjelasan Piagam-Piagam (masing-masing komite) dalam GCG; Kebijakan
Perusahaan
6. Pengendalian Gratifikasi
7. Whistleblowing System
Materi penyusunan SOP GCG mengacu pada ketentuan Matrik POJK Tentang
Penyusunan TATA KELOLA GCG pada BPR / BPRS / PD BPR secara jelas dan
berdasarkan ketentuan teknis dalam bentuk “Petunjuk Pelaksanaan” (Juklak) dan
“Petunjuk Teknis” ( Juknis ) yang dibuat oleh Dewan Kepatuhan dalam hal ini Direksi
Kepatuhan ( Compliance Director ) yang diangkat oleh pihak Board Members dalam hal
ini Direktur Utama sebagai pihak pelaksananya dengan dibantu oleh unit SPI dan pihak
Audit Internal.
Dalam Pedoman GCG untuk Perbankan Indonesia yang disusun oleh KNKG,
bank adalah lembaga intermediasi yang dalam menjalankan kegiatan usahanya
bergantung pada dana masyarakat dan kepercayaan baik dari dalam maupun dari luar
negeri. Dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut bank menghadapi berbagai risiko,
baik risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, maupun risiko reputasi. Banyaknya
ketentuan yang mengatur sector perbankan dalam rangka melindungi kepentingan
masyarakat, termasuk ketentuan yang mengatur kewajiban untuk memenuhi modal
minimum, sesuai dengan kondisi masing-masing bank, menjadikan sector perbankan
sebagai sector yang “Higly Regulated”.
Tugas Dewan Komisaris dan Direksi adalah melaksanakan cek and balances
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka Dewan Komisaris dan
Direksi BPR perlu bersama-sama menyepakati hal-hal penting antara lain :
1) Visi, Misi dan Corporate Value
2) Sasaran Usaha, Strategi, Rencana Jangka Panjang, maupun rencana kerja dan
anggaran tahunan
3) Kebijakan dalam memenuhi Peraturan Perundang-Undangan, anggaran dasar dan
Prudential Banking Practices, termasuk komitmen untuk menghindari segala bentuk
benturan kepentingan ( Conflict of Interest )
4) Kebijakan dan metode penilaian kinerja perusahaan (Performance Appraisal), unit-
unit dalam operasional bank dan personalianya.
5) Struktur organisasi di tingkat eksekutif yang mampu mendukung tercapainya sasaran
usaha perusahaan.
Berdasarkan ketentuan prinsip risiko maka dalam pembuatan SOP GCG untuk
BPR/PD BPR/BPRS dengan model berbasis risiko ( Risk Base GCG ). Model berbasis
risiko memiliki ketentuan sebagai berikut :

Implementasi Corporate Governance berdasarkan risiko adalah suatu metodologi


yang mana pengelola GCG menggunakannya untuk memberikan keyakinan/jaminan
bahwa risiko perusahaan akan dikelola dengan baik oleh entitas melalui penarapan
GCG yang efektif. Dengan kata lain, Suatu proses yang mengelola resiko sampai pada
suatu level yang dipertimbangkan untuk dapat diterima oleh dewan direksi dan jajaran
manajemen untuk bekerja secara efektif dan efisien. GCG berbasis manajemen resiko
perlu diaplikasikan pada setiap risiko yang mengancam tercapainya tujuan organisasi,
yang meliputi risiko keuangan, risiko strategis dan operasional, baik internal
organisasi maupun eksternal organisasi.

Dalam praktik untuk perumusan SOP GCG diawali dari Direktur Kepatuhan
(Compliance Director) yang diangkat oleh Direktur Utama dan fungsi kepatuhan ini
bertugas untuk memberikan aturan petunjuk pelaksana (juklak) dan aturan petunjuk
teknis (juknis) dan seorang Direktur yang melakukan tugas fungsi kepatuhan mengangkat
seorang “Satuan Kerja Kepatuhan” (SKK), yang dibantu satuan pengawas internal (SPI)
dan SKAI ( Satuan Kerja Audit Internal ).

