Anda di halaman 1dari 11

Analisis Putusan Pengadilan Pajak

Nomor : Put.30769/PP/M.XI/99/2011
Tentang Pengurangan Sanksi Administrasi

I. Kasus Posisi
Penggugat menggugat Direktur Jenderal Pajak (yang selanjutnya disebut
sebagai Tergugat) karena merasa dirinya dirugikan dengan dikeluarkannya Surat
Keputusan Tergugat Nomor: KEP-436/WPJ.19/BD.05/2010 tentang Pengurangan
Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak Penghasilan Masa Pajak April 2009
Nomor: 00016/106/09/092/09 tanggal 11 Juni 2009. Penggugat merasa dirugikan
karena surat pengurangan sanksi administrasi yang diajukan ke Tergugat selalu
ditolak padahal Penggugat telah menjelaskan bahwa dirinya tidak melakukan
pembayaran Pajak Pph Pasal 25 karena tidak mengetahui adanya ketetapan
untuk membayar. Penggugat berpendapat bahwa seharusnya Pph Pasal 25
dapat dikenakan apabila dirinya mengalami kenaikan CPO pada tahun 2008.
Kenaikan CPO hanya dapat diketahui apabila Penggugat menerima kenaikan
penghasilan tetap, sementara pada saat itu Penggugat merasa bahwa dirinya
hanya mendapatkan pendapatan tidak tetap karena jumlahnya tidak konsisten
setiap bulannya. Padahal penghasilan tetap bukan diukur dari besarannya
melainkan dari hasil pekerjaan tetap yang dilakukannya.

II. Ringkasan Putusan Pengadilan Pajak No.: Put.30769/PP/M.XI/99/2011


Jenis Pajak : Gugatan
Tahun Pajak : 2009
Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah
penerbitan Keputusan Tergugat Nomor: KEP-
436/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 30 Agustus 2010
tentang Pengurangan Sanksi Administrasi atas Surat
Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak April 2009
Nomor: 00016/106/09/092/09 tanggal 11 Juni 2009,
yang tidak disetujui oleh Penggugat;

bahwa berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan


atas pokok sengketa tersebut adalah sebagai berikut :

Menurut Tergugat : bahwa STP Pajak Penghasilan nomor


00016/106/09/092/09 tanggal 11 Juni 2009 Masa Pajak
April 2009 diterbitkan untuk menagih kekurangan
angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan, karena
Penggugat dalam menentukan dasar penghitungan PPh
Pasal 25 menganggap bahwa kenaikan penjualan yang
disebabkan oleh kenaikan harga CPO dan laba selisih
kurs sebagai penghasilan tidak teratur;

bahwa kronologis Penerbitan STP Pajak Penghasilan


nomor: 00016/106/09/092/09 tanggal 11 Juni 2009
adalah sebagai berikut:

0
bahwa Penggugat menyampaikan SPT Tahunan PPh
Badan Tahun Pajak 2008 pada tanggal 30 Januari 2009
dengan LPAD nomor S-00001922/PPWBIDR/WPJ.19/
KP.0103/2009 tanggal 30 Januari 2009, dengan
melampirkan perhitungan angsuran PPh Pasal 25
sebagai berikut:

Penghasilan Neto Fiskal 66,910,785,367


Kompensasi kerugian 494,746,152
Penghasilan Kena Pajak 66,416,039,000
PPh yang terutang 19,907,311,700
Kredit Pajak 3,082,381,968
PPh yang harus dibayar sendiri 16,824,929,732
PPh yang dibayar sendiri 11,858,538,947
PPh yang kurang dibayar 4,966,390,785
Penghasilan yang menjadi dasar -
penghitungan angsuran
Kompensasi kerugian -
Penghasilan Kena Pajak -
PPh yang terutang -
Kredit Pajak 3,082,381,968
PPh yang harus dibayar sendiri -
PPh Pasal 25 -

