Anda di halaman 1dari 27

ISBN 978-979-8826-25-2

P RO S I D I N G
ISBN 978-979-8826-25-2

PROSIDING
TEMU PROFESI TAHUNAN (TPT) XXIV DAN KONGRES IX PERHAPI 2015
JAKARTA, 26-28 OKTOBER 2015

Strategi Pengelolaan Mineral dan


Batubara untuk Meningkatkan Ketahanan
Nasional

2015
PROSIDING TPT XXIV DAN KONGRES XIV PERHAPI 2015

Salam PERHAPI,

Indonesia terkenal akan kekayaan sumberdaya alam, terutama sumberdaya mineral dan
batubara mulai dari emas, timah, tembaga, nikel, bauksit, dan batubara. Berdasarkan data USGS
pada tahun 2013, cadangan emas Indonesia berkisar 2,3% dari cadangan emas dunia. Dengan
cadangan sebesar itu, Indonesia menduduki peringkat ketujuh dunia, sedangkan produksinya
sekitar 6,7% dari produksi emas dunia dan menduduki peringkat keenam dunia. Sementara itu,
posisi cadangan timah Indonesia menduduki peringkat kelima dunia, yakni sebesar 8,1% dari
cadangan timah dunia. Cadangan tembaga Indonesia sekitar 4,1% dari cadangan tembaga
dunia, dan merupakan peringkat ketujuh dunia dengan peringkat produksi adalah 10,4% dari
produksi dunia dan merupakan peringkat kedua. Begitu pula dengan potensi nikel. Cadangan
nikel Indonesia mencapai sekitar 2,9% dari cadangan nikel dunia, dan merupakan peringkat
kedelapan dunia, sedangkan produksinya 8,6% dan merupakan peringkat keempat dunia.
Berdasarkan data BP Statistical Review of World Energy pada tahun 2014, cadangan batubara
Indonesia berkisar 3,1% cadangan batubara dunia, dengan jumlah ekspor terbesar di dunia.
Dalam kurun waktu 2011 sampai 2013, sektor pertambangan dan penggalian masih
menjadi salah satu penyumbang utama penerimaan Negara setelah sektor pengolahan,
perdagangan, dan sektor perantara keuangan. Hal ini menjadikan sektor pertambangan dan
penggalian batubara merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Ketahanan ekonomi merupakan aspek utama dalam mewujudkan ketahanan
nasional. Oleh karena itu, pemanfaatan komoditas mineral dan batubara Indonesia perlu
ditingkatkan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Indonesia. Namun dalam faktanya
masih terdapat perbedaan persepsi antar sektor dalam mengaplikasikan kebijakan pengelolaan
minerba yang ada. Disamping itu pemahaman masyarakat terhadap penggunaan produk dalam
negeri masih dinilai kurang.
Untuk mencapai ketahanan nasional, harus dimulai dengan kedaulatan sumber daya
alam terutama sumber daya mineral dan batubara. Esensi terpenting dari kedaulatan sumber
daya mineral dan batubara adalah penentuan arah kebijakan pembangunan oleh bangsa sendiri
yang mampu memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Kemudian berlanjut ke
tahap kemandirian, yaitu mampu mengelola dan mengolah sumberdaya alam sendiri.
Kemandirian ini, selanjutnya akan menciptakan individu-individu yang kompeten, inovatif, dan
kompetitif serta mampu bersaing dengan negara lain.
Berdasarkan uraian diatas TPT XXIV PERHAPI dan Kongres IX kali ini mengambil
tema Strategi Pengelolaan Mineral dan Batubara untuk Meningkatkan Ketahanan Nasional
dengan harapan diperolehnya suatu strategi sedemikian rupa sehingga pengelolaan mineral dan
batubara Indonesia benar-benar akan memberikan hal-hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan
ketahanan nasional..
Dalam Acara ini, 55 makalah terpilih untuk dipresentasikan oleh anggota PERHAPI dan
4 makalah disampaikan dalam diskusi interaktif oleh pakar-pakar terkait. Prosiding ini berisi
68 makalah yang dibagi menjadi, Kelompok Eksplorasi, Kelompok Kebijakan, Kelompok
Geoteknik, Kelompok Hidrogeologi, Kelompok Operasi Penambangan, Kelompok Peledakan,
Kelompok Lingkungan, Kelompok K3L, Kelompok Metalurgi dan Student Paper Contest.

i
Diharapkan Prosiding ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan, khususnya
dalam hal konservasi bahan tambang untuk masa depan industri pertambangan Indonesia yang
lebih baik.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini pula, segenap Pengurus PERHAPI ingin
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara TPT XXIV dan
Kongres IX PERHAPI 2015.

Jakarta, Oktober 2015

Prof. Dr. Ir. Budi Sulistianto, MT


Plt. Ketua Umum PERHAPI

ii
PROSIDING TPT XXIV DAN KONGRES IX PERHAPI 2015

DAFTAR ISI

Kata pengantar i

Daftar Isi ii

KELOMPOK I : EKSPLORASI

1 Eksplorasi Timah Indonesia, Seting Geologi, Eksplorasi Dan 1


Estimasi Sumber Daya Timah, Setiawan Raharjo, PT. Timah
(Persero) Tbk.

2 Karakteristik Laterisasi Nikel Daerah Konawe Sulawesi Tenggara, 13


Adi Tonggiroh, Asri Jaya HS, Prodi Geologi Universitas
Hasanuddin

3 Tinjauan Terhadap Realisasi Pelaksanaan Rencana Pengelolaan 18


Lingkungan (Reklamasi) Lahan Bekas Penambangan Timah Di
Bangka, Wahyu Garinas, Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT)

4 Studi Potensi Hidrokarbon Batubara Formasi Muara Enim: Total 29


Organic Carbon dan Rock Eval Pyrolysis, Mulyono Dwiantoro1,
Komang Anggayana2, Sudarto Notosiswoyo2, Dwiwahju
Sasongko3, 1Program Studi Doktor Rekayasa Pertambangan,
FTTM, ITB Indonesia, 2Kelompok Keahlian Eksplorasi Sumberdaya
Bumi, FTTM, ITB Indonesia,3Kelompok Keahlian Energi dan Sistem
Pemroses Teknik Kimia, FTI, ITB Indonesia