Di dalam draf KNKG tersebut dikatakan beberapa hal, mengapa diperlukan GCG
berbasis manajemen resiko. Alasan yang pertama, manajemen risiko merupakan bagian
yang tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan corporate governance karena peran
manajemen risiko dalam memberikan jaminan atas pencapaian sasaran keberhasilan
usaha perusahaan. Kedua, pelaksanaan manajemen risiko yang baik memerlukan prinsip-
prinsip governance, Ketiga, risiko merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses
organisasi dan kegiatan utama organisasi ataupun proses lain organisasi. Manajemen
risiko jadi bagian yang tidak terpisahkan dari tanggung jawab manajemen, dalam
memastikan tercapainya sasaran organisasi. Maka manajemen risiko haruslah
diintegrasikan sepenuhnya ke dalam good corporate governance organisasi untuk lebih
memberikan kepastian terhadap pencapaian sasaran organisasi.
Gambar 1: Operasionalisasi kerangka kerja dan proses GCG berbasis manajemen risiko

(Sumber: Draf Pedoman Manajemen Risiko Berbasis Governance. KNKG:2011)

B. KOMITMEN PENERAPAN GCG


Penerapan GCG secara konsekuen dan berkelanjutan hanya dapat dicapai apabila
ada komitmen yang kuat dari organ perusahaan dan jajaran dibawahnya. Prinsip dasar
yang harus dilaksanakan oleh BPR dalam memastikan adanya komitmen adalah :
1. BPR harus memiliki rumusan visi dan misi yang jelas dan realistis (Rencana
Strategis)
2. BPR harus memiliki nilai-nilai perusahaan yang menggambarkan sikap moral
bank yang baik dalam pelaksanaan usahanya.
3. BPR harus memiliki pedoman tata kerja Dewan Komisaris dan tata kerja
Direksi dalam menjalankan peran dan tugasnya. (Code of Director dan Code of
Commisioner)
4. BPR harus memiliki rumusan etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan
yang penyusunannya dilakukan dengan melibatkan organ perusahaan (SBU)
dan jajaran dibawahnya. Etika bisnis dan pedoman perilaku harus dilaksanakan
secara berkesinambungan dan konsisten sehingga membentuk budaya
perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan. (Bisa
ditindaklanjuti dengan sistem “Performance Appraisal”)
5. BPR dalam fungsinya sebagai lembaga intermediasi dan sebagai bagian dari
dunia bisnis harus peduli dan berperan aktif dalam menjaga kelestarian sumber
daya alam dan lingkungan hidup. ( Program CSR )
6. BPR harus memiliki peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama
yang dapat menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak sehingga dapat
mendukung suasana kerja yang kondusif.
7. BPR harus memiliki “Whistleblowing system” untuk memungkinkan
diperolehnya laporan dan pengaduan serta saran dan kritik dari pegawai dan
pemangku kepentingan lainnya.

C. ALUR SISTEM PENYUSUNAN SOP GCG BPR


Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa dalam proses penyusunan GCG
pada lingkup BPR, maka perlu mengikuti alur proses dari Direktur Kepatuhan (jika sudah
dibentuk oleh tim Ad Hoc Dewan Komisaris dan dilaksanakan dengan memberikan
laporan kepada Direktur Utama. Prinsip penyusunan SOP GCG ini haruslah dilaksanakan
dengan sistem “Role Model” yakni memberikan porsi bagi masing-masing unit kerja
(SBU) untuk membuat SOP sesuai dengan standar acuan kerja dan sistem “Performance
Appraisal” yang sudah berjalan dibawah pengawasan dari tim SKK dan SKAI dan Satuan
Pengawas Internal (SPI).
Berikut model alur sistem SOP GCG, dapat dilihat pada Gb 2.
(Langkah Proses Penyusunan SOP)

Penjelasan :

- SFU berawal dari fungsi perencanaan strategis dari pihak


“Stakeholder” dalam hal ini pihak Direktur Utama, membuat
perencanaan yang berpedoman pada beberapa hal antara lain :

a) Manual GCG ( Pedoman Pelaksanaan GCG ), Manual Board

b) Rencana Strategis Perusahaan (Rencana Kerja dan Business Plan)

c) Visi dan Misi organisasi

d) Kode etik (Code of Conduct)


- Untuk Unit Bisnis (SBU) dibawahi oleh pihak Direktur Operasional
melakukan pembuatan SOP pemasaran produk dan SOP penjualan.
Untuk sumber rujukan pembuatan SOP tersebut tetap mengacu pada
Konsep GCG, Rencana Strategis, Visi dan Misi, Kebijakan Umum
Perusahaan (KUP), dan Code of Conduct (COC).

