LP KDM Eliminasi
LP KDM Eliminasi
Eliminasi fekal bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sphincter ani.
Kedua faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan
kolon meliputi tiga gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltic
dan gerakan massa kolon. Gerakan massa kolon ini dengan cepat mendorong
feses makanan yang tidak dicerna (feses) dari kolon ke rectum (Asmadi,
2009).
b. Eliminasi fekal
1) Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengtrol
defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol
secara penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah
memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dan pada usia lanjut
proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan.
2) Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi
proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat
membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsipun
dapat mempengaruhinya.
3) Intake cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi
keras karena proses absorpsi kurang sehingga dapat mempengaruhi
kesulitan defekasi
4) Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivita
tonus otot abdomen, pelvis dan diagfragma dapat membantu kelancaran
proses defekasi, sehingga proses pergerakan peristaltic pada daerah
kolon dapat bertambah baik dan memudahkan dalam membantu proses
kelancaran proses defekasi
5) Pengobatan
Pengobatan dapat mempengaruhi proses defekasi, seperti penggunaan
laksansia atau antasida yang terlalu sering
6) Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini
dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan
melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet. Maka,
ketika orang tersebut buang air besar ditempat terbuka atau tempat yang
kotor, ia mengalami kesulitan dalam proses defekasi
7) Prosedur diagnostik
Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy, membutuhkan agar
tidak ada makanan dan cairan setelah tengah malam sebagai persiapan
pada pemeriksaan, dan sering melibatkan enema sebelum pemeriksaan.
Pada tindakan ini klien biasanya tidak akan defekasi secara normal
sampai ia diizinkan makan.
Barium (digunakan pada pemeriksaan radiologi) menghasilkan masalah
yang lebih jauh. Barium mengeraskan feses jika tetap berada di colon,
akan mengakibatkan konstipasi dan kadang-kadang suatu impaksi
8) Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya
penyakit-penyakit yang berhubungan langsung pada siste, pencernaan,
seperti gatroenteristis atau penyakit infeksi lainnya
9) Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid,
fraktur ospubis, epesiotomi akan mengurangi keinginan untuk buang air
besar
10) Kerusakan sensorik dan motorik
Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses
defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris
dalam berdefekasi. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh kerusakan pada
tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya
11) Tonus otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi.
Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan
chyme sepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada
peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada
pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari
berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.
12) Anastesi dan pembedahan
Anastesi umum menyebabkan pergerakan colon yang normal menurun
dengan penghambatan stimulus parasimpatik pada otot colon. Klien
yang mendapat anastesi lokal akan mengalami hal seperti itu juga.
Pembedahan yang langsung melibatkan intestinal dapat menyebabkan
penghentian dari pergerakan intestinal sementara. Hal ini
disebut paralytic ileus, suatu kondisi yang biasanya berakhir 24 48
jam. Mendengar suara usus yang mencerminkan otilitas intestinal adalah
suatu hal yang penting pada manajemen keperawatan pasca bedah.
13) Iritan
Zat seperti makanan pedas, toxin baklteri dan racun dapat mengiritasi
saluran intestinal dan menyebabkan diare dan sering menyebabkan flatus
3) Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan karena ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter
eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau orang jompo.
b. Eliminasi fekal
1) Konstipasi
Deskripsi :
Keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi mengalami stasis
usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau
keluarnya tinja terlalu kering dan keras.
Penyebab :
Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera
serebrospinalis, CVA dan lain-lain
Pola defekasi yang tidak teratur
Nyeri saat defekasi karena hemoroid
Menurunnya perstaltik karena stress psikologis
Penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantif, atau
anaestesi
Proses penuaan
Gejala :
Adanya feses yang keras
Defekasi kurang dari 3 kali seminggu
Menurunnya bising usus
Adanya keluhan pada rectum
Nyeri saat mengejan dan defekasi
Adanya persaan masih ada sisa feses
2) Fecal imfaction
Deskripsi :
Kumpulan feses yang mengeras.mengendap di dalam rectum yang tidak
dapat dikeluarkan. Pada kasus impaksi berat, massa dapat lebih jauh
masuk ke dalam kolon sigmoid. Klien yang menderita kelemahan,
kebingungan atau tidak sadar adalah klien yang paling berisiko mengalami
impaksi. Mereka terlalu lemah atau tidak sadar akan kebutuhannya untuk
melakukan defekasi.
Penyebab : Akibat dari konstipasi yang tidak diatasi
Gejala :
ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari,
walaupun terdapat keinginan berulang untuk melakukan defekasi
kehilngan nafsu makan
distensi
kram abdomen
nyeri rektum
3) Diare
Deskripsi :
Peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair
dan tidak berbentuk. Atau arti lain adalah keadaan individu yang
mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare adalah gejala
gangguan yang mempengaruhi proses pencernaan, absorpsi, dan sekresi di
dalam saluran GI. Isi usus terlalu cepat keluar melalui usus halus dan
kolon sehingga absorpsi cairan yang biasa tidak dapat berlangsung. Iritasi
di dalam kolon dapat menyebabkan peningkatan sekresi lendir. Akibatnya
feses menjadi lebih encer sehingga klien menjadi tidak mampu
mengontrol keinginan untuk defekasi.
Penyebab :
o Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi
o Peningkatan peristaltic karena peningkatan metabolisme
o Efek tindakan pembedahan usus
o Efek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotic dan lain-
lain
o Stress psikologis
Gejala :
o Adanya pengeluaran feses cair
o Frekuensi lebih dari 3 kali sehari
o Nyeri/kram abdomen
o Bising usus meningkat
4) Inkontinensia
Deskripsi :
Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus. Kondisi
fisik yang merusakkan fungsi atau control sfingter anus dapat
menyebabkan inkontinensia. Pengertian lain mengenai inkontinensia
adalah keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan defekasi
normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal
dengan inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot
untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat
kerusakan sfingter.
Penyebab :
o Gangguan sfingter rectal akibat cedera anus, pembedahan, dan
lain-lain
o Distensi rectum berlebih
o Kurangnya control sfingter akibat cedera medulla spinalis, CVA,
dan lain-lain
o Kerusakan kognitif
Gejala :
Pengeluaran fese yang tidak dikehendaki
5) Flatulen
Deskripsi :
Suatu keadaan dimana gas terakumulasi di dalam lumen usus, dinding
usus meregang dan berdistensi. Flatulen adalah penyebab umum abdomen
menjadi penuh , terasa nyeri, dan kram.
Penyebab :
Penurunan motilitas usus akibat penggunaan opiate
Agens anestesi umum
Bedah abdomen
Imobilisasi
Gejala :
Tidak terjadinya sendawa dan pengeluaran flatus
6) Hemorroid
Deskripsi :
Keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan di daerah anus. Ada dua jenis hemoroid, yakni
hemoroid internal dan hemoroid eksternal.
Penyebab :
- Konstipasi
- Peregangan saat defekasi
- dan lain-lain
Gejala :
Terlihat penonjolan kulit, apabila vena mengeras akan terjadi perubahan
menjadi keunguan
Eliminasi Fekal
2.2 Pengkajian
2.2.1 Riwayat keperawatan
Pola berkemih
Gejala dari perubahan berkemih
Faktor yang memengaruhi berkemih
Diagnosa 4 : diare
2.2.10 Definisi
Pasase feses yang lunak dan tidak berbentuk
2.2.11 Batasan karakteristik
a. Nyeri abdomen sedikitnya 3 kali defekasi per hari
b. Kram
c. Bising usus hiperaktif
d. Ada dorongan
2.2.12 Faktor yang berhubungan
a. Psikologis
Ansietas
Tingkat stress tinggi
b. Situasional
Efek samping obat
Penyalahgunaan alkohol
Penyalahgunaan laksatif
Radiasi, toksin
Melakukan perjalanan
c. Fisiologis
Proses infeksi dan parasit
Inflamasi dan iritasi
malabsorbsi
2.4 Perencanaan
Diagnosa 1 : inkontinensia urinarius fungsional
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria):
NOC :
a. Perawatan diri: eliminasi
b. Kontinensia urune
c. Eliminasi urine
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikasi keinginan berkemih
b. Berespon tepat waktu terhadap dorongan berkemih
c. Melakukan eliminasi secara mandiri
d. Mengosongkan kandung kemih secara tuntas
e. Menonsumsi jumlah cairan dalam jumlah adekuat
f. Tidak terjadi hematuri
g. Tidak ada rasa sakit saat berkemih
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional :
a. Identifikasi multifaktor yang menyebabkan inkontinensia
R : dengan mengetahui faktor penyebab maka dapat menghindari hal
tersebut
b. Anjurkan pasien untuk minum minimum 1500 cc perhari
R : minum yang banyak dapat memperbanyak produsi urin
c. Sediakan ruangan yang tenang dan privasi untuk prosedur eliminasi
R : meningkatkan kenyamanan dala proses eliminasi
d. Tetapkan interval jadwal eliminasi dengan rutinitas yang dilakukan
setiap hari
R : menghindari kegagaln toileting
e. Kurangi konsumsi yang menyebabkan iritasi pada bledder
R : menghindari ISK
Diagnosa 2 : gangguan eliminasi urine
2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria):
NOC :
a. Eliminasi urin
b. Urin kontinens
Kriteria hasil:
a. Kandung kemih kosong secara penuh
b. Tidak ada residu urine
c. Bebas dari ISK
d. Tidak ada spasme bledder
e. Balance cairan seimbang
2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional :
a. Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan air
R : sugesti dapat merangsang keluarnya urin
b. Masukan kateter urin
R : tindakan invasif
c. Memantau asupan dan keluaran
R : monitir intake dan output pasien
d. Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
R : Distensi kandung kemih adalah tanda bledder telah penuh
e. Kolaborasi pemberian obat deuretik
R : terapi untuk memudahkan eliminasi urin
Diagnosa 4 : diare
2.3.7 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria):
NOC :
a. Eliminasi fekal
b. Feses kontinens
Kriteria hasil :
a. Feses berbentuk, BAB sehari sekali-tiga hari
b. Menjaga daerah sekitar rektal dari iritasi
c. Tidak mengalami diare
d. Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan
e. Mempertahankan turgor kulit
2.3.8 Intervensi keperawatan dan rasional :
Menejemen diare:
a. Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal
R : menghindari efek yang lebih lanjut dari pengobatan
b. Ajarkan pasien untuk mengguanakn obat diare
R : sebagai terapi medikasi
c. Identifikasi faktor penyebab diare
R : Mnghindari faktor yang menyembakan diare
d. Observasi turgor kulit seara rutin
R : memantau terjadinya dehidrasi
e. Monitor tanda gejala diare
R : dengan mengetahui tanda dan gejala diare maka diare dapat diatasi
sedini mungkin
f. Intruksikan untuk menghindari laksatif
R : laksatif dapat menyebabkan diare
g. Ajarkan teknik menurunkan stress
R : stress memperparah diare
h. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang diet dendah serat, tinggi protein
Asmadi. (2009). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
Alimul, Aziz. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika
Chris booker. (2008). Ensiklopedia keperawatan.penerbit buku kedokteran. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Dochterman dan Bulecheck. (2004). Nursing Intervention Classification (NIC). United States
of America : Mosby.Edi S. Tehuteru, Badriul Hegar, Agus Firmansyah. (2001). Sari
Pediatri, Vol. 3, No. 3, Desember 2001.
Moorhead S,dkk. (2006). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of
America : Mosby
Nurarif, A.H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis: Berdasarkan Penerapan Diagnosa
Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jilid 1 & 2. Yogyakarta: Mediaction.
Pearce, Evelyn C. (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia
Potter, Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
(.............................................................) (.................................................................)