bahwa berdasarkan hasil penelitian atas SPT PPh


Badan Tahun Pajak 2008 tersebut, Tergugat telah
menerbitkan surat nomor S-095/WPJ.19/KP.0209/2009
tanggal 12 Maret 2009, yang menyatakan hal-hal
sebagai berikut:
angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan
Penggugat berdasarkan SPT PPh Badan Tahun 2008
nihil;
Dasar penghitungan PPh Pasal 25 yang Penggugat
gunakan adalah jumlah penghasilan neto menurut
SPT PPh Badan Tahun 2008 setelah dikurangi
dengan penghasilan tidak teratur sebesar Rp
74.757.108.053;
Penggugat diminta untuk menjelaskan pos
penghasilan tidak teratur dan melampirkan rincian
penghitungan penghasilan tidak teratur.

bahwa atas surat Tergugat nomor S-


095/WPJ.19/KP.0209/2009 tanggal 12 Maret 2009,
Penggugat menyampaikan tanggapan melalui surat
nomor 008/SMS-KPP WB2/III/2009 tanggal 27 Maret
2009, yang menyatakan bahwa:

bahwa Penggugat pada tahun 2008 menerima


penghasilan yang tidak teratur yang sifatnya insidentil,
disebabkan karena adanya kenaikan harga CPO di

1
pasar yang sangat tinggi dan tidak lazim seperti
biasanya serta laba selisih kurs. Sehingga perhitungan
PPh Pasal 25 di SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak
2008 Penggugat tidak memperhitungkan penghasilan
dari kenaikan harga CPO, laba selisih kurs karena
merupakan penghasilan yang tidak teratur;

bahwa oleh karena itu perhitungan PPh Pasal 25


sebagaimana dilampirkan di SPT Tahunan PPh Badan
Tahun Pajak 2008 sudah benar dan sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku;

bahwa atas surat tanggapan Penggugat tersebut,


Tergugat memberikan tanggapan kepada Penggugat
melalui surat nomor S-226/WPJ.19/KP.0209/2009
tanggal 19 Mei 2009, yang menyatakan bahwa:
Penghasilan dari kenaikan harga CPO di tahun 2008
merupakan penghasilan yang teratur karena
penghasilan dari penjualan CPO masih terkait
dengan usaha pokok perusahaan sehingga termasuk
dalam pengertian penghasilan teratur;
Keuntungan selisih kurs merupakan penghasilan
teratur karena berasal dari utang piutang dalam mata
uang asing.

bahwa dengan demikian besarnya angsuran PPh Pasal


25 untuk Tahun Pajak 2009 yang seharusnya tercantum
pada SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2008
adalah sebesar Rp1.414.446.128,- dengan
penghitungan sebagai berikut :

Uraian Nilai (Rp)


Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsuran 66,910,785,000
Kompensasi kerugian -
Penghasilan Kena Pajak 66,910,785,000
PPh yang terutang 20,055,735,500
Kredit Pajak tahun lalu atas penghasilanyang dipotong/ 3,082,381,968
dipungut oleh pihak lain
PPh yang harus dibayar sendiri 16,973,353,532
PPh Pasal 25 1,414,446,128

bahwa Penggugat belum melakukan pembayaran


angsuran PPh Pasal 25 sehingga tanggal 11 Juni 2009
diterbitkan STP nomor 00016/106/09/092/09 untuk
menagih pokok pajak dan sanksi administrasi berupa
bunga, dengan perhitungan pokok pajak sebagai
berikut:

Pokok pajak yang terhutang Rp 1.414.446.128

2
Pajak yang telah disetor Rp -
Pajak yang kurang disetor Rp 1.414.446.128
Sanksi bunga pasal 14 (3) KUP Rp 28.288.922
Jumlah yang masih harus disetor Rp 1.442.735.050

Sanksi = (2%xl bin x 1.414.446.128)

bahwa atas STP Pajak Penghasilan nomor


00016/106/09/092/09 tanggal 11 Juni 2009, Penggugat
telah melakukan pembayaran pada tanggal 7 Agustus
2009;

bahwa atas STP Pajak Penghasilan nomor:


00016/106/09/092/09 tanggal 11 Juni 2009, Penggugat
mengajukan permohonan penghapusan sanksi
administrasi (permohonan pertama) melalui surat nomor
025/SMS-KPP WB2/III/2009 tanggal 28 Agustus 2009
yang diterima oleh Tergugat tanggal 9 September 2009;

bahwa atas permohonan penghapusan sanksi


administrasi melalui surat nomor 025/SMS-KPP
WB2/VIII/2009 tanggal 28 Agustus 2009 (permohonan
pertama) tersebut telah diputus ditolak oleh Tergugat
dengan Keputusan Tergugat nomor KEP-
055/WPJ.19/BD.05/2009 tanggal 25 Januari 2010;

bahwa atas Keputusan Tergugat Nomor: KEP-


055/WPJ.19/BD.05/2009 tanggal 25 Januari 2010
Penggugat mengajukan permohonan kedua dengan
surat Nomor 006/SMS-KPP WB2/III/2010 tanggal 1 April
2010;

bahwa dikarenakan dalam menyampaikan permohonan


kedua atas pengurangan sanksi atas STP PPh nomor
00016/106/09/092/09 tanggal 11 Juni 2009 Masa Pajak
April 2009 tidak terdapat data/fakta baru yang dapat
memperkuat alasan Penggugat, maka permohonan
tersebut ditolak oleh Tergugat dengan Keputusan
Tergugat Nomor: KEP-436/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal
30 Agustus 2010;

bahwa atas penjelasan tersebut di atas sudah


semestinya Penggugat mengetahui besarnya angsuran
pajak penghasilan Pasal 25 yang seharusnya dibayar
setiap masa dengan nilai sebesar Rp 1.414.446.128,-
tanpa adanya pemberitahuan dan penetapan besamya
angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari Tergugat;

bahwa Penggugat seharusnya mengetahui


kewajibannya dikarenakan Penggugat merupakan wajib

3
pajak yang bergerak di bidang industri kelapa sawit,
sehingga sudah seharusnya Penggugat mengetahui
peraturan-peraturan di bidang perpajakan, diantaranya
kenaikan harga CPO dan selisih kurs yang merupakan
penghasilan teratur karena kenaikan harga CPO terkait
dengan usaha pokok Penggugat dan selisih kurs
berasal dari utang piutang dalam mata uang asing;

Menurut Penggugat : bahwa Penggugat tidak setuju dengan pendapat


Tergugat yang menyatakan bahwa pengenaan sanksi
administrasi berupa bunga Pasal 14 ayat (3) Undang-
Undang KUP dalam STP PPh Nomor:
00016/106/09/092/09 jo. Surat Keputusan Pengurangan
Sanksi Administrasi Nomor: KEP-
436/WPJ.19/BD.05/2010 adalah sudah tepat dengan
penjelasan sebagai berikut:

bahwa dalam Surat Tanggapannya, Tergugat telah


menyampaikan kronologis penerbitan Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Administrasi Nomor: KEP-
436/WPJ.19/ BD.05/2010 tanggal 29 Maret 2010. Dalam
kronologis tersebut juga disebutkan bahwa terbitnya
STP PPh Pasal 25 yang menjadi dasar perhitungan
sanksi administrasi yang dimintakan pengurangan
adalah karena adanya perbedaan pendapat mengenai
definisi penghasilan teratur yang menjadi dasar
perhitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2009;

bahwa pihak Tergugat dalam kronologisnya sudah


mengakui bahwa angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak
2009 yang dihitung oleh Penggugat dalam SPT PPh
Badan tahun 2008 sudah disampaikan oleh Penggugat
sejak tanggal 30 Januari 2009 yang disampaikan
langsung ke KPP Wajib Pajak Besar Dua, sehingga
apabila Tergugat tidak sependapat dengan perhitungan
Penggugat, seharusnya Tergugat dapat segera
memberitahukan kepada Penggugat dalam rangka
memberikan pelayanan yang baik dan memudahkan
Wajib Pajak dalam menghitung dan menyetor PPh Pasal
25 yang terutang sebelum tanggal jatuh tempo
pembayaran angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak April
2009 yang jatuh pada tanggal 15 Mei 2009;

bahwa berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku


(KEP-537/PJ./2000) Angsuran PPh Pasal 25 yang harus
dibayarkan untuk masa Maret 2009 adalah
sebagaimana yang tercantum dalam SPT PPh Badan
tahun 2008 yaitu jumlah penghasilan neto menurut SPT
PPh Badan Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan
penghasilan tidak teratur. Adapun besarnya PPh Pasal

4
254 yang harus dibayar untuk tahun pajak 2009
berdasarkan SPT PPh Badan tahun pajak 2008 adalah
nihil. Atas perhitungan tersebutlah Penggugat
melaporkan PPh Pasal 25 Masa Maret 2009 sebesar
nihil ke KPP Wajib Pajak Besar Dua pada tanggal 19
Mei 2009 sesuai dengan perhitungan PPh Pasal 25
menurut SPT PPh Badan 2008 yaitu nihil;

bahwa pihak Penggugat juga sudah menjawab surat


permintaan penjelasan Tergugat mengenai klarifikasi
penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Nomor: S-
095/WPJ.19/2009 tanggal 12 Maret 2009 yang diterima
oleh Penggugat tanggal 18 Maret 2009 dengan surat
nomor: 008/SMS-KPP WB2/III/2009 tanggal 27 Maret
2009 yang isinya menjelaskan bahwa penghasilan tidak
teratur yang diperhitungkan dalam perhitungan
angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2009 adalah penghasilan
insidentil berupa kenaikan harga CPO yang tidak lazim
di tahun 2008 dan juga laba selisih kurs yang
diakibatkan oleh penurunan nilai rupiah yang cukup
signifikan di tahun 2008;

bahwa baru pada tanggal 19 Mei 2009 dimana batas


waktu pembayaran angsuran PPh Pasal 25 Masa April
2009 (yaitu tanggal 15 Maret 2009) sudah jauh terlewati,
pihak Tergugat menerbitkan surat S-
226/WPJ.19/KP.0209/2009 perihal Penghitungan
Angsuran PPh Pasal 25 mulai Masa Januari 2009 yang
isinya menyatakan bahwa kenaikan harga CPO yang
tidak lazim di pasar dan keuntungan selisih kurs selain
yang berasal dari utang piutang dalam mata uang asing
termasuk dalam pengertian penghasilan teratur
sehingga tidak dapat dikurangkan dalam menghitung
besarnya angsuran PPh Pasal 25. Surat tersebut baru
diterima oleh Penggugat pada tanggal 26 Mei 2009;

bahwa kemudian baru pada tanggal 11 Juni 2009,


Tergugat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP)
Nomor: 00016/106/09/092/09 yang isinya menagih
kekurangan bayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar
Rp.1.414.446.128,00 ditambah sanksi administrasi
bunga Pasal 14 ayat (3) KUP sebesar Rp.
28.288.922,00. STP tersebut telah dilunasi seluruhnya
oleh Penggugat;

bahwa Penggugat sangat tidak setuju dengan pendapat


Tergugat yang menyatakan bahwa Penggugat
seharusnya mengetahui kewajibannya karena
Penggugat merupakan Wajib Pajak yang bergerak di
bidang industri kelapa sawit, sehingga sudah

5
seharusnya Penggugat mengetahui peraturan-
peraturan di bidang perpajakan, diantaranya kenaikan
harga CPO dan selisih kurs yang merupakan
penghasilan teratur karena kenaikan harga CPO terkait
dengan usaha pokok Penggugat dan selisih kurs
berasal dari utang piutang dalam mata uang asing;

bahwa pada kenyataannya Penggugat memiliki


pendapat yang berbeda dengan Tergugat mengenai
definisi penghasilan insidentil dalam menghitung
angsuran PPh Pasal 25 tahun 2009, pendapat ini sudah
dijelaskan oleh Penggugat kepada Tergugat dalam
surat Nomor 008/SMS-KPP WB2/111/2009 tanggal 27
Maret 2009;

bahwa namun sebagaimana juga telah diakui oleh


Tergugat dalam suratnya, KPP Wajib Pajak Besar Dua
baru menanggapi surat Penggugat pada tanggal 19 Mei
2009 dengan menerbitkan Surat Nomor S-
226/WPJ.19/KP.0209/2009 (surat diterima oleh
Penggugat pada tanggal 26 Mei 2009) sedangkan
tanggal jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 Masa
April 2009 yaitu tanggal 15 Mei 2009 sudah terlewati;

bahwa oleh karena itu jelas bahwa keterlambatan


pembayaran kurang bayar angsuran PPh 25 Masa April
2009 bukan disebabkan oleh kesalahan Penggugat
melainkan disebabkan karena Tergugat terlambat
memberitahukan perhitungan Angsuran PPh Pasal 25
menurut KPP kepada Penggugat. Dengan demikian
sanksi administrasi Bunga Pasal 14 ayat (3) UU KUP
dalam STP No. 00016/106/09/092/09 tanggal 11 Juni
2009 seharusnya dapat dihapuskan oleh Tergugat;

Pendapat Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis dalam


persidangan diketahui bahwa Penggugat mengajukan
gugatan atas Keputusan Tergugat Nomor: KEP-
436/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 30 Agustus 2010 yang
merupakan penolakan atas permohonan pengurangan
Sanksi Administrasi atas Surat Tagihan Pajak Pajak
Penghasilan Masa Pajak April 2009 Nomor:
00016/106/09/092/09 tanggal 11 Juni 2009;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis dalam


persidangan diketahui bahwa Tergugat menerbitkan
Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor: 00016/106/09/092/09
tanggal 11 Juni 2009 untuk menagih kekurangan
angsuran PPh Pasal 25 Masa April 2009 beserta sanksi
berupa bunga Pasal 14 ayat (3);

6
bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis dalam
persidangan diketahui bahwa berdasarkan penelitian
atas SPT PPh Badan Tahun 2008 Penggugat, Tergugat
menyatakan dasar perhitungan angsuran PPh Pasal 25
yang dilakukan Penggugat (Nihil) tidak tepat dan
Tergugat telah menghimbau kepada Penggugat untuk
menghitung kembali angsuran PPh Pasal 25 mulai
Masa Januari 2009 sesuai dengan perhitungan Tergugat
menjadi sebesar Rp 1.414.446.128,00 /bulan,
perbedaan perhitungan tersebut bersumber dari adanya
penghasilan tidak teratur;

bahwa Surat Tagihan Pajak (STP) Nomor:


00016/106/09/092/09 tanggal 11 Juni 2009 diterbitkan
Tergugat untuk menagih kekurangan pembayaran
angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak April 2009;

bahwa Penggugat tidak menyetujui pengenaan sanksi


administrasi Pasal 14 ayat (3) KUP sebesar Rp
28.288.922,00 karena menurut Penggugat
keterlambatan pembayaran angsuran PPh Pasal 25
Masa Pajak April 2009 bukan merupakan kesalahan
Penggugat karena Tergugat baru memberitahukan dan
menetapkan besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tahun
2009 sebesar Rp 1.414.446.128,00 pada tanggal 19 Mei
2009 (diterima Penggugat pada tanggal 26 Mei 2009);

bahwa ketentuan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang


Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
mengatur, jumlah pajak yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan yang disampaikan oleh Wajib
Pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut
ketentuan perundang-undangan perpajakan;

bahwa selanjutnya ketentuan 12 ayat (3) Undang-


Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007 mengatur, apabila
Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti bahwa
jumlah pajak yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud ayat
(2) tidak benar maka Direktur Jenderal Pajak
menetapkan jumlah pajak terutang yang semestinya;

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (2) dan


(3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang

7
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007, Majelis berpendapat
tindakan Tergugat yang telah menghitung kembali
angsuran PPh Pasal 25 menjadi sebesar Rp
1.414.446.128,00 telah sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang;

bahwa berdasarkan pernyataan Penggugat dalam


persidangan yang menyatakan tidak setuju atas
pengenaan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (3)
Majelis berpendapat bahwa Penggugat hanya tidak
setuju atas pengenaan sanksi administrasi Pasal 14
ayat (3) Undang-Undang KUP sebesar Rp
28.288.922,00 dan menyetujui atas jumlah angsuran
yang ditetapkan Tergugat;

bahwa ketentuan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang


Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
mengatur, jumlah kekurangan pajak yang terutang
dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan paling lambat 24 bulan (dua puluh
empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak
atau bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak;

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (3)


Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007 Majelis berpendapat
pengenaan sanksi administrasi oleh Tergugat atas
keterlambatan pembayaran angsuran PPh Pasal 25
tersebut sudah benar;

bahwa selanjutnya Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-


Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
mengatur, Direktur Jenderal Pajak dapat
mengurangkan atau menghapus mengurangkan atau
menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga,
denda, dan kenaikan yang terhutang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal
sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib
Pajak atau bukan karena kesalahannya;

8
bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf
a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007 tersebut Majelis
berpendapat kewenangan untuk mengurangkan dan
menghapus sanksi administrasi Pasal 14 ayat (3)
Undang-Undang KUP sebesar Rp 28.288.922,00 ada
pada Direktur Jenderal Pajak, karenanya Majelis
berkesimpulan permohonan gugatan Penggugat ditolak;

Memperhatikan : Surat Permohonan Gugatan, Surat Tanggapan, Surat


Bantahan dan pembuktian dalam persidangan serta
kesimpulan tersebut di atas;

Mengingat : Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang


Pengadilan Pajak, Undang-Undang Nomor 6 Tahun
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dan ketentuan
perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum
yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;

Memutuskan : Menyatakan menolak permohonan gugatan Penggugat


atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-
436/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 30 Agustus 2010,
tentang Pengurangan Sanksi Administrasi Atas Surat
Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak April 2009
Nomor: 00016/106/09/092/09 tanggal 11 Juni 2009.

III. Pendapat Penulis


Putusan majelis hakim dalam mengadili gugatan ini sudah tepat, karena:
1. Hakim mempertimbangkan kepada perbuatan Penggugat, yang telah
terlambat melakukan pembayaran terhadap Pph Pasal 25 sejak tahun 2008
hingga 11 Juni 2009, artinya Penggugat telah berhutang selama kurang lebih
satu tahun. Meskipun yang menjadi dasar Penggugat tidak membayar
adalah karena perbedaan pendapat dalam penghitungan, tidak berarti
kewajiban Penggugat untuk membayar pajak jadi tertunda. (Berdasarkan
perbuatannya Penggugat)
2. Hakim memeriksa dengan cara membandingkan kedua berkas yang ada
pada Penggugat dan Tergugat. Bahwa penghitungan pajak yang dilakukan
oleh Penggugat tidak tepat, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
cara penghitungan, dengan perhitungan Tergugat menjadi sebesar Rp
1.414.446.128,00 /bulan, perbedaan perhitungan tersebut bersumber dari
adanya penghasilan tidak teratur yang diterima oleh Penggugat. Penggugat
menyangka bahwa kenaikan harga CPO hanya disebabkan karena adanya
penghasilan yang tetap, hal tersebut juga yang mendasari Penggugat tidak
melakukan pembayaran. Padahal menurut Tergugat penghasilan yang

9
diterima oleh Penggugat adalah termasuk kedalam penghasilan tetap,
karena berhubungan dengan pekerjaan tetap Penggugat.
3. Hakim mempertimbangkan kedudukan Tergugat, Tergugat selaku Direktur
Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapus mengurangkan atau
menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
yang terhutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib
Pajak atau bukan karena kesalahannya. (Berdasarkan Pasal 36 ayat (1)
huruf a UU No. 28 Tahun 2007). Artinya Tergugat memang berwenang untuk
mengurangi, menghapus, atau menaikkan sanksi admnistrasi Wajib Pajak.

10

Anda mungkin juga menyukai