- Pada tahap kebijakan untuk fungsi kepatuhan, Direktur Utama


membentuk Komite Kepatuhan (Compliance Committee) yang
bertujuan untuk melakukan perencanaan fungsi kepatuhan yang
didukung oleh komponen :

 Direktur Kepatuhan membentuk SKK (Satuan Kerja Kepatuhan)

 Komite Manajemen Risiko

 Satuan Pengawas Internal (SPI)

 Audit Internal (SKAI)

- Setelah Direktur Utama melakukan tahap Perencanaan dalam bentuk


SOP, maka selanjutnya diserahkan kepada Dewan Komisaris
(DEKOM), untuk dibuat kebijakan dengan ditunjang dari SOP dari SPI
(Eksternal) dan SOP Kontrol Intern, maka selanjutnya oleh Dewan
Komisaris di Pleno-kan kepada masing-masing unit Bisnis dibawah
persetujuan dari pihak Direktur Operasional, dan ketika sudah
mendapatkan persetujuan dari SBU maka pihak Dekom memberikan
persetujuan (Approval) untuk SOP yang telah disetujui saat Pleno
dengan membukukan sebagai Instruksi Direksi dan diedarkan ke
segenap unit kerja (SBU) untuk dieksekusi.

- Pihak Direktur Utama membuat SOP manajemen dan SOP untuk


manajemen risiko dan kepatuhan dengan dibantu oleh pihak Direktur
yang membawahi fungsi kepatuhan dan selanjutnya mendapatkan
persetujuan dari pihak DEKOM untuk pengesahan. SOP manajemen
dapat berwujud sistem penilaian kinerja (Performance Appraisal) yang
merupakan instrument yang dapat dipakai untuk mengurangi risiko
kepatuhan dalam pelaksanaan pengukuran kinerja kesehatan BPR
dengan pertimbangan risiko.

- Pihak Direktur utama membuat perencanaan untuk bagian umum dan


SDM dalam bentuk sistem Performance Appraisal dan membentuk
SOP UMUM dan Kepegawaian dengan mengacu pada Konsep GCG,
Rencana Strategis, Visi dan Misi, Kebijakan Umum Perusahaan dan
COC.

- Pihak Direktur Operasional membuat SOP Pelayanan dalam produk


BPR yakni unit dana dan kredit dengan mengacu pada Konsep GCG,
Rencana Strategis, Visi dan Misi, Kebijakan Umum Perusahaan
(KUP), dan COC. Penyusunan SOP Kredit (Pemberian / BMPK,
Pemantauan dan Penyelamatan).

- Pihak Direktur Utama membuat SOP Akuntansi dan IT, SOP Budget
dan Pelaporan dengan proses yang sama untuk mendapat persetujuan
dari pihak DEKOM.

- Tahap Ketiga adalah pihak DEKOM melakukan fungsi Audit Internal


berpedoman pada SKAI dengan dibantu oleh pihak SPI. ( Pedoman
kerja berdasarkan : ( Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank /
SPFAIB)

(Keterangan : Fungsi Audit Internal ini adalah sebagai alat untuk membantu
memastikan bahwa BPR tersebut dapat mengelola dana yang terhimpun dan
masyarakat dan mampu mengamankan kegiatan bank sehingga dapat
menunjang program pembangunan Pemerintah.
( Proses Penyusunan Perintah Kerja / Working Instructions )

Penjelasan :

LANGKAH KERJA PERTAMA :

- Dalam melaksanakan langkah kerja (WI) yang merupakan pijakan


strategis dalam pelaksanaan / implementasi SOP GCG, perlu
dibedakan dalam Level Perencanaan, yakni : Level Utama ( Person /
Unit In Charge ) dan Level Pendukung. Untuk level utama perlu
dibentuk unit perencanaan atau komite perencanaan. Untuk komite
perencanaan dalam BPR dapat terdiri dari :
 Direktur Utama

 Direktur Fungsi Kepatuhan (SFU) dan membentuk : SKK (Satuan


Kerja Kepatuhan)

 Satuan Pengawas Internal (SPI)

 Tim Audit Internal

 Tim manajemen Risiko

- Perumusan Kebijakan Strategis yang terdiri dari pihak : Komisaris,


Direksi, Komite Ad-Hoc ( Bila perlu dibentuk atas usulan Direktur
Utama kepada Dekom). Masing-masing memiliki rincian tugas sesuai
dengan acuan di “Soft Structure GCG”. Kebijakan strategis dalam
bentuk sebagai berikut :

 Visi dan Misi sesuai dengan komitmen perusahaan dalam


menjalankan GCG

 Rencana Strategis

 Road Map Rencana Kerja BPR

 Kebijakan umum perusahaan (KUP)

- Membuka Forum (Pleno) untuk proses WI dengan langkah-langkah


sebagai berikut :

 Mapping

 Konsultasi dan pendampingan oleh Konsultan

 Melakukan diskusi kelompok lebih fokus (Focus Group


Discussion)

 Melakukan rapat antar unit, rapat komite, rapat kerja (Pengesahan)


Catatan :

Rapat Komite diinisiasi oleh Direktur yang membidangi, dan dihadiri oleh
semua elemen (DEKOM-DIREKSI-KOMITE-MANAJER/Spv. Unit)

LANGKAH KERJA KEDUA :

MEMBUAT SISTEM PENGENDALIAN RISIKO DAN KEPATUHAN :

- Pihak Level Utama : SPI – Komite Kepatuhan – Manajemen Risiko

- Pihak Level Unit : semua unit (SBU)

Langkah kerja Kedua bertujuan untuk membuat SOP Manajemen


Risiko & Kepatuhan. Forum yang dipakai :

 Rapat antar unit menghasilkan petunjuk teknis (Juknis) untuk


dijalankan dahulu.

 Juknis kemudian di Fine Tuning (diterapkan) untuk beberapa bulan


kemudian (Misal : 3 bulan kerja)

 Melakukan penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan masing-


masing unit kerja

 Hasil dibawa ke rapat Komite dan kemudian dilakukan pengesahan


menjadi SOP Manajemen Risiko dan Kepatuhan.

LANGKAH KERJA KETIGA ADALAH MEMBUAT SISTEM AUDIT :

Langkah kerja ini dilakukan oleh pihak Direksi Utama dibawah


pengawasan DEKOM untuk mengangkat Direktur yang membawahi fungsi
kepatuhan secara independen untuk membuat “Sistem Audit” dengan
membentuk Komite Audit pada Level Utama dan akan ditindak lanjuti oleh
semua unit (SBU). Adapun hasil dari sistem Audit ini adalah pembuatan SOP
Pengendalian Internal ( Internal Control ) dan SOP Satuan Pengawas Internal
(SPI).
Adapun struktur dan keanggotaan Komite di dalam PBI No. 8/4/PBI/2006
disebutkan bahwa :

1) Anggota Komite Audit paling kurang terdiri dari : (i) seorang Komisaris
Independen; (ii) seorang dari pihak Independen yang memiliki keahlian di
bidang keuangan atau akuntansi; (iii) seorang dari Pihak Independen yang
memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan;

2) Anggota Komite Pemantau Risiko paling kurang terdiri dari : (i) seorang
Komisaris Independen; (ii) seorang pihak Independen yang memiliki
keahlian di bidang keuangan; (iii) seorang Pihak Independen yang
memiliki keahlian di bidang manajemen risiko;

3) Anggota Komite Remunerasi dan Nominasi paling kurang terdiri dari: (i)
seorang Komisaris Independen; (ii) seorang Komisaris; dan (iii) Pejabat
Eksekutif.

Kemudian tugas dan tanggung jawab Komite-komite tersebut antara lain yang
disebutkan dalam PBI No. 8/4/PBI/2006 tersebut adalah :

1) Komite Audit

Komite ini mempunyai tugas dan tanggung jawab antara lain :

 Komite Audit melakukan pemantauan dan evaluasi atas


perencanaan dan pelaksanaan audit serta pemantauan atas tindak
lanjut hasil audit dalam rangka menilai kecukupan pengendalian
intern termasuk kecukupan proses pelaporan keuangan.

 Dalam rangka tugas tersebut, komite Audit paling kurang


melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap: (i) pelaksanaan
tugas Satuan Kerja Audit Intern; (ii) kesesuaian pelaksanaan audit
oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan standar Audit yang
berlaku; (iii) kesesuaian Laporan Keuangan dengan standar
akuntansi yang berlaku; (iv) pelaksanaan tindak lanjut oleh
Direksi atas hasil temuan Satuan Kerja Audit Intern (SKAI),
akuntan public, dan hasil pengawasan Bank Indonesia / OJK, guna
memberi rekomendasi kepada Dewan Komisaris (DEKOM).

 Komite Audit wajib memberikan rekomendasi mengenai


penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik kepada
Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).

2) Komite Pemantau Risiko

Komite ini mempunyai tugas dan tanggung jawab antara lain:

 Melakukan evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan


manajemen risiko dengan pelaksanaan kebijakan tersebut;

 Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas Komite


Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko.

 Guna memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris.

3) Komite Remunerasi dan Nominasi

Komite ini mempunyai tugas dan tanggung jawab antara lain :

 Terkait dengan kebijakan remunerasi: (i) melakukan evaluasi terhadap


kebijakan remunerasi; dan (ii) memberikan rekomendasi kepada Dewan
Komisaris mengenai: - kebijakan remunerasi bagi Dewan Komisaris dan
Direksi untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS); serta – kebijakan remunerasi bagi pejabat Eksekutif dan
pegawai secara keseluruhan untuk disampaikan kepada Direksi.

 Terkait dengan kebijakan nominasi: (i) menyusun dan memberikan


rekomendasi mengenai sistem serta prosedur pemilihan dan atau
penggantian anggota Dewan Komisaris dan Direksi kepada Dewan
Komisaris untuk disampaikan kepada RUPS; (ii) memberikan
rekomendasi mengenai calon anggota Dewan Komisaris dan/atau
Direksi kepada Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada RUPS; dan
(iii) memberikan rekomendasi mengenai Pihak Independen yang akan
menjadi anggota Komite.

 Komite Remunerasi dan Nominasi juga wajib memastikan bahwa


kebijakan remunerasi paling kurang sesuai dengan: (i) kinerja keuangan
dan pemenuhan cadangan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku; (ii) prestasi kerja individu; (iii)
kewajaran dengan peer group; dan (iv) pertimbangan sasaran dan
strategi jangka panjang bank.

Forum pelaksanaan dalam membuat sistem audit antara lain :

1) Rapat antar unit (SBU) menghasilkan petunjuk teknis (Juknis) untuk dijalankan
terlebih dahulu,

2) Lakukan Fine Tuning (aplikasikan)

3) Hasil dibawa kepada rapat Komite

4) Pengesahan menjadi SOP


Berikut FLOW CHART Alur Sistem Kerja Proses Penyusunan SOP GCG dalam
Lingkup BPR/BPRS/PD BPR sebagai berikut :

PROSES AWAL ( 1 ) :

PROSES KEDUA ( 2 ) :
PROSES KETIGA ( 3 ) :

KESIMPULAN DRAFT SOP GCG :

Berdasarkan penjelasan di tahap awal maka yang dimaksud dengan SOP GCG adalah
serangkaian sistem kerja terintegrasi antar masing-masing unit kerja (SBU) dalam
organisasi perusahaan (BPR) yang terstruktur secara sistematis yang menggambarkan
alur proses kerja yang saling terkait dalam membentuk sistem manajemen yang
sesuai dengan sistem tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Secara umum proses
tersebut dapat digambarkan dalam sistem sebagai berikut :

Gb 2.
Penjelasan :

1) Progam GCG mencakup tiga komponen dalam proses penyusunan SOP yakni:

a) Komponen Management Policy (Kebijakan Sistem Manajemen) berbasis GCG

b) Kebijakan Kode Etik ( Code of Conduct )

c) Piagam (Charter ) yang terdiri dari komponen :

 BOD ( Board of Director )

 BOC ( Board od Committee )

 Internal Audit ( SKAI )

2) SOP GCG dibentuk dari ketiga komponen yang saling berintegrasi yakni :

 Sistem Manajemen

 Kode Etik ( Code of Conduct )

 Piagam-Piagam dalam GCG

Anda mungkin juga menyukai