PENDAHULUAN
Testis merupakan sepasang struktur organ yang berbentuk oval dengan ukuran
4x2,5x2,5cm dan berat kurang lebih 20g. Terletak didalam scrotum dengan axis
panjang pada sumbu vertikal dan biasanya testis kiri terletak lebih rendah dibanding
kanan. Testis diliputi oleh tunika albuginea pada 2/3 anterior kecuali pada sisi
dorsal dimana terdapat epididymis dan pedikel vaskuler. Sedangkan epididymis
merupakan organ yang berbentuk kurva yang terletak disekeliling bagian dorsal
dari testis. Suplai darah arteri pada testis dan epididymis berasal dari arteri renalis.1
1
Pada perkembangannya, testis mengalami desensus dari posisi asalnya di
dekat ginjal menuju scrotum. Terdapat beberapa mekanisme yang menjelaskan
mengenai proses ini antara lain adanya tarikan gubernakulum dan tekanan
intraabdominal. Faktor endokrine dan axis hypothalamus-pituitary-testis juga
berperan dalam proses desensus testis. Antara minggu ke12 dan 17 kehamilan,
testis mengalami migrasi transabdominal menuju lokasi didekat cincin inguinal
interna.1,2
2
Secara histologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas
tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan
sel Sertoli, sedang di antara tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel
spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi sel-sel spermatozoa. Sel-sel
Sertoli berfungsi memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig
atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormone
testosterone.2
3
Skrotum adalah dua lobus kantong yang membungkus testis. Skrotum
berfungsi untuk melindungi dan menyokong testis, mengatur temperatur testis dan
epididimis, guna keberlangsungan fungsi testis. Testis berfungsi sebagai glandula
reproduksi dari seorang pria, di mana di dalam tubulus seminiferus testis, terdapat
sel-sel spermatogenia dan sel Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat
sel-sel Leyding.2
Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis menjadi sel
spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal sperma,
sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel interstisial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormon testosteron.1,2
Jika ada kelainan di tempat tersebut, maka akan sangat mungkin terjadi
gangguan dalam proses reproduksi pria, yang akan menimbulkan ketidaknyamanan
sepanjang hidupnya. Bila keadaan ini tidak ditangani akan menimbulkan gangguan-
gangguan seperti infertilitas, disfungsi ereksi, bahkan kematian jaringan testis yang
mengakibatkan testis tersebut harus dibuang untuk selamanya.3
Kelainan pada skrotum dan isinya sangat beragam, yang bisa ditemukan
saat lahir (akibat kelainan kongenital) maupun didapat (timbul setelah anak lahir).
Di antaranya yang sering terjadi ialah hidrokel, torsio testis, orchitis, tumor testis,
dan undesensus testis, seperti yang akan dibahas dalam makalah ini. Hal-hal
tersebut harus dapat dikenali segera dalam praktik sehari-hari sehingga efek yang
ditimbulkan nantinya dapat dengan cepat dicegah.3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Sistem reproduksi pria terdiri dari struktur luar dan dalam. Struktur luar terdiri dari
penis, skrotum, dan testis. Sedangkan struktur dalam terdiri dari vas deferens,
urethra, kelenjar prostat, dan vesicula seminalis.5
5
Tunica dartos
Tunica dartos adalah otot yang berada pada skrotum bagian bawah. Tunica
dartos membagi skrotum menjadi 2 bagian. Tunica dartos menempel pada lapisan
tunica vaginalis.6
Musculus cremaster
Musculus cremaster terletak pada leher skrotum, dan menempel pada lapisan
tunica vaginalis. Fungsi dari musculus cremaster adalah untuk mengangkat dan
menurunkan skrotum pada saat proses termoregulasi testis. Pada lingkungan yang
dingin, musculus cremaster mengangkat testis mendekati rongga perut untuk
menanggulangi kehilangan panas pada testis, sedangkan jika udara lingkungan
panas, maka musculus cremaster mengendur sehingga kondisi testis tetap stabil.6
6
Ukuran testis pada orang dewasa adalah 432,5 cm dengan volume 15-25
ml berbentuk ovoid. Testis normal dibungkus oleh tunica albuginea. Pada
permukaan anterior dan lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunica
vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan viseralis yang langsung menempul
ke testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietalis yang menempel ke
musculus dartos pada dinding skrotum.1
Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap
lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel
spermatogenia dan sel Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel
Leydig. Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis menjadi sel
spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal sperma,
sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel interstisial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormon testosteron.5
7
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan
mengalami pematangan atau maturasi di epididimis. Setelah matur (dewasa), sel-
sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens
disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah dicampur dengan
cairan-cairan dari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat
menbentuk cairan semen atau mani.4
8
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus
Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal
sebagai verikokel.6
9
2. belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi
cairan hidrokel.
Klasifikasi
1. Hidrokel Kongenital:8
terjadi karena adanya hubungan terbuka antara rongga abdomen sehingga cairan
dari rongga abdomen keluar dan terkumpul di antara lapisan parietal dan lapisan
viseral tunika vaginalis. Hal ini hampir selalu disertai dengan hernia inguinalis
indirek.
2. Hidrokel non komunikans :
terjadi karena adanya sejumlah cairan yang terjebak di dalam tunika vaginalis
sesaat sebelum menutupnya prosesus vaginalis
Gambaran Klinis
1. Adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri.
2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan
konsistensi kistik dan pada pemeriksaan transiluminasi menunjukkan adanya
transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal
kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan
pemeriksaan ultrasonografi.8
10
3. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa
macam hidrokel yang berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan
pada saat melakukan koreksi hidrokel, yaitu:8
a. Hidrokel testis
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tidak dapat diraba.
Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
11
Gambar 2.8 Jenis hidrokel berdasarkan klinis
Terapi
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri,
tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk
dilakukan koreksi. Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan
aspirasi dan operasi. Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka
kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi.9
12
Penyulit
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan
hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga
menimbulkan atrofi testis.10
Gambaran usg
13
Gambar 2.10 Hidrokel testis
14
Gambar 2.12 Hidrokel testis
Gambaran CT-Scan
15
Gambar 2.14 Hidrokel testis
16
dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis
sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral.7
Faktor predisposisi11
1. Kriptorchkismus
2. Hidrokel
3. Gubernakulum tidak terbentuk
4. Spasme kremaster
5. Posisi transversal pada skrotum
6. Mesorchium panjang dan sempit
7. Kecenderungan mesorchium melekat pada satu pole testis
8. Kurang menyatunya dinding skrotum dengan testis
9. Bell clapper deformity
Patofisiologi
Torsio testis terjadi akibat perkembangan abnormal dari funikulus
spermatikus atau selaput yang membungkus testis. Insersi abnormal yang tinggi
dari tunika vaginalis pada struktur funikulus akan mengakibatkan testis dapat
bergerak, sehingga testis kurang melekat pada tunika vaginalis viseralis. Testis
yang demikian mudah memuntir dan memutar funikulus spermatikus.12
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati
dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis.
Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami
torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan
pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak
(seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang
terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.12
Jenis-jenis torsio testis:9
1. Torsio testis ekstravaginalis (testis, epididimis, dan tunika vaginalis terpuntir pada
funikulus spermatikus) biasanya terjadi pada janin atau neonatus
2. Torsio testis intravaginalis, biasanya terjadi pada lelaki dewasa muda :
17
a. Testis dan epididimis terpuntir pada funikulus spermatikus (Bell Clapper)
b. Testis terpuntir pada mesorchium terhadap epididimis
Gambar 2.13 (A) torsio testis ekstravaginal (B) torsio testis intravaginal
18
Testis kiri : arah puntiran berlawanan dengan arah jarum jam
Diagnosis
Anamnesis:13
1. Nyeri hebat tiba-tiba pada skrotum, nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau
perut sebelah bawah. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel, atau tidak
mau menyusui.
2. Testis yang bersangkutan dirasakan membesar.
3. Terjadi retraksi dari testis ke arah kranial, karena funikulus spermatikus terpuntir
jadi memendek
4. Mual dan muntah, kadang demam
Pemeriksaan Fisik:14
1. Testis/skrotum bengkak/hiperemis
2. Demings sign (testis letak tinggi) dibandingkan sisi kontralateral
3. Angells sign (testis posisi melintang) dibandingkan sisi kontralateral
4. Testis umumnya sangat nyeri tekan dan elevasi tidak menghilangkan nyeri seperti
sering terjadi pada epididimis akut (Prehns sign, yaitu nyeri tetap/meningkat saat
mengangkat testis)
5. Kadang-kadang dapat diraba adanya lilitan/simpul atau penebalan funikulus
spermatikus.
6. Bila telah lama berlangsung maka testis menyatu dengan epididimis dan sukar
dipisahkan, keduanya membengkak, timbul effusion, hiperemia, edema kulit dan
subkutan
19
Gambar 2.14 Torsio testis
Pemeriksaan penunjang:15
1. Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine.
2. Pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis
yang sudah lama dan telah mengalami peradangan steril.
3. Doppler dan sintigrafi testis (akurasi 90 100 %) untuk menilai adanya aliran darah
ke testis:
20
Torsio : avaskuler
Tumor : hipervaskuler
Trauma : vaskularisasi berkurang
Diagnosis banding16
1. Epididimitis akut
Disebabkan oleh sejumlah organisme. Pada pria diatas usia 35 tahun, E. coli
merupakan penyebab terbanyak epididimitis. Pada pria di bawah usia 35 tahun,
Chlamydia trachomatis merupakan organisme terlazim pada penyebab penyakit ini.
Gambaran klinisnya yaitu pada stadium akut mungkin ada nyeri, pembengkakan
dan demam ringan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan skrotum membesar, dapat
ditemukan nyeri tekan pada funikulus spermatikus dan pada palpasi menunjukan
epididimis yang nyeri dan menebal. Elevasi ringan scrotum cenderung membuat
epididimistis kurang nyeri, tetapi perasat ini mengeksaserbasi nyeri akibat torsi
testis.
2. Orchitis
3. Hidrokel terinfeksi/trauma
4. Trauma testis
5. Hernia inguinalis inkarserasi/strangulasi
Gejala berupa benjolan di daerah inguinal yang dapat mencapai scrotum.
Benjolan dapat timbul pada saat berdiri atau mengejan. Terasa nyeri bila menjadi
inkarserata.
6. Tumor testis
7. Oedem skrotum
Dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya penyumbatan
saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak
diketahui sebabnya.
8. Varikokel
Adalah pelebaran abnormal (varises) dari pleksus pampiniformis yang
mengalirkan darah dari testis. Lebih sering mengenai testis kiri. Biasanya tidak ada
gejala yang menyertai varikokel, namun beberapa pria terdapat perasaan berat pada
21
sisi yang terkena. Pada pemeriksaan fisik terdapat massa yang teraba sebagai
sekantung cacing, massa ini timbul pada posisi tegak tetapi dapat mengosongkan
isinya, dan tidak teraba pada sisi berbaring. Perbaikan verikokel yaitu dengan cara
pembedahan.
Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi torsio testis terdiri dari 2 cara yaitu: detorsi atau
reposisi manual dan eksplorasi atau dengan cara pembedahan.10
1. Detorsi manual dapat dilakukan pada kasus-kasus yang dini (1 2 jam) atau
merupakan tindakan awal bagi pasien sebelum dibawa ke rumah sakit. Tindakan
ini dilakukan dengan mengingat arah torsi pada umumnya. Reduksi yang berhasil
akan memberikan pemulihan segera untuk aliran darah ke testis. Tindakan ini tidak
boleh dianggap sebagai pengobatan atau terapi definitif dan eksplorasi gawat
darurat harus tetap dilakukan pada kesempatan awal.10
2. Reduksi manipulatif tidak dapat menjamin penyembuhan sempurna dan masih ada
torsi dengan tingkat tertentu, meskipun pemasokan darah telah dipulihkan. Selain
itu abnormalitas semula yang menyebabkan torsi masih tetap ada dan mungkin
melibatkan testis pada sisi yang lain. Oleh karena itu fiksasi operatif kedua testis
diharuskan.10
3. Eksplorasi mutlak dilakukan pada setiap kasus yang diduga torsi. Testis harus
dipaparkan tanpa ditunda-tunda lagi dengan membuat irisan ke dalam skrotum. Bila
ternyata benar suatu torsi segera lakukan detorsi lalu elevasi beberapa saat,
kemudian diamati apakah ada perubahan warna bila tidak ada tanda-tanda viabilitas
lakukan orchidektomi, namun apabila testis masih baik lakukan orchidopeksi pada
testis yang bersangkutan dan testis kontralateral.12
Komplikasi
Terpuntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah
testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya
testis akan mengalami nekrosis.10
22
Prognosis12
1. Umumnya viabel dalam 4 6 jam setelah torsio
2. Maksimum survival 70 90 % 5 12 jam
3. Mungkin masih baik 12 24 jam
4. Hasil meragukan bila lebih dari 24 jam
5. Dianjurkan orkidektomi bila lebih dari 4 jam
6. Tergantung jumlah putaran dan lamanya torsio
Gambaran USG
23
Gambar 2.17 Torsio testis
2.2.3 Orchitis
Definisi
Orchitis adalah suatu peradangan pada salah satu atau kedua testis (buah
zakar).7
Etiologi
Orchitis bisa disebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang paling
sering menyebabkan orchitis adalah virus gondongan (mumps). Hampir 15-25%
pria yang menderita gondongan setelah masa pubertasnya akan menderita orchitis.
