tidak hanya terbatas pada lingkup kabupaten tetapi juga lingkup provinsi bahkan
pusat. Mereka menginginkan semua orang Madura keluar dari bumi Kalimantan.
Pihak Dayak memberikan pernyataan bahwa konflik antar etnik dan bukan konflik
antar agama tentu memiliki muatan politis. Mereka tidak ingin jika pihak luar
yang mengatasnamakan jihad datang ke Kalimantan Tengah membantu pihak
Madura. Terlebih lagi mereka tidak ingin jika kebijakan pemerintah pusat terlalu
preventif menangani kasus Sampit sebagai kasus agama.
Pada 3 Maret 2001 beberapa tokoh masyarakat Kalimantan Tengah
kembali membuat pernyataan sikap tetapi penekanannya lebih kepada persepsi
mereka terhadap eksistensi masyarakat Madura di Kalimantan Tengah dan
ketentuan yang harus dijalankan oleh masyarakat Madura pasca konflik.
Poin penting pernyataan sikap yang belum pernah dinyatakan dalam pernyataan
sikap sebelumnya:
1. Beberapa tokoh Kalteng menilai orang-orang Madura telah berniat dan
merencanakan penyerangan dengan mempersiapkan bom dan senjata api.
2. Sebelum kerusuhan besar terjadi pihak Madura selalu melanggar
perjanjian damai meskipun mereka sendiri seringkali melakukan kejahatan
(pembunuhan).
3. Kerusuhan besar di Sampit dan Palangkaraya merupakan dampak dari
akumulasi kekecewaan masyarakat Kalteng atas sikap kesewenangan
Madura.
4. Untuk menghentikan kerusuhan, masyarakat Kalteng meminta warga
Madura untuk keluar dari Kalteng secara sukarela.
5. Pihak keamanan diminta tidak gegabah melakukan penangkapan dan
penyitaan senjata pusaka karena kesalahpahaman dan ketersinggungan
masyarakat lokal akan bisa mengurangi kepercayaan mereka terhadap
pihak keamanan dan pemerintah.
6. Masyarakat Kalteng menuntut pembebasan tanpa syarat semua tahanan
yang diduga terlibat dalam kerusuhan di Kalteng, baik dari etnis Dayak,
Madura maupun lainnya termasuk senjata tajam agar dikembalikan kepada
pemiliknya, kecuali senjata api, bom dan bahan peledak lainnya.
7. Semua pejabat dari etnis Madura agar tidak dilibatkan menangani
masalah-masalah yang menyangkut pertikaian antar etnik di Sampit dan
Palangkaraya.
8. Masyarakat Kalteng bersedia untuk berbicara ke arah perdamaian dan
rekonsiliasi, setelah warga masyarakat Madura keluar dari seluruh wilayah
Kalteng.
Pernyataan ini masuk berat sebelah, masih terdapat kesan pembenaran perilaku
dari satu pihak dan mendiskreditkan pihak lainnya.
Disaat orang-orang Madura telah pergi dari Kalteng, kondisi keamanan di
Kalimantan terutama di Sampit tidak kunjung aman. Meningkatnya angka
kriminalitas membuat masyarakat banyak yang merasa dirugikan. Masyarakat
setempat mengakui bahwa itu terjadi sebagai bentuk euphoria arogansi
kemenangan Dayak atas Madura.
Menyikapi hal tersebut, masyarakat Sampit yang dikatakan sebagai
masyarakat agamis merasa perlu mengambil tindakan untuk menghentikan
tindakan kriminalitas maupun tindakan maksiat lainnya. Sehingga dibentuklah
organisasi Ikatan Pemuda Muslim Pembela Umat (IPMPU). Sebenarnya
organisasi ini sangat efektif namun sayang kehadirannya juga mendapat kritikan
dari berbagai pihak terutama masyarakat non-Islam selain itu organisasi ini
sebenarnya merupakan salah satu pendorong penerimaan orang Madura kembali
ke Kalteng yang secara tidak langsung melemahkan aktivitas kelompok garis
keras Dayak.