MODUL KESWA BAGI PERAWAT Di FKTP Final 8 Nov 2015 PDF
MODUL KESWA BAGI PERAWAT Di FKTP Final 8 Nov 2015 PDF
tentang
PENATALAKSANAAN KASUS GANGGUAN JIWA
DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP)
Hal.
I. DESKRIPSI SINGKAT
Deteksi adalah langkah awal yang penting yang akan membawa orang yang sakit
mendapatkan pertolongan medis. Semakin cepat suatu penyakit, dalam hal ini
gangguan/penyakit jiwa, terdeteksi akan semakin cepat proses diagnosis didapatnya dan
semakin cepat pula pengobatan dapat dilakukan sehingga diharapkan akan memotong
perjalanan penyakit dan mencegah hendaya dan disabilitas.
Idealnya proses deteksi (dini) dapat dilakukan oleh setiap orang, artinya masyarakat paham
akan tanda-tanda awal gangguan jiwa, atau lebih luas lagi masalah kesehatan jiwa,
sehingga manakala masyarakat mendapati gejala-gejala awal tersebut mereka akan
memeriksakan diri ke dokter. Proses deteksi dapat juga dilakukan oleh para kader
kesehatan (jiwa) dan petugas kesehatan.
Dokter, memegang peranan penting dalam deteksi dini, posisi mereka strategis, karena
dengan mengenali adanya tanda dan gejala gangguan jiwa pada pasien yang datang
kepadanya akan membuat mereka menangkap kemungkinan adanya gangguan jiwa dan
melakukan pemeriksaan psikiatrik untuk menetapkan adakah gangguan jiwa yang dapat
terdiagnosis.
Modul ini membahas tentang prinsip umum layanan kesehatan jiwa, proses deteksi dini dan
tindak lanjutnya.
1
III. POKOK BAHASAN
Pokok bahasan pada modul ini adalah:
Pokok bahasan A : Prinsip umum layanan kesehatan jiwa
Pokok bahasan B : Pengertian dan fungsi deteksi dini masalah kesehatan jiwa
Pokok bahasan C : Prosedur melakukan deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan tindak
lanjutnya
IV. METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah :
A. Ceramah, tanya jawab
B. Curah pendapat
C. Studi kasus
D. Bermain peran
E. Praktik lapangan
2
d. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
e. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.
3
VII. URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN A.
Prinsip umum layanan kesehatan jiwa
Dalam melakukan pelayanan kesehatan jiwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Komunikasi dengan pasien dan keluarga (carers)
2. Pemeriksaan (assessment)
3. Tatalaksana dan monitoring
4. Penggerakan dan penyediaan dukungan sosial
5. Perlindungan terhadap hak asasi
6. Perhatikan kesehatan secara umum
Dalam berkomunikasi dengan pasien dan keluarga, beberapa hal berikut akan
memperlancar dan mempermudah komunikasi yang dilakukan:
Upayakan selalu komunikasi yang jelas, empatik, dan sensitif terhadap usia, jenis
kelamin, kultur, dan perbedaan bahasa.
Selalu bersikap ramah, menghargai, dan tidak menghakimi.
Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
Berikan respons yang sensitif dan sesuai terhadap keterbukaan informasi dari
pasien yang bersifat pribadi dan sulit diungkapkan (seperti penyerangan seksual
atau menyakiti diri sendiri)..
Berikan informasi tentang status kesehatannya dalam bahasa yang mereka pahami.
Tanyakan pemahaman orang tersebut terhadap kondisinya.
4
Jelaskan tujuan terapi dan buat rencana terapi dengan menghargai pilihan mereka
dalam terapi
Pikirkan rencana untuk keberlanjutan terapi dan lakukan pemantauan melalui
komunikasi.
Informasikan lama terapi yang diharapkan, kemungkinan efek samping dari
intervensi, pilihan tatalaksana alternatif lainnya, pentingnya kepatuhan terhadap
terapi, dan kemungkinan prognosis.
Jawab pertanyaan dan kekhawatiran tentang terapi, komunikasikan harapan yang
realistik, misalnya untuk fungsi yang lebih baik dan pemulihan.
Monitor hasil terapi, interaksi obat, efek samping
Fasilitasi rujukan ke spesialis, bila tersedia dan dibutuhkan.
Usahakan untuk menghubungkan orang tersebut ke dukungan masyarakat, bila ada
Dalam pemantauan, nilai kembali pemahaman pasien terhadap penyakitnya, terapi,
dan kepatuhan terhadap terapi, koreksi jika ada kesalahan.
Ajarkan kepada pasien dan keluarga untuk memantau gejala-gejala dan terangkan
kapan mereka harus mencari bantuan secepatnya.
Catat aspek penting interaksi pasien dengan keluarga maupun orang lain.
Gunakan sumber daya di keluarga dan masyarakat untuk pasien yang tidak patuh
terhadap terapi.
Pemantauan lebih sering dilakukan untuk ibu hamil dan menyusui, serta pada orang
dengan usia lanjut
Pastikan bahwa mereka diberikan tatalaksana secara menyeluruh, fisik dan jiwa.
5
Libatkan anak-anak dan remaja dalam pengambilan keputusan sesuai kapasitas
perkembangan mereka, beri mereka kesempatan untuk mendiskusikan secara
pribadi hal-hal yang menjadi kekhawatiran.
POKOK BAHASAN B
Pengertian dan fungsi deteksi dini masalah kesehatan jiwa
Deteksi merupakan tahap awal dari rangkaian proses penatalaksanaan penyakit, termasuk
gangguan jiwa. Ini adalah langkah sebelum dilakukannya proses diagnosis, yang
membawa seorang petugas medis untuk memutuskan melanjutkan ke tahap berikut yaitu
proses diagnosis.
Seyogyanya setiap pasien yang datang didekati dengan prinsip holistik, memperhitungkan
kemungkinan terjadinya semua penyakit, serta melakukan pemeriksaan status penyakit
dalam, neurologik dan psikiatrik.
Apabila tidak memungkinkan untuk melakukan penapisan dan pemeriksaan psikiatrik pada
seluruh pasien, maka perhatian terutama harus ditujukan kepada beberapa kelompok
pasien yang berisiko tinggi, yaitu:
6
1. Pasien dengan penyakit fisik kronis (infeksi & non-infeksi)
2. Pasien dengan keluhan fisik yang diduga ada hubungannya dengan masalah
kejiwaan (keluhan fisik timbul/memberat jika ada masalah psikis)
3. Keluhan fisik beraneka ragam/berganti-ganti, gangguan fisik/kelainan organik (-)
4. Pasien yang mengalami pengalaman hidup yang ekstrem (trauma psikologis, stress
yang berat, kehilangan)
5. Pasien dengan disabilitas
Penapisan/skrining selain oleh dokter dapat dilakukan juga oleh perawat, bahkan deteksi
dapat dilakukan oleh kader kesehatan jiwa. Sedangkan diagnosis medik, intervensi
farmakologis, rujukan dilakukan oleh dokter. Intervensi psikososial dapat dilakukan oleh
dokter dan/atau perawat.
POKOK BAHASAN C.
Cara Melakukan Deteksi Dini Gangguan Jiwa dan Tindak Lanjutnya
Biasanya deteksi dapat dilakukan oleh awam, kader kesehatan/kesehatan jiwa, perawat
dan dokter. Bedanya, setelah terdeteksi dokter dapat langsung melanjutkan ke proses
pemeriksaan dan diagnosis.
Tabel 1. Presentasi Umum Beberapa Gangguan Jiwa (diambil dari WHO mhGAP-IG
Master Chart)
Gangguan yang
Presentasi Umum
Harus Diperiksa
7
Gangguan yang
Presentasi Umum
Harus Diperiksa
8
Gangguan yang
Presentasi Umum
Harus Diperiksa
9
Gangguan yang
Presentasi Umum
Harus Diperiksa
Sebagai kerangka berpikir, untuk memperjelas proses deteksi dan diagnosis gangguan
jiwa, dapat digunakan bagan di bawah ini.
10
Gambar 1. Skema proses deteksi dan diagnosis gangguan jiwa di Puskesmas (Modifikasi
Metode Dua Menit)
Apabila pasien termasuk dalam kelompok yang berisiko gangguan jiwa, seperti disebutkan
di atas, maka dilakukan skrining dengan tiga pertanyaan:
1. Selama dua minggu terakhir bagaimana perasaan Bapak/Ibu?
11
2. Apakah Bapak/Ibu kehilangan minat atau rasa senang terhadap hal-hal yang
dulunya dinikmati?
3. Apakah Bapak/Ibu merasa tenaganya berkurang atau lelah sepanjang waktu?
Apabila pasien kurang paham dengan pertanyaan pertama dapat digunakan alternatif
pertanyaan:
Perasaan apa yang paling banyak Bapak/Ibu rasakan selama dua minggu terakhir,
apakah senang/gembira, sedih, cemas/kawatir, takut, atau marah?
1. Jika pertanyaan pertama dijawab bahwa yang dirasakan selama dua minggu terakhir
adalah cemas atau was-was atau kawatir, maka hasil skriningnya positif untuk anxietas
dan dilanjutkan dengan pemeriksaan diagnostik.
2. Jika pertanyaan pertama dijawab bahwa yang dirasakan selama dua minggu terakhir
adalah sedih/murung/tidak bahagia dan salah satu dari dua pertanyaan berikutnya
dijawab Ya, atau dua dari tiga pertanyaan penyaring tersebut positif, maka terindikasi
untuk depresi. Proses selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan untuk memastikan
ada atau tidaknya gangguan depresi.
12
Tindak lanjut
Setelah terdeteksi kemungkinan adanya satu atau lebih gangguan jiwa, maka selanjutnya
dilakukan proses diagnostik dengan wawancara psikiatrik dan pemeriksaan tambahan lain,
mengacu pada kriteria diagnostik dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia (PPDGJ) atau International Classification of Diseases (ICD) untuk
masing-masing penyakit/gangguan jiwa.
VIII. REFERENSI
13
MODUL KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN
MATERI INTI 2 KEPERAWATAN JIWA
I. DESKRIPSI SINGKAT
Kemampuan berkomunikasi merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki dan
dikuasai oleh perawat. Komunikasi dilakukan perawat selama menjalankan tugasnya
memberikan pelayanan kesehatan; berupa komunikasi antaraperawat-pasien, perawat-
keluarga pasien dan perawat-tim kesehatan lainnya. Cara komunikasi yang dilakukan dapat
menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien.
Komunikasi perawat-pasien dibutuhkan untuk mendapatkan keterangan dari pasien tentang
masalahnya agar dapat menegakkan diagnosis keperawatan dan menentukan
perencanaan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Selain itu komunikasi
perawat-pasien dibutuhkan untuk menyampaikan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang cara menyelesaikan masalah.
Hubungan saling percaya perlu dibangun agar pasien dapat menceritakan masalahnya
secara terbuka dan bekerja sama dalam penyelesaian masalah. Di Puskesmas, terhadap
pasien yang datang secara berulang dengan keluhan fisik yang sama, perlu dilakukan
pengkajian lebih dalam untuk mengetahui kemungkinan adanya masalah kejiwaan. Hal
tersebut dapat dilakukan, jika terbangun hubungan saling percaya antara perawat dan
pasien serta keterampilan yang dimiliki perawat untuk melakukan pengkajian.
Dalam pelayanan keperawatan jiwa, perawat berhadapan dengan pasien yang memiliki
gangguan pikiran, perasaan dan perilaku; misalnya pasien curiga, sedang mengalami
cemas, menarik diri, marah-marah atau sedih, atau tidak kooperatif karena berfokus pada
halusinasi yang dialami. Perawat perlu menyikapi dengan tepat setiap kondisi pasien
sesuai dengan masalahnya.
Modul ini menjelaskan komunikasi dalam pelayanan keperawatan jiwa yang dilakukan di
Puskesmas, terdiri dari komunikasi antara perawat dengan pasien, perawat dengan
keluarga pasien dan perawat dengan tim kesehatan lain (dokter).
14
Setelah mengikuti pembelajaranini, peserta mampu melakukan komunikasi
terapeutik dalam pelayanan keperawatan jiwa di Puskesmas.
IV. METODE
Metode pembalajaran yang digunakan dalam pelatihan ini adalah:
A. Brain storming
B. Ceramah tanya jawab
C. Diskusi kelompok
D. Latihan
E. Role play
15
I. Form Latihan dan Panduan Latihan
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum
jelas dan perlu diklarifikasi.
16
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.
d. Menyimpulkan materi bersama peserta.
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
c. Melakukan latihan atau bermain peran dalam berkomunikasi.
d. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
2. Kegiatan peserta
a. Mendengar, mencatat penjelasan fasilitator.
b. Mendiskusikan penugasan yang diberikan fasilitator bersama anggota
kelompok.
c. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan komunikasi
terhadap pasien, keluarga (pelaku rawat) dan dokter.
17
d. Bermain peran dalam melakukan komunikasi terhadap pasien, keluarga
(pelaku rawat) dan dokter.
e. Memperagakan cara berkomunikasi pada pasien, keluarga, dan dokter.
f. Mendengar dan mencatat hasil evaluasi dari fasilitator.
2. Kegiatan Peserta
a. Menyiapkan strategi pelaksanaan tindakan (SP) dan form jadual kegiatan
harian pasien
b. Mengikuti konferensi awal (pre conference)
c. Melakukan komunikasi terapeutik terhadap pasien dan keluarga (pelaku
rawat) dan komunikasi dengan dokter
d. Mengikuti konferensi akhir (post conference).
POKOK BAHASAN
A. KONSEP KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN
KEPERAWATAN JIWA
1. Pengertian
Komunikasi merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia dan meliputi
pertukaran informasi, perasaan, pikiran dan perilaku antara dua orang atau lebih.
Komunikasi mempunyai dua tujuan yaitu untuk pertukaran informasi dan mempengaruhi
orang lain.
18
Komunikasi terapeutik pada individu merupakan komunikasi yang dilakukan antara
perawat dengan individu pasien yang bertujuan untuk menyelesaikan diagnosis
keperawatan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Interaksi perawat dan pasien akan menghasilkan informasi bagi perawat tentang
keadaan pasien dan pada waktu yang bersamaan perawat dapat memberikan informasi
tentang cara-cara menyelesaikan masalah dengan strategi tertentu sehingga pasien
terpengaruh dan mau melakukan cara-cara yang diajarkan untuk menyelesaikan
masalahnya. Jika pasien menerima dan menerapkan informasi yang diberikan oleh
perawat, maka perilaku pasien berubah ke arah adaptif yang merupakan hasil utama
dari tindakan keperawatan.
19
POKOK BAHASAN
B. PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA INDIVIDU
20
Setelah perawat menetakan status interaksi yang akan dilaksanakan, maka
perlu membuat rencana interaksi.
c. Rencana interaksi
1) Siapkan rencana percakapan yang akan dilakukan pada saat berinteraksi
dengan pasien.
2) Tehnik komunikasi apa yang akan digunakan, kaitkan dengan tujuan perawat
melakukan interaksi dengan pasien. Hal ini berhubungan dengan tahapan
interaksi yang akan dilakukan.
3) Tehnik observasi apa yang perlu dilakukan selama berhadapan dengan pasien?
4) Apa langkah-langkah tindakan keperawatan yang akan dilakukan? Sesuaikan
langkah-langkah tindakan keperawatan dengan Standar Prosedur Operasional
(SPO).
2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang perawat lakukan saat pertama kali bertemu atau
kontak dengan pasien. Hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah: memberi
salam,memperkenalkan diri, mengevaluasi kondisi pasien, menyepakati
kontrak/pertemuan yang terkait dengan topik tindakan yang akan dilakukan, kesediaan
pasien untuk bercakap-cakap, tempat bercakap-cakap, dan lama percakapan.
a. Memberi salam
1) Selamat pagi/ siang atau sesuai dengan latar belakang sosial budaya spiritual
pasien, disertai dengan mengulurkan tangan untuk jabatan tangan. Pasien
gangguan jiwa mungkin tidak menjawab salam dan uluran tangan perawat.
2) Memperkenalkan diri perawat
Nama saya C, saya senang dipanggil ibu C. Saya perawat yang bertugas hari
ini
3) Menanyakan nama pasien
Nama bapak/ibu siapa?
Apa panggilan yang disukai?
(Sesuaikan dengan nama yang tercantum pada kartu berobat pasien)
21
c. Menyepakati kontrak/ pertemuan
Kesepakatan tentang pertemuan terkait dengan topik tindakan yang akan dilakukan
serta kesediaan pasien untuk bercakap-cakap, tempat bercakap-cakap, lama
percakapan.
1) Topik/ tindakan/ kegiatan yang akan dilakukan
Untuk menanyakan kesediaan pasien:
a) Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang (sesuaikan dengan
keluhan atau perasaan pasien saat ini).
b) Jika pasien tampak ragu, perawat dapat menambahkan:
c) Saya akan membantu ibu S (nama pasien) untuk menyelesaikan masalah
yang ibu S hadapi
d) Kita akan bersama-sama menyelesaikan masalah yang ibu S hadapi
Pada umumnya fokus percakapan awal adalah pengkajian keluhan utama.
Kemudian hal-hal yang berkaitan dengan keluhan utama.
2) Tempat
Kita duduk disini
3) Waktu
Selama 10 menit, saya akan memeriksa tekanan darah ibu S dan
menanyakan hal-hal terkait keluhan yang ibu alami, dan mengajarkan
ibu cara mengatasi masalah yang ibu alami
Saat ini selama 10 menit kita disini. Saya akan memeriksa tekanan
darah ibu S dan menanyakan hal-hal terkait keluhan yang ibu alami,
setelah itu dilanjutkan untuk pemeriksaan dokter
Kemudian lanjutkan pada tahap kerja yaitu pengkajian lanjut (fokus) pada
keluhan utama disertai tindakan keperawatan sesuai dengan masalah yang
dialami pasien.
3. Tahap orientasi
Tahap orientasi dilakukan pada awal pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan tahap
orientasi adalah mengevaluasi kondisi pasien, memvalidasi kemampuan pasien sesuai
tindakan yang lalu dan menyepakati rencana tindakan pada pertemuan saat ini.
a. Memberi salam
22
Selamat pagi/siang ibu S
1) Topik/tindakan/kegiatan
(a) Sesuai dengan janji kita minggu lalu, kita akan bertemu hari ini
pada saat kunjungan ibu S ke Puskesmas; atau
(b) Ibu S masih ingat apa yang akan kita bicarakan/lakukan
sekarang?; atau
(c) Bagaimana kalau sekarang kita latihan ... (sebutkan sesuai
rencana).
Contoh:
23
2) Tempat
Seperti biasa, kita duduk disini
3) Waktu
Selama 10 menit saya akan latih cara ......, setelah itu ibu dapat
melanjutkan pemeriksaan ke dokter
4. Tahap Kerja
Tahap kerja merupakan inti hubungan perawat pasien yang terkait erat
dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Tahap kerja pada pertemuan pertama berisikan pengkajian dan melatih satu
cara mengatasi masalah. Pada pertemuan selanjutnya tahap kerja
merupakan tindakan perawat melatih kemampuan mengatasi masalah yang
selanjutnya.
1) Ada beberapa cara untuk mengontrol emosi atau rasa marah yang ibu S
alami agar tidak mengganggu ibu. Salah satunya adalah tehnik relaksasi
nafas dalam.
Caranya, ibu duduk dengan sikap rileks. Jika di rumah ibu dapat juga
melakukannya dalam posisi tiduran atau rebahan. Agar lebih fokus,
dapat dilakukan sambil memejamkan mata. Lalu... tarik nafas secara
perlahan atau lambat melalui hidung, tahan, lalu hembuskan secara
perlahan melalui mulut. Lakukan beberapa kali hingga ibu merasa lega.
5. Tahap Terminasi
Tahap terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dan pasien.
Terminasi dibagi dua yaitu: terminasi sementara dan terminasi akhir.
24
a. Terminasi Sementara
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan
pasien atau keluarga yang akan ada pertemuan lagi pada waktu yang
telah ditentukan, misalnya: minggu berikutnya saat pasien kontrol
kembali ke Puskesmas. Pada terminasi, perawat melakukan evaluasi
terhadap hasil tindakan yang telah dilakukan pada tahap kerja berupa
evaluasi subyektif dan obyektif, memberikan anjuran pada pasien untuk
melakukan kegiatan yang telah dilatih dan membuat perjanjian (kontrak)
untuk pertemuan berikutnya.
Contoh komunikasi:
1) Evaluasi hasil
a) Evaluasi subyektif:
b) Evaluasi obyektif:
2) Tindak lanjut
a) Bagaimana kalau mulai saat ini ibu S lakukan tarik nafas dalam
jika perasaan marah atau kesal mulai muncul?
b) Agar ibu S lebih terampil lagi melakukan tehnik relaksasi nafas
dalam dan agar ibu S tidak lupa cara melakukannya, ibu S perlu
latihan tarik nafas dalam secara teratur setiap harinya.
Ibu S mau latihan tarik nafas dalam berapa kali dalam sehari?
Bagus sekali...dua kali. Jam berapa saja bu?
a) Waktu :
25
Kita bertemu kembali minggu depan ya bu, saat ibu kontrol
kembali ke Puskesmas
b) Topik :
Saya akan ajarkan ibu S cara lain mengontrol emosi yaitu dengan
cara bicara yang baik
c) Tempat:
Kita akan bertemu disini lagi. Sampai jumpa
b. Terminasi Akhir
Terminasi akhir terjadi jika pasien dan keluarganya telah mampu
menyelesaikan masalahnya.
Contoh komunikasi:
1) Evaluasi hasil
a) Evaluasi subyektif:
Bagaimana perasaan ibu S setelah beberapa kali pertemuan kita?
b) Evaluasi obyektif:
(1) Coba sebutkan apa saja yang telah ibu S dapatkan selama
berkunjung ke Puskesmas ini untuk mengatasi masalahnya!
(2) Coba ibu S sebutkan kembali cara mengatasi emosi?
Saya melihat ibu S sudah dapat melakukan.. (sebutkan
sesuai hasil observasi pada tiap diagnosis keperawatan).
2) Tindak lanjut
a) Apa rencana kegiatan ibu S selanjutnya?
b) Apa yang perlu ibu S lakukan jika perasaan emosi muncul
kembali?
c) Jadwal latihan yang telah kita buat, dilakukan terus ya bu!
Jika ibu S mengalami masalah lagi dan tidak dapat mengatasinya
di rumah, sebaiknya ibu segera kembali ke Puskesmas ini untuk
mendapatkan bantuan.
3) Eksplorasi perasaan
Bagaimana perasaan ibu S? Sudah siap kan?
26
Latihan 1:
Contoh komunikasi pada individu (fase orientasi, kerja dan terminasi)
Orientasi/ Perkenalan
Selamat pagi buPerkenalkan saya C. Ibu bisa memamnggil saya ibu C, saya perawat di
Puskesmas ini
Nama ibu siapa?
Ooibu S, senang dipanggil apa bu?
Apa keluhan yang ibu S rasakan?
Sakit kepala, kadang merasa jantung berdebar-debar,
Baiklah, selama 10 menit, disini, saya akan melakukan pemeriksaan tekanan darah ibu dan
menanyakan hal-hal lain tentang keluhan ibu dan melatih ibu cara mengatasi masalah
Kerja:
Saya ukur tekanan darahnya ya bu
Tekanan darah ibu S agak sedikit tinggi.140/90 mmHg. Sudah berapa lama ibu rasakan sakit
kepalanya?
Selain sakit kepala.apalagi yang ibu S rasakan?
Oosulit tidur, jantung berdebar-debar, kadang keringat dingin
Apakah ada hal yang ibu pikirkan?
Ibu selalu memikirkan keadaan suami yang mengalami darah tinggi dan ibu takut terjadi stroke
seperti tetangga ibu
Iyabetul sekali ibu S, memang apa yang kita pikirkan dapat mempengaruhi kesehatan tubuh kita.
Yang ibu S alami adalah perasaan cemas karena terlalu memikirkan keadaan suami
Jadiperasaan jantung berdebar-debar, sering b.a.k., keluar keringat dingin adalah sebagian dari
tanda-tanda cemas yang ibu S alami. Sudah cukup lama juga ya ibu S mengalaminya
Selama iniapa yang ibu S lakukan ketika terbangun di malam hari dan merasakan jantung
berdebar-debar?
Baik..cara ini dapat terus ibu lakukan. Selain itu ada beberapa cara lain untuk mengatasi atau
mengontrol perasaan cemas yang ibu S alami, yaitu dengan cara tehnik relaksasi nafas dalam,
hipnotis lima jari, dan tehnik pengalihan atau mengalihkan perhatian dari perasaan cemas yang
dialami.
Pada pertemuan ini, saya akan ajarkan ibu cara mengontrol rasa cemas dengan cara tarik nafas
dalam
Caranyaketika ibu merasakan tanda-tanda cemas mulai muncul, segera ibu lakukan tarik nafas
dalam
Caranya. Ibu duduk dengan sikap rileks. Jika di rumah ibu dapat juga melakukannya dalam posisi
tiduran atau rebahan. Agar lebih focus, dapt dilakukan sambil memejamkan mata. Lalu.tarik nafas
secara perlahan atau lambat melalui hidung, tahan, lalu hembuskan secara perlahan melalui mulut.
Lakukan beberapa kali hingga ibu merasa lega
Saya contohkan terlebih dahulu caranya dan ibu bisa memperhatikan saya
Nahsekarang coba ibu ulangi seperti yang saya contohkan tadi
Bagus.tepat sekali yang ibu S lakukan
Terminasi:
Bagaimana perasaan ibu S setelah latihan tarik nafas dalam?
Coba ibu S ulangi kembali cara mengatasi cemas dengan cara tarik nafas dalam
Bagus!
Bagaimana jika mulai saat ini ibu S lakukan tarik nafas dalam jika perasaan cemasnya mulai
muncul?
Agar ibu S lebih terampil lagi melakukan tehnik relaksasi nafas dalam dan agar ibu S tidak lupa cara
melakukannya, ibu S perlu latihan tarik nafas dalam secara teratur setiap harinya
Ibu S mau latihan tarik nafas dalam berapa kali dalam sehari?
27
Bagus sekalidua klai. Jam berapa saja bu?
Ini ada lembaran jadwal kegiatan untuk mengisi jadwal latihannya, agar ibu S dapat berlatih secara
teratur
Pada pertemuan yang akan datang saya akan ajarkan ibu S cara lain mengontrol rasa cemas ibu,
yaitu dengan tehnik hipnotis lima jari
Kita bertemu kembali disini minggu depan ya bu, saat ibu kontrol kembali ke Puskesmas
Selamat pagi/siang
Catatan: interaksi perawat pasien di Puskesmas dapat terputus sementara waktu, jika
setelah pemeriksaan tanda-tanda vital dan pengkajian pasien diperiksa oleh dokter terlebih
dahulu. Setelah pemeriksaan ke dokter dan mendapat obat, pasien kembali ke perawat dan
perawat melatih cara mengatasi masalah dan menjelaskan tentang cara penggunaan obat.
POKOK BAHASAN
C. PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KELUARGA
28
3. Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga dapat
merawat sesuai dengan diagnosis keperawatan yang ditemukan pada
pasien.
4. Menciptakan lingkungan yang kondusif di keluarga dan lingkungan. Dalam
hal ini termasuk sikap dan fasilitas dalam keluarga dan lingk ungan yang
mendukung perbaikan pasien.
5. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat membantu
pemulihan dan pemeliharaan kesehatan jiwa anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
29
pasien. Sama seperti pertemuan pertama, maka perawat mendiskusikan
kembali dengan keluarga asuhan yang diperlukan. Semua kegiatan ini
dilanjutkan pada pertemuan ketiga dan seterusnya, sampai semua tindakan
keperawatan pada semua diagnosis keperawatan telah dilaksanakan.
Pertemuan ini dianggap berhasil jika pasien dan pelaku rawat telah mampu
melakukan kegiatan yang telah dilatih.
POKOK BAHASAN
D.PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PADATIMKESEHATAN
Komunikasi terapeutik pada tim kesehatan merupakan komunikasi yang dilakukan antara
perawat dengan tim kesehatan yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien.
30
Background/Latar belakang, Assessment/Pengkajian,
Recommendation/Rekomendasi (Joint Commission International, 2012).
Pada introduksi, perawat menyebutkan nama dan nama pasien. Pada aspek
situasi, perawat menyampaikan kondisi pasien terkait usia pasien, jenis
kelamin, diagnosis, prosedur yang telah dilakukan, status mental, dan stabilitas
kondisi pasien. Saat menyampaikan latar belakang pasien, perawat
menginformasikan latar belakang keluarga, latar belakang budaya/agama,
kemampuan berkomunikasi dan berbahasa. Perawat juga harus melaporkan
pengkajian yang telah dilakukan kepada pasien, yang me liputi tanda vital;
pikiran, perasaan dan perilaku pasien serta faktor risiko. Terakhir, perawat
memberikan rekomendasi kepada petugas kesehatan terkait prioritas area dan
tindakan yang harus segera dilakukan kepada pasien.
Latihan 2:
Selamat pagi Sayadari puskesmas, pagi ini ingin merujuk pasien yang bernama.
Kondisi pasien saat ini masih mengalami halusinasi dan perilaku kekerasan. Telah dilakukan
konsultasi dengan dokter pkm dan tim kesehatan jiwa masyarakat dan pasien telah mendapat
terapi pengobatan oral yaitu Chlorpromazin 3 x 100 mg, Triheksiphenidyl 3 x 2 mg dan
Haloperidol 3 x 5 mg, namun keadaan pasien saat ini masih belum ada perbaikan sehingga
kami perlu merujuk pasien ke Unit Psikiatri RSU untuk mendapatkan perawatan intensif. Pasien
telah kami latih untuk mengenal halusinasinya tetapi belum ada perkembangan
Berikut ini berkas pasien beserta resumenya. Saran saya segera diberikan tindakan untuk
mengontrol halusinasinya. Jika keadaan pasien telah memungkinkan pulang segera beritahu
kami agar kami dapat melanjutkan perawatannya di rumah.
31
VIII. REFERENSI
Fountaine, K.L. (2009). Mental health nursing. 6th ed. New Jersey: Pearson
Educayion, Inc.
Joint Commission International. (2012). The international essentials of health care quality
and patient safety.
Maglaya, A.S. (2009). Nursing practice in the community. 7thed. Markina City : Argonauta
Corporation.
Stuart, G.W. (2009). Principles and practice of psychiatric nursing. 9th ed. St Louis: Mosby
Elsevier
Townsend, M.C. (2009). Psychiatric mental health nursing: conceps of care in evidence-
based practice. Philadelphia: F.A. Davis Company
32
MODUL
MATERI INTIASUHAN
3 KEPERAWATAN PADA GANGGUAN ANSIETAS
I. DESKRIPSI SINGKAT
Ansietas merupakan salah satu kondisi yang sering luput dari perhatian perawat di
puskesmas. Pasien sering datang ke puskesmas dengan keluhan fisik yang berulang dan
menyatakan tanpa ada perbaikan. Kondisi ini apabila tidak ditangani dengan baik dapat
menganggu aktifitas pasien sehari-hari. Oleh karena itu, asuhan keperawatan ansietas
perlu diketahui oleh perawat puskesmas agar dapat membantu pasien dan keluarga dalam
mengatasi ansietas.
Modul ini membahas asuhan keperawatan ansietas agar perawat puskesmas dapat
mengenali tanda dan gejala serta memberikan penatalaksanaan yang tepat kepada pasien
dan keluarga dalam mengatasi masalah ansietas.
33
e. Mengevaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam merawat pasien
ansietas
f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pasien ansietas
3. Mempraktekkan asuhan keperawatan ansietas
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan-pokok bahasan sebagai berikut yaitu:
Pokok bahasan A. Konsep ansietas
Pokok bahasan B.Proses keperawatan ansietas
IV. METODE
Media dan alat bantu yang digunakan selama proses pembelajaran adalah:
A. Liquid Crystal Display (LCD) Projector dan Laptop
B. Laser pointer
C. Spidol
D. slide presentasi
E. Lembar diskusi (Flip chart)
F. Form latihan, panduan latihan dan demonstrasi
G. Matrik asuhan keperawatan
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran di kelas
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
34
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah dengan
memperkenalkan diri. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, dan materi yang akan disampaikan.
d. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang apa yang dimaksud dengan
asuhan keperawatan ansietas dengan metode brainstorming.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran tentang askep
ansietas dengan menggunakan bahan tayang.
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.
35
a. Memberi kesempatan pada peserta untuk bermain peran sebagai perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat).
b. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses latihan (bermain
peran).
c. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah bermain
peran dalam merawat pasien dan keluarga (pelaku rawat).
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan
terhadap pasien dan keluarga
b. Bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dan
keluarga
c. Mendengar dan mencatat tentang hasil evaluasi dari fasilitator.
2. Kegiatan Peserta
a. Membuat laporan pendahuluan, strategi pelaksanaan tindakan (SP) dan rencana
harian.
b. Mengikuti konferensi awal (pre conference).
c. Melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien atau keluarga
d. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan
e. Mengikuti konferensi akhir (post conference).
36
VII. URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN ANSIETAS
A. PENGERTIAN
Ansietasadalah perasaan was-was, kuatir atau tidak nyaman seakan akan terjadi
sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman. Ini berarti ansietas sangat berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Ansietas berbeda dengan rasa takut.
Takut merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya, sementara
ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut.
Berdasarkan tingkatannya ansietas terdiri dari : ansietas ringan, sedang, berat dan
panik.
1. Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari
dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya (Videbeck, 2008). Ansietas memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas. Selama tahap ini, seseorang menjadi lebih waspada
dan kesadarannya menjadi lebih tajam terhadap lingkungan. Jenis ansietas ini
dapat memberikan motivasi pembelajaran dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas.
2. Ansietas sedang
Pada tingkat ini, individu berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan
yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Individu tidak
mempunyai perhatian yang selektif, kemampuan penglihatan, pendengaran, dan
penciuman menurun (Stuart, 2007). Jika diarahkan untuk melakukan sesuatu,
individu dapat berfokus pada perhatian yang lebih banyak .
3. Ansietas Berat
Pada tingkat ansietas berat lapang persepsi individu sangat menyempit
(Videbeck, 2008) dan cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik
serta tidak berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada area yang lain. Kemampuan persepsi seseorang menjadi menurun
secara menyolok dan perhatiannya pun terpecah-pecah. Pikirannya hanya fokus
pada satu hal dan tidak memikirkan yang lain.
37
4. Tingkat Panik
Panik adalah kehilangan kendali, individu tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan arahan. Panik mengakibatkan disorganisasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan
pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini jika berlangsung terus dalam waktu
yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian (Videbeck, 2008). Gejala yang
terjadi adalah palpitasi, nyeri dada, mual atau muntah, ketakutan kehilangan
kontrol, parestesia, tubuh merasa panas atau dingin (Stuart & Laraia, 2005)
2. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus ansietas meliputi :
a. Biologis : penyakit
b. Psikologis : ancaman identitas, harga diri, integritas diri, kehilangan orang yang
berarti, perceraian.
c. Sosial budaya : perubahan status pekerjaan, perubahan fungsi dan peran,
lingkungan, sosial.
38
1. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang:
khawatir, cemas,was-was, takut akan terjadi sesuatu
2. Data Objektif:
Kognitif :
a. Perhatian kurang
b. Konsentrasi kurang
c. Penilaian salah
d. Daya ingat terganggu (pelupa)
e. Blocking
f. Lapang persepsi menurun
g. Bingung
h. Banyak bertanya
Emosi :
a. Mudah tersinggung
b. Tidak sabar
c. Gelisah
d. Tegang
e. Takut
f.Frustasi
Fisik :
a. Nafsu makan menurun
b. Jantung Berdebar-debar
c. Pernafasan cepat
d. Berkeringat dingin
e. Kesulitan untuk tidur
Perilaku :
a. Gelisah
b. Ketegangan fisik
c. Tremor
d. Gugup
e. Bicara Cepat
f. Kurang Koordinasi
39
Sosial :
a. Kadang-kadang menghindari kontak dengan orang lain/sosial
b. Aktivitas sosial menurun
c. Kadang-kadang menunjukkan sikap bermusuhan
Identifikasi tingkatan ansietas pasien: ringan, sedang, berat atau panik. Apabila
panik segera rujuk ke RSU/RSJ.
2. Diagnosis Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian, perawat dapat merumuskan diagnosis
keperawatan berdasarkan tingkat ansietas (lihat tingkatan ansietas pada halaman
sebelumnya).
Berdasarkan data yang didapat ditetapkan diagnosis keperawatan:
Ansietas
40
mengambil obat, kembali ke perawat, perawat menjelaskan tentang obat kepada
pasien dan keluarga serta tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk
membimbing pasien melatih kemampuan mengatasi ansietas yang telah diajarkan
oleh perawat.
Tindakan keperawatan:
1) Bantu pasien mengenal cemas dengan cara :
a) Bantu pasien mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan
b) Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan cemas
c) Bantu pasien mengenal penyebab cemas
d) Bantu pasien menyadari perilaku akibat cemas
2) Latih pasien relaksasi nafas dalam
a) Posisi duduk di lantai atau kursi dengan tubuh rileks dan tidak ada
tekanan pada otot yang menghambat aliran darah
b) Tarik nafas melalui hidung dengan sangat perlahan
c) Tiup melalui mulut dengan sangat perlahan.
d) Tiup sambil mengempeskan perut
e) Lakukan berulang kali
f) Mata boleh dibuka atau dipejamkan
3) Latih mengontrol ansietas dengan distraksi
a) Melihat pemandangan alam daerah pantai atau pegunungan (distraksi
visual)
b) Mendengar suara alam seperti bunyi air mengalir, suara burung
berkicau, musik instrumental atau musik lembut (distraksi audio)
41
c) Anjurkan pasien untuk melakukan kegiatan seperti menonton film,
komedi, kartun, membaca novel, membaca kata-kata dengan huruf
terbalik, mengunyah permen karet, melihat benda-benda sekitar,
mendekatkan dua jari sedekat mungkin berulang-ulang.
d) Berbicara dengan orang lain yang dipercayai (sosial)
4) Latih pasien mengontrol ansietas dengan hipnotis lima jari
a) Posisi duduk atau berbaring dengan mata ditutup dan tubuh rileks.
Pikiran dikosongkan.
b) Sentuhkan ibu jari dengan telunjuk. Mulai membayangkan sedang
berolah raga dan memiliki tubuh yang sehat
c) Sentuhkan ibu jari dengan jari tengah. Mulai membayangkan sedang
bertemu dengan orang yang disukai dan memiliki hubungan yang
akrab
d) Sentuhkan ibu jari dengan jari manis. Mulai membayangkan saat
mendapat pujian dan memiliki kemampuan yang dibanggakan
e) Sentuhkan ibu jari dengan kelingking. Mulai membayangkan
pemandangan alam yang indah dan sedang berada disana.
5) Latih pasien mengatasi ansietas dengan cara spiritual
a) Diskusikan tentang keyakinan yang dianut oleh pasien
b) Latih cara mengontrol ansietas sesuai keyakinan pasien
c) Motivasi pasien untuk melakukannya
6) Latih pasien mengatasi ansietas dengan patuh obat
a) Jelaskan tentang prinsip 5 benar minum obat
b) Jelaskan manfaat obat
c) Jelaskan pentingnya minum obat teratur
d) Jelaskan tentang pentingnya kontunitas minum obat
Tujuan:
Keluarga mampu :
a) Mengenal masalah ansietas
b) Memutuskan pelayanan yang diperlukan pasien ansietas
c) Merawat pasien ansietas
d) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang aman.
42
e) Memantau dan membimbing pasien dalam mengatasi ansietas
f) Melakukan follow-up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
Tindakan keperawatan
1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya ansietas dan cara
merawat pasien pasien.
3) Latih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang:
Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat
dilakukan dengan menilai kemampuan pasien dan keluarga:
a. Kemampuan pasien:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengenal ansitas
3) Menyebutkan cara-cara mengatasi ansietas dengan tehnik relaksasi
4) Melaksanakan 4 cara tehnik relaksasi
b. Kemampuan keluarga:
1) Mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala dan penyebab dari
ansietas
2) Menyebutkan cara merawat pasien dengan ansietas
3) Mampu melatih pasien 4 (empat) cara mengontrol ansietas
4) Mampu menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
VIII. REFERENSI
Fortinash, K.M. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing. 3th ed. St. Louis: Mosby
Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and
Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.
Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic Course).
EGC: Jakarta
Stuart,G.W.& Sundeen, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing. 8th ed.
Missouri: Mosby.
43
MODUL
MATERI ASUHAN
INTI 4 KEPERAWATAN PADA GANGGUAN DEPRESI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pasien yang datang ke poli umum puskesmas dengan keluhan kelelahan, insomnia,
nyeri kronik, gejala yang banyak dan kabur seperti gejala gastrointestinal, kardiovaskular
dan neurologis atau gejala somatik lainnya perlu dicurigai bahwa pasien tersebut
mengalami depresi.
Pada pasien yang mengalami depresi perlu diteliti adanya maslah perilaku risiko
bunuh diri dan harga diri rendah kronik. Demikian pula halnya pada pasien gangguan jiwa.
Risiko bunuh diri dan harga diri rendah juga merupakan salah satu kondisi yang harus
dikaji oleh perawat pada setiap pasien yang mengalami gangguan jiwa.
Keinginan untuk mengakhiri hidup dapat mengakibatkan kematian. Asuhan
keperawatan risiko bunuh diri dan harga diri rendah perlu dilakukan agar pasien dan
keluarga dapat mencegah terjadinya perilaku bunuh diri dan harga diri pasien meningkat.
Modul ini membahas asuhan keperawatan risiko bunuh diri pada pasien umum dan
gangguan jiwa di puskesmas. Asuhan keperawatan risiko bunuh diri ini terdiri dari
pengkajian, diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan pada pasien dan keluarga
(pelaku rawat), evaluasi kemampuan pasien dan keluarga (pelaku rawat) dan dokumentasi
keperawatan.
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan-pokok bahasan sebagai berikut yaitu:
44
1. Konsep Asuhan keperawatan pada gangguan Depresi
IV. METODE
Media dan alat bantu yang digunakan selama proses pembelajaran adalah:
A. Laptop
B. Liquid Crystal Display (LCD) Projector Bahan tayang (slide power point)
C. Modul
D. White board
E. Flipchart
F. Spidol
G. Lembar kerja studi kasus
H. Panduan praktik
45
I. Form catatan keperawatan
J. Form evaluasi penampilan klinik
K. Form jadwal kegiatan harian
L. Leaflet
M. Skenario bermain peran
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses pembelajaran di kelas
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah dengan
memperkenalkan diri. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, dan materi yang akan disampaikan.
d. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang apa yang dimaksud dengan
asuhan keperawatan pada gangguan depresi dengan metode brainstorming.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran tentang askep
pada gangguan depresi dengan menggunakan bahan tayang.
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.
46
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Melakukan latihan atau bermain peran dalam merawat pasien gangguan
depresi.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
d. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
2. Kegiatan Peserta
a. Membuat laporan pendahuluan, strategi pelaksanaan tindakan (SP) dan form
kegiatan harian pasien.
b. Mengikuti konferensi awal (pre conference).
c. Melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien atau keluarga
d. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan
e. Mengikuti konferensi akhir (post conference).
POKOK BAHASAN 1.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN DEPRESI
47
A. Asuhan Keperawatan Risiko Bunuh Diri
Pengertian
Risiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk
mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Individu secara sadar berkeinginan untuk mati
sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Risiko bunuh diri terdiri dari 3 kategori, yakni: isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri
dan percobaan bunuh diri. Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan perilaku tidak
langsung (gelagat) ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: Tolong jaga anak-
anak karena saya akan pergi jauh! atau Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak
berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan risiko bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini
pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan.
Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana
bunuh dirinya.
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupan. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan
berbagai cara. Beberapa cara bunuh diri antara lain gantung diri, minum racun,
memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya risiko bunuh diri, meliputi:
1. Faktor Biologis
48
Faktor-faktor biologis yang berkaitan dengan adanya faktor herediter, riwayat
bunuh diri, riwayat penggunaan Napza, riwayat penyakit fisik, nyeri kronik, dan
penyakit terminal.
2. Faktor Psikologis
Pasien risiko bunuh diri mempunyai riwayat kekerasan masa kanak-kanak, riwayat
keluarga bunuh diri, homosekual saat remaja, perasaan bersalah, kegagalan dalam
mencapai harapan, gangguan jiwa.
3. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang berkaitan dengan risiko bunuh diri antara lain
perceraian, perpisahan, hidup sendiri dan tidak bekerja.
Faktor Presipitasi
Faktor pencetus risiko bunuh diri meliputi : perasaan terisolasi karena kehilangan
hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, kegagalan
beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres, perasaan marah/bermusuhan.
Bunuh diri dapat merupakan cara pasien menghukum diri sendiri, cara untuk
mengakhiri keputusasaan.
49
Proses Keperawatan Risiko Bunuh Diri
Pengkajian Risiko Bunuh Diri
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga (pelaku rawat) :
a. Perhatikan tanda dan gejala pada pernyataan atau ungkapan pasien baik
tersirat maupun terselubung:
1) Pernyataan tersirat : saya ingin mati
2) Pernyataan terselubung : saya sudah capek dengan sakit ini tidak sembuh
sembuh juga .
b. Tanyakan tentang pikiran bunuh diri Pasien
c. Apabila pasien menjawab tidak, lakukan pertanyaan lanjutan contoh apakah ia
ingin mengakhiri hidupnya ? Tidak, saya hanya sedih saja. Katakan Saya
dapat melihat kesedihan anda, apa yang membuat anda sedih dan apa yang
anda ingin lakukan untuk mengatasinya?
d. Periksa kulit pasien apakah ada bekas luka sayatan yang merupakan indikasi
usaha percobaan bunuh diri atau mutilasi diri.
e. Tentukan letalitas rencana bunuh diri : apakah pasien mempunyai rencana
untuk bunuh diri? Apabila ya, bagaimana cara bunuh dirinya? apakah rencana
dibuat secara spesifik? Dapatkah pasien menjelaskan tentang rencananya?
Apa tujuan dari cara yang digunakan, misalnya akan lebih cepat dengan
menembak diri atau menggantung diri daripada minum obat atau menyayat
nadi. Apakah rencana cara yang digunakan mudah di dapat? Apakah pasien
membuat persiapan ? seperti menulis surat. Dimana dan kapan rencana akan
dilaksanakan ?
f. Lakukan pengkajian tingkat risiko bunuh diri:
S (Sex) Jenis Kelamin 1 = laki-laki
A (Age) Usia 1 = usia risiko : 22 45 tahun,
> 65 tahun
D (Depresition) Depresi 1= ada gejala depresi
P (Previous attempt) Usaha sebelumnya 1= ada usaha percobaan
sebelumnya
E (Ethanol abuse Saat ini 1 = positip
(recent)) penyalahgunaan alkohol
R (Rational thought Kehilangan pikiran 1 = gangguan proses pikir
loss) rasional
S (Social supports Kurang dukungan sosial 1 = kurang, terutama yang
lacking) baru saja tidak ada
dukungan
O (Organized plan) Rencana terorganisasi 1 = terorganisasi
N (No spouse ) Tidak punya pasangan 1 = cerai, janda, laki-laki
single
S (Sickness) Penyakit 1 = penyakit yang berat atau
penyakit kronik dengan
50
prognosis jelek , seperti
kanker
Keterangan :
Skor 0 - 2 dirawat di rumah dengan kunjungan
Skor 3 4 kunjungan ketat, pertimbangkan untuk di rujuk
Skor 5 6 pertimbangan kuat untuk di rujuk
Skor 7 10 di rawat di rumah sakit
g. Tanda dan gejala risiko bunuh diri yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut: pasien tampak murung, tidak bergairah, tampak banyak
diam
51
Tindakan Keperawatan untuk pasien
Tujuan Tindakan Keperawatan
Tujuan dari tindakan keperawatan pada pasien risiko bunuh diri adalah, pasien dapat:
a. Aman dari mencederai diri
b. Membina hubungan saling percaya
c. Mempertahankan kontrak untuk tidak melakukan bunuh diri
Tindakan keperawatan
a. Lakukakan tindakan pencegahan bunuh diri:
1) Atur agar pasien dapat ditemani terus-menerus oleh keluarga sampai dia
dapat dipindahkan ketempat yang aman
2) Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali
pinggang)
3) Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa perawat akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri
c. Rujuk pasien
Bila pasien mempunyai nilai skor 3 4 pertimbangkan untuk merujuk pasien ke
rumah sakit umum dengan fasilitas kesehatan jiwa atau ke rumah sakit.
Apabila pasien menolak untuk di rawat di rumah sakit dan keluarga mendukung
keputusan pasien tersebut atau nilai skor 0 - 2, maka :
52
1) Buat Kontrak/kesepakatan (inform concent)
Buat kesepakatan tertulis bahwa pasien tidak akan mencederai dirinya atau
melakukan perilaku bunuh diri sampai pasien kontrol ulang (setiap
pertemuan dengan perawat pasien memperbaharui kontrak hingga
keinginan bunuh diri tidak ada), misalnya pasien menulis saya tidak akan
mencederai diri saya atau melakukan bunuh diri hingga kontrol berikutnya
atau saya akan menghubungi perawat apabila ada keinginan bunuh diri atau
saya akan memberitahukan keluarga setiap ada pikiran bunuh diri. Kontrak
ini di tulis pasien dan ditandatanganinya.
Orientasi
Selamat pagi, perkenalkan nama saya fauziah boleh panggil saya bu fau, nama ibu
siapa ? dan senang dipanggil apa bu? Kalau bapak namanya siapa ? dan apa
hubungannya bapak dengan bu Ana, pak? Apa yang dikeluhkan saat ini bu? Saya
periksa dulu ya bu (mengukur tekanan darah dan area lambung), tanpaknya ibu
sangat sedih, coba ibu ceritakan kepada saya, agar kita sama-sama dapat cara
mengatasinya bu, Ana . Eem...., ibu merasa sudah capek dengan sakit mag ibu yang
tidak sembuh sembuh dan berpikir ingin melakukan bunuh diri. baik bu, kita mau
berbicara tentang keinginan bunuh diri ibu, menurut ibu sebaiknya kita berdiskusi
dimana bu, dan berapa lama ?
Kerja
Sebelumnya bu Ana dan pak Andi, saya akan melindungi ibu dari keinginan ibu untuk
53
bunuh diri (sambil menjauhkan benda-benda yang memungkinkan digunakan untuk
bunuh diri oleh pasien) dan untuk itu, saya mohon maaf, kalau saya juga akan
memeriksa ibu (memeriksa kondisi kulit pasien). Baik ibu sekarang aman.
Tindakan Keperawatan
1) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya risiko bunuh diri dan
mengambil keputusan merawat pasien (gunakan leaflet).
3) Latih keluarga cara menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang aman:
a) Berikan perhatian segera apabila keinginan bunuh diri pasien serius.
b) Anjurkan keluarga agar mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian
c) Anjurkan keluarga untuk menjauhi barang-barang berbahaya disekitar
pasien
d) Diskusikan dengan keluarga orang yang dapat membawa pasien ke rumah
sakit sesegera mungkin
e) Latih keluarga cara bersikap pada pasien dengan perilaku bunuh diri :
- Menjadi pendengar yang baik. Dengarkan ungkapan perasaan sedih, tidak
berdaya dan keputusasaan yang disampaikan pasien dan tunjukkan
bahwa anda akan membantunya untuk mendapatkan bantuan tenaga
kesehatan.
- Ciptakan suasana yang menunjukkan bahwa keberadaan pasien adalah
penting di dalam keluarga
- Ciptakan perasaan aman pasien untuk mau menyampaikan keingginan
bunuh dirinya pada anda
- Tunjukkan rasa sayang dan dukungan kepada pasien. Peluk, sentuh,
biarkan pasien menangis dan mengekspresikan kemarahannya.
- Bila ada anak-anak, pindahkan sementara kepada saudara pasien untuk
merawatnya, karena peristiwa tersebut merupakan traumatik bagi anak.
- Jangan memberikan pertimbangan, memarahi, mengungkit kesalahan,
tidak mendengarkan perasaan pasien atau mengatakan lakukan saja.
54
Pada dasarnya pasien berpikir untuk bunuh diri karena pasien sudah tidak
tahu lagi cara-cara yang positif dalam mengatasi situasi/masalah.
f) Jelaskan kepada keluarga agar memastikan bahwa pasien benar minum
obatnya
g) Jelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur
h) Lakukan pengawasan terkait perilaku dan pikiran bunuh diri setelah 2
minggu pasien minum obat, karena setelah dua minggu efektifitas obat mulai
bekerja dan pasien mendapat energi untuk melakukan perilaku bunuh diri.
Evaluasi
1. Pasien :
a) Aman dan selamat
b) Mampu membuat kontrak untuk tidak melakukan bunuh diri
c) Dirujuk
d) Mampu melakukan cara-cara menyelesaikan masalah dengan cara positif
2. Keluarga :
a) Mengenal tanda dan gejala perilaku risiko bunuh diri
b) Menciptakan suasana yang aman bagi pasien
55
diri, krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realistis;
pengaruh penilaian internal individu.
Pengaruh sosial budaya yang berisiko seseorang akan mengalami harga diri
rendah adalah penilaian negatif dari lingkungan terhadap pasien yang
mempengaruhi penilaian pasien, sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan
lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak, dan tingkat pendidikan rendah.
b. FaktorPresipitasi
Faktor presipitasi atau pencetus munculnya masalah harga diri rendah antara
lain:
1) Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa
yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran: frustasi terhadap peran atau posisi yang diharapkan.
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan.
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit:sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat
dan keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian
tubuh; perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh;
perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal;
prosedur medis dan keperawatan.
56
b. Data Objektif:
1) Penurunan produktivitas
2) Ekpresi malu/bersalah
3) Tidak berani menatap lawan bicara
4) Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
5) Bicara lambat dengan nada suara lemah
Lainnya :
a. Sering gagal dalam pekerjaan atau peristiwa hidup lainnya
b. Terlalu penurut, ketergantungan kepada orang lain
c. Tidak asertif seperti mudah marah/pasif
d. Tidak tegas
e. Terlalu berusaha meyakinkan
Tanda dan gejala harga diri rendah yang dapat ditemukan melalui observasisebagai
berikut:
1) Penurunan produktivitas
2) Pasien tidak berani menatap lawan bicara
3) Pasien lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
4) Bicara lambat dengan nada suara lemah
57
Data hasil wawancara dan observasi didokumentasikan pada kartu berobat pasien
di puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:
Data : Pasien mengatakan merasa hidupnya tidak berguna dan tidak
berarti, merasa tidak memiliki kemampuan apapun, kontak mata
kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menundukkan
kepala pada saat berinteraksi, bicara lambat dengan nada suara
lemah.
Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga
(pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta
menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang
perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kegiatan yang telah
diajarkan oleh perawat untuk mengatasi harga diri rendah.
58
4) Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
5) Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
6) Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya.
Tindakan Keperawatan:
1) Bina hubungan saling percaya, dengan cara:
a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
b) Perkenalkan diri dengan pasien: perkenalkan nama dan nama
panggilanyang Perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan
pasien yang disukai.
c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
d) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
f) Tunjukkan sikap empati terhadap pasien.
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
59
5) Latih kegiatan yang telah dipilih pasien sesuai kemampuan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
a) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya).
b) Bantu pasien memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan dua kali per
hari.
c) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang diperlihatkan
pasien.
Evaluasi :
Untuk Pasien
a. Pasien menunjukkan tanda dan gejala :
1) Mengungkapkan penerimaan terhadap diri dan keterbatasan dirinya
2) Mempertahankan sikap tubuh yang tegak, mempertahankan kontak mata
3) Menghormati orang lain
4) Komunikasi terbuka
5) Percaya diri
6) Menerima pujian dari orang lain
7) Berespon sesuai dengan harapan
8) Merasa diri berharga
b. Mampu
1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan
3) Melatih kemampuan yang dapat dikerjakan
4) Membuat jadual kegiatan harian
5) Melakukan kegiatan sesuai jadual kegiatan harian
60
6) Merasakan manfaat melakukan kegiatan positif dalam mengatasi harga diri
rendah
VIII. REFERENSI
Fortinash, K.M. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing. 3th ed. St. Louis: Mosby
Herdman, T.H. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses Definition and
Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.
Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic Course).
EGC: Jakarta
Stuart,G.W.& Sundeen, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing. 8th ed.
Missouri: Mosby.
61
MODUL ASUHAN KEPERAWATAN
MATERI INTI 5
PADA GANGGUAN PSIKOTIK
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pasien yang mengalami gangguan psikotik, khususnya Skizofrenia menunjukkan
gejala positif dan gejala negatif, seperti halusinasi, marah yang tidak terkontrol,
waham, menarik diri, malas melakukan perawatan diri. Kondisi ini perlu ditangani
secara medis maupun dengan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
masalah pasien.
Masalah keperawatan yang sering ditemukan pada pasien gangguan psikotik adalah
perilaku kekerasan/ risiko perilaku kekerasan, halusinasi, isolasi sosial, harga diri
rendah, defisit perawatan diri, waham dan risiko bunuh diri. Asuhan keperawatan pada
gangguan psikotik perlu diberikan agar pasien dapat mengontrol atau mengatasi tanda
dan gejala dari gangguan yang dialaminya. Selain terhadap pasien, keluarga juga perlu
diberi pengetahuan dan keterampilan dalam merawat pasien, sehingga keluarga dapat
menjadi pendukung bagi kesembuhan pasien.
Modul asuhan keperawatan pada gangguan psikotik terdiri dari asuhan keperawatan
perilaku kekerasan, asuhan keperawatanhalusinasi, asuhan keperawatan isolasi
sosial, asuhan keperawatan defisit perawatan diri dan asuhan keperawatan waham.
Untuk masalah harga diri rendah dan risiko bunuh diri tidak dibahas pada modul ini,
tetapi dapat merujuk pada modul asuhan keperawatan pada gangguan depresi yang
membahas asuhan keperawatan harga diri rendah dan risiko bunuh diri. Masing-
masing asuhan keperawatan membahas tentang konsep masalah; proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan, tindakan
keperawatan pada pasien dan keluarga (pelaku rawat), evaluasi kemampuan pasien
dan keluarga (pelaku rawat); dan dokumentasi keperawatan.
62
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK):
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan perilaku kekerasan.
2. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan halusinasi
3. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan isolasi sosial
4. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan defisit perawatan diri
5. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan waham
6. Melakukan asuhan keperawatan pada gangguan psikotik
IV. METODE
Media dan alat bantu yang digunakan selama proses pembelajaran adalah:
A. Liquid Crystal Display (LCD) Projector
B. Laptop
C. Slide presentasi
D. Laser pointer
E. Lembar diskusi (flip chart)
F. White board
G. Spidol
H. Modul
I. Form Latihan dan Panduan Latihan
63
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:
A. Langkah 1 : Penyiapan Proses Pembelajaran di Kelas
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas.
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Jika belum pernah menyampaikan sesi di kelas, maka fasilitator memulai
dengan memperkenalkan diri. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama
lengkap, nama panggilan yang disukai, instansi tempat bekerja, dan materi
yang akan disampaikan.
d. Menggali pendapat peserta (apersepsi) tentang asuhan keperawatan pada
gangguan psikotik dengan metode brainstorming dan pengalaman peserta
dalam merawat pasien gangguan psikotik.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran asuhan
keperawatan pada gangguan psikotik dengan menggunakan bahan tayang.
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator.
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas
dan perlu diklarifikasi.
64
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat, dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
2. Kegiatan peserta
a. Mendiskusikan penugasan yang diberikan fasilitator bersama anggota
kelompok.
b. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan asuhan
keperawatan pada gangguan psikotik
c. Bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan pada gangguan
psikotik.
d. Mendengar dan mencatat hasil evaluasi dari fasilitator.
65
a. Melakukan konferensi awal (pre conference).
b. Memberi kesempatan pada peserta untuk melakukan asuhan keperawatan
gangguan psikotik pada pasien dan keluarga (pelaku rawat) di Puskesmas.
c. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada saat peserta
melakukan asuhan keperawatan gangguan psikotik pada pasien dan
keluarga (pelaku rawat).
d. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah
melakukan asuhan keperawatan gangguan psikotik pada pasien dan
keluarga (pelaku rawat).
e. Melakukan konferensi akhir (post conference).
2. Kegiatan Peserta
a. Menyiapkan strategi pelaksanaan tindakan (SP), lembar dokumentasi dan
form jadual kegiatan harian pasien
b. Mengikuti konferensi awal (pre conference)
c. Melakukan asuhan keperawatan gangguan psikotik pada pasien dan
keluarga (pelaku rawat).
d. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan.
e. Mengikuti konferensi akhir (post conference).
POKOK BAHASAN
A. ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN
1. Pengertian
Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil dari
marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panik) sebagai respon terhadap
perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri. Perasaan
terancam ini dapat berasal dari stresor eksternal (penyerangan fisik, kehilangan orang
berarti dan kritikan dari orang lain) dan internal (perasaan gagal di tempat kerja,
perasaan tidak mendapatkan kasih sayang dan ketakutan penyakit fisik).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, dkk, 2011).Risiko perilaku kekerasan
merupakan perilaku yang memperlihatkan individu tersebut dapat mengancam secara
fisik, emosional dan atau seksual kepada orang lain (Herdman, 2012).
66
Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku kekerasan merupakan:
a) Respons emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat
dan dirasakan sebagai ancaman (diejek/dihina).
b) Ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa,
keinginan tidak tercapai, tidak puas).
c) Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan.
67
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada setiap individu
bersifat unik, berbeda satu orang dengan orang yang lain.Stresor tersebut dapat
merupakan penyebab yang bersifat faktor eksternal maupun internal dari individu.
Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan kehilangan dan
kegagalan akan kehidupan (pekerjaan, pendidikan, dan kehilangan orang yang
dicintai), kekhawatiran terhadap penyakit fisik.
Faktor eksternal meliputi kegiatan atau kejadian sosial yang berubah seperti
serangan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang menghina, lingkungan yang
terlalu ribut, atau putusnya hubungan sosial/kerja/sekolah.
b. Data Obyektif:
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul benda/orang lain
68
1) Apa penyebab perasaan marah?
2) Apa yang dirasakan saat terjadi kejadian/penyebab marah?
3) Apa yang dilakukan saat marah?
4) Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah hilang?
5) Apa akibat dari cara marah yang dilakukan?
Data hasil observasi dan wawancara di atas didokumentasikan pada kartu berobat
pasien di puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:
Data :
Pasien mengatakan ingin memukul ibunya karena keinginannya tidak dipenuhi,
yang biasa dilakukan jika marah adalah memukul dan menendang pintu. Pasien
berbicara dengan nada tinggi dan suara keras, tangan mengepal dan mata
melotot.
1) Perilaku kekerasan
2) Risiko perilaku kekerasan
69
lain atau lingkungan. Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat dibaca pada
modul kegawatdaruratan psikiatrik.
Tindakan Keperawatan:
a) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya
adalah:
70
Memperkenalkan diri : nama, nama panggilan yang perawat sukai, serta
tanyakan nama dan nama panggilan yang disukaipasien.
Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
Membuat kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan bersama
pasien, berapa lama akan dikerjakan dan tempat pertemuan.
Tunjukkan sikap empati
b) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah yang menyebabkan
perilaku kekerasan saat ini maupun yang lalu.
c) Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku kekerasan
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
d) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah secara:
Verbal
terhadap orang lain
terhadap diri sendiri
terhadap lingkungan
e) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f) Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
Fisik:tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.
Patuh minum obat
Sosial/verbal (bicara yang baik): meminta, menolak dan mengungkapkan
perasaan
Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
71
Orientasi:
Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya ...................., saya senang dipanggil
ibu...................., saya perawat yang bertugas disini. Nama bapak siapa? Senangnya
dipanggil apa?
Bagaimana perasaan pak G saat ini?
Masih ada perasaan kesal atau marah?
Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang penyebab bapak marah, dan
bagaimana cara mengontrol rasa marah bapak. Kita berbincang-bincang disini selama 10
menit
Kerja:
Apa yang menyebabkan pak G marah?
Apalagi penyebab yang lain? Samakah dengan yang sekarang?
O..iya, jadi ada 2 penyebab marah bapak, yaitu karena ketika pulang ke rumah tidak
tersedia kopi dan karena rumah kotor
Pada saat penyebab marah itu terjadi, seperti bapak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan kopi, apa yang bapak rasakan? (tunggu respons pasien).
Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, nafas terasa
cepat, rahang terkatup rapat, atau tangan mengepal? Setelah itu apa yang bapak lakukan?
O..iya, jadi bapak memukul istri bapak dan memecahkan piring
Apakah dengan cara ini kopinya tersedia?
Iya, tentu tidak. Apa kerugian dari cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi sakit dan
takut, piring-piring pecah
Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Baiklah pak...ada empat cara
mengungkapkan kemarahan dengan cara baik tanpa menimbulkan kerugian
Cara mengontrol marah adalah dengan cara tarik nafas dalam,bicara yang baik,
melakukan kegiatan ibadah dan patuh minum obat
Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik.
Bersama-sama dengan keluarga ya pak. Jika ada yang menyebabkan bapak marah dan
muncul perasaan kesal, berdebar-debar, bapak dapat melakukan: tarik nafas dalam atau
pukul kasur atau bantal
Mari kita coba latihan tarik nafas dalam: berdiri, lalu tarik nafas secara perlahan dari
hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Saya contohkan terlebih dahulu caranya
Nah, sekarang coba pak G melakukan seperti yang saya contohkan tadi
Ayo pak, coba lagi, tarik nafas dari hidung, bagus, tahan, dan tiup melalui mulut. Nah,
lakukan 5 kali. Bagus sekali! Bapak sudah bisa melakukannya.
Jika di rumah bapak dapat mempraktikkan cara menyalurkan rasa marah dengan
memukul kasur dan bantal. Jadi kalau nanti bapak kesal dan ada keinginan memukul,
langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur atau
bantal.
Terminasi:
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bincang-bincang tentang perasaan marahdan
tadi latihan cara menyalurkan rasa marah?
Coba bapak ulangi kembali cara mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam
Ya...bagus!
Sekarang mari kita memasukkan latihan mengontrol marah dengan cara tarik nafas
dalam. Agar tidak lupa cara melakukannya, bapak perlu secara teratur berlatih. Ini ada
lembar jadwal kegiatan. Pak G mau berlatih tarik nafas dalam berapa kali dalam sehari?
Baik...dituliskan disini
Jika bapak telah melakukan latihannya, beri tanda disini, nanti keluarga akan membantu
pak G
Jadi jika ada keinginan marah, lakukan tarik nafas dalam ya pak.
Seminggu lagi saat bapak kontrol ke puskesmas, saya akan latih cara mengontrol marah
72
dengan cara bicara yang baik, di tempat ini
Selamat siang
Tindakan keperawatan:
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan penyebab perilaku
kekerasan.
c) Melatih keluarga cara merawat risiko perilaku kekerasan.
d) Membimbing keluarga merawat risiko perilaku kekerasan.
e) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung pasien untuk mengontrol emosinya.
f) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
g) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.
73
b) Mengontrol perilaku kekerasan:
secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur
secara sosial/verbal: meminta, menolak, dan mengungkapkan perasaan
dengan cara baik
secara spiritual
menggunakan terapi psikofarmaka
c) Melakukan latihan mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai
jadwal
d) Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam mencegah perilaku
kekerasan
74
IMPLEMENTASI EVALUASI
Selasa, 1 September 2015 pukul 10.00 S:
Pasien mengatakan akan melakukan tarik nafas
Data Pasien: dalam jika merasa kesal dan akan latihan
Pasien mengatakan jika pasien merasa sesuai jadwal
kesal rasanya ingin memukul orang yang
Keluarga mengatakan merasa senang dan akan
ada di dekatnya.
mengingatkan pasien berlatih sesuai jadwal.
Data Keluarga:
O:
Keluarga mengatakan jika pasien merasa Pasien mampu memperagakan tehnik relaksasi
kesal atau keinginannya tidak dipenuhi ia nafas dalam
akan memukul atau melempar barang dan
keluarga tidak tahu cara mengatasinya Keluarga membantu pasien memasukkan jadwal
latihan ke dalam lembar kegiatan
A:
Diagnosis Keperawatan :
Risiko perilaku kekerasan Risiko perilaku kekerasan
P:
Tindakan Keperawatan : Pasien:
Pasien: Latihan tarik nafas dalam 2 x / hari
Keluarga:
Perawat
1. Melatih keluarga cara merawat
dengan menggunakan tehnik
relaksasi nafas dalam Pipin
2. Menjelaskan pada keluarga tentang (Pipin )
pentingnya minum obat untuk
mengotrol marah
RTL :
Latih mengontrol emosi dengan cara
bicara yang baik
75
POKOK BAHASAN
B. ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI
1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Laraia, 2009). Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan panca indera, halusinasi terbagi atas lima jenis yaitu halusinasi
pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi pengecapan dan
halusinasi perabaan. Berdasarkan lima jenis halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa, halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling
banyak ditemukan yaitu terjadi pada 70% pasien, diikuti dengan 20% halusinasi
penglihatan, dan 10% halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.
76
b. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada pasien halusinasi ditemukan adanya kelainan struktur otak,
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis, kekerasan dalam keluarga, atau adanya
kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan di
keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar
masyarakat.
b. Data Obyektif:
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
8) Menutup hidung.
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Menggaruk-garuk permukaan kulit
77
4. Proses Keperawatan Halusinasi
a. Pengkajian Halusinasi
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga (pelaku rawat).
Tanda dan gejala halusinasi dapat ditemukan dengan wawancara, melalui
pertanyaan sebagai berikut:
1) Apakah mendengar suara-suara?
2) Apakah melihat bayangan-bayangan yang menakutkan?
3) Apakah mencium bau tertentu yang menjijikkan?
4) Apakah meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya?
5) Apakah merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenakkan?
6) Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan
tersebut?
7) Kapan mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
8) Pada situasi apa mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
9) Bagaimana perasaaan mendengar suara atau melihat bayangan tersebut?
10) Apa yang telah lakukan, ketika mendengar suara dan melihat bayangan
tersebut?
Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai
berikut:
1) Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Memiringkanatau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau menutup telinga.
4) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
5) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
6) Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
7) Menutup hidung.
8) Sering meludah
9) Muntah
10) Menggaruk permukaan kulit
Data hasil observasi dan wawancara di atas didokumentasikan pada kartu berobat
pasien di puskesmas. Contoh pendokumentasiannya sebagai berikut:
78
b. Diagnosis Keperawatan Halusinasi
Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala halusinasi yang
ditemukan. Rumusan diagnosis keperawatan adalah:
Pada pertemuan pertama dengan pasien dan keluarga, perawat perlu juga
mendiskusikan tentang terapi psikofarmaka yang diperoleh pasien. Perawat
mendiskusikan pentingnya kepatuhan minum obat untuk mengatasi halusinasi,
melatih pasien mengatasi halusinasi dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk
merawat pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk mengingatkan
pasien melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat.
Tindakan Keperawatan
a) Membina hubungan saling percaya.
b) Membantu pasien menyadari halusinasi yang dialami
79
c) Melatih Pasien mengontrol halusinasi
Secara rinci tahapan melatih pasien mengontrol halusinasi dapat dilakukan
sebagai berikut:
Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melawan halusinasi
(menghardik),mengalihkan (bercakap-cakap dengan orang lain dan
melakukan kegiatan secara terjadual di rumah, seperti merapikan tempat
tidur, menyapu lantai, atau mencuci baju dan lain-lain), patuh minum obat.
Berikan contoh cara melawan halusinasi dengan cara menghardik, cara
mengalihkan halusinasi dengan cara meminta bantuan pada orang lain
untuk bercakap-cakap saat halusinasi dan menyusun jadual kegiatan
sehari-hari di rumah.
Diskusikan 6 (enam) benar minum obat,
Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara melawan halusinasi
dengan cara menghardik, mengalihkan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain dan menyusun jadual kegiatan harian di rumah.
d) Memberi pujian untuk setiap kemajuan pasien.
e) Mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah melakukan tindakan
keperawatan untuk mengontrol halusinasi. Mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus
menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan latihannya.
Orientasi:
Selamat pagi ibu, perkenalkan saya perawat.,senang dipanggil ..Nama ibu
siapa?
Oh ibu A, senang dipanggil apa ibu?
Baiklah ibu A, saya perawat yang saat ini sedang bertugas. Saat ini saya ingin bercakap-
cakap dengan ibu A.
Bagaimana perasaan ibu A saat ini?
Oo..ibu A merasa mengantukapa yang menyebabkan ibu mengantuk?
Tadi malam tidak bias tidur karena diganggu suara-suara Bagaimana jika sekarang kita
bercakap-cakap disini selama 10 menit agar ibu dapat menceritakan tentang suara-suara
yang mengganggu ibu tadi malam. Tujuan kita bercakap-cakap adalah agar ibu A dapat
mengatasi suara-suara yang mengganggu.
80
Kerja
Tadi ibu A mengatakan sering mendengar suara-suara pada malam hari? Apakah selain
ibu A, anggota keluarga di rumah juga mendengar suara tersebut? Oo..jadi hanya ibu A
yang mendengarnya. Ya, saya percaya ibu A mendengar suara-suara itu, tapi seperti yang
ibu A katakan anggota keluaga lain tidak mendengarnya. Apa yang dikatakan oleh suara-
suara itu? Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling
sering ibu A mendengar suara-suara? Berapa kali sehari ibu A alami? Pada keadaan apa
suara itu biasanya terdengar? Apakah pada waktu sendiri? Apa yang ibu A rasakan pada
saat mendengar suara itu? Bagaimana perasaan ibu A saat mendengar suara itu?
Kemudian... apa yang ibu A lakukan? Bagaimana hasilnya? Apa yang ibu A alami itu
dinamakan halusinasi. Ada empat cara untuk mengontrol halusinasi yaitu menghardik,
patuh minum obat, mengajak orang lain bercakap-cakap dan melakukan aktivitas secara
terjadwal. Bagaimana kalau kita latih satu cara dulu, yaitu dengan menghardik?
Bagaimana kalau kita mulai ya! Begini...saya akan menjelaskan terlebih dahulu cara
menghardik halusinasi. Ketika suara itu datang, ibu A bisa menghardik atau mengusirnya
dengan cara menutup telinga dengan kedua telapak tangan lalu usir suara itu dengan
mengatakan pergi jangan ganggu saya. Saya contohkan caranya yaa.
Begini ibu A! Jika suara itu muncul katakan dengan keras Pergi jangan ganggu saya
sambil menutup kedua telinga. Seperti ini ya ibu A! Coba sekarang ibu A ulangi lagi
seperti yang saya peragakan tadi. Bagus sekali!
Selain menghardik, ibu perlu minum obat secara teratur. Tadi dokter memberi obat... ada
tiga macam. Sekarang ibu A ke apotik dulu, nanti kembali kesini dan akan saya jelaskan
tentang obat yang ibu Sita minum
(Setelah mendapat obat dari Apotik, pasien kembali menemui perawat. Perawat
menjelaskan tentang cara minum obat kepada pasien dan keluarga)
Terminasi
Bagaimana perasaan ibu A setelah menyampaikan tentang halusinasi yang dialami,
latihan menghardik dan mendapat penjelasan tentang pentingnya minum obat?
Coba ibu A ulangi kembali cara menghardik?
Bagus!
Nah, supaya ibu A tidak lupa cara menghardik dan terampil dalam melakukannnya, ibu A
perlu latihan setiap hari secara teratur. Ibu A mau latihan menghardik dalam satu hari
berapa kali? Bagus, satu kali ya bu, pada jam berapa? Baik, jam 9 pagi... berarti setiap jam
9 pagi ibu A berlatih menghardik sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ya? Selain itu,
jika nanti suaranya muncul lagi, jangan lupa ibu A menghardik seperti tadi yaa.
Baik ibu A kita ketemu satu minggu lagi, saat ibu A kontrol kesini. Nanti saya akan latih
cara ke tiga mengontrol halusinasi, yaitu dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
81
c) Merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi
d) Memodifikasi lingkungan yang mendukung pasien mengatasi halusinasi
e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
Tindakan Keperawatan:
82
Menghardik halusinasi
Mematuhi program pengobatan
Mengajak orang lain bercakap-cakap dengan bila timbul halusinasi
Menyusun jadwal kegiatan harian untuk mengurangi waktu luang dan
melaksanakan jadwal kegiatan tersebut secara mandiri
Menilai manfaat cara mengontrol halusinasi dalam mengendalikan
halusinasi
2) Keluarga mampu:
Menjelaskan halusinasi yang dialami oleh pasien
Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi
Mendemonstrasikan cara merawat pasien halusinasi
Menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah halusinasi.
IMPLEMENTASI EVALUASI
Selasa, 1 September 2015 pukul 10.00 S:
10.15 Pasien mengatakan merasa senang setelah
latihan menghardik dan akan menghardik saat
Data Pasien: halusinasi muncul serta minum obat teratur
Pasien mengatakan mendengar suara yang
memanggil dan mengajaknya berjalan-jalan, Keluarga mengatakan akan memotivasi
biasanya pada siang hari, frekuensi 4-5 kali anaknya berlatih menghardik dan minum obat
sehari, suara sering muncul pada waktu sesuai jadual.
menyendiri, perasaannya takut
O:
Data Keluarga: Pasien mampu memperagakan cara
Keluarga mengatakan sering melihat pasien menghardik
berbicara dan tersenyum sendiri.
Keluarga mampu mempraktekkan cara memberi
Keluarga mengatakan bingung, tidak tahu pujian pada anaknya setelah berlatih
cara merawat anaknya. menghardik
83
menghardik dan jadual minum obat ke dan memberikan pujian setelah pasien
dalam jadual kegiatan harian. melakukannya.
Keluarga:
Mendiskusikan masalah dalam merawat
Melatih keluarga cara merawat Perawat
POKOK BAHASAN
C. ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain.
84
3) Faktor Sosial Budaya
Pasien isolasi sosial umumnya berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah,
riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat pendidikan
rendah dan kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri).
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan isolasi sosial adalah riwayat penyakit
infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, kekerasan dalam keluarga,
kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam
keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan harapan pasien, atau
konflik antar masyarakat.
b. Data Obyektif
1) Banyak diam
2) Tidak mau bicara
3) Menyendiri
4) Tidak mau berinteraksi
5) Tampak sedih
6) Ekspresi datar dan dangkal
7) Kontak mata kurang
85
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dari hasil wawancara, melalui
bentuk pertanyaan sebagai berikut:
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui observasiadalah
sebagai berikut:
1) Pasien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
3) Pasien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
4) Kontak mata kurang
Data hasil wawancara dan observasi didokumentasikan pada kartu berobat pasien
di puskesmas. Contoh pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:
Data : Pasien tampak menyendiri, tidak ada kontak mata, ekspresi datar,
mengatakan malas berbicara dengan orang lain.
Isolasi Sosial
86
1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien Isolasi Sosial
Tujuan : Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Menyadari isolasi sosial yang dialaminya
c) Berinteraksi secara bertahap dengan anggota keluarga dan lingkungan
sekitarnya
d) Berkomunikasi saat melakukan kegiatan rumah tangga dankegiatan sosial
Tindakan Keperawatan :
a) Membina hubungan saling percaya
b) Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang
lain
Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan
orang lain
Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul
akrab dengan mereka
Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain
Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
87
atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap
semangat meningkatkan interaksinya.
Kerja
Baiklah hari ini ada perawat lain yang belum ibu kenal, ibu bisa memulai
berkenalan...Apakah ibu masih ingat bagaimana caranya?..(beri pujian jika pasien masih
ingat, jika pasien lupa, bantu pasien mengingat kembali cara berkenalan).
Nah.....silahkan ibu mulai....(fasilitasi perkenalan antara pasien dan perawat lain/
petugas kesehatan lain yang ada di puskesmas)
Wah...bagus sekali, selain nama, alamat, hobi, apakah ada yang ingin ibu ketahui
tentang ibu Dati dan ibu E?....(bantu pasien mengembangkan topik pembicaraan). Wah
bagus sekali. Nah bu, apa kegiatan yang biasa ibu lakukan pada jam ini? Tidak ada?
Bagaimana jika ibu mengisi waktu luangnya dengan menemani anak masak di dapur?.
Sambil memasak ibu bica bercakap-cakap dengan anak ibu. Apa yang ingin Ibu
bincangkan dengan anak ibu...Oh tentang menu... silahkan bu, kira-kira apa yang bisa
ibu percakapkan bersama anaknya yang sedang memasak...(jika pasien diam,dapat
dibantu perawat)... Ibu R bisa bertanya tentang apa yang menyebabkan anak ibu masak
rendang hari ini, misalnya ....atau tadi apa saja tentang menu hari ini
Jika ingin bercakap-cakap saat nonton TV bersama keluarga, ibu bisa menanyakan
tentang hal yang sedang ditonton.
Jadi ketika sedang melakukan kegiatan di rumah, ibu R dapat melakukannya sambil
bercakap-cakap (Perawat juga memotivasi keluarga untuk aktif bertanya pada pasien).
Terminasi
Bagaimana perasaan Ibu R setelah berkenalan dengan ibu W dan ibu E?
Bagaimana juga perasaan ibu R setelah latihan bercakap-cakap dengan anak ibu jika
sedang masak bersama?
Coba ibu R sebutkan kembali bagaimana caranya berkenalan? Bagaimana jika
ditambahkan lagi di jadual kegiatan ibu, kegiatan berkenalan atau bercakap-cakap setiap
memasak dan saat sedang nonton TV bersama keluarga ibu? Mau jam berapa ibu
latihannya?
Bagaimana jika minggu depan aat ibu kontrol ke Puskesmas saya mendampingi ibu
berkenalan dengan orang lain lagi dan latihan bercakap-cakap saat melakukan kegiatan
harian lain?
Selamat pagi ibu R
88
2) Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Pasien Isolasi Sosial
Keluarga (pelaku rawat) diharapkan dapat merawat pasien isolasi sosial di rumah
dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
Tujuan: Keluarga mampu:
a) Mengenal masalah isolasi sosial
b) Memutuskan untuk melakukan perawatan pada pasien isolasi sosial
c) Merawat pasien isolasi sosial dengan mengajarkan dan mendampingi pasien
berinteraksi secara bertahap, berbicara saat melakukan kegiatan rumah
tangga dan kegiatan sosial
d) Memodifikasi lingkungan yang kondusif agar pasien mampuberinteraksi
dengan lingkungan sekitar
e) Mengenal tanda kekambuhan dan mencari pelayanan kesehatan.
Tindakan Keperawatan:
89
Berkomunikasi dengan keluarga saat melakukan kegiatan sehari-hari
Berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial
Menyampaikan perasaan setelah berinteraksi dengan orang lain.
Mempunyai jadwal bercakap-cakap dengan orang lain.
Merasakan manfaat latihan berinteraksi dalam mengatasi isolasi sosial
IMPLEMENTASI EVALUASI
Senin 31 Agustus 2015, pkl.10.00
S:
Data pasien dan kemampuan: Pasien mengatakan senang berkenalan
Pasien mengatakan masih canggung dandapat latihan berbicara dengan anaknya
bercakap-cakap dengan orang lain, sudah saat masak dan nonto TV
mencoba latihan bercakap-cakap dengan
adiknya saat adiknya datang ke rumahnya, Keluarga mengatakan senang mendampingi
sudah kenalan dengan satu orang pasien latihan cara bercakap-cakap.
tetangga baru.
O:
Data keluarga dan kemampuan: Pasien mampu berkenalan dengan 2 orang
Keluarga mengatakan sudah lebih paham petugas kesehatan di Puskesmas dengan
dengan masalah ibunya yang sulit bergaul sikap tubuh dan verbal yang sesuai.
dengan orang lain, sudah mendampingi Pasien mampu latihan bertanya dan
orang tuanya bercakap-cakap dengan menjawab pertanyaan jika sedang
tamu dan tetangga. melakukan kegiatan di rumah
Keluarga mampu latihan mendampingi
Diagnosis Keperawatan: pasien saat melakukan kegiatan sambil
Isolasi Sosial bercakap-cakap
90
Tindakan pada pasien: A: Isolasi Sosial mulai teratasi
Melatih pasien berkenalan dengan 2
orang petugas kesehatan di P:
Puskesmas Pasien
Melatih pasien berbicara saat Melakukan percakapan saat memasak dan
melakukan kegiatan memasak dan nonton TV setiap hari
menonton TV . Keluarga:
Mendampingi pasien melakukan kegiatan di
Tindakan pada keluarga: rumah sambil bercakap-cakap
Menjelaskan kegiatan rumah yang dapat
dilakukan pasien sambil bercakap-cakap,
melatih keluarga membimbing pasien
berbicara, memberikan pujian
RTL: Ice
Melatih pasien berbicara dengan orang
lain dan berbicara saat melakukan
kegiatan harian lain
POKOK BAHASAN
D. ASUHAN KEPERAWATAN DEFISIT KEPERAWATAN DIRI
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya.
91
b. Faktor presipitasi
Faktor presiptasi yang dapat menimbulkan defisit perawatan diri adalah penurunan
motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah, lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
b. Data obyektif
1) Badan bau, kotor, berdaki, rambut dan gigi kotor, kuku panjang dan kotor, tidak
menggunakan alat-alat mandi,tidak mandi dengan benar
2) Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi,pakaian tidak rapi, tidak
mampu berdandan.
3) Makan dan minum sembarangan, berceceran, tidak menggunakan alat makan;
tidak mampu menyiapkan makanan, memindahkan makanan ke alat makan,
memegang alat makan, menyelesaikan makan.
4) BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri setelah BAB dan
BAK, tidak mampu menjaga kebersihan toilet
4. Proses Keperawatan Defisit Perawatan Diri
a. Pengkajian Defisit Perawatan Diri
Pengkajian dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan observasi kepada
pasien dan keluarga (pelaku rawat).
92
Tanda dan gejala defisit perawatan diri dapat diperoleh dari hasil wawancara,melalui
pertanyaan sebagai berikut:
1) Bagaimana kebersihan diri pasien?
2) Apakah pasien malas mandi, mencuci rambut, menggosok gigi,menggunting
kuku?
3) Bagaimana penampilan pasien?
4) Apakah pasien menyisir rambut, berdandan, bercukur (untuk laki-laki)?
5) Apakah pakaian pasien rapi dan sesuai?
6) Apakah pasien menggunakan alat mandi/ kebersihan diri?
7) Bagaimana makan dan minum pasien?
8) Apakah pasien menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum?
9) Bagaimana BAB dan BAK pasien?
10) Apakah pasien membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB dan
BAK?
11) Apakah pasien mengetahui cara perawatan diri yang benar?
Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut :
1) Gangguan kebersihan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki
dan bau, kuku panjang dan kotor.
2) Ketidakmampuan berhias/berdandan ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
3) Ketidakmampuan makan dan minum secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan dan minum secara mandiri, makan
berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
4) Ketidakmampuan BAB dan BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB dan BAK
tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB dan
BAK.
93
b. Diagnosis Keperawatan Defisit Perawatan Diri
Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala defisit perawatan
diri yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala defisit
perawatan diri, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:
94
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, perawat dapat
melakukan tahapan tindakan yang meliputi:
Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
3) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
Berpakaian
Menyisir rambut
Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
Berpakaian
Menyisir rambut
Berhias
4) Melatih pasien makan dan minum secara mandiri
Untuk melatih makan dan minum pasien, perawat dapat melakukan tahapan
sebagai berikut:
Menjelaskan kebutuhan (kebutuhan makan perhari dewasa 2000-2200
kalori (untuk perempuan) dan untuk laki-laki antara 2400-2800 kalori setiap
hari makan minum 8 gelas (2500 ml setiap hari) dan cara makan dan
minum
Menjelaskan cara makan dan minum yang tertib.
Menjelaskan cara merapikan peralatan makan dan minum setelah makan
dan minum
Mempraktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
5) Mengajarkan pasien melakukan BAB dan BAK secara mandiri
Perawat dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan
berikut:
Menjelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai
Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
95
Tujuan:
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami defisit perawatan
diri
Tindakan keperawatan:
a) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien defisit perawatan
diri
b) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan
diri dan mengambil keputusan merawat pasien
c) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan
oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
d) Latih keluarga cara merawat dan membimbing kebersihan diri, berdandan,
makan dan minum, BAB dan BAK pasien.
e) Latih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
mendukung perawatan diri pasien.
f) Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke
fasilitas kesehatan.
g) Anjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.
96
2) Evaluasi kemampuan keluarga, keluarga dapat :
Mengenal masalah yg dirasakan dalam merawat pasien (pengertian, tanda
dan gejala, dan penyebab terjadinya defisit perawatan diri dan akibat jika
defisit perawatan diri tidak diatasi)
Menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien
Merawat dan membimbing pasien merawat diri: kebersihan diri, berdandan
(wanita), bercukur (pria), makan dan minum, BAB dan BAK.
Follow up ke Puskesmas danmengenal tanda kambuh dan rujukan.
IMPLEMENTASI EVALUASI
Senin, 31 Agustus 2015
Pkl. 09.00 S:
Pasien mengatakan sudah melakukan
Data: mandi dan menggosok gigi (2 kali per
Data pasien dan kemampuan hari), dan mencuci rambut (2 kali per
Pasien tampak bersih, badan dan rambut minggu) akan berdandan (menyisir
bersih dan tidak bau, rambut kurang rapi. rambut dan memakai bedak) setiap
Kemampuan pasien mandi dan selesai mandi
menggosok gigi 2 x sehari, dilakukan Keluarga mengatakan anaknya dapat
dengan bantuan keluarga, keramas 2 x melakukan kegiatan sesuai jadwal
(mandiri) Keluarga mengatakan senang dapat
membimbing anaknya untuk melakukan
Data keluarga dan kemampuan kebersihan diri.
Keluarga telah melatih dan membimbing Keluarga mengatakan akan terus
pasien untuk melakukan perawatan diri memotivasi anaknya untuk melakukan
(mandi dan meggosok gigi). sesuai jadwal
Diagnosis Keperawatan:
Defisit perawatan diri O:
Pasien dapat mempraktikkan cara
Tindakan ke pasien menyisir rambut dan memakai bedak
Mengevaluasi kegiatan perawatan diri dengan rapi
yang telah dilakukan pasien Keluarga tampak senang membantu
Memberi pujian. pasien menyisir rambut
Meniskusikan cara berdandan (menyisir
rambut dan menggunakan bedak)
Membantu memasukkan kegiatan A:
berdandan pada jadwal harian Defisit perawatan diri mulai teratasi
Tindakan ke keluarga P:
Mengevaluasi kegiatan keluarga dalam Pasien
merawat/melatih pasien melakukan Mandi 2x/hari, menggosok gigi 2x/hari,
kebersihan diri mencuci rambut 2x/minggu, berdandan
Memberi pujian 2x/hari
Membimbing keluarga melatih pasien
berdandan Keluarga
97
Menganjurkan keluarga memotivasi Memotivasi dan membimbing pasien
pasien berdandan sesuai jadwal dan merawat diri sesuai dengan jadwal
memberikan pujian Memberi pujian
RTL:
Latih cara makan/minum yang baik tantri
(Tantri)
POKOK BAHASAN
E. ASUHAN KEPERAWATAN WAHAM
1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus
menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.
98
Proses terjadinya waham pada pasien akan dijelaskan dengan menggunakan konsep
stres adaptasi Stuart, meliputi :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis :
Faktor biologis terjadinya waham meliputi adanya faktor herediter, risiko bunuh
diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, atau riwayat penggunaan NAPZA.
2) Faktor Psikologis
Kegagalan yang berulang, korban kekerasan, kurangnya kasih sayang, atau
over protektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan
anak, tingkat pendidikan rendah dan kegagalan dalam hubungan sosial
(perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak,
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup,
kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering
tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.
b. Data Obyektif
1) Menggunakan pakaian atau atribut yang aneh
2) Ekspresi ketakutan
3) Tanda-tanda cemas
4) Membatasi interaksi dengan orang lain
4. Proses Keperawatan Waham
99
a. Pengkajian Waham
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat saudara gunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien waham :
Tujuan
a) Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
c) Pasien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar
Tindakan
a) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan
saling percaya adalah:
Mengucapkan salam terapeutik
Berjabat tangan
Menjelaskan tujuan interaksi
Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemupasien.
100
Tidak mendukung atau membantah waham pasien
b) Meyakinkan pasien berada dalam keadaan aman
c) Mengobservasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
d) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti
membicarakannya
e) Mengidentifikasi bersama dengan pasien kebutuhan yang tidak terpenuhi
f) Mengidentifikasi bersama pasien sumber-sumber yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi
g) Membantu pemenuhan kebutuhan pasien
h) Memerikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan
realitas serta pasien memperlihatkan kemampuan positifnya.
i) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan realistis yang dimilikinya pada
saat yang lalu dan saat ini
j) Menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan yang
dimilikinya.
k) Mendiskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi
sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah.
l) Membantu pasien meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional pasien
m) Berbicara dalam konteks realitas
n) Mendiskusikan tentang manfaat obat.
101
Follow up dan keteraturan pengobatan
1) Pasien mampu:
a) mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan
b) berkomunikasi sesuai kenyataan
c) menggunakan obat dengan benar dan patuh
2) Keluarga mampu:
a) membantu pasien untuk mengungkapkan keyakinannya sesuai kenyataan
b) membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengankemampuan
dan kebutuhan pasien
c) membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh
IMPLEMENTASI EVALUASI
Senin, 31 Agustus 2015 Pkl 10.00 S:
Data Pasien: Pasien mengatakandia merasa khawatir
Pasien seorang perempuan, 32 tahun, karena sudah dua minggu suaminya yang
bekerja di luar kota tidak memberi kabar
menikah dengan 2 anak, sebulan
belakangan ini merasa diancam tetangganya Keluarga mengatakan heran mengapa
sehingga selalu tinggal di kamar, tidak keluar pasien bisa memiliki keyakinan aneh
rumah. ADL terganggu. tersebut
102
Diskusikan kemampuan realistis yang crl
dimilikinya
VIII. REFERENSI
103
MATERI INTI 6.
I.DESKRIPSI SINGKAT
II.TUJUAN PEMBELAJARAN
104
Tindakan pada pasien yang mengalami masalah akibat efek samping antipsikotik
dan obat psikiatrik lainnya
IV.METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah :
Ceramah, tanya jawab
Curah pendapat
2.Kegiatan Peserta
a.Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b.Mengikuti permainan
c.Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
d.Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
e.Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan perlu
diklarifikasi.
105
Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran
1.Kegiatan Fasilitator
a.Menyampaikan Pokok Bahasan 1 sampai dengan 3 secara garis besar dalam waktu
yang singkat
b.Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas
c.Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
d.Menyimpulkan materi bersama peserta
2.Kegiatan Peserta
a.Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
b.Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang diberikan
c.Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
Tabel berikut ini menjelaskan efek obat psikiatri yang sering digunakan di pelayanan.
Antipsikotika
106
Olanzapine, Quetiapine, menumpul, tidak memiliki minat dan inisiatif,
Aripiprazole, Clozapine penarikan diri dari sosialisasi
Golongan Benzodiazepine
Contoh: Lorazepam,
Alprazolam, Clobazam
Golongan lain. Contoh:
Klonidin, hydroxyzyne
Mood stabilizer Menstabilkan mood
Efek samping yang sering muncul pada pemberian antipsikotika dapat dibedakan atas efek
samping yang sifatnya akut dan kronik.
Sindrom Ekstrapiramidal
a. 1. Distonia akut: Kontraksi tonik pada otot leher, mulut, lidah, otot poros tubuh atau
ekstremitas; tidak sama antara bagian kiri dan kanan. Dapat terjadi: Krisis okulogirik
(kontraksi atau kekakuan otot mata), Tortikolis (kontraksi atau kekakuan otot leher),
Opistotonus (kontraksi atau kekakuan otot-otot tubuh)
107
b. 2. Parkinsonisme:
- Trias Parkinson: tremor (dapat dilihat pada ekstremitas yang bergetar, atau tangan
seperti menggulung pil), rigiditas (kekakukan), bradikinesia (gerakan menjadi lebih
lambat, langkah kecil-kecil)
- Wajah seperti topeng, postur tubuh condong ke depan dan langkah yang kecil-kecil
tehuyung-huyung
c. 3. Akatisia: Ada perasaan subyektif yang tidak menyenangkan untuk terus bergerak.
Kegelisahan motorik: jalan modar-mandir, jalan di tempat, tidak dapat duduk/berbaring
diam, meremas-remas jari tangan, menggerak-gerakkan tangan/lengan
d. 4. Sindrom Maligna Nuroleptik (SMN). Terdapat kekakuan seluruh tubuh, disertai dengan
demam dan instabilitas otonom seperti takikardi atau bradikardi, hipertensi atau hipotensi
- Tardive dyskinesia, yaitu gerakan involunter pada otot-otot sekitar wajah, mulut, tangan
berupa gerakan-gerakan otot yang berulang dantidak bertujuan.
Berikut ini dapat dilihat tabel efek samping beberapa obat antipsikotik:
108
basal ganglia
* Gejala-gejala Ekstrapiramidal di antaranya reaksi distonia akut, tics, tremor, rigiditas otot
dan roda gerigi (cogwheel).
*** Tardive dyskinesia adalah efek samping jangka panjang dari medikasi antipsikotik yang
ditandai oleh gerakan-gerakan otot yang involunter, khususnya wajah, tangan, dan dada.
Profil efek samping lebih baik, keluhan tersering adalah sakit kepala, gangguan
gastrointestinal.
Interaksi obat khususnya berkaitan dengan metabolisme di hati; generasi baru lebih baik
dibanding trisiklik
- pandangan kabur
- mulut kering
b. Sedasi
c. Agitasi psikomotor
109
d. Gejala ekstrapiramidal
e. Sindrom hiperserotonin
Obat anti anxietas pada umumnya diberikan untuk jangka waktu pendek, sekitar 2 minggu
kemudian diturunkan dosisnya secara berkala untuk dihentikan. Penggunaan obat
golongan benzodiazepine untuk jangka panjang akan dapat menimbulkan ketergantungan
dan jika dihentikan secara mendadak dapat menimbulkan kemungkinan gejala timbul
kembali.
Perlu dipikirkan kemungkinan reaksi alergi obat yang berat pada penggunaan obat mood
stabilizer carbamazepine. Reaksi berat yang mungkin terjadi yaitu Sindroma Steven
Johnson dengan manifestasi rash di seluruh tubuh.
Efek samping lain yang mungkin terjadi pada pemberian mood stabilizer asam valproate
antara lain efek samping gastro intestinal (mual, tidak nyaman di saluran pencernaan),
peningkatan berat badan dan pada pasien wanita perlu diobservasi kemungkinan terjadinya
ovarium polikistik.
Tindakan pada pasien yang mengalami masalah akibat efek samping antipsikotik dan
obat psikiatrik lainnya
Pada pasien yang diberikan obat psikofarmaka perlu diberikan pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang gejala efek samping obat yang mungkin dialami anggota keluarganya.
Apabila terdapat kecurigaan adanya efek samping obat segera minta pasien untuk
berkonsultasi ke dokter untuk penilaian beratnya efek samping. Pada efek samping yang
berat sering kali obat harus dihentikan dan dilakukan penggantian jenis obat, kemudian
diberikan tata laksana untuk mengatasi reaksi efek samping obat tersebut.
Pada reaksi efek samping obat yang ringan dosis obat dapat dikurangi dan diberikan tata
laksana untuk mengatasi efek samping.
110
Obat-obat yang dapat digunakan untuk mengatasi efek samping obat antipsikotika:
VIII.REFERENSI
1. Stuart, G.WT. Principles and practice of psychiatric nursing, 9th ed. Louis, Missouri:
Mosby, Inc: 2009.
2. Townsend, C.Marry. Psychiatric mental health nursing, 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis
Company: 2009.
3. Varcarolis & Halter. Essentials of psychiatric mental health nursing. Philadelphia: W.B
Saunders Co: 2009.
4. Videbeck, S.L. Psychiatric mental health nursing, 3rd ed. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins, 2006.
111
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
MODUL
MATERI INTI 7 GANGGUAN PERKEMBANGAN DAN PERILAKU
PADA ANAK
I. DESKRIPSI SINGKAT
Gangguan perkembangan dan perilaku pada anak sering tidak tertangani dengan
baik dan dikenali sedini mungkin di masayarakat. Keluarga akan ke puskesmas apabila
keluarga sudah tidak mampu dalam mengatasi perilaku pada anak. Anak yang mengalami
gangguan perkembangan dan perilaku sering juga mengalami salah asuh. Hal ini
berdampak terhadap kemampuan anak dalam kehidupan sebagai seorang individu.
112
III. POKOK BAHASAN ATAU DAN SUB POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan-pokok bahasan sebagai berikut yaitu:
1. Konsep Asuhan keperawatan pada gangguan perkembangan pada anak
a. Asuhan keperawatan risiko perilaku kekerasan
Pengertian risiko perilaku kekerasan
Proses terjadinya risiko perilaku kekerasan
Tanda dan Gejala risiko perilaku kekerasan
Proses keperawatan risiko perilaku kekerasan
IV. METODE
113
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
Media dan alat bantu yang digunakan selama proses pembelajaran adalah:
A. Laptop
B. Liquid Crystal Display (LCD) Projector Bahan tayang (slide power point)
C. Modul
D. White board
E. Flipchart
F. Spidol
G. Lembar kerja studi kasus
H. Panduan praktik
I. Form catatan keperawatan
J. Form evaluasi penampilan klinik
K. Form jadwal kegiatan harian
L. Leaflet
M. Skenario bermain peran
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut:
114
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Melakukan latihan atau bermain peran dalam merawat anak gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
d. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
115
b. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses latihan (bermain
peran).
c. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah bermain
peran dalam merawat anak dan keluarga (pelaku rawat).
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan asuhan
keperawatan terhadap anak dan keluarga
b. Bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap anak dan
keluarga
c. Mendengar dan mencatat tentang hasil evaluasi dari fasilitator.
2. Kegiatan Peserta
a. Membuat laporan pendahuluan, strategi pelaksanaan tindakan (SP) dan rencana
harian.
b. Mengikuti konferensi awal (pre conference).
c. Melakukan asuhan keperawatan terhadap anak atau keluarga
d. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan
e. Mengikuti konferensi akhir (post conference).
116
VII. URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN 1.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN PERKEMBANGAN PADA
ANAK
117
a. Perilaku berulang yang mencederai diri sendiri , aktifitas ritual , memukul,
menendang, menggigit (Autism)
b. Berperilaku agresif pada orang lain dan lingkungan seperti melemparkan
makanan dan piring atau benda lain yang ada di depannya pada orang
c. Mudah frustasi, cepat marah dan marah meledak-ledak
d. Berteriak atau berbicara dengan keras di kelas atau kelompok
e. Mengancam untuk menyakiti orang lain
f. Perilaku merusak, terkadang bahkan memiliki pikiran menggunakan bahasa
yang kasar dan provokatif
g. Melanggar aturan dan hak- hak orang lain
h. Keluyuran atau lari dari rumah
i. Kejam terutama pada binatang, bermusuhan, merusak, bermain api,
hiperaktivitas, berlari kesana kemari, tidak pernah istirahat, mengganggu orang
lain
j. Tidak mampu mengontrol emosi
k.Berbohong, curang, mencuri, berkelahi
a. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien dan
keluarga (pelaku rawat).
Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan dapat ditemukan dengan wawancara
dengan keluarga melalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa penyebab perasaan marah?
b. Apakah anak suka melanggar aturan dan hak- hak orang lain ?
c. Apakah anak suka kejam terutama pada binatang, bermusuhan, merusak,
bermain api, hiperaktivitas, mengganggu orang lain ?
d. Apakah anak suka berbohong, curang, mencuri, berkelahi ?
e. Apa yang dirasakan saat terjadi kejadian/penyebab marah?
f. Apa yang dilakukan saat marah?
g. Apa akibat dari cara marah yang dilakukan?
h. Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah hilang?
Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan yang dapat ditemukan melalui
observasiadalah sebagai berikut:
a. Perilaku berulang yang mencederai diri sendiri , aktifitas ritual , memukul,
menendang, menggigit (Autism)
118
b. Berperilaku agresif pada orang lain dan lingkungan seperti melemparkan
makanan dan piring atau benda lain yang ada di depannya pada orang
c. Mudah frustasi, cepat marah dan marah meledak-ledak
d. Berteriak atau berbicara dengan keras
e. Mengancam untuk menyakiti orang lain
f. Perilaku merusak, terkadang bahkan memiliki pikiran menggunakan bahasa
yang kasar dan provokatif
g. Tidak mampu mengontrol emosi
h. Berlari kesana kemari, tidak pernah istirahat
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh dari hasil pengkajian, maka
dirumuskanlah diagnosis keperawatan :
3. Tindakan Keperawatan
Tujuan tindakan keperawatan untuk klien:
Klien dapat
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menunjukkan perubahan perilaku: tidak mencederai diri
c. Menjelaskan penyebab marah
d. Menjelaskan perasaan saat terjadinya marah/perilaku kekerasan
e. Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah
f. Melakukan cara mengontrol rasa marah/perilaku kekerasan
119
Tujuan Untuk keluarga
Keluarga mampu untuk :
a. Mengenal masalah risiko perilaku kekerasan pada anak
b. Memutuskan untuk melakukan perawatan pada anak dengan risiko perilaku
kekerasan
c. Merawat anak denganrisiko perilaku kekerasandengan mengajarkan dan
mendampingi anak
d. Memodifikasi lingkungan yang kondusif agar anak mampu mengontrol
perilaku kekerasan dan mengurangi stresor yang menimbulkan perilaku
kekerasan
e. Mengenal tanda kekambuhan, dan mencari pelayanan kesehatan
4. Evaluasi
Evaluasi untuk klien
1. Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan.
120
2. Mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal: tarik nafas
dalam dan pukul bantal/kasur, secara sosial/verbal: meminta, menolak, dan
mengungkapkan perasaan dengan cara baik, secara spiritual, patuh minum
obat.
121
Faktor presipitasi terjadinya kerusakan interaksi sosial adalah : perubahan
neurologik, ketidakmampuan membina hubungan percaya, perilaku intrusif,
ketidakmaturan perkembangan perilaku interaksi sosial, gangguan konsep diri,
Autism :
a. Kurang tanggap atau peduli terhadap orang lain
b. Tidak mau dipeluk
c. Ketidakpedulian atau keengganan untuk kasih sayang dan kontak fisik
d. Tidak mampu bermain bekerjasama dan menjalin persahabatan.
e. Terbatasnya rentang perhatian
f. Kegiatan mudah beralih
ADHD :
a. Impulsif
b. Kesulitan membentuk hubungan interpersonal yang memuaskan.
c. Perilaku mengganggu
d. Kesulitan menyesuaikan dengan norma-norma sosial.
4. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada
klien dan keluarga (pelaku rawat). Tanda dan gejala kerusakan interaksi
sosial dapat ditemukan dengan wawancara keluarga melalui pertanyaan
sebagai berikut:
1. Apakah anak mereka dapat melakukan kontak mata atau memberikan
perhatian kepada orang lain ?
2. Bagaimana perasaan anak saat berinteraksi dengan orang lain ?
3. Apakah anak dapat mengungkapkan rasa puas, memiliki, kepedulian,
ketertarikan dan berbagi ?
4. Apakah perilaku anak sesuai dengan usianya dalam berinteraksi dengan
orang lain ?
122
Tanda dan gejala kerusakan interaksi sosial yang dapat ditemukan melalui
observasiadalah sebagai berikut:
1. Menyendiri
2. Kontak mata kurang
3. Kurang tanggap atau peduli terhadap orang lain
4. Tidak mau dipeluk
5. Ketidakpedulian atau keengganan untuk kasih sayang dan kontak fisik
6. Tidak mampu bermain bekerjasama dan menjalin persahabatan.
7. Terbatsnya rentang perhatian
8. Kegiatan mudah beralih
9. Impulsif.
10. Mengganggu orang lain
11. Perilaku yang tidak dapat diterima sesuai usia
b. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh dari hasil pengkajian,
maka dirumuskanlah diagnosis keperawatan :
c. Tindakan Keperawatan
Tujuan :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat ditandai
dengan adanya respon wajah dan kontak mata, Klien dapat berinteraksi
dengan orang lain.
123
c. Dapatkan perhatian anak atau kontak mata anak dengan memanggil
namanya atau berikan anak objek yang dikenalnya seperti boneka atau
selimut.
d. Pergilah perlahan-lahan, jangan memaksa anak untuk berinteraksi.
Beri pujian atas adanya kontak mata. Secara bertahap kenalkan
sentuhan, senyuman dan pelukan.
2. Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain
3. Diskusikan kepada anak perilaku yang di terima dan tidak boleh dilakukan
saat berinteraksi dengan orang lain.
4. Jelaskan secara jelas danpak perilaku yang tidak boleh dilakukan
5. Anjurkan anak untuk interaksi dengan orang lain dengan ditemani
perawat.
124
d. Evaluasi
Evaluasi untuk klien :
1) Membina hubungan saling percaya dengan perawat.
2) Memulai interaksi dengan orang lain
3) Ada kontak mata, respon wajah dan perilaku non verbal lainnya dalam
berinteraksi dengan orang lain
4) Tidak menolak diri dari kontak fisik
125
Faktor presipitasi
Faktor presiptasi yang dapat menimbulkan defisit perawatan diri pada anak
yang mengalami gangguan perkembangan dan perilaku adalah perubahan
mobilitas fisik, kurang maturnya mobilitas fisik.
4. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi kepada klien
dan keluarga(pelaku rawat).
Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan dengan
wawancara,melalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana kebersihan diri klien?
b. Apakah klien bisa mandi, mencuci rambut, menggosok gigi,
menggunting kuku?
c. Bagaimana penampilan klien?
d. Apakah klien menyisir rambut , berdandan, bercukur (untuk laki-laki)?
e. Apakah pakaian klien rapi dan sesuai?
f. Apakah klien menggunakan alat mandi / kebersihan diri ?
g. Bagaimana makan dan minum klien ?
h. Apakah klien menggunakan alat makan dan minum saat makan dan
minum ?
i. Bagaimana BAB dan BAK klien ?
j. Apakah klien membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB
dan BAK ?
k. Apakah klien mengetahui cara perawatan diri yang benar ?
Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut :
126
1) Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
2) Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada klien laki-laki tidak
bercukur, pada klien wanita tidak berdandan.
3) Ketidakmampuan makan dan minum secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan dan minum sendiri, makan
berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
4) Ketidakmampuan BAB dan BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB dan
BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah
BAB dan BAK.
b. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh dari hasil pengkajian,
maka dirumuskanlah diagnosis keperawatan :
c. Tindakan Keperawatan
Tujuan :
Klien mampu melakukan pemenuhan kebutuhan perawatan diri secara
mandiri.
127
Tujuan Untuk Keluarga
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami defisit
perawatan diri
d. Evaluasi
Evaluasi untuk klien
Klien mampu :
1. Mandi, mencuci rambut, menggosok gigi dan menggunting kuku dengan
benar dan bersih
2. Mengganti pakaian dengan pakaian bersih
3. Membereskan pakaian kotor
4. Berdandan dengan benar
5. Mengambil makanan dan minuman dengan rapi
6. Menggunakan alat makan dan minum dengan benar
7. BAB dan BAK pada tempatnya
8. BAB dan BAKdengan bersih.
128
3. Merawat dan membimbing klien dalam merawat diri : kebersihan diri ,
berdandan (wanita), bercukur (pria), makan dan minum, BAB dan BAK.
4. Follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan rujukan
VIII. REFERENSI
1. Fortinash, K.M. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing (3th ed), St. Louis:
Mosby
2. Herdman, T.H. (2012), NANDA International Nursing Diagnoses Definition &
Classification, 2012-2014.(Ed.). Oxford: Wiley-Blackwell.
3. Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic
Course). EGC: Jakarta
4. Stuart, Gail Wiscarz, (2013), Principles and practice of psychiatric nursing, 10th
ed, Philadelphia: Elsevier Mosby
5. Stuart,G.W.& Dundeen, M.T. (2005), Principles and practice of psychiatric
nursing (8th ed), Philadelphia: Elsevier Mosby
6. Townsend, Mary C., (2011) Nursing diagnoses in psychiatric nursing : care
plans and psychotropic medications , 8th ed, F. A. Davis Company,
Philadelphia.
7. Townsend, Mary C., (2009), Psychiatric mental health nursing: concepts of
care in evidence-based practice , 6th ed, F. A. Davis Company
8. Videbeck, Sheila L (2011), Psychiatric-mental health nursing [illustrations by
Cathy J. Miller]. 5th ed, Lippincott Williams & Wilkins
129
MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA
MATERI INTI 8
GANGGUAN DEMENSIA PADA LANSIA
8
I. DESKRIPSI SINGKAT
Gangguan demensia merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang sering
terjadi pada klien dengan usia lanjut. Pada gangguan ini usia lanjut mengalami
gangguan memori atau daya ingat yang berdampak terhadap kemampuan klien usia
lanjut dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan dan kesejahteraan
hidupnya.
Gangguan memori seringkali dianggap wajar terjadi pada lanjut usia karena
merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Faktor ketidaktahuan, baik dari
pihak keluarga, masyarakat maupun pihak tenaga kesehatan mengenai tanda dan
gejala gangguan memori, dapat menyebabkan gangguan memori sering tidak
terdeteksi dan lambat ditangani.
130
III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN
Pokok bahasan dan atau sub pokok bahasan yang dibahas dalam modul ini adalah:
A. Konsep Asuhan keperawatan gangguan Demensia pada lanjut usia
1. Pengertian gangguan memori
2. Proses terjadinya gangguan memori
3. Tanda dan Gejala gangguan memori
4. Proses keperawatan gangguan memori
B. Langkah langkah asuhan keperawatan pada gangguan Demensia pada Lanjut Usia
1. Pengkajian
2. Diagnosis keperawatan
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
6. Dokumentasi
Agar proses pembelajaran dapat berjalan dan berhasil secara efektif, maka perlu
disusunlangkah-langkah sebagai berikut:
131
d. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang apa yang dimaksud dengan
gangguan memori dengan metode brainstorming.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran asuhan
keperawatan gangguan memoridengan menggunakan bahan tayang.
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.
1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan dan sub pokok bahasan: konsep gangguan
memori dan proses keperawatan gangguan memori. Saat penyampaian materi
proses keperawatan gangguan memori, peserta juga melakukan latihan atau
bermain peran dalam merawat gangguan memori.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.
d. Memberi kesempatan pada peserta untuk bermain peran sebagai perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap klien dan keluarga (pelaku
rawat).
e. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses latihan (bermain
peran).
f. Melakukan evaluasi dan memberikan masukan kepada peserta setelah bermain
peran dalam merawat klien dan keluarga (pelaku rawat).
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat, dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Melakukan latihan atau bermain peran dalam merawat gangguan memori.
c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
d. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
132
e. Mempersiapkan diri untuk bermain peran dalam melakukan asuhan
keperawatan terhadap klien atau keluarga (pelaku rawat).
f. Bermain peran dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap klien atau
keluarga (pelaku rawat).
g. Mendengar dan mencatat tentang hasil evaluasi dari fasilitator.
POKOK BAHASAN A.
133
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan memori, meliputi:
1) Faktor Biologis
Faktor-faktor biologis yang berkaitan dengan adanya riwayat keluarga
dengan demensia, tauma kepala, infeksi, proses penuaan, perubahan
neurotransmiter.
2) Faktor Psikologis
Klien gangguan memori mempunyai ancaman identitas, harga diri, integritas
diri, kehilangan orang yang berarti, perceraian
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus gangguan memori meliputi :
134
4. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Untuk mengkaji klien lansia dengan gangguan memori, saudara dapat
menggunakan tehnik mengobservasi perilaku klien dan wawancara langsung
dengan klien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk
mengkaji data objektif gangguan memori:
1) Kurang konsentrasi
2) Kurang kebersihan diri
3) Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
4) Aktifitas terbatas
5) Sering mengulang kata-kata.
Aspek psikososial yang perlu dikaji adalah: apakah lansia mengalami kebingungan,
kecemasan, menunjukkan afek yang labil/ datar/ tidak sesuai.
135
5 Hitunglah mundur dari 10.000 kebawah dengan Atensi dan
pengurangan Rp. 1000 dari Rp. 10.000 ke bawah Kalkuklasi
(Nilai 1 untuk jawaban yang benar), berhenti setelah
lima
hitungan ( 9.000, 8.000, 7.000, 6.000, 5.000).
3 Tanyakan kembali nama 3 benda yang telah Mengingat
disebutkan di atas. Berilah nilai 1 untuk setiap
jawaban yang benar.
9
Apakah nama benda inin?. Perlihatkan pensil dan Bahasa
jam tangan (Nilai 2) Jika jawaban benar
Ulangilah kalimat berikut:saya ingin sehat (nilai
1)
Laksanakan 3 buah perintah ini: Peganglah
selembar kertas dengan tangan kanan, lipatlah
kertas itu pada pertengahan dan letakkanlah di
lantai!: (nilai 3)
Bacalah dan laksanakan perintah berikut:
pejamkan mata anda! (nilai 1)
Tulislah sebuah kalimat:Allahu Akbar dalam
bahasa Arab (nilai 1)
Tirulah gambar ini: pohon (nilai 1).
HASIL: Nilai 21-30 : Gangguan memori Ringan
Assalamualaikum pak, nama saya ....... paggilannya .............., Nama bapak siapa?,
suka dipanggil apa? Saya perawat puskesmas yang akan merawat bapak, saya akan
datang secara berkala setiap tiga hari. Bagaimana perasaan Bapak pagi ini?,
Kerja:
Coba bapak sebutkan hari, tanggal,bulan dan tahun berapa sekarang serta apakah
sekarang siang atau malam?
Bapak, saya akan menyebutkan tiga nama benda, nanti bapak coba sebutkan lagi.
136
Buku, sepatu, bis! ( Disebutkan satu detik untuk setiap benda) , sekarang bapak ulangi
Coba bapak hitung mundur dari 10.000 kebawah dengan pengurangan 1000, seperti ini
pak.... 9000, 8000, sekarang coba bapak lanjutkan. (hentikan setelah lima hitungan) Coba
bapak sebutkan kembali tiga benda yang tadi suster sebutkan. (buku, sepatu, bis)
Pak, ini benda apa ( perlihatkan arloji) Kalau ini benda apa? (perlihatkan pensil),
Pak, suster akan menyebutkan satu kalimat, nanti bapak ulangi yah! saya ingin sehat
Pak, ini kertas, sekarang coba bapak lipat menjadi segitiga, kemudian lipat dua, setelah itu
lipat tiga membentuk segi empat
Coba bapak baca tulisan ini, (contoh tulisan : PEJAMKAN MATA) , lalu laksanakan sesuai
contoh tulisan
Sekarang coba bapak tuliskan sebuah kalimat pada kertas ini. ( perawat tidak boleh
mendikte)
Pak, saya akan menggambar segilima yang berpotongan nanti bapak tiru gambar ini yah.
Terminasi :
Nanti coba bapak ingat ingat apa yang sudah bapak kerjakan dari pagi sampai menjelang
makan siang, saya akan menanyakan kembali hal tersebut pada kunjungan saya tiga hari
lagi. Assalamualaikum
a. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada saat pengkajian, maka
ditetapkan diagnosis keperawatan:
Gangguan memori
b. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk klien:
Tujuan :
137
2. Klien dapat melakukan aktiftas sehari-hari secara optimal.
Tindakan keperawatan:
a) Tanyakan kepada klien waktu saat klien berinteraksi dengan perawat mis: pagi
atau siang, jam 10.00
138
b) Beri kesempatan kepada klien untuk menyebutkan namanya dan anggota
keluarga terdekat
c) Beri kesempatan kepada klien untuk mengenal dimana dia berada.
d) Berikan pujian jika klien dapat menjawab dengan benar
e) Beri kesempatan kepada klien untuk memilih aktifitas yang dapat dilakukannya.
f) Bantu klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilihnya
g) Beri pujian jika klien dapat melakukan kegiatannya.
h) Tanyakan perasaan klien jika mampu melakukan kegiatannya.
i) Bersama klien membuat jadwal kegiatan sehari-hari.
Tujuan:
Tindakan :
139
10. Apabila klien mendapat obat-obatan, jelaskan pada keluarga tentang obat-obatan
tersebut mencakup:
a. Prinsip lima benar minum obat (benar obat, klien, cara, dosis, waktu)
b. Pentingnya penggunaan obat pada lansia dengan gangguan memori
c. Akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
d. Efek samping obat dan hal-hal untuk menghindari efek samping obat
e. Cara mendapatkan obat atau berobat
c. Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat
dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:
Kemampuan klien:
Kemampuan keluarga
140
IX. REFERENSI
1. Fortinash, K.M. (2004). Psychiatric Mental Health Nursing (3th ed), St. Louis: Mosby
2. Herdman, T.H. (2012), NANDA International Nursing Diagnoses Definition &
Classification, 2012-2014.(Ed.). Oxford: Wiley-Blackwell.
3. Keliat. B.A . dkk (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (basic
Course). EGC: Jakarta
4. Stuart, Gail Wiscarz, (2013), Principles and practice of psychiatric nursing, 10th ed,
Philadelphia: Elsevier Mosby
5. Stuart,G.W.& Dundeen, M.T. (2005), Principles and practice of psychiatric nursing
(8th ed), Philadelphia: Elsevier Mosby
6. Townsend, Mary C., (2011) Nursing diagnoses in psychiatric nursing : care plans
and psychotropic medications , 8th ed, F. A. Davis Company, Philadelphia.
7. Townsend, Mary C., (2009), Psychiatric mental health nursing: concepts of care in
evidence-based practice , 6th ed, F. A. Davis Company
8. Videbeck, Sheila L (2011), Psychiatric-mental health nursing [illustrations by Cathy
J. Miller]. 5th ed, Lippincott Williams & Wilkins
141
MATERI INTI 8.
KEGAWATDARURATAN PSIKIATRIK
I. DESKRIPSI SINGKAT
Kegawatdaruratan psikiatrik adalah suatu kondisi yang ditandai oleh adanya gangguan
pada pikiran, perasaan dan perilaku seseorang yang memerlukan perhatian dan
intervensi terapeutik segera. Termasuk di dalamnya kondisi yang berhubungan dengan
gaduh gelisah dan percobaan bunuh diri. Modul ini akan menguraikan mengenai
tatalaksana kegawatdaruratan psikiatri mulai dari pengenalan gejala, penegakan
diagnosis, menyusun rencana intervensi, hingga melakukan rujukan kasus.
IV. METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah :
A. Ceramah, tanya jawab
B. Curah pendapat
142
C. Studi kasus
D. Bermain peran
E. Praktik lapangan
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut :
A. Langkah 1 : Penyiapan proses pembelajaran
5. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Fasilitator mempresentasikan kondisi kegawatdaruratan psikiatri untuk stimulus
curah pendapat tentang pengenalan kondisi kegawatdaruratan psikiatri, strategi
umum penanganan kagawatdaruratan psikiatri dan penatalaksanaan
d. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
6. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d. Melakukan permainan peran
143
e. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan
perlu diklarifikasi.
144
VII. URAIAN MATERI
145
2. Algoritma diagnosis kondisi kegawatdaruratan psikiatri
Apabila menemukan kasus/pasien dengan kondisi kegawatdaruratan psikiatri, dibuat
alur pikir untuk menentukan diagnosis secara cepat, dan memisahkan pasien yang
memerlukan penanganan segera. Diagnosis dibuat secara hierarkis, dimulai dari
diagnosis gangguan jiwa akibat penyakit organik yang mengancam nyawa hingga
ditegakkan gangguan jiwa lainnya.
Pada pasien dengan kondisi kegawatdaruratan psikiatri, yaitu gaduh gelisah dan
percobaan bunuh diri, pertama kita selalu pikirkan apakah kondisi tersebut disebabkan
atau berkaitan dengan: (1). delirium, (2). demensia, (3). penyalahgunaan napza, (4).
gangguan psikotik, (5). efek samping obat yang berat, atau (6). agitasi pada
anxietas/depresi. Satu per satu penyebab/keterkaitan tersebut disingkirkan hingga
mendapatkan diagnosis kerja secara cepat.
146
1. DELIRIUM
A. Pengertian Delirium
Delirium didefinisikan sebagai gangguan kesadaran, atensi, kognitif, dan
persepsi yang merupakan sebuah sindrom psikiatri umum yang sering
menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.Delirium merupakan
sebuah sindrom neuropsikiatrik dengan onset akut, ditandai dengan gangguan
kesadaran yang fluktuatif, gangguan atensi, gangguan kognitif, gangguan
persepsi, dan bersifat reversibel. Delirium juga merupakan gangguan dari sistem
saraf pusat yang mengancam nyawa namun juga bersifat reversibel dan
ditandai oleh penurunan akut dalam tingkat kesadaran dan kognitif, gangguan
pada atensi, gangguan persepsi, aktivitas psikomotor abnormal, dan gangguan
dalam siklus tidur. Pada gangguan delirium juga teradapat gangguan orientasi
waktu, orang dan tempat.
B. Frekuensi
Di luar Indonesia, delirium memiliki angka prevalens 10-30% dari seluruh pasien
yang dirawat di rumah sakit, dimana pada populasi pasien lanjut usia didapati 10-
15% dengan delirium pada saat masuk rawat dan 10-40% mengalami delirium
saat dirawat di rumah sakit.Sedangkan di Unit Gawat Darurat didapati angka
kejadian delirium 12-50% dengan lebih dari 60% tidak dikenali oleh sistem
kesehatan.
C. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk delirium dibedakan menjadi faktor predisposisi dan faktor
presipitasi.Faktor predisposisi adalah hal-hal yang mempermudah terjadinya
delirium pada seseorang, sedangkan faktor presipitasi adalah hal-hal yang
mencetuskan atau mempercepat timbulnya delirium pada seseorang. Faktor
predisposisi delirium terdiri dari :
- Usia lanjut
- Demensia
- Polifarmasi
- Gangguan penglihatan/pendengaran
- Dehidrasi
- Gangguan ginjal kronik
- Gangguan neurologis
- Gangguan fungsional/disabilitas fisik
147
Faktor presipitasi atau pencetus delirium terdiri dari :
2. KEGAWATDARURATAN NAPZA
Napza adalah setiap bahan kimia /zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan
mempengaruhi fungsi tubuh secara fisik dan psikologis. Napza berdasarkan efek
yang ditimbulkannya dapat dibagi menjadi:
148
Depresan Stimulan Halusinogen
Alkohol Amfetamin LSD
Benzodiazepin Metamfetamin PCP
Opioid Kokain Kanabis (dosis tinggi)
Solven Magic mushrooms
Kanabis (dosis rendah)
Napza dengan cara kerja sebagai depresan akan memperlambat atau menekan
sistem syaraf pusat dan pesan yang dikirim ke otak. Juga memperlambat detak
jantung dan pernafasan. Efek depresan dapat memberikan gejala sebagai berikut:
Napza yang memiliki efek stimulan akan mempercepat atau merangsang kerja
sistem susunan syaraf pusat dan pesan ke dan dari otak. Stimulan juga
meningkatkan detak jantung, tekanan darah dan suhu tubuh dan sering membuat
orang lebih sadar dan waspada. Efek yang dapat ditimbulkan dapat bermanifestasi
sebagai:
149
Sakit kepala
Paranoia
Napza yang memiliki efek halusinogen akan mempengaruhi persepsi orang yang
menyebabkannya melihat atau mendengar sesuatu secara terdistorsi.
3. GANGGUAN PSIKOTIK
Pasien dengan kegawatdaruratan psikotik datang dengan :
Agitasi psikomotor yang progresif meningkatnya aktivitas motorik yang tidak
bertujuan secara progresif, mondar mandir, disertai dengan rasa kecemasan.
Agresivitas verbal marah-marah tanpa sebab yang jelas, mengancam.
Agresivitas fisik, perilaku kekerasan (violence) memukul/menyerang orang
lain, merusak/melempar barang.
Halusinasi, terutama halusinasi dengar. Pasien dapat tampak berbicara kepada
seseorang yang tidak dilihat keberadaannya oleh orang lain. Risiko perilaku
kekerasan semakin mengancam jika halusinasi dengar berupa command
hallucination atau halusinasi perintah, yang mengendalikan/memerintahkan
pasien untuk melakukan perilaku kekerasan tersebut.
Waham, terutama wahamkejar yang kuat, disertai sikap bermusuhan (paranoid),
waham kendali, waham pengaruh, dan waham kebesaran.
4. BUNUH DIRI
A. Jenis perilaku bunuh diri
Jenis perilaku bunuh diri antara lain :
150
1) Ancaman bunuh diri, yaitu perilaku seseorang untuk melakukan bunuh diri
apabila keinginan atau harapannya tidak terpenuhi
2) Isyarat atau gelagat yaitu bentuk perilaku bunuh diri yang diwujudkan dalam
bentuk perubahan tingkah laku atau kebiasaan yang tidak biasa kemudian
dilanjutkan dengan percobaan bunuh diri
3) Percobaan bunuh diri, yaitu perilaku bunuh diri dalam bentuk percobaan
mencederai diri sendiri dengan berbagai cara. Cara yang digunakan
bermacam-macam, meminum racun serangga, menembak diri, gantung diri,
terjun dari ketinggian dan sebagainya.
Tanda pikiran
Tanda-tanda pikiran bahwa seseorang berada dalam risiko atau tindakan
bunuh diri diantaranya apabila pasien mengatakan hal-hal sebagai berikut :
- Saya tidak membutuhkan apa-apa lagi
- Saya tidak bisa berbuat apapun yang baik
- Saya tidak bisa berpikir benar
- Saya berharap saya mati
- Segalanya akan lebih baik tanpa saya
- Semua masalah akan berakhir secepatnya
151
- Tidak ada yang dapat menolong saya
Tanda perasaan
Tanda-tanda perasaan yang dapat diidentifikasi sebagai risiko bunuh diri
antara lain :
- Putus asa
- Marah
- Rasa bersalah
- Tidak berarti
- Kesepian
- Sedih
- Tidak ada harapan
- Tidak tertolong
Tanda perilaku
Tanda-tanda perilaku yang dapat dilihat pada pasiendengan risiko dan
tindakan bunuh diri diantaranya :
- Menarik diri
- Tidak tertarik dengan hal-hal yang dulu disukai
- Penyalahgunaan alkohol atau zat
- Perilaku yang tidak menentu
- Perubahan perilaku drastis
- Impulsif
- Mutilasi diri
- Mengembalikan semua barang-barang, mengubah surat wasiat,
menitipkan hal-hal yang dicintai
STRATEGI UMUM
Lakukan penilaian adanya bahaya melukai/menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
Dapat dilakukan di dalam maupun di luar gedung layanan kesehatan.
Penting untuk memperhatikan keselamatan staf, anggota tim dan keselamatan pasien
Jangan menolong sendiri, minimal 4 orang dalam 1 tim
Cegah perlukaan
152
Cek benda-benda berbahaya yang mungkin disembunyikan seperti senjata, gunting,
pisau atau benda berbahaya lainnya.
Menyadari bahwa semua pasien memiliki potensi untuk melakukan kekerasan.
MODIFIKASI LINGKUNGAN
Ciptakan lingkungan dengan kebisingan minimal atau rangsangan minimal untuk
mengurangi kecemasan pasien.
Pencahayaan ruangan cukup untuk mengurangi ilusi dan mispersepsi lingkungan yang
dapat meningkatkan risiko perilaku kekerasan atau agresif.
Ciptakan lingkungan yang aman dan tidak mengancam.
PRINSIP WAWANCARA
Lakukan pengkajian pada area yang tertutup (privasi). Privasi merupakan bagian
penting untuk membentuk interaksi yang terapeutik, tetapi bagaimanapun harus
tetap memperhatikan keamanan pribadi. Berbicara dengan pasien di daerah
terbuka, dilakukan terutama jika pasien berada di bawah pengaruh obat (mabuk) atau
gangguan kognitif; ini dilakukan untuk mempertahankan keamanan petugas. Tentu
saja, ketika pasien secara mental stabil, privasi sangat penting dalam proses
pengumpulan data dan memungkinkan petugas kesehatan untuk memperoleh
informasi.
Ciptakan hubungan terapeutik, diawali dengan mengucapkan salam dan
memperkenalkan diri.
Yakinkan bahwa pasien berada di tempat yang aman, tenaga kesehatan akan
melindungi pasien dari dari kemungkinan melukai diri maupun orang lain.
Apabila pasien gaduh gelisah dengan membawa senjata tajam, maka yakinkan pasien
berada dalam keadaan aman dan secara perlahan diminta untuk meletakkan
senjatanya.
Lakukan komunikasi terapeutik:
a. Bicara dengan tenang ajak pasien untuk tenang
b. Vokal jelas dan nada suara tegas
c. Intonasi rendah
d. Gerakan tidak tergesa-gesa
e. Pertahankan posisi tubuh
f. Hargai dan bicarakan dengan sopan pendapat pasien yang berbeda meskipun hal
tersebut adalah waham atau halusinasinya
153
Selama melakukan pengkajian awal, kumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang
riwayat pasien (baik saat ini maupun riwayat sebelumnya), yang dapat dilakukan
dengan berdiskusi dengan pihak yang merujuk, anggota keluarga
(allo/heteroanamnesis) dan pasien sendiri (autoanamnesis).
Pertanyaan difokuskan pada keluhan saat ini menggunakan kalimat pendek dan
mudah dipahami.
Lakukan wawancara dengan tetap memperhatikan keselamatan petugas dan pasien
dengan memperhatikan jarak yang aman 2-3 langkah dari pasien
Gunakan diagram alur berpikir di atas (algoritma utama) untuk menyingkirkan masalah
terkait penyakit fisik dan ketergantungan zat/alkohol yang mungkin mengancam nyawa
atau pertimbangkan gangguan jiwa lainnya baik psikotik maupun non-psikotik (depresi,
anxietas, dll).
Identifikasi kemungkinan penyebab
a. Kondisi organik (demam, kejang/epilepsi, trauma kepala, keganasan, kesadaran
yang menurun, kepikunan progresif pada orang tua), dan penggunaan zat
psikoaktif dan alkohol.
b. Kondisi mental, ada atau tidaknya gangguan jiwa (gangguan psikotik, gangguan
suasana perasaan (mood), gangguan anxietas, gangguan kepribadian)
Kaji riwayat penyakit dan riwayat pengobatan medis dan psikiatrik sebelumnya
Nilai juga derajat fungsi, berat ringannya gejala psikiatri, adanya penyakit penyerta
(komorbiditas), kualitas dan ketersediaan sistem pendukung serta sumber bantuan
lainnya.
1. Pada pasien yang mengalami perubahan mendadak dalam fungsi fisik (penurunan
mobilitas, perubahan nafsu makan, sulit tidur, gelisah), kognitif (bingung, sulit
konsentrasi, respons lambat), persepsi (halusinasi visual atau auditorik), dan
perilaku sosial (tidak kooperatif), cek apakah ada faktor risiko predisposisi
delirium.
2. Lakukan pemeriksaan fisik (status generalis, status neurologis) yang cermat serta
lakukan pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit, kimia darah
(glukosa sewaktu, tes fungsi hati, fungsi ginjal), urinalisis, EKG, dan foto toraks
untuk menyingkirkan faktor presipitasi delirium.
3. Untuk membantu menegakkan diagnosis delirium dapat digunakan instrumen
CAM (Confusion Assessment Method).
154
4. Mengingat sifat delirium yang fluktuatif, sebaiknya pemeriksaan dilakukan
serial/beberapa kali dengan memperhitungkan variasi diurnal dan info dari
berbagai sumber (keluarga, perawat, dll).
Pemeriksaan fisik
a. Riwayat penyakit medik: pemeriksaan fisik terutama kesadaran dan tanda vital
serta pemeriksaan neurologis
b. Riwayat penggunaan obat, zat psikoaktif, dan alkohol
c. Riwayat penyakit psikiatrik: pemeriksaan status mental dan riwayat psikososial
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan seperti: darah perifer lengkap, urinalisa
lengkap, elektrolit, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal, radiologi, dan EKG (jika
tersedia, terutama pada pasien berusia di atas 40 tahun).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan fisik secara menyeluruh
4. Pemeriksaan penunjang
- Darah lengkap
- SGOT/SGPT
- Ureum/Creatinin
155
C. PENILAIAN GAWAT DARURAT PSIKOTIK
Penilaian
1. Wawancara
Lakukan prinsip wawancara seperti pada prinsip wawancara psikiatrik
Wawancara pada pasien dengan waham kejar dan paranoid yang kuat:
tetap hargai dan sopan dalam wawancara, tetap jaga dalam suasana yang
formal. Kalimat singkat dan mudah dipahami, kendalikan situasi, bersikap
tenang namun tegas. Yakinkan bahwa ia berada di tempat yang aman,
tenaga kesehatan akan melindungi pasien dari kemungkinan melukai diri
sendiri maupun dari orang lain.
Jaga keamanan diri pewawancara
Singkirkan kemungkinan penyebab organik dan penyalahgunaan napza.
Pada saat awal menghadapi gawat darurat bunuh diri maka lakukan penilaian kondisi
pasien dengan:
1. Lakukan wawancara untuk mengkaji kemungkinan penyebab
a. Penyakit fisik seperti epilepsi, tumor, penyakit Alzheimer, multiple sklerosis,
trauma, keganasan terutama di kepala dan leher, penyakit autoimun,
penyakit ginjal, sindroma nyeri kronik dan HIV/AIDS
b. Riwayat Gangguan Jiwa dan Komorbiditas Gangguan Jiwa
Pikiran dan perilaku bunuh diri seringkali ditemukan pada seseorang
dengan gangguan jiwa, terutama Gangguan Depresi, Gangguan Bipolar,
Skizofrenia, Gangguan Stres Pasca Trauma, Anxietas, Gangguan
Penyalahgunaan Zat, dan Gangguan Kepribadian seperti Gangguan
Kepribadian Antisosial dan Gangguan Kepribadian Ambang
156
2. Lakukan wawancara untuk mengkaji faktor risiko dan faktor protektif
Faktor risiko :
- Adanya ide, rencana, dan akses ke alat-alat saat ini
- Riwayat percobaan bunuh diri atau melukai diri sendiri
- Riwayat keluarga dengan bunuh diri
- Penyalahgunaan alkohol/ zat psikoaktif
- Riwayat gangguan jiwa saat ini atau sebelumnya
- Baru pulang dari perawatan di rawatan psikiatri
- Impulsivitas dan kontrol diri yang rendah
- Keputusasaan
- Kehilangan fisik, keuangan, personal
- Masalah yang berkepanjangan
- Riwayat perlakukan salah dan kekerasan (fisik, seksual, emosional)
- Kondisi akut seperti dipermalukan, rasa putus asa, rasa bersalah dan malu
- Masalah komorbiditas kesehatan, terutama yang saling memperberat atau
diagnosis baru
- Umur (usia lanjut dan dewasa muda), jenis kelamin (laki-laki), tidak
menikah, hidup sendiri
- Homo seksual
Faktor protektif :
- Dukungan sosial yang positif
- Spiritualitas
- Tanggungjawab pada keluarga, aset ekonomi
- Memiliki anak atau hamil
- Kepuasan hidup
- Memiliki kemampuan membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak
- Memiliki ketrampilan menyelesaikan masalah
- Hubungan terapeutik yang positif
- Memiliki hobi, aktivitas rekreasional
157
- Apakah anda merasa putus asa dengan kondisi saat ini atau masa depan?
- Jika ya,
- Pernahkan anda berpikir untuk mengakhiri hidup?
- Jika ya,
- Kapan anda memiliki pikiran tersebut? Dan apakah anda memiliki rencana
untuk melakukannya?
- Apakah anda pernah mencoba melakukannya?
Berpikir dan bersikap kritis, selalu sadar bahwa kedaruratan bisa muncul di mana dan
kapan saja.
Tetap tenang
Perlu kontrol terhadap perasaan bingung, aneh, atau depresi
Bersikap suportif
Jaga jarak aman, termasuk bila diperlukan lakukan fiksasi
Tawarkan pilihan, contoh apakah pasien mau mengontrol dirinya, minum obat, atau
dibantu dengan menggunakan fiksasi
Tegaskan bahwa perilaku kekerasan tidak dapat ditolerir dan yakinkan bahwa pasien
akan aman
Lakukan dokumentasi terhadap hal-hal yang dilakukan terhadap pasien maupun
keluarga
158
Mengancam
Menertawakan pasien saat melakukan wawancara
Merasa tidak adekuat ataupun sangat tidak pasti
Merasa terancam
Sering menghakimi
Marah terhadap keluarga yang membawa
Alat-alat:
a. Alat fiksasi fisik untuk tangan dan kaki yang aman
Alat fiksasi fisik dapat dibuat dari bahan atau kain yang kuat tetapi halus seperti kain
blacu dengan ukuran manset panjang 40 cm x lebar 20 cm x tinggi 0.5 cm. Memiliki 2 tali
pengikat, 1 tali pengikat digunakan untuk mengikat manset, tali lainnya yang lebih kokoh
digunakan untuk mengikat ke tempat tidur. Alat fiksasi disiapkan empat buah, masing-
masing untuk dua untuk lengan dan dua untuk tungkai.
b. Jaket fiksasi yang dipergunakan untuk pasien dengan hiperaktivitas motorik
c. Alat injeksi spuit 3 cc
159
A. Alat fiksasi kaki dan tangan B. Jaket fiksasi
Sediaan obat-obatan:
1. Obat oral
a. Haloperidol tablet 0,5 mg, 1,5 mg, dan 5 mg
b. Clorpromazine tablet 25 mg, 100 mg
c. Risperidone tablet 2 mg
d. Diazepam tablet 2 mg, 5 mg
e. Lorazepam 2 mg
f. Propanolol 10 mg, 40 mg
2. Obat injeksi
a. Haloperidol injeksi 5 mg (kerja singkat).
Catatan: Haloperidol decanoas (depo, kerja panjang) bukan untuk kegawatdaruratan.
b. Diazepam injeksi 10 mg
c. Chlorpromazine injeksi 25 mg
d. Sulfas Atropin injeksi
e. Diphenhidramin injeksi
160
TATALAKSANA GADUH GELISAH SECARA UMUM
Algoritma penatalaksanaan gaduh gelisah
B. Tawarkan untuk mengontrol kondisi gaduh gelisah dengan pemberian medikasi oral
seperti Haloperidol tunggal atau menggunakan kombinasi diazepam atau lorazepam
untuk membantu pasien merasa tenang (dan bukan untuk tidur) agar evaluasi dapat
dilakukan.Klorpromazin juga dapat diberikan sebagai pilihan jika tidak terdapat
kontraindikasi.
C. Bila terapi oral ditolak atau gagal, dapat diberikan injeksi tunggal Haloperidol jangka
pendek untuk emergensi (I.M.) yang dapat diulang setiap 30 menit hingga mencapai
dosis maksimal ATAU Diazepam injeksi (I.V. lebih baik, dapat diberikan I.M. bila I.V
sulit dilakukan, kontraindikasi pada penurunan kesadaran) yang dapat diulang
161
setiap 30 menit hingga mencapai dosis maksimal. Kombinasi keduanya dapat
diberikan bila kondisi gaduh gelisah pasien sangat berat. Perhatikan tanda-tanda
efek samping pemberian haloperidol.
D. Bila pasien sulit untuk ditenangkan untuk pemberian injeksi, dapat dilakukan
tindakan pengikatan fisik (restraint) dengan tujuan untuk membantu pasien
mengendalikan diri, menjaga keselamatan pasien, dan memudahkan pemberian
obat.
E. Setelah kondisi pasien tenang, lakukan pemeriksaan yang diperlukan. Observasi
pasien setiap 15 menit sekali, catat adanya peningkatan atau penurunan perilaku
(terkait dengan perilaku, verbal, emosi, dan fisik)
162
Lakukan perawatan pada daerah pengikatan, pantau kondisi kulit yang diikat
(warna, temperatur, sensasi), lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat
secara bergantian setiap 2 jam, lakukan perubahan posisi pengikatan.
Libatkan dan latih pasien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka secara
bertahap.
Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya: ikatan dibuka satu persatu
secara bertahap dimulai dari pergelangan tangan yang tidak dominan, dilanjutkan
pergelangan tangan lainnya, selanjutnya jika pasien tidak menunjukkan perilaku
agresif lepaskan pengekangan pada pergelangan tangan kanan dan terakhir
tangan kiri.
Jika klien sudah mulai dapat mengontrol perilakunya, maka pasien sudah dapat
dicoba untuk berinteraksi tanpa pengikatan dengan terlebih dahulu membuat
kesepakatan yaitu jika kembali perilakunya tidak terkontrol maka pasien akan
diisolasi/dilakukan pengikatan kembali.
163
30 menit hingga dosis maksimal yang telah ditentukan. Hindari pemberian
benzodiazepin (kecuali pada delirium yang disebabkan oleh penggunaan alkohol).
4. Setelah gaduh gelisah teratasi dan pasien stabil, segera rujuk ke RS untuk
penanganan lanjut.
164
Jelaskan kondisi ini bersifat sementara dan dalam waktu 4-8 jam
akan menghilang
Diazepam per oral atau parenteral, diulang setiap jam bila
diperlukan (hati-hati depresi pernafasan)
Apabila gejala psikotik menonjol maka dapat diberikan haloperidol
peroral
165
Bila pasien ada usaha bunuh diri, maka harus ditempatkan di tempat
khusus dengan pengawasan yang ketat
Rujuk pasien ke Rumah Sakit apabila dibutuhkan perawatan intensif
166
Terapi Putus Alkohol:
Atasi kondisi gelisah dengan golongan Benzodiazepin (diazepam IM
atau IV yang dapat diulang tiap 30 menit sampai dosis maksimal
yang telah ditentukan)
Bila ada kejang akibat putus zat maka atasi dengan Benzodiazepin
(Diazepam yang disuntikan IV secara perlahan)
Dapat juga diberikan Thiamine 100 mg ditambah 4 mg Magnesium
Sulfat dalam 1 liter 5% Dextrose/normal saline selama 1-2 jam
Bila terjadi Delirium Tremensharus dirujuk
NON PSIKOFARMAKA
Tips perawatan pasien dengan penyalahgunaan Napza
1. Komunikasi terapeutik
Bicara dengan tenang
2. Jika ditemukan gejala putus zat maka hindarkan pasien dari stimulus lingkungan yang
berlebihan seperti pencahayaan yang terlalu terang atau lingkungan yang berisik
3. Berikan edukasi mengenai kondisi pasien secara jelas dan singkat
4. Persuasi pasien untuk tidak gelisah
5. Edukasi pasien dan keluarga untuk melanjutkan pengobatan untuk masalah
penyalahgunaan Napza di institusi yang terkait
6. Psikoterapi suportif dengan memberikan pujian bagi pasien apabila ia bersikap
tenang
7. Observasi adanya tanda-tanda risiko bunuh diri pada pasien
167
ALGORITMA PENATALAKSANAAN
Bila pasien tidak kooperatif/tidak bersedia per oral, atau gagal, berikan injeksi I.M. jangka
pendek (short acting):
Haloperidol injeksi i.m (short acting). pemberian diulang setelah 30 menit. Atau
Chlorpromazine injeksi i.m, pemberian dapat diulang setelah 1 - 4 jam.
Untuk haloperidol (tidak untuk chlorpromazine) dapat dikombinasikan dengan diazepam
i.m dalam spuit terpisah, untuk meningkatkan efektivitas dan mengurangi jumlah dosis
yang diperlukan.
Dosis untuk remaja lebih kecil dari dosis dewasa.
Jika kondisi telah teratasi maka pasien cukup stabil untuk dirujuk ke RS atau
dikembalikan kepada obat oral; jika kondisi tidak membaik atau terjadi perburukan
segera RUJUK
168
Pasien Ancaman/Isyarat Pasien Percobaan Bunuh Diri
Bunuh Diri
Tanda-tanda Tanda-tanda
Pencederaan Fisik Intoksikasi
Mereka yang tampak gelisah dan sulit Lakukan manajemen gaduh gelisah seperti
mengendalikan diri yang tercantum pada Bab 2.
Mereka yang memiliki rasa nyeri dan sesak Bantu untuk mengurangi rasa nyeri dan
sesak.
Mereka yang dengan perilaku bunuh diri Lindungi dari bahaya seperti yang dulu
sebelumnya pernah dilakukan.
170
8) Kerahkan dukungan keluarga/orang terdekat. Edukasi keluarga atau orang
terdekat agar memberikan dukungan kepada pasien.
9) Ajak pasien untuk mengenali potensi penyelesaian masalah yang selama ini
efektif dan memperkenalkan cara-cara penyelesaian masalah lain yang
mungkin lebih baik.
Tindak Lanjut/Rujukan
Apabila pasien tidak memiliki keluarga atau keluarga tidak mampu merawat pasien
di rumah maka pasien perlu dilakukan hospitalisasi. Perlu diinformasikan apa yang
akan dilakukan di tempat rujukan, misalnya kemungkinan pemberian obat,
psikoterapi, termasuk perawatan lanjutan dari risiko akibat tindakan percobaan
bunuh diri.
REFERENSI :
171
MATERI INTI 10
PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
.
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik
baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan
atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.
Sistem rujukan yang efektif menjamin hubungan yang baik diantara semua tingkat sistem
kesehatan dan membantu masyarakat untuk mendapatkan pelayanan sedekat mungkin
dengan lingkungan tempat tinggalnya. Sistem rujukan juga membantu pemanfaatan
sumberdaya rumah sakit dan pelayanan primer secara efektif.
- klien mendapatkan pelayanan yang optimal pada tingkat pelayanan kesehatan yang
sesuai dan tidak memerlukan pembiayaan yang tidak perlu
- fasilitas rumah sakit digunakan secara optimal dan cost-efektif
- klien yang membutuhkan pelayanan spesialistik dapat mengakses pelayanan pada
waktu yang tepat
- meningkatnya pemanfaatan dan kualitas pelayanan di pelayanan primer.
Modul ini akan menguraikan mengenai tatacara merujuk pasien dan rujukan balik mulai dari
pengertian rujukan berjenjang dan rujuk balik, ketentuan umum rujukan dan rujuk balik, dan
ruang lingkup rujukan dan rujuk balik.
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
a. Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu melakukan rujukan pasien
secara berjenjang baik vertikal maupun horizontal dan menerima pasien rujuk balik.
b. Tujuan Pembelajaran Khusus :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu:
1. Menerima dan menatalaksana pasien rujuk balik
2. Melakukan rujukan pasien secara berjenjang
3. Melakukan komunikasi dengan pemberi pelayanan kesehatan tingkat dua dan tiga
172
II. POKOK BAHASAN
Pokok bahasan pada modul ini adalah :
Pokok bahasan A : Pengertian sistem rujukan dan rujuk balik
Pokok bahasan B : Ketentuan umum rujukan dan rujuk balik
Pokok bahasan C : Ruang lingkup dan tata cara rujukan dan rujuk balik
III.METODE
173
o Kegiatan Peserta
a) Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
b) Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
c) Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
d) Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum
jelas dan perlu diklarifikasi.
Kegiatan Peserta
a) Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
b) Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan
yang diberikan
c) Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
174
yang merawat.
c. tatacara rujukan
hal-hal yang penting dalam merujuk pasien diantaranya :
- Surat rujukan. Surat rujukan harus dibuat dalam bentuk baku, yang memuat
ringkasan kondisi pasien, penatalaksanaan yang telah diberikan, dan alasan
khusus mengapa merujuk pasien. Dalam surat rujukan tersebut juga disertakan
tempat tujuan rujukan.
- Bila diperlukan, dapat dilakukan komunikasi dengan fasilitas penerima rujukan.
Pada kondisi gawat darurat, petugas dari fasilitas yang merujuk menyertai pasien
selama perjalanan ke fasilitas penerima rujukan
175
d. fasilitas penerima rujukan
Fasilitas penerima rujukan harus memastikan bahwa pasien akan menerima
pelayanan yang berkualitas sesuai standar pelayanan. Apabila pasien telah
mendapatkan penatalaksanaan dan berada dalam kondisi stabil, maka rujukan balik
ke fasilitas yang merujuk perlu segera direncanakan.Dalam membuat rujukan balik,
disertakan informasi-informasi tentang pemeriksaan khusus yang telah dilakukan,
diagnosis dan penatalaksanaan yang dilakukan, dan instruksi penatalaksanaan
yang bisa dilakukan di fasilitas perujuk. Fasilitas penerima rujukan juga bisa
memberikan feedback kepada perujuk tentang tatacara merujuk, sehingga bisa
meningkatkan kualitas rujukan selanjutnya.
176
Prinsip Dasar Tatalaksana Skizofrenia di FKTP yaitu:
Fase Akut: untuk mengendalikan gejala, mencegah perilaku yang berisiko bagi diri
maupun orang lain , dan meningkatkan pemahaman keluarga tentang gangguan
skizofrenia.
Fase Rumatan: terapi ditujukan untuk mencegah kekambuhan, mencegah perilaku yang
merugikan serta meningkatkan kepercayaan diri dan keterampilan sosial untuk
memperbaiki derajat fungsi pasien dan membatasi disabilitas :
177
berlaku. Pelayanan kesehatan jiwadi Puskesmas meliputi pelayanan kesehatan
perorangan dan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
d. Pelayanan kesehatan tingkat pertama : merupakan pelayanan kesehatan dasar
yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
e. Pelayanan kesehatan tingkat kedua : merupakan pelayanan kesehatan spesialistik
yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
f. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga : merupakan pelayanan kesehatan sub
spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis
yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik
178
3. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan
pelayanan jangka panjang; dan/atau
4. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
179
Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Pelayanan Rujuk balik adalah Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita di
Fasilitas Kesehatan atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis Jiwa
yang merawat. Rujuk balik dilakukan berdasarkan pertimbangan klinis medis oleh Dokter
spesialis/Sub Spesialis Jiwa bahwa kondisi pasien memungkinkan untuk ditangani di
fasilitas tingkat pertama dalam hal ini Puskesmas. Dokter di Puskesmas dapat menindak
lanjuti pengelolaan pasien dengan memberikan obat-obat jiwa yang tersedia di Puskesmas.
Pelayanan rujuk balik adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita di
fasilitas kesehatan atas rekomendasi/ rujukan dari Dokter Spesialis/ Sub Spesialis yang
merawat.Pelayanan rujuk balik umumnya diberikan kepada penderita penyakit kronis
dengan kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka
panjang yang dilaksanakan di fasilitas kesehatan tingkat pertama atas rekomendasi/
rujukan dari Dokter Spesialis/ Sub Spesialis yang merawat.
1. Bagi Peserta
180
c. Meningkatkan hubungan dokter dengan pasien dalam konteks pelayanan holistik
d. Memudahkan untuk mendapatkan obat yang diperlukan
a. Meningkatkan fungsi Faskes selaku Gate Keeper dari aspek pelayanan komprehensif
dalam pembiayaan yang rasional
b. Meningkatkan kompetensi penanganan medik berbasis kajian ilmiah terkini (evidence
based) melalui bimbingan organisasi/dokter spesialis
c. Meningkatkan fungsi pengawasan pengobatan
POKOK BAHASAN C. RUANG LINGKUP DAN TATACARA RUJUKAN DAN RUJUK BALIK
181
mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang. Peran keluarga menjadi
sangat penting mengingat sebagian pasien jiwa memiliki gangguan dalam tilikan diri
sehingga mereka tidak menyadari akan kondisinya. Penjelasan yang diberikan sekurang-
kurangnya meliputi:
1. diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
2. alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
3. risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
4. transportasi rujukan; dan
5. risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan
182
bencana, kekhususan permasalahan pasien, pertimbangan geografis, dan
pertimbangan ketersediaan fasilitas.
2. Atas pertimbangan geografis dan keselamatan pasien tidak memungkinkan untuk
dilakukan rujukan dalam satu kabupaten, maka diperbolehkan rujukan lintas
kabupaten.
3. Setelah dilakukan rujukan berjenjang dan mendapat penanganan yang susuai dapat
dikembalikan atau ditindak lanjuti di tempat pelayanan kesehatan sebelumnya.
183
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali alam kondisi gawat darurat
dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi
dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama.
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1)pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
1. Jenis penyakit
Jenis penyakit yang bisa dialihkan pelayanannya dari Dokter Spesialis/Subspesialis
ke pemberi pelayanan pertama adalah penyakit kronis yang bersifat stabil, yaitu :
a. Diabetus Mellitus
b. Hipertensi
c. Jantung
d. Asma
e. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
f. Epilepsy
g. Schizophrenia
h. Stroke
i. Sistemic Lupus Erythematosus (SLE)
2. Penderita yang berhak memperoleh layanan rujuk balik adalah penderita dengan
diagnosa penyakit kronis yang telah ditetapkan dalam kondisi terkontrol /stabil oleh
Dokter Spesialis/ Subspesialis dan telah mendaftarkan diri untuk menjadi peserta
rujuk balik.
184
Rujukan pada pasien dengan gangguan jiwa berat (Skizofrenia)
Kriteria skizofrenia yang dirujuk dari Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama ke
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut adalah :
a. Rujukan rutin
Penderita Skizofrenia setiap tahunnya minimal 3-4 kali mendapatkan rujukan rutin ke
FKRTL untuk menjalani evaluasi medis secara rutin dalam rangka deteksi dini
komorbiditas atau komplikasi.Rujukan ini bersifat konsultasi dan pemeriksaan
penunjang.
b. Rujukan Emergency
Rujukan emergency diberikan pada penderita Skizofrenia yang mengalami kondisi akut
yang mengancam jiwa atau orang lainsehingga memerlukan perawatan intensif di rumah
sakit guna mendapatkan penatalaksanaan yang memadai sehingga mampu
menurunkan angka mobiditas dan mortalitas yang tinggi (Sindrom neuroleptik maligna,
indikasi bunuh diri, indikasi perilaku kekerasan yang tidak dapat dikendalikan dengan
pemberian obat yang ada, kondisi medis umum berat, EPS berat yang tidak teratasi,
gaduh gelisah berat yang tidak tertangani di fasilitas tingkat pertama, kekambuhan
karena kesinambungan obat yang tidak terjamin).
185
Tata cara rujuk balik :
Pada saat kondisi peserta tidak stabil, peserta dapat dirujuk kembali ke dokter
Spesialis/Sub Spesialis sebelum 3 bulan dan menyertakan keterangan medis
dan/atau hasil pemeriksaan klinis dari dokter Faskes Tingkat Pertama yang
menyatakan kondisi pasien tidak stabil atau mengalami gejala/tanda- tanda yang
mengindikasikan perburukan dan perlu penatalaksanaan oleh Dokter Spesialis/Sub
Spesialis.
- Apabila hasil evaluasi kondisi peserta dinyatakan masih terkontrol/stabil oleh dokter
spesialis/sub- spesialis, maka pelayanan program rujuk balik dapat dilanjutkan kembali
Program rujuk balik untuk pasien dengan gangguan jiwa berat (Skizofrenia) adalah :
a. Rujukan rutin :
bila pemeriksaan rutin tidak ada kelainan
bila onset lebih dari lima tahun dan dapat diberikan rekomendasi latihan kognitif
sederhana
b. Rujukan urgent
Bila serangan kejang dan gejala perilaku emosi sudah teratasi
Bila skizofrenia sudah mengalami remisi
Bila kondisi intoksikasi atau putus zat teratasi
Bila terdiagnosis pasti skizofrenia tanpa penyulit
Bila komorbiditas sudah stabil
Bila target remediasi kognitif tercapai
Bila sudah ditentukan rencana rehabilitasi lanjutan
c. Rujukan emergensi
Bila sindrom neuroleptic maligna sudah teratasi
186
Indikasi bunuh diri sudah tidak ada atau mampu dikendalikan
Bila perilaku kekerasan minimal atau bisa dikendalikan
EPS teratasi
Gaduh gelisah tertangani
VII. REFERENSI
Pedoman sistem rujukan nasional tahun 2012.
187
Materi Inti 11
PENCATATAN DAN PELAPORAN
I.DESKRIPSI SINGKAT
Puskesmas merupakan ujung tombak sumber data kesehatan. Pencatatan dan pelaporan
pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas merupakan suatu alat untuk memantau kegiatan
pelayanan kesehatan jiwa, baik bagi kepentingan pasien yang bersangkutan, maupun bagi
petugas kesehatan yang melayani serta pihak perencana dan penyusun kebijakan.
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas juga merupakan fondasi dari data
kesehatan. Sehingga diharapkan terciptanya sebuah informasi yang akurat, representatif
dan reliable yang dapat dijadikan pedoman dalam penyusunan perencanaan kesehatan.
Setiap program akan menghasilkan data. Data yang dihasilkan perlu dicatat, dianalisis dan
dibuat laporan. Data yang disajikan adalah informasi tentang pelaksanaan progam dan
perkembangan masalah kesehatan masyarakat. Informasi yang ada perlu dibahas,
dikoordinasikan, diintegrasikan agar menjadi pengetahuan bagi semua staf puskesmas.
Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas masihmenggunakan
sistem yang beragam. Di antaranya ada yang masih menggunakan SP2TP yaitu suatu
sistem pencatatan dan pelaporan terpadu di puskesmas yang tadinya seragam untuk
seluruh Puskesmas di Indonesia,namun tidak sedikit yang telah menggunakan ICD-10
188
Pokok bahasan C :Teknis dan Prosedur Pencatatan dan Pelaporan
Pokok bahasan D : Isi Pencatatan dan Pelaporan
Pokok bahasan E: Petunjuk Pengisisan Form Pencatatan dan Pelaporan
IV.METODE
1. Ceramah, tanya jawab
2. Curah pendapat
3. Diskusi kelompok
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut :
Langkah 1 : Penyiapan proses pembelajaran
a. Kegiatan Fasilitator
1. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas
2. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
3. Fasilitator mempresentasikan materi tentang pencatatan dan pelaporan
untuk stimulus curah pendapat
4. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
b. Kegiatan Peserta
1. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan
2. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator
3. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting
4. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum
jelas dan perlu diklarifikasi.
189
Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran
a. Kegiatan Fasilitator
1. Menyampaikan Pokok Bahasan 1 sampai dengan 5 secara garis
besar dalam waktu yang singkat
2. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal
yang kurang jelas
3. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
4. Menyimpulkan materi bersama peserta
b. Kegiatan Peserta
1. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap
penting
2. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan
yang diberikan
3. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
VII.URAIAN MATERI
POKOK BAHASAN A. PENCATATAN
1. Pengertian Pencatatan
Pencatatan adalah cara yang dilakukan oleh petugas kesehatan untuk mencatat
data yang penting mengenai pelayanan tersebut dan selanjutnya disimpan sebagai
arsip di Puskesmas.
190
POKOK BAHASAN C. TEKNIS DAN PROSEDUR PENCATATAN DAN PELAPORAN
191
6. Gangguan Perkembangan dan Tingkah Laku (F80-90#)
7. Gangguan Penyalahguna NAPZA (F10#)
8. Percobaan Tindakan Bunuh Diri (X84)
VIII. REFERENSI
192