Orchitis juga ditemukan pada 2-20% pria yang menderita bruselosis. Orchitis
sering dihubungkan dengan infeksi prostat atau epididimis, serta merupakan
manifestasi dari penyakit menular seksual (misalnya gonore atau klamidia).7
24
Faktor risiko7
a. Immunisasi gondongan yang tidak adekuat
b. Infeksi saluran kemih berulang
c. Kelainan saluran kemih
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan dan pembengkakan
testis yang terkena.7
Gejala:7
a. Pembengkakan skrotum
b. Testis yang terkena terasa berat, membengkak dan teraba lunak
c. Pembengkakan selangkangan pada sisi testis yang terkena
d. Demam
e. Dari penis keluar nanah
f. Nyeri ketika berkemih (disuria)
g. Nyeri selangkangan
h. Nyeri testis, bisa terjadi ketika buang air besar atau mengedan
25
c. Pemeriksaan darah lengkap
d. Pemeriksaan kimia darah.
Penatalaksanaan7
Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik sedikitnya selama 7-14 hari.
Selain itu juga diberikan obat pereda nyeri dan anti peradangan.
Jika penyebabnya adalah virus, hanya diberikan obat pereda nyeri. Penderita
sebaiknya menjalani tirah baring, skrotumnya diangkat dan dikompres dengan air
es.
Pencegahan
Immunisasi gondongan bisa mencegah terjadinya orchitis akibat
gondongan.8
Gambaran USG
26
Gambar 2.20 Orchitis
Gambaran CT-Scan
27
2.2.4 Tumor Testis
Definisi
Tumor testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar),
yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di
dalam skrotum (kantung zakar). Tumor testis merupakan keganasan yang paling
sering ditemukan pada pria berusia 15-40 tahun.10
Penyebab
Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
menunjang terjadinya tumor testis:10
a. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
b. Perkembangan testis yang abnormal
c. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai dengan
rendahnya kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara/ginekomastia
dan testis yang kecil).
d. Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari tumor testis tetapi masih
dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi oleh HIV.
Jika di dalam keluarga ada riwayat tumor testis, maka risikonya akan meningkat.
Klasifikasi
Tumor testis dikelompokkan menjadi:10
1. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis. Biasanya ditemukan pada pria
berusia 30-40 tahun dan terbatas pada testis
2. Non-seminoma : merupakan 60% dari semua jenis tumor testis.Dibagi lagi menjadi
beberapa subkategori:
a. Karsinoma embrional : sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-30 tahun
dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-paru dan
hati.
b. Tumor yolk sac : sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki.
c. Teratoma : sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak laki-
laki.
28
d. Koriokarsinoma.
e. Tumor sel stroma : tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel Sertoli dan sel
granulosa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis tumor testis. Tumor bisa
menghasilkan hormon estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala kanker
testis, yaitu ginekomastia.
Gejala10
1. Testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)
2. Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testis
3. Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah
4. Ginekomastia
5. Rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat.
6. Tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:10
1. USG skrotum
2. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG (human
chorionic gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase).Hampir 85% kanker
non-seminoma menunjukkan peningkatan kadar AFP atau beta HCG.
3. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
4. CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)
5. Biopsi jaringan.
Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit. Setelah
tumor ditemukan, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan jenis sel
tumornya. Selanjutnya ditentukan stadiumnya:12
1. Stadium I : tumor belum menyebar ke luar testis
2. Stadium II : tumor telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
29
3. Stadium III : tumor telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa sampai ke
hati atau paru-paru.
Tumor Seminoma:12
1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan penyinaran kelenjar getah bening perut
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi, penyinaran kelenjar getah bening dan
kemoterapi dengan sisplastin
3. Stadium III diobati dengan orkiektomi dan kemoterapi multi-obat.
Tumor Non-Seminoma:13
1. Stadium I : diobati dengan orkiektomi dan kemungkinan dilakukan limfadenektomi
perut
2. Stadium II : diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi perut, kemungkinan
diikuti dengan kemoterapi
3. Stadium III : diobati dengan kemoterapi dan orkiektomi.
30
Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya,
diberikan kemoterapi beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid atau
vinblastin).
Gambaran USG
31
Gambaran CT-Scan
32
2.2.5 Undesensus Testis
Definisi
Undescendcus testis (UDT) atau kriptorkismus adalah gangguan
perkembangan yang ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua
testis secara komplit ke dalam skrotum.12
Epidemiologi
Insiden UDT pada bayi sangat dipengaruhi oleh umur kehamilan bayi dan
tingkat kematangan atau umur bayi. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar
3,4% pada bayi cukup bulan. Bayi dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya
mengalami UDT, sedangkan dengan berat lahir < 1800 gram sekitar 68,5 % UDT.12
33
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di mana
testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi
karena adanya regresi ligamentum suspensorium cranialis dibawah pengaruh
androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculum (ligamen yang
melekatkan bagian inferior testis ke-segmen bawah skrotum) di bawah pengaruh
MIF. Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic maka testis
akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3 kehamilan
terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke arah skrotum.
Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan.12
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai
dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal
ke-dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Faktor mekanik yang turut
berperan pada fase ini adalah tekanan abdominal yang meningkat yang
menyebabkan keluarnya testis dari cavum abdomen, di samping itu tekanan
abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari processus vaginalis melalui
canalis inguinalis menuju skrotum. Proses penurunan testis ini masih bisa
berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.12
34
mengalami regresi. Migrasi gubernaculum ke-skrotum terjadi pada minggu ke- 28-
35. B: Peranan gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada
jantan CSL mengalami regresi dan gubernaculum mengalami perkembangan;
sebaliknya pada betina CSL menetap, dan gubernaculum menipis dan
memanjang.12
Etiologi13
A Androgen deficiency/blockade
Pituitary/placental gonadotropin deficiency
Gonadal dysgenesis
Androgen sythesis defect (rare)
Androgen receptor defect (rare)
B Mechanical anomalies
Prune belly syndrome (bladder blocks inguinal canal)
Posterior urethral valves(bladder blocks inguinal canal)
Abdominal wall defects (low abdominal pressure/gubernacular rupture)
Chromosomal/malformation syndrome (? Connective tissue defect
block migration)
C Neurological anomalies
Myelomeningocele (GNF dysplasia)
GFN/CGRP anomalies
D Aquired anomalies
Cerebral palsy (cremaster spasticity)
Ascending/retractile testes (? Fibrous remnant of processus vaginalis)
Tabel 2.1 Berbagai kemungkinan penyebab UDT
35
Klasifikasi
Terdapat 3 tipe UDT:12
1. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan parsial
melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan
tidak teraba (impalpable).
2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang normal.
3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat refleks
kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis inguinalis, bukan
termasuk UDT yang sebenarnya.
Gambar 2.24 Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis
Gliding testis atau sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan
UDT dimana testis dapat dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera
kembali begitu tarikan dilepaskan. Gliding testis harus dibedakan dengan testis
yang retraktil, gliding testis terjadi akibat tidak adanya gubernaculum attachment,
dan mempunyai processus vaginalis yang lebar sehingga testis sangat mobile dan
meningkatkan risiko terjadinya torsi. Dengan melakukan overstrecht selama + 1
menit pada saat pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan refleks cremaster), testis
36
yang retraktil akan menetap di dalam skrotum, sedangkan gliding testis akan tetap
kembali ke kanalis inguinalis.13
Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis harus digali tentang prematuritas penderita, penggunaan
obat-obatan saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal dan harus dipastikan
apakah sebelumnya testis pernah teraba di skrotum pada saat lahir atau tahun
pertama kehidupan (testis retractile akibat refleks cremaster yang berlebihan sering
terjadi pada umur 4-6 tahun).10
Perlu juga digali riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak yang
lebih besar bisa ditanyakan ada tidaknya gangguan penciuman (biasanya penderita
tidak menyadari). Riwayat keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan
genitalia, dan kematian neonatal.13
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang dengan frog
leg position dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat, menggunakan jelly atau
sabun, dimulai dari SIAS menyusuri kanalis inguinalis ke arah medial dan skrotum.
Bila teraba testis harus dicoba untuk diarahkan ke skrotum, dengan kombinasi
menyapu dan menarik terkadang testis dapat didorong ke dalam skrotum.
Dengan mempertahankan posisi testis di dalam skrotum selama 1 menit, otot-otot
cremaster diharapkan akan mengalami fatigue; bila testis dapat bertahan di
dalam skrotum, menunjukkan testis yang retractile sedangkan pada UDT akan
segera kembali begitu testis dilepas. Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.10
37
Gambar 25 : Teknik pemeriksaan testis.
Testis yang atrofi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur penurunan
yang normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal akibat torsi.
Testis kontra lateralnya biasanya mengalami hipertrofi.13
Lokasi UDT tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti
supraskrotal (20%), dan intra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang
baik akan dapat menentukan lokasi UDT tersebut.
Berikut adalah berapa petanda klinis pada UDT bilateral tidak teraba testis yang
dapat dipakai pegangan untuk menentukan kemungkinan penyebab pada
pemeriksaaan fisik.13
38
Perawakan tinggi (testis mungkin Sindrom Klinefelter
teraba di inguinal, kecil dan padat)
Tabel 2.2 Interpretasi beberapa petanda klinis yang menyertai UDT bilateral tidak teraba
testis
Pemeriksaan Laboratorium
Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan
laboratorium lebih lanjut. Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis dengan
disertai hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis kromosom dan
hormonal (yang terpenting adalah 17-hydroxyprogesterone) untuk menyingkirkan
kemungkinan intersex. Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada
penderita UDT bilateral dengan usia < 3 bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan
LH, FSH, dan testosteron akan dapat membantu menentukan apakah terdapat testis
atau tidak. Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan pemeriksaan hormonal tersebut
harus dilakukan dengan melakukan stimulasi test menggunakan hCG (human
chorionic gonadotropin hormone). Ketiadaan peningkatan kadar testosteron
disertai peningkatan LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan
anorchia.13
Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar
hormon testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Pada bayi,
respon normal setelah hCG test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa
kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas,
dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi
hCG hanya sekitar 2-3x.12
Pemeriksaan Pencitraan
USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah
inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan. CT
scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG terutama
diperuntukkan testis intraabdomen (tak teraba testis dan tidak dapat dideteksi
dengan USG). MRI mempunyai sensitifitas yang lebih baik untuk digunakan pada
39
anak-anak yang lebih besar (belasan tahun). MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan
keganasan testis. Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk
mendeteksi vanishing testis ataupun anorchia.13
Terapi
Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah
memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan
reposisi testis ke dalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal
ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).13
1. Terapi Hormonal
Hormon yang biasa digunakan adalah hCG, gonadotropin-releasing
hormone (GnRH) atau LH-releasing hormone (LHRH). Hormon hCG mempunyai
kerja mirip LH yang dihasilkan pituitary, yang akan merangsang sel Leydig
menghasilkan androgen. Cara kerja peningkatan androgen pada penurunan testis
belum diketahui pasti, tapi diduga mempunyai efek pada cord testis atau otot
cremaster. hCG diberikan dengan dosis 250 IU untuk bayi < 12 bulan, 500 IU untuk
umur 1-6 tahun, dan 1.000 IU untuk umur > 6 tahun, masing masing kelompok
umur diberikan 2x seminggu selama 5 minggu.10
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi adalah makin distal lokasi
testis makin tinggi keberhasilannya, makin tua usia anak makin respon terhadap
terapi hormonal, UDT bilateral lebih responsif terhadap terapi hormonal daripada
unilateral.10
2. Terapi Pembedahan
Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT adalah
orchiopexy. Mengingat 75 % kasus UDT akan mengalami penurunan testis spontan
sampai umur 1 tahun, maka pembedahan biasanya dilakukan setelah umur 1 tahun.
Pertimbangan lain adalah setelah 1 tahun akan terjadi perubahan morfologis
degeneratif testis yang dapat meningkatkan risiko infertilitas. Keberhasilan
orchyopexy berkisar 67-100 % bergantung pada umur penderita, ukuran testis,
contralateral testis, dan keterampilan ahli bedah.8
40
Komplikasi
1. Risiko Keganasan
Makin tinggi lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis
abdominal mempunyai risiko menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis
inguinal. Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan,
tetapi akan lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang
telah dilakukan orchiopexy.11
2. Infertilitas
Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada
UDT. Biopsi pada anak-anak dan binatang coba UDT menunjukkan adanya
penurunan volume testis, jumlah germ cells dan spermatogonia dibandingkan
dengan testis yang normal. Biopsi testis pada anak dengan UDT unilateral yang
dilakukan sebelum umur 1 tahun menunjukkan gambaran yang tidak berbeda
bermakna dengan testis yang normal. Perubahan gambaran histologis yang
bermakna mulai tampak setelah umur 1 tahun, semakin memburuk dengan
bertambahnya umur. Tidak seperti risiko keganasan, penurunan testis lebih dini
akan mencegah proses degenerasi lebih lanjut.10
Gambaran USG
41
Gambaran CT-Scan
42
Gambar 2.28 Undesensus testis
43
BAB III
KESIMPULAN
Kelainan pada skrotum maupun testis yang didapatkan secara dini (bayi maupun
anak-anak), jika tidak ditangani secara cepat akan dapat mengganggu fungsi
reproduksi, seperti infertilitas, disfungsi ereksi, maupun kematian jaringan testis.
Hal ini dapat dicegah dengan meningkatkan pengetahuan dokter dalam praktik
sehari-hari untuk dapat mengenali kelainan-kelainan tersebut sehingga bisa
mencegah komplikasi yang tidak diinginkan.
Pada kasus hidrokel, penumpukan cairan pada tunika vaginalis dapat
diketahui dengan adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri, konsistensi
kistik, dan pada pemeriksaan transiluminasi menunjukkan adanya transiluminasi.
Hidrokel yang cukup besar bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis
sehingga menimbulkan atrofi testis. Penatalaksanaannya ialah dilakukan operasi
dengan pendekatan inguinal.
Pada kasus torsio testis, funikulus spermatikus yang terpuntir dapat
mengakibatkan gangguan vaskulariasi dari testis yang berakhir pada keadaan
nekrosis testis. Torsio testis dapat diketahui dari keluhan nyeri hebat tiba-tiba pada
skrotum, dan pada pemeriksaan ditemukan testis membesar, hiperemis, Demings
sign, Angells sign, dan Phrens sign. Penatalaksanaan dari torsio testis ialah dapat
dilakukan detorsi atau reposisi manual dan eksplorasi atau dengan cara
pembedahan.
Pada kasus orchitis, peradangan pada salah satu atau kedua testis dapat
diketahui dengan adanya demam, skrotum dan testis bengkak, teraba lunak, dan
terasa nyeri. Terapi yang diberikan disesuaikan dengan penyebab, jika karena
bakteri, diberikan antibiotik selama 7-14 hari, obat pereda nyeri, dan anti radang.
Sedangkan jika diakibatkan karena virus, dilakukan tirah baring dan obat pereda
nyeri.
Tumor testis, yang sering terjadi pada usia 15-40 tahun, dapat dicurigai jika
ditemukan benjolan pada salah satu atau kedua testis, testis membesar atau teraba
aneh, rasa tidak nyaman pada testis, dan nyeri tumpul di punggung atau perut
44
bagian bawah. Dalam hal ini dapat dilakukan pemeriksaan penunjang terhadap
penanda tumor testis; AFP, HCG, dan LDH. Pengobatan dilakukan tergantung
kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit.
Pada kasus undescensus testis (kriptorkismus), di mana testis gagal untuk
turun secara komplit ke dalam skrotum, pada pemeriksaan, dapat ditentukan dengan
menyusuri kanalis inguinalis dari SIAS sampai ke skrotum dan mengarahkan testis
yang teraba masuk ke dalam skrotum dan dipertahankan 1 menit. Bila testis
bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis retractile, sedangkan pada UDT
testis akan segera kembali. Penatalaksanaan ditujukan untuk memperkecil risiko
terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis ke dalam
skrotum dengan terapi hormonal ataupun cara pembedahan (orchiopexy).
45
DAFTAR PUSTAKA
46
13. Edward David Kim. Testicular torsion. Updated September 24, 2010. Available
from http://emedicine.medscape.com/article/2035074-overview
47