5 Studi Parameter Penentu Cokeability Batubara Formasi Batu Ayau 40


Kalimantan Tengah Berdasarkan Hasil Analisis Crucible Swelling
Number, Proximate, Total Sulphur dan Calorific Value, Komang
Anggayana1, Wahyudi Zahar2, Agus HarisWidayat1, Mulyono
Dwiantoro2, 1Kelompok Keahlian Eksplorasi Sumberdaya Bumi,
Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB Indonesia,
2
Program Studi Magister dan Doktor Rekayasa Pertambangan,
Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB Indonesia

6 Identifikasi Logam Berat Pada Lapisan Batubara Cekungan Kutai di 50


Kabupaten Kutai Kertanegara Provinsi Kalimantan Timur, Sri
Widodo1*, Sufriadin1, Anshariah2, Program Studi Teknik
Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin1, Jurusan

iii
Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Industri Universitas
Muslim Indonesia2

7 Karakterisasi Mineralogi dan Kimia Bijih Mangan Daerah Ponre, 59


Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Irzal Nur, Sufriadin, Sri
Widodo, Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin

8 Olistostrome Dan Batu Mulia Kompleks Tektonik Bantimala 65


Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan,
Kaharuddin MS, Asri Jaya, Haerany Sirajuddin, Program Studi
Teknik Geologi Universitas Hasanuddin Makassar

9 Hubungan Antara Logam Emas Dan Perak Dengan Pembentukan 77


Jenis Mineral Ubahan Yang Berbeda Di Tambang Emas PT.
Cibaliung Sumberdaya, Sebuah Tantangan Untuk Penemuan
Cebakan Tipe Porfiri, Ir. M. Johaness Djuharlan, PT. Cibaliung
Sumberdaya, Banten

10 Deep Mill Level Zone (DMLZ) of East Ertsberg Skarn System 90


(EESS), Papua; Geology Factors of Disking Core in DMLZ Mine,
Budirumantyo1, P. Silalahi1, F. Meiriyanto1, B. Antoro1, W.
Sunyoto1, L. Soebari2, G. De Jong1, Ruswanto1, M. Siahaan1,
E.Wibowo1, 1Underground Geology Operation Department PTFI
2
Principal Consultant PT. Mamberamo Mineral Services

11 Petrologi Endapan Bijih Besi Di Daerah Tojo Kabupaten Tojo Una 99


Una, Sulawesi Tengah, Yanto Sudiyanto, Pusat Teknologi
Sumberdaya Mineral, TPSA-BPPT

12 Optimasi Sumberdaya Dan Cadangan Batubara PT. Bukit Asam 112


(Persero), Tbk Melalui Eksplorasi Pengembangan Berbasis Kode
KCMI (2011) & SNI 5015:2011 Untuk Rencana Operasional
Tambang Bawah Tanah Diwilayah IUP Tambang Air Laya, Eko
Pujiantoro, Monang Sianturi, PT. Bukit Asam (Persero) Tbk.

KELOMPOK II : KEBIJAKAN

13 Optimalisasi Penggunaan Batubara Nasional Untuk Keperluan 123


Pembangkit Listrik Dan Industri Dalam Negeri Demi Ketahanan
Energi Nasional, Cahyo Tri Laksono, Chani Pradasara,
Mahasiswa Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas
Teknologi Mineral - UPN Veteran Yogyakarta

14 Strategi Pembangunan PLTU Mulut Tambang Dalam Meningkatkan 128


Profitabilitas Low Rank Coal Di Tambang Muara Tiga Besar Unit
Pertambangan Tanjung Enim PT Bukit Asam (Persero) Tbk,

iv
Febriansyah, Bagus Totok Purnomo, Arya Gustifram, Taupan
Ariansyah P. , PT Bukit Asam (Persero) Tbk

15 Kewajiban Usaha Pertambangan Batubara Membangun Pembangkit 137


Listrik Untuk Kemandirian Energi, Ir. Amirrusdi,M.Si., Asesor
Kompetensi LSP PERHAPI

16 Optimasi Cadangan Batubara, Efisiensi & Pemanfaatan Lahan 142


(Metode Analisis Menentukan Nilai Tambah Pengelolaan Ijin Usaha
Pertambangan, Kasus IUP Tambang Air Laya, Unit Pertambangan
Tanjung Enim, PTBA), Wali Al Hasunah, PT Bukit Asam (Persero)
Tbk,

17 Pengaturan Prinsip Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam 152


Undang-Undang Mineral Dan Batubara, Dr. Busyra Azheri, SH.,
M.Hum, Fakulatas Hukum Universitas Andalas Padang

18 Ekspor Dan Impor Industri Tembaga Di Asia Tenggara Menjelang 162


Diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean, Hidir Tresnadi,
BPPT

KELOMPOK III : GEOTEKNIK

19 Pengelolaan & Pengendalian Pergerakan Lereng Untuk 175


Memaksimalkan Recovery Batubara Di Area Rawan Longsor
Menggunakan Slope Stability Radar PT Arutmin Indonesia Tambang
Asam Asam, Jioni Santo Frans1, Endang Wawan2, Rachmat
Hamid Musa3, 1Geotechnical Engineer PT Arutmin Indonesia,
Tambang Asam Asam, 2Geologist & Geotechnical Supervisor PT
Arutmin Indonesia, Tambang Asam Asam, 3Geotechnical Engineer
PT GroundProbe Indonesia

20 Managing Instability Issues At Push Back 9S3-Grasberg Mine 188


Papua, Indonesia, E. Widijanto, R. Gautama, P. Siburian, D.
Tebay, and I. Anggrika, Surface Mine GeoEngineering Department
PT Freeport Indonesia

21 New Perspective Of Wet Muck Risk Map : Lesson Learned From 198
Wet Muck Spill In Coarse Fragmentation At Deep Ore Zone (DOZ)
Block Caving Mine, Papua, Indonesia, Mochamad Ramadhan,
Danny Wicaksono, Dhani Haflil, Bambang Antoro, Underground
Mine Geology Department, PT Freeport Indonesia, Tembagapura,
Papua

22 Studi Kemantapan Lereng Dengan Metode Analisis Kinematika 208


Pada Tambang Batupasir, Kelurahan Tani Aman, Kecamatan Loa
Janan, Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Study Of Slope Stability

v
Based On Kinematica Analysis At Sandstone Mines, Tani Aman
Villages, Loa Janan Sub District, Samarinda, East Kalimantan),
Tommy Trides, Puguh Laksono, Farah Dinna Zainuddin,
Program Studi S1 Teknik Pertambangan, Universitas Mulawarman

