Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Laboratorium Obat Tradisional


4.1.1 Identifikasi BKO HCT-Furosemid, Sibutramin dan Bisakodil
a. Prinsip Pengujian
Analisis kualitatif senyawa BKO (Bahan Kimia Obat) secara kromatografi
lapis tipis.
b. Alat dan Bahan
1) Alat
a) Beaker glass
b) Corong pisah
c) Erlenmeyer
d) Gelas ukur
e) Hot plate
f) Multispoter
g) Rak corong pisah
h) Sentrifuge
i) Syringe
j) Sonikator
k) Tabung sentrifuge
l) TLC Visualizer
2) Bahan
a) Baku bisakodil
b) Baku HCT-Furosemid
c) Baku Sibutramin
d) Eluen EMA (Etil asetat : Metanol: Amonia )
e) Eluen NEMAA (N-heksan: etil asetat: Metanol: Air: AAG)
f) Eluen (kloroform : aseton)
g) Eluen SDT (Sikloheksan: Dietilamin: Toluen)
h) Etanol
i) Eter
j) HCl
k) Kertas lakmus
l) NaOH
m) Plat silica gel 60 F254
n) Sampel obat tradisional
c. Prosedur
1) Ekstraksi Sampel BKO HCT-Furosemid
Disiapkan sampel dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian
ditambahkan air.

Diasamkan sampel dengan HCl hingga pH mencapai 1-2

Semua sampel di sonik, kemudian disentrifuse selama 30 menit dengan


kecepatan 4000 rpm.

Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian


diasamkan kembali sampel dengan HCl hingga pH mencapai 1-2.

Diekstraksi sebanyak 3 kali dengan menggunakan eter. Ekstrak eter


dikumpulkan kemudian diuapkan dengan suhu 60-70oC sampai kering.

Sisa yang diperoleh dilarutkan dengan etanol dan dimasukkan ke dalam vial

2) Ekstraksi Sampel BKO Bisakodil


Disiapkan sampel dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian
ditambahkan air.

Semua sampel di sonik, kemudian disentrifuse selama 30 menit dengan


kecepatan 4000 rpm.

Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian dibasakan


sampel dengan NaOH hingga pH mencapai 10-11

Diekstraksi sebanyak 3 kali dengan menggunakan eter. Ekstrak eter


dikumpulkan kemudian diuapkan dengan suhu 60-70oC sampai kering.

Sisa yang diperoleh dilarutkan dengan etanol dan dimasukkan ke dalam vial
3) Ekstraksi Sampel BKO Sibutramin HCl
Disiapkan sampel dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian
ditambahkan air.

Dibasakan sampel dengan NaOH hingga pH mencapai 10-11.

Semua sampel di sonik, kemudian disentrifuse selama 30 menit dengan


kecepatan 4000 rpm.

Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian dibasakan


sampel dengan NaOH hingga pH mencapai 10-11.

Diekstraksi sebanyak 3 kali dengan menggunakan eter. Ekstrak eter


dikumpulkan kemudian diuapkan dengan suhu 60-70oC sampai kering.

Sisa yang diperoleh dilarutkan dengan etanol dan dimasukkan ke dalam vial

4) Pengujian

Dilakukan penotolan larutan hasil ekstraksi pada plat KLT

Dieluasi dengan eluen pelarut dengan jarak rambat 15 cm

Diangkat dan dikeringkan di dalam lemari asam.

Dilihat penampakan noda dengan UV 254

Nilai Rf dihitung dengan TLC visualizer

d. Persyaratan
Obat tradisional tidak boleh mengandung BKO (Bahan Kimia Obat)
e. Hasil Pengujian
1) HCT-Furosemid (Eluen Etil asetat: Metanol: Amonia )
Rf A 0,68
Rf B 0,13
Rf C 0,10
Rf D 0,10
Rf E 0,68
Rf F 0,85
Rf HCT 0,87
Rf Furosemid 0,25
2) HCT- Furosemid (Eluen N-heksan: Etil asetat: Metanol: Air: AAG)
Rf A 0,70
Rf B 0,73
Rf C 0,59
Rf D 0,75
Rf E 0,72
Rf F 0,81
Rf HCT 0,31
Rf Furosemid 0,46
3) Sibutramin (Eluen Sikloheksan: Dietilamin: Toluen)
Rf A 0,16
Rf B 0,46
Rf C 0,04
Rf D 0,66
Rf E 0,06
Rf Sibutramin 0,92
4.1.2 Uji waktu hancur obat tradisional
a. Prinsip pengujian
Prinsip pengujian ini adalah waktu yang diperlukan untuk hancurnya obat
tradisional dalam sediaan kaplet, kapsul dan tablet dalam waktu yang sesuai.
b. Alat dan Bahan
a. Peralatan
Alat Desintegration Tester.
b. Bahan
a) Air
b) Sampel kapsul jamu
c. Prosedur

Dimasukkan satu kaplet/kapsul/tablet pada masing-masing tabung dan


keranjang.

Dimasukkan cakram pada tiap-tiap tabung dan jalankan alat, gunakan air
bersuhu 37 2 C sebagai media

Diamati waktu hancur kapsul

Semua kapsul harus hancur, kecuali bagian dari cangkang kapsul. Semua kaplet
dan tablet harus hancur sempurna.

Bila 1 atau 2 kaplet/kapsul/tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian


dengan 12 kaplet/kapsul/tablet lain, tidak kurang 16 dari 18 kaplet/kapsul/tablet
yang diuji harus hancur sempurna.

d. Persyaratan
Waktu hancur kaplet/tablet tidak lebih dari 20 menit dan waktu hancur
kapsul tidak lebih dari 30 menit.
e. Hasil pengujian
Kapsul Waktu Hancur Kesimpulan
A 8 menit Memenuhi syarat
B 4 menit 46 detik Memenuhi syarat
C 5 menit 12 detik Memenuhi syarat
D 11 menit 8 detik Memenuhi syarat
E 5 menit 30 detik Memenuhi syarat
F 4 menit 30 detik Memenuhi syarat

4.1.3 Penetapan kadar air dalam obat tradisional


a. Prinsip pengujian
Menguapkan air dengan pembawa yang mempunyai titik didih lebih tinggi
daripada air dan tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih
rendah daripada air. Dalam hal ini digunakan toluen sebagai pembawa.
b. Alat dan Bahan
1) Alat
Seperangkat alat destilasi
2) Bahan
Toluene
c. Prosedur
Ditimbang sampel dan dimasukkan ke dalam labu destilasi yang telah berisi
batu didih

