Perbandingan Pelaksanaan Pemilu Orde Lama
Perbandingan Pelaksanaan Pemilu Orde Lama
I.PENGERTIAN PEMILU
PemilihanUmum, selanjutnyadisebutPemilu,
adalahsaranapelaksanaankedaulatanrakyatyang dilaksanakansecaralangsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, danadildalamNegara KesatuanRepublikIndonesia
berdasarkanPancasiladanUndang-UndangDasarNegara RepublikIndonesia Tahun1945.
AsasPemilu: Pemiludilaksanakansecaraefektifdanefisienberdasarkanasaslangsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, danadil.
II. SISTEM PEMILU
Sistem distrik merupakan sistem pemilu yang paling tua dan didasarkan pada
persatuan geografis, dimana satu kesatuan geografis mempunyai satu wakil di parlemen.
B.Sistem Proporsional
Sistem Proporsional adalah seluruh wilayah merupakan satu kesatuan. Jadi seperti
partai kecil yang memiliki suara di Papua, Kalimantan, dan lain-lain, bisa dijumlahkan,
sehingga Sistem Proporsional memungkinkan partai-partai kecil berkiprah di parlemen.
Jika mereka kalah di wilayah pemilihan tertentu, partai-partai kecil tidak otomatis gugur,
karena masih ada akumulasi suara sisa yang memungkinkan mereka memperoleh kursi di
DPR.
C.sistem gabungan
Pada masa sesudah kemerdekaan, Indonesia menganut sistem multi partai yang
ditandai dengan hadirnya 25 partai politik. Hal ini ditandai dengan Maklumat Wakil
Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November
1945. Menjelang Pemilihan Umum 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal bahwa
jumlah parpol meningkat hingga 29 parpol dan juga terdapat peserta perorangan.
KH Hasyim Asy'arie
KH Wahid Hasjim,
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka),
Muhammad Natsir,
Syafrudin Prawiranegara,
Mr. Mohammad Roem,
KH. Dr. Isa Anshari,
Kasman Singodimedjo,
Dr. Anwar Harjono,
Tokoh Partai NU
Mr. Amir Syarifuddin, Maruto Darusma, Tan Ling Djie, Abdulmajid ,Muso,dan Setiadjit
Pemilu 1955
Hasil penghitungan suara dalam Pemilu 1955 menunjukkan bahwa Masyumi
mendapatkan suara yang signifikan dalam percaturan politik pada masa itu. Masyumi
menjadi partai Islam terkuat, dengan menguasai 20,9 persen suara dan menang di 10
dari 15 daerah pemilihan, termasuk Jakarta Raya, Jawa Barat, Sumatera Selatan,
Sumatera Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Tenggara Selatan, dan Maluku. Namun, di Jawa Tengah, Masyumi
hanya mampu meraup sepertiga dari suara yang diperoleh PNI, dan di Jawa Timur
setengahnya. Kondisi ini menyebabkan hegemoni penguasaan Masyumi
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda
akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".Masih adanya tokoh-
tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini
sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir.
Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca
Orde Baru".