Anda di halaman 1dari 16

DEMOKRASI

PERIODISASI
1945-1959
KELOMPOK 2 XI IPA 1
BENEDIKTUS ADELIA
OSCAR RIZKI
SANJAYA PURBA

ANGGOTA KELOMPOK :

SYAHANAS ADRIAN
HANS YURI
ARIQAH ANELTA
LATAR BELAKANG
Pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan (1945 - 1949), pelaksanaan demokrasi baru terbatas
pada berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Adapun, elemen-elemen demokrasi yang
lain belum sepenuhnya terwujud, karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Hal ini dikarenakan
pemerintah harus memusatkan seluruh energinya bersama-sama rakyat untuk mempertahankan
kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara, agar negara kesatuan tetap hidup.

Partai-partai politik tumbuh dan berkembang dengan cepat. Tetapi, fungsinya yang paling utama
adalah ikut serta memenangkan revolusi kemerdekaan. karena keadaan yang tidak mengizinkan, pemilihan
umum belum dapat dilaksanakan sekali pun hal itu telah menjadi salah satu agenda politik utama. akan
tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal- hal mendasar bagi perkembangan demokrasi di Indonesia
untuk masa selanjutnya.pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. semua warga negara yang sudah
dianggap dewasa memiliki hak politik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang bersumber dari ras, agama,
suku, dan kedaerahan. presiden yang secara konstitusional memiliki kemungkinan untuk menjadi seorang
diktator, dibatasi kekuasaanya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk untuk
menggantikan parlemen. dengan maklumat Wakil Presiden, dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai
politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa
selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia merdeka berlangsung dalam rentang waktu antara
tahun 1949 sampai 1959. Pada periode ini terjadi dua kali pergantian undang-undang dasar. pergantian
UUD 1945 dengan Konstitusi RIS pada rentang waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950.
Dalam rentang waktu ini, bentuk negara kita berubah dari kesatuan menjadi serikat, sistem
pemerintahan juga berubah dari presidensil menjadi quasi parlementer.

pergantian Konstitusi RIS dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 pada rentang waktu 17
Agutus 1950 sampai dengan 5 Juli1959. Pada periode pemerintahan ini bentuk negara kembali berubah
menjadi negara kesatuan dan sistem pemerintahan menganut sistem parlementer. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pada periode 1949 sampai dengan 1959, negara kita menganut demokrasi parlementer.

Masa demokrasi parlementer merupakan masa yang semua elemen demokrasinya dapat kita temukan
perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia. 3 lembaga perwakilan rakyat atau parlemen
memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan
parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang
mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya meskipun pemerintahannya baru berjalan beberapa
bulan, seperti yang terjadi pada Ir. Djuanda Kartawidjaja yang diberhentikan dengan mosi tidak percaya
dari parlemen.
PELAKSANAAN PEMILU
Partai politik di Indonesia adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh
sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-
cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa
dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mengikuti
Pemilihan Umum, partai politik wajib memenuhi persyaratan tertentu yang telah ditetapkan
oleh Undang-Undang. Selanjutnya, Komisi Pemilihan Umum akan melakukan proses verifikasi.
Proses verifikasi terdiri dari dua tahap: verifikasi administrasi dan verifikasi faktual.

Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu: Masyumi, PNI, NU dan PKI.
Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik,
karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara
melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai
politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan
tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat
berjalan dengan baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekret 5 Juli 1959,
yang mewakili masa masa demokrasi terpimpin.
Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di
pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan
NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa
Demokrasi Terpimpin ini tampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat,
terutama melalui G 30 S/PKI akhir September 1965).Setelah itu Indonesia memasuki masa
Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan msa Demokrasi
terpimpin.