23 Analisis Probabilitistik Kestabilan Lereng Timbunan Bijih Nikel 218


Kadar Rendah Nuspera Probability Analysis Of Slope Stability In
Nuspera Low Grade Ore Dumpsite, Dezania Mersyifa Anggie1,
Masagus Ahmad Azizi1, Irfan Marwanza1, Yoseph Kristianto1,
1
Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi
Kebumian & Energi Universitas Trisakti, 2PT Weda Bay Nickel,
Halmahera

24 Ambang Batas Indikator Kestabilan Lereng Tunggal Pada Tambang 227


Batubara (Acceptable Criteria Of Single Slope Stability Indicator In
Coal Mining), Masagus Ahmad Azizi1*, Suseno Kramadibrata2,
Ridho Kresna Wattimena3, Indra Djati Sidi4, 1Prodi Teknik
Pertambangan, FTKE Universitas Trisakti, Indonesia, 2Presiden
Direktur, PT Bumi Resources Mineral, 3Prodi Teknik
Pertambangan, FTTM Institut Teknologi Bandung, Indonesia,
4
Prodi Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung

25 Perbandingan Aplikasi Limit Equilibrium (LEM) vs Finite Element 242


(FEM) untuk Analisa Kestabilan Lereng, Deki Nirrambodo, Lufi
Rachmad, GEOMINE Mining and Geotechnical Consultant,
Bandung

26 Predicting Wetmuck Spills Based On Packmuck Distribution In Doz 253


Block Cave Mine, Papua, Dody Olua, Bambang Antoro, Geoffrey
De Jong, Chris Aloysius, PT. Freeport Indonesia

27 Pengaruh Ukuran Dan Karakteristik Batuan Pada Penentuan 261


Fracture Toughness Mode Rekahan I Dengan Metode Uji
Brazilian Disc Dan Chevron Bend. I Dewa Gede Oka
Raghunatha1, Nuhindro Priagung Widodo2, 1mahasiswa Program
Studi Terknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung, 2dosen
Program Studi Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung

28 Studi Laju Penembusan Pada Batuan Menggunakan Metode 271


Pengeboran Rotari Di Laboratorium, Marihot Panindangi
Siburian*, Nuhindro Priagung Widodo, Ganda Marihot
Simangunsong, Suseno Kramadibrata, Program Studi Teknik
Pertambangan, Institut Teknologi Bandung

Evaluasi Rasio Nilai Cumulative Displacement Terhadap Kelas 281


29 Kerusakan Pada Sistem Pemetaan Kerusakan (Damage Mapping) Di
Extraction Level DOZ PT Freeport Indonesia, Sandi Firmanulhaq1,

vi
Anwar Sjadat1, Yali Gidion Irab2, 1underground Geotechnical &
Hydrology Department PT Freeport Indonesia, 2mahasiswa Teknik
Pertambangan, Institut Teknologi Dan Sains Jayapura (ISTJ)

30 Kajian Terintegrasi Penanggulangan Longsoran PIT Inul East, PT 290


Kaltim Prima Coal, Anwar, Khairul; Iswanto; Sugara, Tambar;
Prabawa, Dodi; Prabowo, Andrianus; Sitinjak, Bistok, PT.
Kaltim Prima Coal

31 Dampak Kondisi Atmospheric Terhadap Kualitas Data Pemantauan 300


Lereng Di Tambang Batu Hijau - PT Newmont Nusa Tenggara,
Armandho Atma Pramadhani dan Yan Adriansyah, PT Newmont
Nusa Tenggara

32 Analisis Karakteristik Longsor Lereng Lowwall Tambang Terbuka 310


Batubara Ditinjau Dari Monitoring Radar, Rachmat Hamid Musa,
Singgih Saptono, Program Studi Magister Teknik Pertambangan
UPN Veteran Yogyakarta

33 Pengelolaan Dan Mitigasi Potensi Bahaya Ketidakstabilan Lereng 318


Tambang - Studi Kasus PT. Berau Bara Energi, Jamal Mustain1,
Yasser Taufik2, 1Program Studi Magister Teknik Pertambangan
UPN Veteran Yogyakarta, 2Exploration Division, PT. Atlas
Resources

KELOMPOK IV : HIDROGEOLOGI

34 Kajian Geoteknik Desain Penambangan Kembali Ex PIT E1g1, Blok 329


B1 Tambang Sambarat PT. Berau Coal, Kabupaten Berau,
Kalimantan Timur, Syamsul Bahri1), Lukman Hakim2), Welly
Turupadang3), 1)Geotechnic Engineer,2)Geotechnic Superintendent,
3)
Geotechnic & Hydrology Manager

35 Dedicated Underground Drainage Drift For Dewatering Wanagon 338


Overburden Stockpile, Grasberg Mine PT. Freeport Indonesia, E.
Widijanto, I. Setiawan, and G. Prasetyo, PT. Freeport Indonesia,
Papua

36 Mining Hydrogeological Problems Inunderground Excavation Of 348


Vein-Typed Gold Deposit Under Hydraulic Inter-Connection With
Surface Water Body The Concept And Frame Work, Lilik Eko
Widodo, Lecturer at Dept. of Mining Engineering, Institute
Technology of Bandung

37 Dewatering Area Bekas Pit E1g1 Menggunakan Kombinasi Slurry 355


Pump Di Blok B1 Sambarata Mine Operation PT. Berau Coal,
Wandi, Arief Hudiantoro, PT Berau Coal

vii
38 Dewatering Drilling Program And Groundwater Level Monitoring In 365
Big Gossan Mine, Papua, Indonesia, Jaka Satria Budiman, Fari
Putra, Unggul Barito, PT Freeport Indonesia affiliated Freeport-
McMoRan Copper & Gold

39 Strategi Pond Maintenance Di PT. Kaltim Prima Coal, Doris 373


Antoni, ST, MBA, PT. Kaltim Prima Coal

40 Technical And Economic Assessment Study Of Constructed 382


Wetlands In Storm Water Management Of Coal Mining, Gede Abdi
Dharma Pribadi, Maulana Ibrahim Rau, PT Quantus Consultants
Indonesia

41 Pemilihan Metode Intensitas Hujan Yang Sesuai Dengan 392


Karakteristik Data Pos Hujan Tambang Pt. Berau Coal, Kabupaten
Berau Kalimantan Timur, Hanafi, Ahmad Baiquni, PT Berau Coal

KELOMPOK V : OPERASI PENAMBANGAN

42 Integrated Quality Control Sistem In Bauxite Mining, Gembong 403


Suryo Wibowo, PT ANTAM (Persero) Tbk. Bauxite Mining
Business Unit, West Borneo, Indonesia

43 Penentuan Pola Dan Frekuensi Penyebaran Batupack IUP OP 410


Tambang Air Laya Dan Bankobarat PT. Bukit Asam (Persero) Tbk.,
Willson Chani S, Suhendra, Fajar Ardiansyah, PT. Bukit Asam
(Persero) Tbk

44 Rekonsiliasi Perencanaan Tambang Tahunan Dan Pengaruhnya 420


Terhadap Target EBITDA Perusahaan Di PIT H,Tambang Satui PT
Arutmin Indonesia, Fera Fajar Nurhidayat, Abdul Kahar,
PT.Arutmin Indonesia

45 Penentuan Arah Penambangan Berdasarkan Hasil Optimasi PIT X 432


Dengan Parameter NPV, Abdul Kahar, Senior Mine Engineer, PT
Arutmin Indonesia

46 Optimalisasi Penambangan Batubara Di Area Perbatasan IUP 444


Dengan Metode Joint PIT Antara PT. Bhumi Rantau Energi Dan PT.
Energi Batubara Lestari (Joint Pit Blok Ambalat), Cecep H Setiadi,
Sumarwan, PT. Bhumi Rantau Energi

47 Estimating The Number Of Trucks Required Using 451


Surpacminesched Scheduling For MT. Rawdon Gold Mine, Patar
Simbolon, Mining One Consultants Pty Ltd

viii
48 Implementasi Fatigue Monitoring Alert System Terintegrasi dengan 462
Teknologi Dispatch (GOIC) Pada Overburden Truck di PT. Kaltim
Prima Coal, Andry, Nalendro Sutri, Vita Perdana, PT. Kaltim
Prima Coal

49 Typical Mine Planning For The Combination Of Cast Blast, Dozer 472
Push, Dragline, And Truck/Shovel Mining Method, Ievan Ludjio,
Mining One Consultants Pty Ltd

50 Studi Mengenai Ventilasi Tambang Batubara Bawah Tanah PT XYZ 482


Dengan Menggunakan Perangkat Lunak Ventsim Visual 3,
Muhammad Ihsan1, Nuhindro Priagung Widodo1, Darius Agung
Prata2, 1Program Studi Teknik Pertambangan, Institut Teknologi
Bandung, 2Balai Diklat Tambang Bawah Tanah

51 Kajian Pengaruh Overbreak Terhadap Biaya Ground Supporting Di 493


BC-613 Tail Access Dan BC-612 Transfer Access, Grasberg Block
Cave, PT. Freeport Indonesia, Bagea Kriska1, Arjuna Putra
Ginting2,Singgih Saptono1,Barlian Dwinagara1, 1Magister Teknik
Pertambangan, Konsentrasi Geomekanika, Universitas
Pembangunan Nasional VeteranYogyakarta, Indonesia,
2
Underground Geotech and Hidrology Dept, PT. Freeport Indonesia

KELOMPOK VI : PELEDAKAN

52 Kajian Teknis Pengontrolan Tingkat Getaran Tanah (Ground 503


Vibration Level) Pada Operasi Peledakan Di PIT Pinang South PT
Kaltim Prima Coal, Hadiid Ilman Rahman, Untung Pramana, PT.
Kaltim Prima Coal

53 Manajemen Sistem Drilling Dan Blasting Melalui Aplikasi Leica 513


Jigsaw Di PT. Newmont Nusa Tenggara, Imansah, PT. Newmont
Nusa Tenggara

54 Analisis Ukuran Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan Berdasarkan 522


Penggunaan Stemtite, Di PIT Pinang South PT. Kaltim Prima Coal,
Sangatta Kalimantan Timur, Wildan Rahdyas1, Windhu
Nugroho1, Tommy Trides1, Iwan Purba2, 1Prodi S1 Teknik
Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, 2PT.
Kaltim Prima Coal

55 Analisis Pengaruh Kondisi Massa Batuan Terhadap Blast Damage 532


Di Tambang Bawah Tanah, Grasberg Block Cave, PT. Freeport
Indonesia, Bagea Kriska1, Arjuna Putra Ginting2,Singgih

ix
Saptono1,Barlian Dwinagara1, 1Magister Teknik Pertambangan,
Konsentrasi Geomekanika, Universitas Pembangunan Nasional
VeteranYogyakarta, Indonesia, 2PT. Freeport Indonesia

KELOMPOK VII : LINGKUNGAN TAMBANG

56 Penggunaan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Dalam 539


Menunjang Proses Revegetasi Lereng, N. Iman Suansa, PT ANTAM
(Persero) Tbk.

57 Penetapan Kriteria Keberhasilan Reklamasi Tambang, Antitesis 546


Konsep Pembangunan Berkelanjutan, Rezki Syahrir, Ondos N.
Saragih, Indonesian Institute for Sustainable Mining

58 Potensi Zeolit Alam Dalam Prospektif Remediasi Pencemaran 554


Merkuri Pada Pertambangan Emas Rakyat Serta Pengaruhnya
Terhadap Sektor Primer Di Formasi Kebo Butak, Gedang Sari,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Hafidha Dwi Putri Aristien1,
Syaifful Amri2, Hedi Hastriawan3, 1Mahasiswa Program Sarjana,
Jurusan Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung,
2
Mahasiswa Program Sarjana, Jurusan Teknik Pertambangan, UPN
Veteran Yogyakarta, 3Mahasiswa Program Sarjana, Jurusan Teknik
Pertambangan, Universitas Sriwijaya

59 Wetland : Eko-Teknologi Pengolahan Pasif Air Asam Tambang, 562


Faisal Danu Tuheteru1, Edy Jamal Tuheteru2, 1jurusan
Kehutanan Universitas Halu Oleo, Kendari, 2jurusan Teknik
Pertambangan, Universitas Trisakti

KELOMPOK VIII : K3L

60 Implementasi ISO 50001:2011 (Sistem Manajemen Energi) Pada 575


Industri Pertambangan. Sebuah Terobosan Efisiensi Penurunan
Signifikan Biaya Operasional, Gilbert Markus Nisahpih, PT Gilbert
Management (Geology & Mining Consultant)

61 Elemen-Elemen Program Industrial Hygiene Pada Kegiatan 581


Pertambangan PT Freeport Indonesia, Ir. Eka Sumarna, M.Kes,
Manager, Occupational Health & Safety, PT Freeport Indonesia

x
62 Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan 591
Mineral Dan Batubara Sesuai Dengan Peraturan Menteri Esdm
Nomor 38 Tahun 2014 Di PT. Kaltim Jaya Bara, Geniusman
Sidabutar, PT. Kaltim Jaya Bara

KELOMPOK IX : METALURGI

63 Kajian Teknis Dan Ekonomis Kinerja Washing Plant Bijih Bauksit 599
PT. ANTAM (Persero), Tbk UBPB Tayan, A. Taufik Arief, Hedi
Hastriawan, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik,
Universitas Sriwijaya

64 Perbandingan Proses Pengolahan Dan Hasil Produk Smelter Grade 610


Alumina (SGA) Dan Chemical Grade Alumina (CGA), Rinto
Dwihartanto, PT Antam (Persero), Tbk, PT Indonesia Chemical
Alumina

65 Low Quality Coal Processing Technology Innovation and 620


Development for Cokes and Carbon Raiser Production and Its
Application for Metallic Mineral Reduction (Pengembangan
Teknologi Inovasi Pengolahan Batubara Berkualitas Rendah untuk
Produksi Kokas dan Carbon Raiser serta Aplikasinya pada Reduksi
Mineral Logam), Anggoro Tri Mursito, Aditya Wibawa, Bagus
Dinda Erlangga, Research Centre for Geotechnology, Indonesian
Institute of Sciences (LIPI)

66 Dampak keekonomian kebijakan nilai tambah tembaga dan mineral 627


ikutannya,Aryo Prawoto WIBOWO1) dan Said Salem AL HAMID2) 1Staf
Pengajar Program Studi Rekayasa Pertambangan, Fakultas Teknik
Pertambangan dan Perminyakan IT B

KELOMPOK X : STUDENT PAPER CONTEST

67 Perbandingan Metode CaO Dan Metode Biostimulan Terhadap


Keefektifan Pengelolaaan Air Asam Tambang, Muhammad Adli
Fikri1, Riri Rahmahwati Joni1, Dwi Hariana Pane1, Yahdi
Azzuhry2, Tri Gamela Saldy2, 1mahasiswa Teknik Pertambangan,
Universitas Negeri Padang

68 Analisis Kestabilan Lereng Berdasarkan Slope Mass Rating Pada


Tambang Batupasir, Kelurahan Loa Janan Ulu, Kecamatan Loa
Janan, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, (Analysis of slope
stability based on slope mass rating at sandstone mines, Loa Janan
Ulu Village, Loa Janan Sub district, Kutai Kartanegara, East
Kalimantan), Nurfaizah Rohmah, Muhammad Fitra, Sony
Mahardika, Azarya Ardfensone Depari1, Program Studi S1 Teknik
Pertambangan, Universitas Mulawarman,

xi
69 Pemanfaatan Fly Ash Dan Bottom Ash Batubara Untuk Reklamasi
Lahan Asam Bekas Tambang, Mori Ferdiansyah, Jurusan Teknik
Pertambangan -FTMK, Institut Teknologi Adhi Tama

xii
PROSIDING TPT XXIV DAN KONGRES IX PERHAPI 2015

OLISTOSTROME DAN BATU MULIA KOMPLEKS TEKTONIK


BANTIMALA KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kaharuddin MS1, Asri Jaya1, Haerany Sirajuddin1

1
Program Studi Teknik Geologi Universitas Hasanuddin Makassar
Email : kaharuddin_geounhas@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan tipe olistostrome, dan kaitannya
dengan pembentukan berbagai macam batu mulia di daerah Kompleks Tektonik Bantimala.
Kelompok batuan Kompleks Tektonik Bantimala, tersusun oleh batuan metamorf berupa sekis
glaukofan, sekis mika hornblende, eklogit, granulit, filit dan metakuarsit berumur Trias,
olistostrome tersusun oleh komponen sekis, kuarsit, metachert, jadeit, metaperidotit berumur
Jura-Kapur dan batuan sedimen flysch yang meliputi perselingan serpih kersikan, batupasir,
batulempung, dan rijang radiolaria berumur Kapur. Di atas batuan Kompleks Tektonik
Bantimala ini berkembang batuan Tersier yaitu batupasir Mallawa, batuan gunungapi
Paleosen, batugamping Tonasa dan batuan gunungapi Camba, yang diterobos oleh intrusi
diorit dan sienit. Kemudian terjadi pensesaran sungkup Pangkajene menyebabkan
tersingkapnya batuan alas di daerah ini yang mengandung batu mulia. Aktivitas tektonik
dimasa Mesozoikum berupa subduksi lempeng Pasifik ke dalam lempeng Asia (Kalimantan
Timur) diinterpretasikan berhubungan dengan pembentukan olistostrome yang merupakan
lapisan terbawah dari pada rijang radiolaria yang didalamnya terkandung fragmen-fragmen
batu mulia seperti berbagai macam batu akik, giok, badar, pirus dan batu mulia lainnya.

Kata kunci : olistostrome, tektonik, batu mulia, Bantimala

Latar Belakang

Kompleks Tektonik Bantimala terletak di kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, lebih


kurang 70 km ke arah utara kota Makassar, Sulawesi Selatan (Gambar 1).
Pengertian olistostrome menurut Flores 1955 dalam Abate dkk. 1970 adalah endapan
longsoran gravitasi yang tersusun oleh percampuran material heterogen secara kacau dimana
bongkah bongkah batuan mengambang dalam masadasar lumpur semi fluida. Pembentukan
olistostrome Kompleks Tektonik Bantimala berhubungan dengan aktivitas tektonik subduksi
lempeng Pasifik Barat terhadap kontinen Asia pada Zaman Kapur. Terjadi deformasi batuan
dan metamorfisme pada kedua lempeng tersebut yang saling berbenturan dan bergesekan.

65
Pada kondisi ini menurut teori Hall (1976) terjadi longsoran material (debris fall) pada lereng
yang relatif terjal di daerah palung laut (trench), dimana material komponennya dapat berasal
dari material hancuran lempeng kontinen dan oseanik, menyatu dalam sedimen kacau gravity
flow. Sedimen ini kemudian tertutupi oleh sedimen pelagik rijang radiolaria.

Gambar 1. Peta lokasi daerah peneitian

Batuan tertua yang tersingkap di daerah Kompleks Tektonik Bantimala yaitu batuan
metamorf yang terdiri dari sekis glaukofan, sekis mika-hornblende, eklogit, granulit, filit dan
kuarsa meta berumur Trias (Sukamto,1975). Di atas batuan alas ini ditindih oleh batuan breksi
sekis (olistostrome), batupasir dan rijang radiolaria berumur Jura Kapur (Sukamto, 1982).
Breksi sekis yang merupakan lapisan terbawah dari pada rijang radiolaria Kompleks
Bantimala yang oleh peneliti disebut sebagai endapan olistostrome yang belum pernah
diekspos oleh peneliti terdahulu dengan ciri ciri sangat spesifik yaitu sortasi sangat jelek,
bagian bawah tidak berlapis, gradasi butir menghalus ke atas, berselang seling dengan rijang,
terdapat bongkah bongkah besar yang mengambang dalam matriks pasiran, pada bongkah
bongkah olistolit terdapat kesan deformasi tektonik (tekstur tektonit), dan pada lapisan rijang
di atasnya terkadang ditemukan bongkah dan kerakal di dalamnya.
Aktivitas tektonik dimasa Mesozoikum berupa subduksi lempeng Pasifik ke dalam
lempeng Asia, diinterpretasikan berhubungan dengan pembentukan olistostrome dengan
komponen blok blok batuan yang mengandung batu mulia, seperti batu akik, giok, pirus,
badar dan batu mulia lainnya.

Kerangka Geologi dan Tektonik

Kompleks Tektonik Bantimala tampaknya masih menyisakan misteri yang tiada


habisnya tanpa penyelesaian secara tuntas, termasuk keberadaan dan batasan mlange tidak
jelas, hubungan tidak selaras antara batuan alas sekis dan kontinen dengan rijang laut dalam
dan volkanik Paleosen berada di bawah rijang yang berumur Kapur, serta pengertian masalah

66
breksi sekis dan mlange. Jadi tampaknya harus diteliti dan dikaji secara menyeluruh
mengenai problematika geologi daerah Bantimala.

a. Kerangka Geologi

Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bantimala merupakan bagian dari tepian
Kalimantan Timur yang terpisah sejak kala Miosen bersamaan dengan pembentukan Selat
Makassar. Kelompok batuan ini disebut Kompleks Tektonik Bantimala yang tersusun oleh
batuan metamorf yaitu glaucophane schist, hornblende-mica schist, eclogite, granulite,
phyllite dan metaquazite berumur Trias (Sukamto,1975), mlange dengan komponen
sekis,kuarsit, metachert,, metabasal yang berumur Jura-Kapur dan batuan sedimen yang
meliputi serpih kersikan, batupasir, batulempung dan rijang radiolaria berumur Kapur.
Blok ofiolit terdiri dari harzburgit dan serpentinit, terbentuk secara obduksi menindih
batuan Tersier di daerah ini, sedang tipe batuan sedimen tepian kontinen berupa flysch
Balangbaru-Paremba yang berumur Kapur tertutupi secara tidak selaras oleh batupasir
Mallawa dan tufa yang berumur Paleosen-Eosen, batugamping Tonasa (Eosen-Miosen) dan
batuan vulkanik Camba berupa breksi dan tufa yang berumur Miosen Atas-Pliosen. Peristiwa
tektonik yang terjadi pada kala Tersier hingga Kuarter menyusul pembentukan struktur
geologi, menyebabkan posisi stratigrafi batuan di daerah ini terganggu yang selain
merumitkan kondisi geologinya juga dapat menambah keragaman fenomena geologi di daerah
ini. Aktifitas tektonik di kala Neogen menghasilkan batuan terobosan yang bersifat asam
hingga basa berupa diorite, sienit, granodiorit dan basal berumur Miosen-Pliosen (Gambar 2).

Gambar 2. Peta geologi daerah Bantimala (modifikasi dari Sukamto 1986).

67
b. Tektonik

Proses tektonik kompleks Bantimala terbentuk dalam dua model yaitu sistem subduksi
lempeng oseanik yang berlangsung sejak Mesozoikum hingga Tersier dan sistem obduksi
ofiolit di kala Tersier hingga Kuarter.
Tektonik kompleks Bantimala ditunjukkan oleh kehadiran batuan metamorf tingkat
tinggi yang berasosiasi dengan mlange dan ultrabasa dalam satu sistem penunjaman pra-
Kapur (Trias Jura?) lempeng Pasifik Barat terhadap tepian kontinen Kalimantan.
Tektonik Tersier lebih cenderung memperlihatkan kondisi subsiden yang disusul
pengendapan batuan sedimen Mallawa, Tonasa dan volkanik Paleosen. Di kala Oligosen-
Miosen terjadi gerak tektonik tensional membentuk rifting dan pembentukan Selat Makassar
yang disusul dengan pembentukan batuan Gunungapi Camba dan obduksi ofiolit Bantimala.
Perkembangan tektonik Tersier hingga Kuarter memberikan pengaruh terhadap
pembentukan struktur dan tersingkapnya batuan alas di daerah Bantimala. Pembentukan sesar
naik Pangkajene yang berpasangan tiga sangat berkaitan dengan tersingkapnya batuan
metamorf sekis hijau, sekis biru, granulit dan eklogit di tiga tempat pada dasar sungai
Patteteyang, Bantimala (gambar 3).

Gambar 3. Perkembangan tektonik Kompleks Bantimala, Mesozoikum Tersier (Wakita, 1996)

Tektonik Kapur menurut Iskandar Zulkarnaen (1999), bahwa pembentukan batuan


metamorf tekanan tinggi yang berasosiasi batuan derajat rendah, mlange dan ultrabasa di
daerah Kompleks Bantimala merupakan hasil bentukan sistem subduksi kerak oseanik ke
dalam lempeng tepian kontinen di zaman Jura hingga Kapur Awal, sekitar 114 hingga 132
juta tahun. Berdasakan kalkulasi tekanan temperatur dari batuan garnet glaukofan
menujukkan temperatur sekitar 580 640oC dan tekanan 18 24 kbar (Miyazaki et.al, 1996).
Kondisi ini terjadi pada kedalaman sekitar 65 85 km pada berbagai level dan tekanan.
Menurutnya, rijang radiolaria pada Kompleks Bantimala tidak selaras dengan breksi sekis
yang terdapat di bawahnya yang berumur Albian Cenomamian sekitar 100 juta tahun
(Wakita et.al, 1994).

68
Pembentukan Olistsotrome

Proses subduksi lempeng Pasifik terhadap kontinen Kalimantan dimasa Jura,


mengawali proses pembentukan olistostrome Bantimala. Dimasa itu terjadi deformasi
tektonik, breksiasi dan metamorfisme terhadap kedua lempeng yang berbenturan dan
bergesekan, yang disertai dengan pembentukan palung laut (trench) sebagai lingkungan
pengendapan. Lempeng kontinen dan lempeng oseanik yang telah mengalami metamorfisme
tingkat rendah terbreksikan membentuk blok blok batuan (olistolit) dengan kesan tektonit.
Pada kondisi lereng kritis terjadi longsoran bawah laut di daerah trench, material
rombakan jatuh dalam bentuk aliran atau slumping dan tersebar jauh di dasar laut dalam
bentuk campur aduk antara komponen kontinen dan oseanik (Gambar 4).
Berdasarkan kenampakan lapangan, lapisan olistostrome di daerah dasar Sungai
Pateteyang, Bantimurung terdapat sedikitnya empat kali longsoran/pengendapan material
rombakan yang berselingan dengan rijang, yaitu :
- Pengendapan pertama berupa longsoran dan slumping material- material kasar berupa blok
blok/bongkah batuan dengan ketebalan paling tidak 340 m. ukuran olistolit antara 1
150 cm, berbentuk angular dan boudin. Komponennya terdiri dari sekis klorit, sekis mika,
sekis amfibol, genes dan kuarsit.
- Pengendapan kedua, sebelum terjadi pengendapan kedua ini didahului oleh pengendapan
lapisan tipis rijang bercampur kerikil dan pasir sekis setebal 20 cm. Kemudian terjadi
longsoran material berukuran kerakal bongkah (2 40 cm), relatif lebih halus dibanding
longsoran pertama, ketebalan sekitar 150 cm.
- Pengendapan ketiga, juga diantarai oleh lapisan rijang dengan tebal sekitar 60 cm. Lapisan
ketiga ini tersusun oleh pasir sekis berukuran kasar dengan ketebalan 25 cm.
- Pengendapan keempat diatas lapisan rijang (tebal 120 cm), berupa lapisan tipis pasir sekis
dengan ketebalan sekitar 20 cm. Dan selanjutnya tertutupi lapisan rijang yang
menunjukkan tubuh endapan olistostrome Bantimala melensa/membaji dalam rijang
radiolaria (Foto 1). Susunan dan struktur endapan olistostrome ini menunjukkan ukuran
butir menghalus keatas sebagai endapan debris flow/turbidity (Tabel 1).

W E
SL

Y
X

Gambar 4. Penampang tektonik pembentukan Foto 1. Singkapan olistostrome (X)


olistostrome daerah Bantimala, dengan rijang radiolaria (Y)
subduksi lempeng oseanik Pasifik terhadap di S. Pateteyang, Bantimala
lempeng kontinen Asia, Kapur Bawah.

69
Tabel 1. Kolom litologi olistostrome daerah Bantimala

Karakteristik Litologi Olistostrome

Karakteristik litologi olistostrome dari daerah Kompleks Tektonik Bantimala


diuraikan dalam dua aspek yaitu kriteria komponen dan tipe sedimen.

a. Kriteria Komponen

Kriteria komponen olistostrome di daerah Kompleks Tektonik Bantimala


memperlihatkan aneka macam batuan bersifat polilitik yang terdiri dari rombakan batuan hasil
deformasi tektonik subduksi dari batuan sekis, serpentinit, metachert, kuarsit dan genes.
Ukuran komponen sangat variatif antara 1 150 cm dengan sortasi sangat jelek, komponen
blok mengambang pada masadasar matriks, bentuk komponen subangular veryangular.
Matriks dan semen tampak kemerahan menunjukkan semen dari rijang sebagai endapan laut
dalam (trench) atau sebagai material sedimen retransported. Material komponennya
memperlihatkan kesan tektonik (tekstur tektonit) berupa lensis, retak retak, pseudofoliasi
atau tekstur pelicinan pada sedimen campur aduk (Foto 2).

b. Tipe dan Fisiografi Sedimen

- Tipe Endapan Olistostrome

Batuan metamorf sekis muskovit kuarsa dalam satu kompleks sekis glaukofan,
granulit dan eklogit yang menunjukkan batuan hasil subduksi lempeng antara lempeng
kontinen dengan lempeng oseanik, diinterpretasikan sebagai lingkungan trench dimana
olistostrome sebagai bagian bawah dari pada rijang radiolaria terbentuk. Adanya percampuran
material rijang dalam dalam batuan olistostrome dan struktur gradasi komponen menghalus

70
keatas dari ukuran bongkah ke cobble granule, mengindikasikan sebagai endapan laut dalam
pada kondisi tektonik subduksi. Berdasarkan hal tersebut diatas maka olistostrome Kompleks
Tektonik Bantimala dikategorikan sebagai tipe subduksi.

- Fisiografi Sedimen

Kenampakan perselingan antara batupasir dan rijang radiolaria sebagai bagian atas
dari pada olistostrome, struktur gradasi komponen di daerah bagian barat daerah penelitian
termasuk tipe endapan flukso. Dan di bagian timur, kontak antara rijang radiolaria dengan
cobble pebble olistolit sebagai tipe endapan proksima (Foto 2 dan 3).

Foto 2. Singkapan olistostrome (flukso)


dengan tekstur tektonit, olistolit sekis Foto 3. Singkapan olistostrome bagian
mengambang pada masadasar timur berupa endapan proksima,
matriks, di S.Pateteyang, Bantimala
di S.Pateteyang, Bantimala.
Berdasarkan penyebaran karakteristik lapisan, maka diinterpretasikan arah
pengendapan dari barat ke timur daerah penelitian. Kehadiran blok blok serpentinit jadeit
sebagai eksotik block dalam olistostrome termasuk fenomena tersendiri.
Tubuh sedimen dari pada olistostrome Kompleks Tektonik Bantimala berdasarkan
kriteria tersebut diatas, diinterpretasikan sebagai lensis dalam satuan rijang radiolaria dan
pada bagian atas dari lapisan olistostrome ini merupakan lapisan membaji dalam rijang
radiolaria, sebagai indikasi endapan longsor/slumping pada lereng yang relatif terjal.

