Anda di halaman 1dari 45

Sjogrens

Syndrome
Oleh: Nessie Edgina Hans (07120120026)
Pembimbing: dr. Roesmawati, Sp.M

26 September 2016
Definisi

Sindrom Sjogren (SS) sering disebut sebagai


autoimmune exocrinopathy

Merupakan penyakit autoimun yang mengenai


kelenjar eksokrin dan memberikan gejala kekeringan
persisten dari mata dan mulut akibat gangguan
fungsional kelenjar lakrimalis dan saliva

Trias: keratokonjungtivitis sicca, xerostomia, dan


disfungsi jaringan ikat (artritis)
Klasifikasi

Sindrom Sjogren Primer

etiologi dihubungkan dengan gangguan autoimun tanpa


keterlibatan penyakit autoimun lain

gejala: mata kering dan mulut kering

Sindrom Sjogren Sekunder

etiologi dihubungkan dengan keterlibatan penyakit autoimun


lain

gejala: mata kering, mulut kering, dan artritis


Epidemiologi

Angka kejadian 0,1-4% populasi penduduk dunia

Di Amerika Serikat jumlah penderitanya 2-4 juta orang

50% penderita tidak terdiagnosa, dan 60% ditemukan


bersamaan dengan penyakit autoimun lainnya

SS dapat dijumpai pada semua usia, paling sering


pada usia 40-60 tahun, dengan perbandingan
wanita:pria = 9:1
Etiologi

Peranan faktor genetik dan non genetik

Faktor Genetik

Hiperkativitas sel limfosit B -> peningkatan jumlah imunoglobulin


IgG, IgM, IgA, ANA (anti SS-A/Ro dan anti SS-B/La), RF, ATGA,
AMA

Peningkatan HLA kelas II: HLA DR dan DQ

Frekuensi pasien dengan HLA-DR52 pada SS Primer


diperkirakan 87%, sedangkan pada SS Sekunder meningkat
seiring penyakit autoimun lain (eg. SLE, RA, Sklerosis Sistemik)
Peranan infeksi virus (Epstein-Barr, Coxsackle, HIV,
HCV) -> merangsang respon imun sel T dan sel B
sehingga terjadi suatu respon autoimun yang
menyebabkan kerusakan sel yang terikat dengan
genom virus tersebut

Keterlibatan struktur kelenjar lakrimal dan saliva :


agregasi limfosit pada bagian periduktal menuju
panlobulus -> hipergamaglobulinemia dan produksi
autoantibodi multipel (ANA dan RF)
Imunopatologi

Gambaran histologi: periductal focal lymphocytic infiltration

Limfosit: sel T terutama CD45RO dan sel B CD20+

Peningkatan B cell Activating Factor (BAFF), yang


merangsang pematangan sel B

Peningkatan imunoglobulin dan autoantibodi (RF,ANA


(nonspefisik), anti Ro (SS-A) dan anti La (SS-B) (spesifik))
Patofisiologi

Faktor genetik, stress psikologik, hormonal, infeksi,


dan lingkungan dapat memicu aktivasi sel epitel yang
ditandai dengan terstimulusnya Toll-like receptor ->
mengkativasi sel T dan sekresi sitokin pro-inflamasi

Selanjutnya terjadi peningkatan aktivitas B-cell


activating factor (BAFF) yang sekresinya memicu
disproporsi terhadap sel B sehingga memperberat
proses destruksi kelenjar
Hiperaktivitas sel B merupakan perlawanan terhadap
autoantigen Ro/SS-A dan La/SS-B -> berhubungan
dengan gejala awal penyakit, lama pernyakit,
pembesaran kelenjar parotis yang berulang,
splenomegali, limfadenopati dan infiltrasi limfosit
pada kelenjar eksokrin minor
Manifestasi Klinis

Manifestasi Glandular: mata,


mulut

Manifestasi Extraglandular: paru-


paru, ginjal, pembuluh darah, otot

Gejala sistemik: kelelahan, demam,


nyeri otot, artritis
Manifestasi Glandular

MATA

Kelainan mata akibat SS adalah KeratoConjungtivitis Sicca (KCS) /


mata kering akibat penurunan produksi kelenjar air mata dalam
jangka panjang dan adanya perubahan kualitas air mata

Mata kering disebabkan infiltrasi limfosit pada kelenjar lakrimal


sehingga mengganggu produksi dan komposisi air mata
menyebabkan gangguan epitel kornea dan konjungtiva

Menurunnya produksi air mata dapat merusak epitel kornea


maupun konjungtiva -> iritasi kronis -> keratokonjungtivitis sicca
Karakteristik: hiperemis pada konjungtiva bulbar
dan gejala iritasi mata.

Gejala klinis berupa rasa seperti ada benda asing di


mata atau rasa mengganjal, rasa panas seperti
terbakar dan sakit, tidak ada air mata, mata merah
dan fotofobia

Rasa nyeri memperburuk pada malam hari dan


setelah bangun tidur, membaik pada siang hari

Lesi epitel terlihat di kornea, terutama pada bagian


setengah bawah dan adanya filamen
Pembesaran kelenjar air mata jarang ditemukan

Conjuctival scraping menunjukan adanya peningkatan


sel goblet

Pemeriksaan didapati adanya pelebaran pembuluh


darah di daerah konjungtiva, perikornea dan
pembesaran lakrimalis
Beberapa pasien asimptomatik, sedangkan kasus yang
lebih parah dapat terjadi gangguan visus

Pemeriksaan yang dilakukan untuk penilaian KCS


adalah slit lamp dan pemeriksaan Rose Bengal atau
Lissamin green

Pemeriksaan jumlah air mata dilakukan dengan


Schimer test
Differential Diagnosis mata kering

Sjogren Syndrome (keratoconjunctivitis)


Conjunctival cicatrization
1. Stevens Johnson Syndrome
2. Ocular cicatricial pemphigoid
3. Drug induced pseudopemphigoid
4. Trachoma
Anticholinergic drug effects

AIDS-associated keratoconjunctivitis sicca


Trigeminal or facial nerve paralysis

Vitamin A deficiency (xerophthalmia)


MULUT

Mulut kering (xerostomia) yang disebabkan adanya


gangguan fungsional kelenjar saliva

Pasien sering mengeluhkan rasa tidak enak, sulit memproses


makanan kering dan membutuhkan lebih banyak air minum

Pemeriksaan spesifik untuk kelenjar saliva: Labial Salivary


Gland
Pembesaran Kelenjar Parotid

sekitar 20-30% pasien SS mengalami pembesaran


kelenjar parotis atau submandibula yang tidak nyeri

Organ Lain

Kekeringan bisa terjadi pada saluran nafas serta


orofaring yang sering menimbulkan suara parau,
bronkitis berulang, serta pneumonitis
Manifestasi Ekstraglandular

Kulit -> vaskulitis kulit

Paru -> penyakit bronkial dan bronkiolar

Pembuluh Darah -> vaskulitis

Ginjal -> kelainan tubulus dengan gejala subklinis, renal tubular asidosis,
hipokalemia

Neuromuskular -> neuropati perifer

Gastro Intestinal -> disfagia, mual, nyeri perut, hepatomegali

Artritis -> atralgia, kaku sendir, sinovitis, poliarthritis kronis


Manifestasi Laboratorium

anti Ro 40%

anti La 26%

ANA 74%

RF 38%

anemia 20%, leukopenua 16%, trombositopenia 13%,


hipergamaglobulinemua 80%
Diagnosis Sindrom Sjogren

Kriteria diagnosis menurut American European konsensus

Gejala mulut kering

Gejala mata kering

Tanda mata kering dibuktikan dengan tes schimer atau tes Rose bengal

Tes fungsi kelenjar saliva, abnormal flow rae dengan skintigrafi/ sialogram

Biopsi kelenjar ludah minor

Autoantibodi (SS-A, SS-B)

SS ditegakkan bila memenuhi 4 kriteria, satu diantaranya terbukti pada biopsi


kelenjar eksokrin minor atau positif anntibodi
Pemeriksaan Slit Lamp

Terputusnya meniskus air mata pada palpebra inferior


Tes Schirmers

Digunakan untuk memeriksa fungsi kelenjar lakrimal dan


mengevaluasi produksi kelenjar air mata

Terdapat 2 jenis tes yaitu Schirmer I dan II

I : tanpa anestesi, mengukur sekresi dasar dan refleks sekresi,


bertujuan untuk melihat fungsi utama kelenjar lakrimal di mana
aktivitas sekresinya dirangsang oleh kertas yang bersifat
mengiritasi

II : dengan anestesi, bertujuan untuk mengukur sekresi dasar untuk


melihat fungsi kelenjar akesori lakrimal (Wolfring dan Krause)
Kertas filter diletakkan pada kelopak mata bawah
selama 5 menit lalu dilihat hasilnya, bila <5mm =
abnormal, >15 mm = normal, 5-15 = suspek
Rose Bengal Staining

Pengecatan dengan anilin untuk melihat epitel kornea maupun konjungtiva


yang tidak fungsional

Penilaiannya: 0-4, bila 3-4 berarti pewarnaan epitel lebih banyak yang
menandakan hiposekresi lakrimal.
Evaluasi dengan kriteria Van Bijsterveld membagi permukaan
mata menjadi 3 yaitu: konjungtiva bulbar bagian nasal, kornea,
konjungtiva bulbar bagian temporal, yang diberi nilai 0-3 (0:
tidak ada pewarnaan; 3: pewarnaan jelas). Skor >3 sudah
bernilai positif.

Dengan pengecatan ini keratokonjungtivitis sicca tampak


sebagai keratitis puntata, bila dilihat dengan slit lamp.
Tear Film Break-up Time

Berguna untuk memperkirakan kandungan musin dalam cairan


mata
Kekurangan musin berakibat tidak stabilnya film air mata ->
menyebabkan lapisan itu cepat pecah.
Bintik-bintik kering terbentuk dalam film air mata, sehingga
memaparkan epitel kornea atau konjungtiva.
Proses ini pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat
dipulas bengal rose.
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik
kertas berflurescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien
berkedip.
Film air mata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt
pada slitlamp, sementara pasien diminta agar tidak berkedip.
Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam
lapis flurescein kornea adalah tear film break-up time
Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata
oleh anastetika lokal, memanipulasi mata, atau dengan menahan
palpebra agar tetap terbuka.
Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi aqueous pada
airmata dan selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan
defisiensi musin.
Ferning Test

Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mucus


konjungtiva
Dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas

kaca objek bersih.


Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada mata normal.

Pada pasien konjungtivitis yang meninggalkan parut (pempigoid

mata, sindrom Stevens Johnson, parut konjungtiva difus),


arborisasi mucus berkurang atau hilang.
Sialometri: pengukuran kecepatan produksi kelenjar saliva

Sialografi: pemeriksaan secara radiologi untuk menetapkan


kelainan anatomi pada saluran kelenjar eksokrin ->
gambaran teelektasis

Skintigrafi: pemeriksaan dengan bahan radioaktif 99m Tc


sodium

Biopsi: kelenjar eksokrin minor -> infiltrasi limfosit yang


dominan
Tatalaksana Sindrom Sjogren

Mata

non farmakologis: menghindari kondisi lingkungan


yang memberberat mata kering (kondisi kering,
berasap, ber-AC) dan aktivitas yang menyebabkan
ketidakstabilan lapisan air mata (terlalu lama
membaca atau di depan layar komputer)
Menghindari obat yang dapat menghambat produksi
lakrimal seperti diuretik, beta blocker, antidepresan
trisiklik, antihistamin

Penggunaan air mata buatan/ artifisial terutama


pada derajat ringan sampai sedang

Sediaan:

emulsi (mengandung komponen cairan dan


lipid untuk mata kering derajat evaporasi tinggi)

Hipotonik (menambah jumlah lakrimasi dan


mengurangi osmolaritas lapisan air mata)
Tetes mata serum autolog yang terbuat dari bahan
non-alergenik bersifat sama seperti air mata normal
untuk pasien dengan intoleransi air mata artfisial,
mendukung reepitelisasi karena mengandung
Epithelial Growth Factor, fibronektin dan vitamin
Terapi local untuk mata kering: Severe syndrome
Mild syndrome 1. Air mata artifisial setiap jam
1. Air mata artifisial 4-5 x/ hari 2. Kacamata pelindung
2. Salep lubrikan saat malam hari 3. Punctal plug
4. Salep lubrikan saat malam hari
Moderate syndrome 5. Ubah lingkungan, gunakan humidifie
1. Air mata artifisial setiap 2 jam
2. Salep lubrikan saat malam hari
3. Lacrisert (hydroxypropyl cellulose) 1
kali pemakaian setiap hari
4. Mucolytic agent (acetylcystein 10% 4
kali sehari)
Terapi sistemik sekretagogum -> stimulat muskarinik
reseptor (agonis muskarinik (M)) yang menstimulasi
kelenjar lakrimalis.

Bekerja dengan menstimulasi sekresi aqueus humor


dan mukus pada reseptor M1 dan M3

Pilokarpin : 5mg 4 kali sehari selama 12 minggu

Cevimelin 3 x 30 mg

Imunomodulator seperti emulsi siklosporin A 0,05%


untuk menstabilkan respon imun pada mata dengan
mengurangi disposisi limfosit
Mulut

hidrasi adekuat, menghindari iritan (kopi, alkohol,


nikotin), mengkonsumsi makanan rendah gula/
bebas gula

konsumsi sugar free lozengens yang memperbaiki


kondisi mukosa kavum oris

penggunaan obat kumur

pemberian saliva artifisial

obat sistemik: polikarpin, cevimeline, siklosporin A


Sistemik:

Anti inflamasi dan Disease-Modifying Antirheumatic Drugs


(DMARD)

Analgesik dan NSAID: gejala sistemik dan


muskuloskeletal

Kortikosteroid: arthritis, manifestasi kutaneus dengan


dosis prednisolon 40mg/hari selama 6 bulan

Metotrexate : arthritis
Agen biologis

Infliximab 3mg/kg

Rituximab infus 375 mg/m2 dengan prednison 25


mg iv

Anda mungkin juga menyukai