Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN AKTIVITAS

A. KONSEP DASAR MOBILITAS DAN IMOBILITAS


1. PENGERTIAN
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi (Mubarak, 2008).
Sedangkan Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana
individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi
juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak,
2008).

2. PENYEBAB
Faktor-faktor yang mempngaruhi mobilisasi
1. Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-
nilai yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau
trauma (misalnya : paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula
spinalis).
b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah baring).
Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh
terhadap mobilitas.
3. Tingkat energi

1
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam
hal ini cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu
bervariasi.
4. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan
aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan (Mubarak,
2008)

3. KLASIFIKASI

Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan


imobilitas antara lain :

1. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik


yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.

2. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya


pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada
kasus kerusakan otak

3. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan


atau kehilangan seseorang yang dicintai

4. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial


yang sering terjadi akibat penyakit.(Mubarak, 2008).

Rentang Gerak dalam mobilisasi

Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

a. Rentang gerak pasif

2
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan


aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000).

4. JENIS MOBILITAS DAN IMOBILITAS


a. Jenis Mobilitas :
1) Mobilitas penuh,
merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh
dan bebas, sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari.
2) Mobilitas Sebagian,
merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi
oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya,
mobilitas sebagian dibagi dua jenis:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara.
b) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
menetap.
b. Jenis Imobilitas :

3
1) Imobilisasi fisik,
merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2) Imobilisasi intelektual,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir.
3) Imobilitas emosional,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri.
4) Imobilitas sosial,
merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga
dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILISASI


a. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari
b. Proses Penyakit / Cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena
dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh
c. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi
kebudayaan.
d. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
e. Usia dan Status Perkembangan

4
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang
berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat
gerak sejalan dengan perkembangan usia.

6. RENTANG GERAK MOBILISASI


Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan
otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain
secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya
berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktifitas yang diperlukan ( Carpenito, 2000 )

7. PATOFISIOLOGI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular,
meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan
saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan
otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.
Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot,
misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter
adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun
pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya

5
peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama
jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra
indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi
paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana
hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan
otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung
dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot
yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot
yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat
tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
a. Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung
kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini.
Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
b. Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan,
tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan
permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami
penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum
dan iga.
c. Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau
ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan

6
jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah
(tibia dan fibula) .
d. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha
(hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
e. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih,
mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan
menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan
membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif.
Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan
ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang
belakang) saat punggung bergerak.
f. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan
tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang
bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
g. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea,
laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar
kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi
kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
h. Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik
volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral
atau jalur motorik.
i. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari
bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor
aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya
proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur
yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan
pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor

7
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk
mengubah posisi.

8. PATHWAY

Perdarahan

Oklusi

Penurunan perfusi jaringan

Hipoksia

Iskemia

Metabolisme anaerob aktivitas elektrolit terganggu

Penurunan asam laktat pompa Na dan K gagal

Asidosis lokal, H meningkat, PCO meningkat, PCO2 menurun

edema serebral TIK meningkat

perfusi otak menurun herniasi otak


Gangguan
perfusi jaringan nekrosis jaringan otak kematian

defisit neurologis

lobus frontalis lobus temporalis lobus parietalis lobus oksipitalis

Intoleransi Aktivitas Defisit perawatan diri Gangguan mobilisasi

8
9. PERUBAHAN SISTEM TUBUH AKIBAT IMOBILITAS
a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara
normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya
kecepatan metabolisme dalam tubuh.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak
dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan
konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-
zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan
aktivitas metabolisme,
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal,
karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan
dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadinya lemah otot,
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

9
1) Gangguan Muskular : menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas,
dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
2) Gangguan Skeletal : adanya imobilitas juga dapat
menyebabkan gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi
kontraktur sendi dan osteoporosis.
h. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
i. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
j. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.

10
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
1. Aspek biologis

a. Usia. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas,


terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya
adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
b. Riwayat keperawatan. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat
adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap
orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering
dilakukan klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan
dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.

2. Aspek psikologis

Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana


respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang
dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam
menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.

3. Aspek sosial kultural

Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk


mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang
dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana
pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor
maupun sosial dan lain-lain

4. Aspek spiritual

Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan
dan nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya
sekarang, seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya?

11
Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan
fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).

b. Diagnosa Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas

2. Gangguan mobilitas fisik

3. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)

c. Intervensi Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan
( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Intoleransi Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi
aktivitas keperawatan selama . x 24
- Tentukan penyebab
berhubungan jam :
keletihan: :nyeri,
dengan Kelemahan
- Klien mampu aktifitas, perawatan ,
umum
mengidentifikasi aktifitas pengobatan
dan situasi yang
- Kaji respon emosi, sosial
menimbulkan kecemasan
dan spiritual terhadap
yang berkonstribusi pada
aktifitas.
intoleransi aktifitas.

- Evaluasi motivasi dan


- Klien mampu berpartisipasi
keinginan klien untuk
dalam aktifitas fisik tanpa
meningkatkan aktifitas.
disertai peningkatan TD,
N, RR dan perubahan
- Monitor respon
kardiorespirasi terhadap

12
ECG aktifitas : takikardi,
disritmia, dispnea,
- Klien mengungkapkan
diaforesis, pucat.
secara verbal,
pemahaman tentang - Monitor asupan nutrisi
kebutuhan oksigen, untuk memastikan ke
pengobatan dan atau alat adekuatan sumber
yang dapat meningkatkan energi.
toleransi terhadap
- Monitor respon terhadap
aktifitas.
pemberian oksigen :
- Klien mampu berpartisipasi nadi, irama jantung,
dalam perawatan diri frekuensi Respirasi
tanpa bantuan atau terhadap aktifitas
dengan bantuan minimal perawatan diri.
tanpa menunjukkan
- Letakkan benda-benda
kelelahan
yang sering digunakan
pada tempat yang
mudah dijangkau

- Kelola energi pada klien


dengan pemenuhan
kebutuhan makanan,
cairan, kenyamanan /
digendong untuk
mencegah tangisan yang
menurunkan energi.

- Kaji pola istirahat klien


dan adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan.

13
Terapi Aktivitas

- Bantu klien melakukan


ambulasi yang dapat
ditoleransi.

- Rencanakan jadwal antara


aktifitas dan istirahat.

- Bantu dengan aktifitas


fisik teratur : misal:
ambulasi, berubah
posisi, perawatan
personal, sesuai
kebutuhan.

- Minimalkan anxietas dan


stress, dan berikan
istirahat yang adekuat

- Kolaborasi dengan medis


untuk pemberian terapi,
sesuai indikasi

14
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan :

Kerusakan sensori persepsi.

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan
( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Gangguan Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan
mobilitas fisik keperawatan selama ...x 24
- Ajarkan dan berikan
berhubungan jam klien menunjukkan:
dorongan pada klien
dengan :
- Mampu mandiri total untuk melakukan
Kerusakan sensori
program latihan secara
persepsi.
- Membutuhkan alat bantu
rutin

- Membutuhkan bantuan
Latihan untuk ambulasi
orang lain
- Ajarkan teknik Ambulasi
- Membutuhkan bantuan
& perpindahan yang
orang lain dan alat
aman kepada klien dan
keluarga.
- Tergantung total

- Sediakan alat bantu untuk


Dalam hal :
klien seperti kruk, kursi
- Penampilan posisi tubuh roda, dan walker
yang benar
- Beri penguatan positif
- Pergerakan sendi dan otot untuk berlatih mandiri
dalam batasan yang
- Melakukan perpindahan/ aman.
ambulasi : miring kanan-
kiri, berjalan, kursi roda Latihan mobilisasi dengan
kursi roda

15
- Ajarkan pada klien &
keluargatentang cara
pemakaian kursi roda &
cara berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.

- Dorong klien melakukan


latihan untuk
memperkuat anggota
tubuh

- Ajarkan pada klien/


keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda

Latihan Keseimbangan

- Ajarkan pada klien &


keluargauntuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama
latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.

Perbaikan Posisi Tubuh


yang Benar

- Ajarkan pada klien/


keluargauntuk mem
perhatikan postur tubuh
yg benar untuk
menghindari kelelahan,

16
keram & cedera.

- Kolaborasi ke ahli terapi


fisik untuk program
latihan.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan :Kerusakan neurovaskuler

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan
( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan Bantuan Perawatan Diri:
diri berhubungan keperawatan selama... x24 Mandi, higiene mulut,
dengan :Kerusakan jm penil/vulva, rambut, kulit
neurovaskuler
Klien mampu : - Kaji kebersihan kulit, kuku,
rambut, gigi, mulut, perineal,
- Melakukan ADL mandiri :
anus
mandi, hygiene mulut
,kuku, penis/vulva, - Bantu klien untuk mandi,
rambut, berpakaian, tawarkan pemakaian lotion,
toileting, makan-minum, perawatan kuku, rambut, gigi
ambulasi dan mulut, perineal dan anus,
sesuai kondisi
- Mandi sendiri atau dengan
bantuan tanpa - Anjurkan klien dan
kecemasan keluargauntuk melakukan
oral hygiene sesudah makan
- Terbebas dari bau badan
dan bila perlu
dan mempertahankan
kulit utuh - Kolaborasi dgn Tim Medis /
dokter gigi bila ada lesi,
- Mempertahankan
iritasi, kekeringan mukosa
kebersihan area perineal

17
dan anus mulut, dan gangguan
integritas kulit.
- Berpakaian dan
melepaskan pakaian Bantuan perawatan diri :
sendiri berpakaian

- Melakukan keramas, - Kaji dan dukung kemampuan


bersisir, bercukur, klien untuk berpakaian
membersihkan kuku, sendiri
berdandan
- Ganti pakaian klien setelah
- Makan dan minum sendiri, personal hygiene, dan
meminta bantuan bila pakaikan pada ektremitas
perlu yang sakit/ terbatas terlebih
dahulu, Gunakan pakaian
- Mengosongkan kandung
yang longgar
kemih dan bowel
- Berikan terapi untuk
mengurangi nyeri sebelum
melakukan aktivitas
berpakaian sesuai indikasi

Bantuan perawatan diri :


Makan-minum

- Kaji kemampuan klien untuk


makan : mengunyah dan
menelan makanan

- Fasilitasi alat bantu yg mudah


digunakan klien

- Dampingi dan dorong keluarga


untuk membantu klien saat

18
makan

Bantuan Perawatan Diri:


Toileting

- Kaji kemampuan toileting:


defisit sensorik
(inkontinensia),kognitif(men
ahan untuk toileting), fisik
(kelemahan fungsi/ aktivitas)

- Ciptakan lingkungan yang


aman(tersedia pegangan
dinding/ bel), nyaman dan
jaga privasi selama toileting

- Sediakan alat bantu (pispot,


urinal) di tempat yang mudah
dijangkau

- Ajarkan pada klien dan


keluarga untuk melakukan
toileting secara teratur

19
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC.

Tarwoto dan Wartona. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi


NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai