Oleh :
Danar Michael Halawa (123307023)
Pembimbing
Nilai :
Pembimbing
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Demam Berdarah
Dengue dalam rangka melengkapi persyaratan Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di
RS Bhayangkara Medan.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pembimbing dr. Ifan Sp.A atas bimbingan dan arahannya selama mengikuti
Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Bhayangkara Medan, serta dalam penyusunan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa jurnal ini masih banyak kekurangan, kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan, guna perbaikan laporan kasus ini di kemudian
hari.
Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan Ilmu Kesehatan Anak
di klinik dan masyarakat.
Demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue
(SSD) telah menjadi masalah besar kesehatan internasional. Selama 3 dekade, telah terjadi
peningkatan penderita DD, DBD dan SSD secara global. Dengue ditemukan di regio tropis
dan subtropis di seluruh dunia, terutama daerah urban dan semi-urban. Penyakit ini
disebabkan oleh virus yang dikategorikan kedalam famili Flaviviradae yang disebarkan oleh
nyamuk Aedes (Stegomyia). 1
Setiap 10 tahun, jumlah rata-rata tahunan kasus DD dan DBD yang dilaporkan ke
World Health Organization (WHO) terus meningkat. Dari tahun 2000 sampai 2008, jumlah
rata-rata tahunan kasus adalah 1.656.870 kasus, atau sekitar tiga setengah kali lipat dari
jumlah pada tahun 1990-1999, yang berkisar 479.848 kasus. Pada tahun 2008, WHO
mencatat 69 negara yang memiliki laporan virus dengue, yaitu yang berasal dari Asia
Tenggara, Pasifik Barat dan Amerika.1
Dari 2,5 juta orang di dunia yang tinggal di negara endemik dengue dan beresiko
mengalami DD dan DBD, 1,3 juta diantaranya tinggal di 10 negara regio Asia Selatan-Timur
yang merupakan area endemik dengue. Sampai tahun 2003, hanya 8 negara dari regio
tersebut yang melaporkan adanya kasus dengue. Pada tahun 2009, semua negara, kecuali
Korea telah melaporkan adanya perjangkitan dengue. Timor-Leste melaporkan adanya
perjangkitan di tahun 2004 untuk pertam kali. Bhutan juga melaporkan perjangkitan
pertamanya di tahun 2004. Serupa dengan itu, Nepal juga melaporkan kasus pertamanya di
November 2014.1
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun
terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan
kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382
(77%)kabupaten/kota pada tahun 2009. Selain itu terjadijuga peningkatan jumlah kasus DBD,
pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.2
Sejak tahun 2005 rata-rata insiden rate (IR) DBD per 100,000 penduduk di Provinsi
Sumatera Utara relatif tinggi. Pada tahun 2012, jumlah kasus DBD tercatat 4.732 kasus
dengan IR 35 per 100.000 penduduk. Jumlah ini mengalamikenaikan bila dibandingkan
dengan tahun 2012 dengan jumlah kasus 4,367 kasusdengan IR sebesar 33 per 100.000
penduduk. Insidens rate DBD dengan insidens rate yang sangat tinggi dalam 3 tahun terakhir
umumnya dilaporkan oleh daerah perkotaan yakni Kota Medan, Deli Serdang, Pematang
Siantar, Langkat dan Simalungun. Terdapat 3 kabupaten yang melaporkan tidak ada kasus
DBD yaitu Humbang Hasundutan, Mandailing Natal dan Nias Barat.3
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap dengue, tetapi pengobatan yang tepat akan
menyalamatkan hidup pasien dari demam berdarah dengue yang serius. Cara paling efektif
untuk mencegah transmisi virus dengue adalah dengan membasmi nyamuk pembawa
penyakit ini.1
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Demam dengue adalah sindrom jinak yang disebabkan oleh beberapa virus yang
dibawa oleh arthropoda ditandai dengan demam bifasik, mialgia atau atralgia, ruam,
leukopenia dan trombositopenia. 4
Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering mematikan,
disebabkan oleh virus, ditandai oleh peningkatan permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis
dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein. Sekarang diduga mempunyai dasar
imunopatologis.4
II. ETIOLOGI
Virus dengue termasuk grup B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang
dikenal sebagai genu Flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi dengan 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue
dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, serotipe DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.5
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang
lain. Disamping itu urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor risiko karena lebih dari
20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2 mengakibatkan renjatan, sedangkan
faktor risiko terjadinya renjatan untuk urutan virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah
2%. 6
Virus dengue seperti famili Flavivirus lainnya memiliki satu untaian genom RNA
(single-stranded positive-sense genome) disusun didalam satu unit protein yang dikelilingi
dinding icosahedral yang tertutup oleh selubung lemak.Genome virus dengue terdiri dari 11-
kb + RNA yang berkode dan terdiri dari 3 stuktur Capsid (C) Membran (M) Envelope (E)
protein dan 7 protein non struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4, NS4B, dan NS5). 6
Di dalam tubuh manusia, virus bekembangbiak dalam sistem retikuloendothelial
dengan target utama adalah APC (Antigen Presenting Cells) dimana pada umumnya berupa
monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupfer di sinusoid hepar.6
Virus-virus dengue ditularkan oleh nyamuk-nyamuk dari famili Stegomya, yaitu
Aedes aegypti, Aedes albopticus, Aedes scuttelaris, Aedes polynesiensis dan Aedes niveus. Di
Indonesia Aedes aegypti dan Aedes albopticus merupakan vektor utama. Keempat virus telah
ditemukan dari Aedes aegypti yang terinfeksi. Spesies ini dapat berperan sebagai tempat
penyimpanan dan replikasi virus.6
III. EPIDEMIOLOGI
Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada
tahun 1953. Pada tahun 1958 terjadi epidemi peyakit serupa di Bangkok. Setelah tahun 1958
penyakit ini diaporkan berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara lain di Asia
Tenggara, diantaranya di Hanoi (1958), Malaysia (1962-1964), Saigon (1965) yang
disebabkan virus dengue tipe 2, dan Calcutta (1963) dengan virus dengue tipe 2 dan
chikungunya berhasil diisolasi dari beberapa kasus. 5
Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi
konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Epidemi pertama di luar pulau Jawa
dilaporkan pada thaun 192 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi tara
dan Barat. Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia.
Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Sejak
tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968)
menjadi 8,14 (1973), 8,6 (1983), dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19
per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang.5
Di Indonesia, jumlah kasus DBD terus bertambah dari tahun 2000 hingga 2009,
dengan puncaknya pada tahun 2007 dan 2009. Jumlah dan penyebaran kasus DBD tahun
2000-2009 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Jumlah dan Persebaran Kasus DBD Tahun 2000-2009 di Indonesia
% %
Jumlah Provinsi Jumlah Kab/Kota
Tahun Kasus Provinsi Kab/Kota
Provinsi Terjangkit Kab/Kota Terjangkit
Terjangkit Terjangkit
2000 33.443 26 25 96 341 231 68
2001 45.904 30 30 100 353 265 75
2002 40.377 30 29 97 391 264 68
2003 52.500 30 29 97 440 266 60
2004 79.462 33 29 88 440 334 76
2005 95.279 33 32 97 440 326 74
2006 114.656 33 32 97 440 330 75
2007 158.115 33 32 97 465 361 78
2008 137.469 33 32 97 485 355 73
2009 158.912 33 32 97 497 382 77
Sumber: Kemenkes RI 2010
IV. PATOFISIOLOGI
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan
antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan
volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Plasma
merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai
puncaknya pada masa syok. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan
dugaan bahwa syok terjadi akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang
interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. 5,6,7
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika dan biokimiawi DBD
belum diketahui secara pasti. Hingga kini sebagian besar sarjana masih menganut the
secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang
menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue
pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu
6 bulan sampai 5 tahun.5
Respon imun humoral diperankan oleh limfosit B dengan menghasilkan antibodi
spesifik terhadap virus dengue. Antibodi anti dengue yang dibentuk umumnya berupa
imunoglobulin (Ig) G dengan aktivitas yang berbeda. Apabila terjadi infeksi oleh serotipe
yang berbeda, maka antibodi heterotipik yang bersifat non atau subneutralisasi berikatan
dengan virus atau partikel tertentu dari virus serotipe yang baru membentuk kompleks imun.
Kompleks imun akan berikatan dengan reseptor Fc yang banyak terdapat terutama pada
monosit dan makrofag, sehingga memudahkan virus menginfeksi sel. Virus bermultiplikasi di
dalam sel dan selanjutnya virus keluar dari sel, sehingga terjadi viremia. Kompleks imun juga
menghasilkan C3a dan Ca yang dapat meningkatkan permeabilitas vaskular.8
Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotipe yang berbeda, sel T memori
mempunyai aviditas yang lebih besar terhadap serotipe sebelumnya dibandingkan dengan
serotipe virus baru (fenomena original antigenic sin). Dengan demikian, fungsi lisis virus
baru tidak optimal, sedangkan produksi sitokin berlebihan. Sitokin yang dihasilkan memacu
respons inflamasi dan meningkat permeabilitas sel endotel vaskular.8
Komponen protein virus yang paling berperan dalam pembentukan antibodi spesifik
dan mekanisme autoimun dalam patoenesis infeksi virus dengue adalah protein NS1. Sel
endotel yang diaktivasi oleh antibodi terhadap protein NS1 dengue ternyata dapat
mengekspresikan sitokin, kemoki dan molekul adhesi. Proses ini diduga karena terdapat
kesamaan atau kemiripan antara protein NS1 dan prM dengan komponen tertentu yang
terdapat pada sel endotel dan trombosit yang disebut molecular mimicry. Autoantibodi yang
bereaksi dengan komponen dimaksud, menghasilkan sel yang mengandung molekul hasil
ikatan antara keduanya akan dihancurkan oleh makrofag atau mengalami kerusakan.
Akibatnya, pada trombosit terjadi penghancuran sehingga menyebabkan trombositopenia dan
pada sel endotel terjadi peningkatan permeabilitas yang mengakibatkan perembesan plasma.8
Dalam melakukan fungsinya berbagai sitokin saling berhubungan dan saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya berupa suatu kaskade. Dari beberapa penelitian,
sitokin yang paling berperan dalam menyebabkan penyakit yang berat dan yang paling
banyak dikemukakan adalah TNF-, IL-1, IL-6, IL-8, dan IFN-. Mediator lain yang sering
dikemukakan mempunyai peran penting dalam menimbulkan penyakit berat yaitu kemokin
CXCL-9, CXCL-10 dan CXCL-11 yang dipicu oleh IFN-.8
Gambar 1. Patogenesis Terjadinya Perdarahan Pada DBD (Sukohar, 2014)
V. MANIFESTASI KLINIS
Infeksi virus dengue bisa bersifat asimtomatik atau bisa menyebabkan penyakit
dengan penyebab demam yang tidak terdiferensiasi (sindroma virus), demam dengue (DD),
demam berdarah dengue hingga sindrom syok dengue. Infeksi dengan satu serotipe dengue
memberikan imunitas sepanjang hidup pada serotipe tersebut, tetapi hanya ada proteksi
jangka pendek untuk serotipe lainnya. Manifestasi klinis bergantung pada strain virus dan
faktor host, seperti umur, status imun, dsb. 1
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis DBD menurut WHO adalah berdasarkan gejala klinis dan laboratorium:
A. Gejala klinis
1. Manifestasi perdarahan, minimal uji torniquet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena.
2. Pembesaran hati (hepatomegali)
3. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun ( 20
mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik 80 mmHg) disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi
gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.1
B. Laboratorium
Trombositopenia (100.000/ul) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari
peningkatan nilai hematokrit 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum
sakit atau masa konvalesen.Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama disertai
trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD. 4
Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat sangat
penting dalam tatalaksana klinis, surveilans, penelitian dan uji klinis vaksin.8 Beberapa
pemeriksaan laboratorium untuk infeksi virus dengue yang umum dilakukan adalah:
1. Deteksi antigen virus dengue
Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah
pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen), yaitu suatu
glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi kehidupan dan
replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari
pertama demam dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi pada 1-2 hari
demam dan kemudian menurun setelahnya.8
2. Pemeriksaan serologi IgM dan IgG anti dengue
IgM anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi pada hari
sakit kelima dan tidak terdeteksi setelah sembilan puluh hari. Pada infeksi dengue
primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM anti dengue,
namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan
lama dalam serum.8
VIII. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa,
tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
1. Demam Dengue
Pada fase demam pasien dianjurkan tirah baring, selama masih demam, obat
antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu
menjadi < 39C, dianjurkan pemberian parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/dosis yang
dapat diulang setiap 4-6 jam bila demam. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral,
jus buah, sirop, susu, selain air putih. Dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
Dilakukan pula monitor suhu, jumlah trombosit dan kadar hematokrit sampai normal
kembali.4,8
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat
badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat hemokonsentrasi yang
terjadi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak
umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.4
Tabel 3. Kebutuhan Cairan Rumatan
IX. PROGNOSIS
Demam dengue memiliki prognosis yang baik. Demam berdarah dengue memiliki
prognosis yang bervariasi, dipengaruhi oleh diagnosis terlambat, pengobatan yang tidak tepat
dan terlambat. Kematian muncul pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan perawatan
intensif yang adekuat, kematian hanya muncul <1% dari kasus. Ada juga sisa kerusakan otak
karena konsekuensi dari syok berkepanjangan atau kadangkala perdarahan intrakranial.
Banyak hal fatal diakibatkan oleh hidrasi berlebih. 5
X. PENCEGAHAN
Strategi pemberantasan penyakit DBD lebih ditekankan pada :
1. Upaya preventif, yaitu melaksanakan penyemprotan massal sebelum musim penularan
penyakit di desa/kelurahan endemis DBD, yang merupakan pusat-pusat penyebaran
penyakit ke wilayah lainnya.
2. Strategi ini diperkuat dengan menggalakan pembinaan peran serta masyarakat dalam
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus yaitu:
1) Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air
minum, penampung air lemari es, dan lain-lain;
2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti
drum, kendi, toren air, dan sebagainya;
3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki
potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
4) Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan, seperti:
1. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan;
2. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk;
3. Menggunakan kelambu saat tidur;
4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk;
6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah;
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang
bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.
3. Melaksanakan penanggulangan fokus di rumah pasien dan di sekitar tempat tinggalnya
guna mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB)
4. Melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat melalui berbagai media.5
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Patricia Agatha
Umur : 2 tahun 10 bulan 5 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Pasundan LR Becak No. 48
Pendidikan : Playgroup
Status : BPJS
Agama : Islam
Tanggal masuk : 15 Mei 2017
Tanggal keluar : 25 Mei 2017
II. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : Demam tinggi
2. Telaah :
Os datang dibawa ibunya ke RS Bhayangkara tingkat II Medan dengan
keluhan demam 4 hari, demam naik turun dan meningkat pada malam
hari, os menyagkal adanya kejang, Mual, muntah (-), mencret (+) dengan
frekuensi >5x / hari, sejak 2 hari yang lalu, air lebih banyak dari ampasnya,
os mengeluhkn ada bintik bintik merah pada tangan dan kaki os sejak 2 hari
yang lalu, os juga tidak nafsu makan dan sedikit minum, nyeri kepala (+),
badan lemas.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu :
Os tidak pernah mengalami seperti ini sebelumnya
4. Riwayat Pemberian Obat :
Ibu hanya memberilkan Paracetamol sirup
5. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada riwayat serupa dalam keluarga
6. Riwayat alergi : Os tidak memiliki alergi obat tertentu
7. Riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
V. PEMERIKSAAN FISIK
a) Kepala
Bentuk kepala simetris
Rambut hitam, tebal, berombak
Tidak ada terlihat ikterik pada sklera
Tidak ada anemis pada konjungtiva, mata isokor dan tidak cekung
Septum nasi terletak di tengah, hidung simetris
Telinga simetris, membran timpani intak, tidak ada serumen
Mulut tidak sianosis, bibir kering
b) Leher
a. Tidak ada pembesaran KGB
b. Trakea terletak di tengah
c) Paru
a. Inspeksi : bentuk thorax simetris
b. Palpasi : stem fremitus normal
c. Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan batas paru, suara perkusi
sonor
d. Auskultasi : suara napas vesikuler
suara tambahan wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
d) Jantung
a. Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
b. Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan batas jantung
c. Auskultasi : tidak terdengar suara bising jantung
e) Abdomen
a. Inspeksi : bentuk abdomen normal, simetris, tidak terlihat adanya
ascites
b. Perkusi : abdomen terasa nyeri di daerah epigastrium,
hepatomegali (-), splenomegali (-)
c. Auskultasi : suara peristaltik usus normal
f) Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan genitalia
g) Ekstremitas
a. Nadi teraba, tekanan per volume cukup, akral hangat
b. Tidak ada clubbing finger, tidak ada sianosis, capillary refill time normal
15 Mei 2017 Pukul 11.00 WIB 16 Mei 2017 Pukul 15.00 WIB
S : Demam (+), Mencret (+), Mual (+), MUntah (-), Pusing (+), S : demam (+) naik turun, mencret (+) 2x sehari, Mual dan
bintik-bintik merah pada tangan dan kaki (+)/Petekie, BAK (N) Muntah (-), pusing (-), Bintik merah / petekie (+)
O :Vital sign: O : Vital sign:
Kesadaran : compos mentis, HR = 108x/menit, RR = Kesadaran : compos mentis, HR = 100x/menit, RR =
24x/menit, T = 38,5C 22x/menit, T = 37,8C
A : DHF grade 2 A : DHF grade 2
P: Laboratorium :
Terapi : Pemeriksaan DL 15 Mei 2017 Pukul 07.00 WIB
o IVFD RL 30 gtt/I (mikro) o Hemoglobin : 10,9 mg/dL
o Injeksi ceftriaxon 20 mg/12 jam, skin test o Leukosit : 6.110/ mm3
o Injeksi Novalgin 120mg/12jam o Trombosit : 84.000/mm3
o L zink syr 1x1cth o Hematokrit : 32,5%
o L Bio syr 3x1sachet P:
o Paracetamol syr 3x1cth Terapi:
o IVFD RL 30 gtt/I (mikro)
o Injeksi ceftriaxon 20 mg/12 jam
o L Bio syr 3x1sachet
o Paracetamol syr 3x1cth
17 Mei 2017 Pukul 09.00 WIB 18 Mei 2017 Pukul 09.00 WIB
S : demam pasien sudah tidak ada, Petekie (+) diseluruh tubuh / S : demam pasien sudah tidak ada, Petekie (+) diseluruh tubuh /
perut, mencret (-), mual (-), BAK & BAB (+), Batuk (-) perut, mencret (-), mual (+), BAK & BAB (+), Batuk (+)
O: O:
Vital sign: Vital sign:
Kesadaran : compos mentis, HR = 90x/menit, RR = 20x/menit, Kesadaran : compos mentis, HR = 80x/menit, RR = 20x/menit,
T = 37C T = 37,2C
A : DHF grade 2 A : DHF grade 2
Laboratorium : P:
Pemeriksaan DL 17 Mei 2017 Terapi:
o Hemoglobin : 11,2 mg/dL o IVFD RL 30gtt/i
o Leukosit : 6.400/mm3 o Inj. Ceftriaxone 20mg/12jam
o Trombosit : 80.000/mm3 o Paracetamol syr 3x1cth
o Hematokrit : 34,1%
P:
Terapi:
o IVFD RL 30gtt/i
o Inj. Ceftriaxone 20mg/12jam
o Paracetamol syr 3x1cth
19 Mei 2017 Pukul 09.00 WIB 20 Mei 2017 Pukul 09.00 WIB
S : demam (+), petekie (+), mual (-), batuk (+), BAK (+), BAB S : demam (+), petekie (-), BAK (+), BAB (+), mencret 2 x
(+), mencret (-) dalam sehari ampas lebih sedikit dari air, muntah 2 x dalam
O: sehari
Vital sign: O:
Kesadaran : compos mentis, HR = 94x/menit, RR = 22x/menit, Vital sign:
T = 37,9C Kesadaran : compos mentis, HR = 84x/menit, RR = 20x/menit,
A : DHF grade 2 T = 37,2C
Laboratorium : A : DHF grade 2 + GE tanpa dehidrasi
Pemeriksaan DL 19 Mei 2017 Laboratorium :
o Trombosit : 83.000/mm3 Pemeriksaan DL 20 Mei 2017
o Trombosit : 125.000/mm3
o Hematokrit : 4,19%
o Hematokrit : 4,10%
P: P:
Terapi: Terapi:
o IVFD RL 30gtt/i o IVFD RL 30gtt/i
o Inj. Ceftriaxone 20mg/12jam o Inj. Ceftriaxone 20mg/12jam
o Paracetamol syr 3x1cth o L.Bio 3x1 sachet
o Zink 1x1 cth
o Kotrimoxazole 2x1 cth
21 Mei 2017 Pukul 09.00 WIB 22 Mei 2017 Pukul 09.00 WIB
S : demam (+), muntah (+), mencret (+), BAK (+), BAB (+) S : demam (-), mencret 3x dalam sehari
O: O:
Vital sign: Vital sign:
Kesadaran : compos mentis, HR = 84x/menit, RR = 20x/menit, Kesadaran : compos mentis, HR = 80x/menit, RR = 22x/menit,
T = 35,8C, Turgor baik CRT < 3detik T = 37C, CRT < 3detik
A : DHF grade 2 + GE tanpa dehidrasi A : DHF grade 2 + GE tanpa dehidrasi
P: P:
Terapi: Terapi:
o IVFD Nacl 0,9% 20gtt/i o IVFD Nacl 0,9% 20gtt/i
o Inj. Dexametasone ampul/12jam o Inj. Dexametasone ampul/12jam
o L.Bio 3x1 sachet o L.Bio 3x1 sachet
o Zink 1x1 cth o Zink 1x1 cth
o Kotrimoxazole 2x1 cth o Kotrimoxazole 2x1 cth
o Ceftriaxone Aff
23 Mei 2017 Pukul 09.00 WIB 24 Mei 2017 Pukul 09.00 WIB
S : demam (-), muntah (-), mencret (+), BAK (+), BAB (+) S : mencret (+) 1 kali. Muntah (-)
O: O:
Vital sign: Vital sign:
Kesadaran : compos mentis, HR = 88x/menit, RR = 20x/menit, Kesadaran : compos mentis, HR = 84x/menit, RR = 22x/menit,
T = 37,5C T = 36,8C
A : GE tanpa dehidrasi A : GE tanpa dehidrasi
P: P:
Terapi: Terapi:
o IVFD Nacl 0,9% 20gtt/i o IVFD Nacl 0,9% 20gtt/i
o Inj. Dexametasone ampul/12jam o Metrinidazole 3x1 cth
o L.Bio 3x1 sachet o L.Bio 3x1 sachet
o Zink 1x1 cth o Zink 1x1 cth
o Kotrimoxazole 2x1 cth o Kotrimoxazole Aff
25 Mei 2017 Pukul 09.00 WIB
S : demam (-), mencret 1 kali, BAK (+)
O:
Kesadaran : compos mentis, HR = 80x/menit, RR = 22x/menit,
T = 37,2C
A : GE tanpa dehidrasi
P:
Terapi:
o L.Bio 3x1 sachet
o Zink 1x1 cth
PBJ
DAFTAR ISI