Ini merupakan pemilu yang pertama dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Waktu
itu Republik Indonesia baru berusia 10 tahun. Pemilu 1955 dilaksanakan pada masa
Demokrasi Parlementer pada kabinet Burhanuddin Harahap. Pemungutan suara dilakukan 2
(dua) kali, yaitu untuk memilih anggota DPR pada 29 September 1955 dan untuk memilih
anggota Dewan Konstituante pada 15 Desember 1955.Sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan
diproklamasikan Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerintah saat itu sudah
menyatakan keinginannya untuk bisa menyelenggarakan pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu
dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3
Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat
tersebut menyebutkan, Pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan
bulan Januari 1946. Kalau kemudian ternyata pemilu pertama tersebut baru terselenggara
hampir sepuluh tahun setelah kemudian tentu bukan tanpa sebab.
Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor
luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah
menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan
untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan
negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab dari dalam itu adalah sikap pemerintah
yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif.
Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat
peperangan.Patut dicatat dan dibanggakan bahwa Pemilu yang pertama kali tersebut berhasil
diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955
bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing
Pemilu anggota DPR diikuti 118 peserta yang terdiri dari 36 partai politik, 34
organisasi kemasyarakatan, dan 48 perorangan, sedangkan untuk Pemilu anggota
Konstituante diikuti 91 peserta yang terdiri dari 39 partai politik, 23 organisasi
kemasyarakatan, dan 29 perorangan. Pemilu untuk anggota Dewan Konstituante dilakukan
tanggal 15 Desember 1955. Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi
di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya
514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI
meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua,
perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan
anggota DPR
Panitia Pemilihan Indonesia (PPI): mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan
anggota Konstituante dan anggota DPR. Keanggotaan PPI sekurang-kurangnya 5 (lima)
orang dan sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang, dengan masa kerja 4 (empat)
tahun.Panitia Pemilihan (PP) : dibentuk di setiap daerah pemilihan untuk membantu
persiapan dan menyelenggarakan pemilihan anggota konstituante dan anggota DPR.Panitia
Pemilihan Kabupaten (PPK) dibentuk pada tiap kabupaten oleh Menteri Dalam Negeri yang
bertugas membantu panitia pemilihan mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan
anggota Konstituante dan anggota DPR.Panitia Pemungutan Suara (PPS) dibentuk di setiap
kecamatan oleh Menteri Dalam Negeri dengan tugas mensahkan daftar pemilih, membantu
persiapan pemilihan anggota Konstituante dan anggota DPR serta menyelenggarakan
pemungutan suara.

Pemilu 1955 tidak dilanjutkan sesuai jadwal pada lima tahun berikutnya, 1960. Hal ini
dikarenakan pada 5 Juli 1959, dikeluarkan Dekret Presiden yang membubarkan Konstituante
dan pernyataan kembali ke UUD 1945. Kemudian pada 4 Juni 1960, Soekarno membubarkan
DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang
diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak melalui Dekret 5 Juli 1959
membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua
anggotanya diangkat presiden.
PELAKSANAAN DEMOKRASI
Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen berperan tinggi dalam proses
politik.Perwujudan kekuasaan parlemen terlihat dari sejumlah mosi tidak percaya pada pihak
pemerintah.Akibatnya kabinet harus meletakkan jabatan meski pemerintahan baru berjalan
beberapa bulan. Seperti Djuanda Kartawidjaja diberhentikan dengan mosi tidak percaya dari
parlemen.Kedua, akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politisi pada
umumnya sangat tinggi.Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah
media massa sebagai alat kontrol sosial.

Sejumlah kasus jatuhnya kabinet dalam periode ini merupakan contoh konkret tingginya
akuntabilitas.Ketiga, kehidupan kepartaian memperolah peluang sebesar-besarnya untuk
berkembang secara maksimal.Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem multipartai.Pada
periode ini 40 partai politik terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses
rekrutmen, baik pengurus atau pimpinan partai maupun para pendukungnya.Campur tangan
pemerintah dalam hal rekrutmen tidak ada. Sehingga setiap partai bebas memilih ketua dan
segenap anggota pengurusnya.Kompetisi antar partai politik berjalan sangat intensif dan fair. Setiap
pemilih dapat menggunakan hak pilih dengan bebas tanpa ada tekanan atau rasa takut.
Kelima, masyarakat umumnya dapat merasakan hak-hak dasar dan tidak dikurangi sama
sekali.Meski tidak semua warga negara dapat memanfaatkan hak-hak dasar dengan
maksimal.Tetapi hak untuk berserikat dan bekumpul dapat diwujudkan, dengan terbentuknya
sejumlah partai politik dan organisasi peserta Pemilihan Umum.Kebebasan pers dan kebebasan
berpendapat dirasakan dengan baik. Masyarakat bisa melakukan tanpa rasa takut menghadapi
risiko, meski mengkritik pemerintah dengan keras Contoh Dr. Halim, mantan Perdana Menteri,
menyampaikan surat terbuka dengan kritikan sangat tajam terhadap sejumlah langkah yang
dilakukan Presiden Soekarno. Surat tersebut tertanggal 27 Mei 1955.

Keenam, dalam masa pemerintahan parlementer, daerah-daerah yang memperoleh otonomi


yang cukup.Daerah-daerah bahkan memperoleh otonomi seluas-luasnya dengan asas desentralisasi
sebagai landasan untuk berpijak, dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah.
PENJELASAN REVOLUSI
Pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan (1945-1949) ini, pelaksanaan demokrasi baru
terbatas pada berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan.Sedangkan elemen-elemen
demokrasi yang lain belum sepenuhnya terwujud. Karena situasi dan kondisi yang tidak
memungkinkan.Karena pemerintah harus memusatkan seluruh energinya bersama-sama rakyat untuk
mempertahankan kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara, agar negara kesatuan tetap
hidupPartai-partai politik tumbuh dan berkembang cepat.Fungsi
Neptune is paling utama partai politik adalah ikut
serta memenangkan revolusi kemerdekaan dengan menanamkan kesadaran untuk bernegara serta
the farthet
semangat anti penjajahan.Karena keadaan yang tidak mengizinkan, Pemilihan Umum belum dapat
dilaksanakan sekalipun hal itu telah menjadi salah satu agenda politik utama.Tidak banyak catatan
sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada periode ini.Tetapi pada periode ini telah
diletakkan hal-hal mendasar bagi perkembangan demokrasi di Indonesia untuk masa selanjutnya, yaitu:

Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh.


Para pembentuk negara sejak semula punya komitmen besar terhadap demokrasi.Begitu
Indonesia menyatakan kemerdekaan dari pemerintah kolonial Belanda, semua warga negara
yang dianggap dewasa punya hak politik sama, tanpa diskriminasi ras, agama, suku dan
kedaerahan.
Kedua, kekuasaan Presiden dibatasi.
Presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi diktator,
kekuasaannya dibatasi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang dibentuk menggantikan
parlemen.

Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden maka dimungkinkan terbentuk sejumlah partai politik.
Pembentukan sejumlah partai politik ini iskemudian menjadi peletak dasar sistem
Neptune
kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik
the farthet
Indonesia.

Indonesia periode parlementer (1949-1959) Masa demokrasi parlementer adalah masa kejayaan
demokrasi di Indonesia. Karena hampir perwujudan semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam
kehidupan politik di Indonesia.Berikut ini enam indikator ukuran kesuksesan pelaksanaan demokrasi
pada masa pemerintahan parlementer (SUDAH DIJELASKAN PADA PELAKSANAAN DEMOKRASI)
PERKEMBANGAN
KONSTITUSI
Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia telah sepakat utntuk menyusun sebuah Undang-Undang
Dasar sebagai konstitusi tertulis dengan segala arti dan fungsinya. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia pada 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia sebagai sesuatu ”revolusi grondwet” telah disahkan pada 18
Agustus 1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia dalam sebuah naskah yang dinamakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, sekalipun Undang-Undang Dasar 1945 itu merupakan
konstitusi yang sangat singkat dan hanya memuat 37 pasal namun ketiga materi muatan konstitusi yang harus ada
menurut ketentuan umum teori konstitusi telah terpenuhi dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.

Pada dasarnya kemungkinan untuk mengadakan perubahan atau penyesuaian itu memang sudah dilihat oleh
para penyusun UUD 1945 itu sendiri, dengan merumuskan dan melalui pasal 37 UUD 1945 tentang perubahan
Undang-Undang Dasar. Dan apabila MPR bermaksud akan mengubah UUD melalui pasal 37 UUD 1945 ,
sebelumnya hal itu harus ditanyakan lebih dahulu kepada seluruh Rakyat Indonesia melalui suatu referendum.(Tap
no.1/ MPR/1983 pasal 105-109 jo. Tap no.IV/MPR/1983 tentang referendum) Perubahan UUD 1945 kemudian
dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda sidang Tahunan MPR dari tahun 1999 hingga perubahan
ke empat pada sidang tahunan MPR tahun 2002 bersamaan dengan kesepakatan dibentuknya komisi konstitusi yang
bertugas melakukan pengkajian secara komperhensif tentang perubahan UUD 1945 berdasarkan ketetapan MPR
No. I/MPR/2002 tentang pembentukan komisi Konstitusi. Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia
ada empat macam Undang-Undang yang pernah berlaku, yaitu :
1.Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
(Penetapan Undang-Undang Dasar 1945) Saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal
17 Agustus 1945, Republik yang baru ini belum mempunyai undang-undang dasar. Sehari kemudian
pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan Undang-Undang disahkan oleh PPKI sebagai Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia setelah mengalami beberapa proses.

2.Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950


(Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat) Perjalanan negara baru Republik Indonesia
ternyata tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di
Indonesia. Akibatnya Belanda mencoba untuk mendirikan negara-negara seperti negara Sumatera
Timur, negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur, dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda
tersebut maka terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun 1948. Dan ini
mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia Serikat. Sehingga UUD
yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu, hanya berlaku untuk negara Republik
Indonesia Serikat saja.
3.Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
(Penetapan Undang-Undang Dasar Sementara 1950) Periode federal dari Undang-undang Dasar Republik
Indonesia Serikat 1949 merupakan perubahan sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus
1945 menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat tidak bertahan lama karena terjadinya
penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik Indonesia
Serikat menjadi berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Bagi negara kesatuan yang akan didirikan jelas perlu adanya suatu undang-undang dasar yang baru dan
untuk itu dibentuklah suatu panitia bersama yang menyusun suatu rancangan undang-undang dasar yang kemudian
disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang dasar
baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950.

4.Periode 5 Juli 1959 – sekarang


(Penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945) Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah
kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dan perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada
masa 1959-1965 menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan karena
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-
Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
SEKIAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai