Suatu sifat kimia fisika yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan,
terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus memiliki kelarutan dalam air
agar efektif dalam terapi. Agar suatu obat masuk kedalam sistem sirkulasi dan
menghasilkan suatu efek terapeutik, obat pertama-tema harus berada dalam bentuk
larutan. Senyawa-senyawa yang relative tidak larut seringkali menunjukkan
absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu.
Dalam pembuatan sediaan injeksi kelarutan sangat penting untuk
pengembangan larutan yang dapat disuntikkan baik secara intravena maupun
intramuscular. Garam asam atau basa mempresentasikan kelompok obat yang dapat
mencapai kelarutan obat dalam air yang dibutuhkan. Kelas obat lain, baik berupa
molekul netral maupun asam atau basa sangat lemah umumnya tidak dapat
disolubilisasi dalam air dalam rentang pH yang sesuai, sehingga memerlukan
penggunaan pelarut non air seperti PEG 300 dan 400, propilen glikol, gliserol,
etilalkohol, minyak lemak, etiloleat, dan benzilbenzoat.
Penentuan kelarutan
Umumnya data kelarutan obat terdapat dalam pustaka. Hanya saja
adakalanya data kelarutan tersebut sangat berbeda jauh antara satu pustaka dengan
pustaka lainnya. Kalau data kelarutan tidak tersedia, maka data kelarutan tersebut
harus ditentukan menurut cara yang sudah dibakukan dalam farmakope. Penting
pula untuk menentukan kelarutan pada suhu lemari pendingin (2-8C) dengan
menggunakan pelarut, untuk membuktikan bahwa data kelarutan potensial
digunakan dalam studi preformulasi. Hal ini dilakukan untuk menetapkan rentang
konsentrasi yang akan digunakan pada suhu 2-25C, tanpa resiko terjadinya
kejenuhan (saturasi) dan pertumbuhan kristal selama studi stabilitas.
Profil pH kelarutan
Senyawa dengan fungsional baik asam maupun basa, akan memperlihatkan
karakteristik kelarutan dengan perubahan pH larutan sesuai dengan konstanta
ionisasinya. Perbedaan ini sering besar dan penting dalam mencapai konsentrasi
melakukan eksperimen kelarutan pada rentang pH 3 sampai 4,5 atau pH pada kedua
sisi pKa atau pK' a.
Penentuan kelarutan ditentukan pada berbagai pH, dan dari data hasil
penelitian dibuat kurva yang menggambarkan hubungan kelarutan sebagai fungsi
dari pH. Prosedur ini sangat berguna untuk asam atau basa yang relative tidak larut,
yang tidak mengalami hidrolisis secara cepat, terutama bila jumlah bahan aktif obat
tersedia dalam jumlah terbatas.
Tabel 5.3 Kelarutan tampak dan suhu lebur dari bentuk garam I.
Bentuk garam Suhu lebur (C) Kelarutan tampak
(Apparent)
Hidroklorida 331 12 15 mg liter
Basa bebas (I) 215 7 8 mg liter
Al-laktat 172 peng 1,8 1,9 g liter
1-laktat 192 193 peng 0,9 0,95 g liter
2Hidroetan-1-sulfat 250 252 peng 0,62 g liter
Metan sulfonate 290 peng 0,3 g liter
Sulfat 270 peng 20 g liter
a: pada 25C dalam air
Peng : penguraian
b. Kosolven
Kosolven digunakan sebagai pensolubilisasi suatu bahan aktif obat
jika kelarutannya dalam air tidak cukup untuk mecapai kadar yang
diperlukan. Prinsip dari kosolven ini adalah dengan mengubah konstanta
dielektrik (d) dari system pelarut/ pembawa sehingga sesuai (berdekatan
dengan konstanta dielektrik dari zat aktif yang dilarutkan. Beberapa sediaan
parenteral yang memanfaatkan system kosolven dan telah beredar dapat
dilihat pada table 5.4 . Contoh lain, solubilisasi garam agen antimalaria (I)
dapat pula dilarutkan melalui system kosolven seperti dapat dilihat pada
table 5.5
c. Kompleksasi
Kompleksasi merupakan cara lain untuk meningkatkan kelarutan
dalam air dari senyawa sukar/ tidak larut. Suatu komplek adalah suatu
entitas yang terbentuk biala 2 moleku, seperti suatu obat dan liganda (suatu
agen pesolubilisasi), disatukan oleh forsa lemah (misal : antaraksi dipol-
dipol atau ikatan hydrogen). Agen pembentuk komplek, molekul obat dan
liganda, harus mampu memberi atau menerima suatu pasangan elektrolit.
Tabel 5.4 Beberapa sediaan parenteral yang telah beredar dengan sistem kosolven
Nama Dagang Manufaktur Nama Generik Komposisi
Dramamine Searle Dimenhidrinat 50% propilen glikol
Apresoline Ciba Hidralazin HCI 10% propilen glikol
MVI USV Infus Multi 30% Propilen glikol
Vitamin
Nembutal Abbot Phenobarbitol Na 10% etanol, 40%
Luminal Winthrop Phenobarbitol Na propilen glikol
Dilantin Parke Davis Phenitoin Na 67,8% propilen glikol
10% etanol, 40%
DHE 45 Sandoz Dihidroergotamin propilen
mesilat glikol
Cedilanid Sandoz Dislanosida 6,1% etanol, 15%
gliserol
Robaxin Robbins Metokarbamal
Serpasil Ciba Reserpin 9,8% etanol, 15 gliserol
50% propilen glikol
Ativan Wyeth Lorazepam 10% diametil
asetamida, 50%
polietilen glikol
Librium Roche Kloridazepoksida 80% propilen glikol,
Valium Roche Diazepam 20% polietilen glikol
Lanoxin Burrough- Digoxin 20% propilen glikol
Wellcome 10% etanol, 40%
propilen glikol
10% etanol, 40%
propilen glikol
Tabel 5.5 Kelarutan-tampak dari agen antimalaria I pada suhu 25C dalam
pembawa parental sistem kosolven
Pembawa Kelarutan-tampak
(g liter-1)
20% etanol-20% gliserol dalam air 1,9
20% propilen glikol-5% etanol dalam air 0,6
10% dekstrosa dalam air 0,75
Sebagai contoh : pembentukan komplek antara benzokain dan liganda kofeina.
Aplikasi lain dalam sedian parental adalah peningkatan kelarutan sampai 90 kali
dari heksametilmelamin (agen antikanker) saat membentuk komplek dengan ion
gentisat.
Masalah yang perlu diperhatikan dalam pendekatan pembentukan komplek adalah
identifikasi secara farmesetika dan fisiologi dari agen liganda yang dapat diterima
bukan merupakan masalah yang mudah.
d. Pendekatan prodrug
Karakteristik kelarutan suatu obat dapat diganggu melalui modifikasi kimia, yaitu
pendekatan melalui prodrug. Terminologi prodrug pertama kali digunakan oleh
Albert dan didefinisikan sebagai suatu senyawa yang sebelum menunjukkan
respons farmakologinya, harus terlebih dahulu mengalami biontransformasi.
Sebagai contoh, suatu senyawa seperti metronidazol dengan kelarutan dalam air
hanya 10 mg ml-1, disolubilisasi sampai menjadi 500 mg ml-1 dibawah kondisi yang
sama, dengan cara mesintensis prodrug metronidazol fosfat yang larut dalam air
sehingga memungkinkan pemberian senyawa secara parenteral. Contoh lain dari
pendekatan prodrug untuk meningkatkan kelarutan dalam air dan bermacam obat
dapat dilihat pada tabel 5.6
Konstanta Ionisasi
Konstanta ionisasi memberikan informasi tentang ketergantungan kelarutan dari
senyawa pada pH formulasi. pKa biasanya ditentukan secara titrasi potensiometrik
pH atau analisis pH kelarutan.
Aktivitas optikal
Molekul yang mampu memutar cahaya dan cahaya terpolarisasi secara merata
sinyatakan sebagai aktif secara optic. Jika suatu bahan memutar bidang polarisasi
ke kanan atau searah jarum jam dengan sudut , maka bahan tersebut dinyatakan
memutar ke kanan (dekstro rotary). Sebaliknya, suatu bahan yang memutar bidang
polarisasi kekiri (berlawanan dengan arah jarum jam) dinamakan levorotary. Cara
penandaan lain adalah dengan huruf (d) atau (+) dan (l) atau (-).
Jika bekerja dengan suatu senyawa yang aktif secara optik selama penelitian
preformulasi, maka sangat penting untuk memantau rotasi optic tersebut karena
penentuan kuantitatif secara kimia saja tidak cukup. Contoh dari senyawa farmasi
yang aktif secara optikal dan luas digunakan untuk sediaan dapat dilihat pada Tabel
5.7.
Tabel 5.7 Rotasi spesifik beberapa bahan aktif yang digunakan dalam sediaan
parenteral.
Senyawa [] D Suhu (C) C Pelarut
Larutan asam askorbat +48 23 1 Metanol
Bensil penisilin +269 20 0,6 Metanol
Kodein -112 15 2 Kloroform
Epinefrin -52 25 2 0,5 N HCl
Kanamisina +121 23 1 Air
Morfin +132 25 2 Metanol
Sebelum mulai mengembangkan formulasi sediaan farmasi dalam bentuk sediaan
parenteral, penting sekali telah terkumpul data yang meliputi bahan aktif obat
(preformulasi) eksipien yang akan digunakan dalam formulasi, kemasan, dan
penutup kemasan yang akan digunakan, rute pemberian, dosis obat, persyaratan
fisika, kimia, dan biologi sediaan yang akan disterilkan, cara sterilisasi dan
pembebasan dari mikroba dan pyrogen (jika diperlukan), serta pelabelan sediaan.