Ditambahkan toluene ke dalam labu destilasi

Dihubungkan labu destilasi dengan alat destilasi dan didestilasi selama 3 jam

Ditampung air pada gelas ukur

Dibaca volume air yang ada dalam gelas ukur dan dihitung kadar air dalam
persen
d. Persyaratan
Kadar air dalam obat tradisional tidak boleh lebih besar dari 10% v/b
e. Hasil pengujian
V
Kadar air = 100%
G
Keterangan:
V = Volume destilat
G = Berat sampel yang ditimbang
1) Sampel A
a) Replikasi I
V
Kadar air = 100%
G
0,7 mL
= 100%
10, 2227 g
= 6,8 % (memenuhi syarat)
b) Replikasi II
V
Kadar air = 100%
G
0,9 mL
= 100%
10,2310 g
= 8,8 % (memenuhi syarat)
2) Sampel B
a. Replikasi I
V
Kadar air = 100%
G
0,9 mL
= 100%
10.0398 g
= 8, 96 % (memenuhi syarat)
b. Replikasi II
V
Kadar air = 100%
G
0,8 mL
= 100% = 7,9 % (memenuhi syarat)
10,0528 g
4.1.4 Pembahasan Hasil Pengujian
a. Identifikasi BKO (Bahan Kimia Obat)
Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Identifikasi bahan kimia obat dilakukan menggunakan
metode kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT). KLT digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat dengan
menggunakan zat penjerap berupa serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng
kaca, plastik, atau logam secara merata. Prinsip pemisahan tergantung dari
polaritas dan ukuran partikel senyawa yang bersangkutan. KCKT merupakan
metode dengan resolusi tinggi yang dapat mengidentifikasi serta menetapkan
secara kuantitatif zat dalam jumlah yang sangat kecil.
Sampel yang digunakan yaitu jamu pelangsing. Jamu pelangsing pada
umumnya ditambahkan BKO HCT-furosemid, sibutramin dan bisakodil. Untuk
setiap jamu atau obat tradisional, pemeriksaan bahan kimia obat yang dilakukan
berbeda-beda. Pemilihan bahan kimia obat yang diperiksa sesuai kategori yang
ditetapkan. Identifikasi BKO dalam jamu pelangsing diawali dengan preparasi dan
ekstraksi sampel. Ekstraksi merupakan penarikan suatu senyawa atau zat aktif dari
campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi yang
digunakan adalah ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah. Ekstraksi cair-
cair berguna untuk memisahkan analit yang dituju dari penganggu dengan cara
melakukan partisi sampel antar 2 pelarut yang tidak saling campur. Salah satu
fasenya seringkali berupa air dan fase yang lain adalah pelarut organik. Senyawa-
senyawa yang bersifat polar akan ditemukan di dalam fase air, sementara
senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik akan masuk pada pelarut organik.
Ekstraksi sampel dilakukan dengan cara semua sampel dilarutkan dengan
aquades. Kemudian sampel BKO sibutramin dibasakan dengan NaOH hingga pH
mencapai 10-11, sampel BKO HCT-furosemid diasamkan dengan HCl hingga pH
mencapai 1-2 sedangkan sampel BKO bisakodil tidak diasamkan ataupun
dibasakan. Selanjutnya sampel disonifikasi yang bertujuan untuk memecah
partikel senyawa menjadi lebih kecil sehingga senyawa lebih mudah larut.
Selanjutnya di sentrifugasi yang bertujuan untuk memisahkan campuran yang
tidak saling larut dengan gaya sentrifugal dengan cara diputar dengan kecepatan
tinggi. Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam corong pisah. Selanjutnya
sampel BKO sibutramin dan BKO HCT-furosemid diasamkan dengan HCl hingga
pH mencapai 1-2 sedangkan sampel BKO bisakodil dibasakan dengan NaOH
hingga pH mencapai 10-11. Kemudian dilakukan ekstraksi sampel menggunakan
eter. Lapisan eter akan diambil dan diuapkan hingga kering. Selanjutnya
dilarutkan dengan etanol dan dimasukkan ke dalam vial.
Pengujian secara KLT dilakukan dengan menotolkan larutan sampel, larutan
spike dan larutan baku pada plat KLT dan dieluasi dengan pelarut yang sesuai.
Untuk identifikasi BKO HCT-furosemid menggunakan eluen EMA (Etil asetat:
metanol: amonia) dan NEMAA (N-heksan: etil asetat: metanol: air: asam asetat
glasial). Identifikasi sibutramin menggunakan eluen SDT (Sikloheksan:
dietilamin: toluen) sedangkan bisakodil menggunakn eluen SDT (Sikloheksan:
dietilamin: toluen) dan (kloroform:aseton). Penotolan sampel menggunakan alat
multispoter dan penampakan noda pada UV 254 nm. Pada UV 254 nm, noda akan
berfluoresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap. Penampakan yang
terjadi akibat adanya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang
terdapat pada plat KLT. Fluorosensi cahaya merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen ketika tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat
energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan dasar sambil melepaskan
energi.
Hasil pengujian BKO dalam sampel jamu pelangsing menunjukkan semua
sampel memberikan hasil yang negatif dimana sampel tidak mengandung BKO
HCT-furosemid, sibutramin maupun bisakodil. Hal ini ditunjukkan dari hasil
KLT dimana Rf sampel tidak ada yang sejajar dengan nilai Rf baku.
b. Uji Kadar Air
Penetapan kadar air ditentukan dengan metode destilasi azeotrop. Destilasi
merupaan proses pemisahan berdasarkan titik didih. Prinsip dari metode ini
menguapkan air dengan pembawa yang mempunyai titik didih lebih tinggi
daripada air dan tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih
rendah daripada air. Dalam hal ini digunakan toluen sebagai pembawa. Tujuan
penetapan kadar air adalah untuk mengetahui kandungan air yang terdapat pada
sediaan. Pengujian ini dilakukan karena kadar air dalam sediaan obat tradisional
yang tinggi berpotensi sebagai media tumbuhnya mikroorganisme.
Pengujian dilakukan dengan menimbang sampel terlebih dahulu, kemudian
dimasukkan ke dalam labu alas bulat yang telah berisi batu didih. Batu didih
berfungsi untuk mempercepat proses pendidihan sampel dengan menahan tekanan
atau menekan gelembung panas pada sampel serta menyebarkan panas yang ada
ke seluruh bagian sampel. Selanjutnya ditambahkan toluene sebagai pelarut.
Toluen digunakan karena memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan air,
bersifat non polar sehingga tidak dapat bercampur dengan air dan bersifat inert.
Kemudian dilakukan proses pemanasan yang bertujuan untuk menguapkan pelarut
bersama dengan air. Pemanasan dilakukan kurang lebih selama 3 jam. Pemanasan
akan membuat komponen zat yang memiliki titik didih yang lebih rendah akan
menguap dan uap tersebut melewati kondensor atau pendingin yang
mendinginkan komponen zat sehingga akan terkondensasi atau berubah dari
berwujud uap menjadi berwujud cair dan dapat ditampung di labu destilat. Air dan
toluen akan terpisah karena kedua pelarut tersebut memiliki kepolaran dan berat
jenis yang berbeda. Air akan berada di lapisan bawah, karena mamiliki berat jenis
yang lebih besar dibandingkan dengan toluen. Air yang diperoleh akan
dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk diketahui volume destilat yang diperoleh.
Kadar air akan ditentukan dengan membagi volume destilat dengan berat sampel
dikalikan dengan 100%. Penentuan kadar air dilakukan replikasi sebanyak 2 kali
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat
Tradisional, syarat kadar air obat tradisional adalah 10%. Hasil pengujian Kadar
Air, semua sampel yang diuji memenuhi persyaratan.Hal ini dapat ditunjukkan
dari hasil yang didapat bahwa tidak satupun sampel jamu yang memiliki kadar air
diatas 10%.
c. Uji Waktu Hancur
Waktu hancur adalah waktu yang diperlukan untuk hancurnya sediaan
dalam waktu yang sesuai. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian
waktu hancur sediaan dengan waktu hancur yang telah ditetapkan.
Pengujian dilakukan menggunakan alat desintegration tester menggunakan
air sebagai media dimana air dipanaskan terlebih dahulu hingga suhu 372oC.
Kapsul akan dimasukkan ke masing-masing tabung dan keranjang. Air di dalam
chamber dikontrol agar sesuai dengan suhu yang ditentukan. Alat akan
menggerakkan keranjang naik dan turun. Hal ini berfungsi agar kapsul dapat
hancur akibat gerakan oleh alat yang naik turun dan juga suhu air. Proses akan
berlangsung sesuai dengan waktu yang telah diatur pada alat. Bila 1 atau 2 kapsul
tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 kapsul lain, tidak kurang 16
dari 18 kapsul yang diuji harus hancur sempurna.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat
Tradisional, syarat waktu hancur kapsul adalah tidak lebih dari 30 menit. Hasil
pengujian Waktu Hancur, semua sampel yang diuji memenuhi persyaratan. Hal
ini ditunjukkan dari hasil yang didapat bahwa tidak ada satupun sampel yang
memiliki waktu hancur lebih dari 30 menit.

Anda mungkin juga menyukai