Batu Mulia dan Olistostrome

Terbentuknya olistostrome di daerah Kompleks Tektonik Bantimala, selain


memunculkan fenomena baru tentang tektonik dan pengendapan rijang radiolaria, juga
memberikan nilai atau sumberdaya dalam kehidupan manusia, seperti batu mulia dan batu
ornamen atau batu dimensi dengan corak yang bervariasi dan menarik.

a. Olistostrome dan Fenomena Batu Mulia

Olistostrome yang tersusun oleh berbagai macam komponen yang susunannya campur
aduk, memberikan fenomena terhadap potensi batu mulia di daerah ini. Batuan dari hasil
benturan dan gesekan lempeng bumi di zona subduksi menampakkan berbagai macam

71
komponen batuan metamorf yang mempuyai nilai sumberdaya terutama batu mulia dan batu
ornamen.
Komponen olistolit yang bersumber dari lempeng kontinen terdiri dari sekis, kuarsit,
metachert dan vein kuarsa dapat menghasilkan batu akik, kuarsa rose dan batu mulia lainnnya.
Komponen olistolit yang berasal dari lempeng oseanik dapat menghasilkan batu giok, badar,
batu pirus dan lainnya.
Komponen komponen olistolit diatas dapat diambil dari berbagai ukuran, mulai dari
diameter 10 cm sampai dengan 100 cm. Munculnya olistostrome di Kompleks Tektonik
Bantimala berhubungan dengan sesar naik Pangkajene yang berarah Tenggara-Baratdaya,
mengangkat batuan dasar termasuk olistostrome, yang disertai dengan proses
magmatisme/intrusi batuan beku yang menghasilkan batu mulia penyerta.

b. Batu Mulia

Batu mulia menurut Darsa Permana (1997) diartikan sebagai semua jenis mineral dan
batuan yang mempunyai sifat fisik dan kimia yang khas, serta digunakan untuk perhiasan dan
bahan dekorasi atau hiasan. Menurutnya, batu mulia dibagi dalam tiga jenis dari aspek
perdagangan yaitu (1) batu permata (2) semi permata (3) batu hias (ornamen).
Menurut Sudjatmiko (2015), batu mulia diartikan sebagai batu yang dimuliakan,
meliputi segala jenis batuan, mineral dan bahan mentah alam lainnya yang telah diolah atau
diproses, memiliki keindahan dan ketahanan yang memadai untuk dipakai sebagai barang
perhiasan. Dari aspek perdagangan dan selera masyarakat terhadap batu mulia tidak lagi
tergantung pada kekerasan dan jenis batu mulia, melainkan minat tertuju pada corak atau
motifnya atau variasi warnanya.
Batu mulia yang terdapat di daerah Kompleks Tektonik Bantimala, dibagi dalam dua
kelompok yaitu kelompok dalam olistostrome dan kelompok penyerta.

- Kelompok dalam Olistostrome

Kelompok batu mulia ini terdapat dalam komponen olistostrome, terdiri dari berbagai
macam olistolit batuan yaitu :
- Serpentinit Jadeit
Blok olistolit dalam olistostrome yang berukuran 30 120 cm, berwarna hijau belang
hitam (magnetit), kekerasan sekitar 6,5 7 skala Mohs, dibuat sebagai permata giok belang
(Foto 4 dan 5)

Foto 4. Serpentin jadeit (batu giok) Foto 5. Permata giok belang.


di S. Pateteyang, Bantimala.

72
- Kuarsa rose
Olistolit berukuran 5 20 cm, berwarna pink atau putih kekuningan, kekerasan 7 skala
Mohs, dibuat sebagai permata (bermacam nama), Foto 6.
- Kuarsit
Olistolit berukuran bongkah (10 30 cm), berwarna putih hingga kekuningan, kekerasan 7
skala Mohs, dibuat berbagai macam permata (Foto 7 dan 8)
- Sekis hijau
Blok olistolit berbagai ukuran dengan urat urat kuarsa, berwarna hijau barik putih,
kekerasan sekitar 5 6 skala Mohs, dibuat berbagai macam permata

X
Foto 6. Fragmen kuarsa rose (X) dalam
olistostrome di S. Pateteyang, Bantimala

-
Foto 7. Fragmen kuarsit dari olistostrome Foto 8. Permata cempaka madu

- Serpentinit magnetit kuarsa


Olistolit berwarna putih keabu abuan oleh kristal magnetit, terdapat bintik bintik hitam
- Metachert atau kuarsit merah
Olistolit berwarna coklat merah maron, terkadang bergaris garis putih, kekerasan 6,5
7 skala Mohs.

- Kelompok Penyerta

Kelompok batu mulia ini terbentuk oleh dampak tektonik regional berupa efek intrusi
magma dan tersingkapnya batuan alas oleh pensesaran sungkup Pangkajene.
- Asosiasi efek intrusi magma pada batuan volkanik Paleogen (tufa dan breksi)
Jenis batu mulia ini terdiri dari :
Jasper berupa badar merah, kuning, hijau dan coklat, kekerasan 6,5 skala Mohs (Foto 9
dan 10)

73
Foto 9. Bongkah jasper (batu badar) Foto 10. Permata badar merah hasil olahan
dari Bantimala jasper merah

Nodule kalsedon dalam volkanik Paleosen, berwarna putih transparan, keruh, kekerasan
7 skala Mohs, terdiri dari bentuk masif dan kristal, dibuat sebagai permata akik dan liontin
(Foto 11 dan 12).

Foto 11. Nodule kalsedon Foto 12. Permata akik

Metachert (silisified), berwarna hijau kecoklatan atau bintik kecoklatan dalam masadasar
hijau, berupa lapisan rijang dengan kekerasan 7 7,5 skala Mohs, dibuat sebagai badar
hijau (Foto 13 dan 14).
Silisified dan mineral alterasi dengan kristal kristal pirit dan kalkopirit, berbagai macam
warna dan motif

Foto 13. Metachert (jasper hijau coklat) Foto 14. Badar hijau coklat.
di S. Pateteyang, Bantimala.

74
- Asosiasi batuan alas (metamorf)

Terdiri dari berbagai jenis batuan metamorf dan mineral, seperti sekis biru dan hijau,
(bertekstur halus dengan butiran kristal kristal garnet), vein kuarsa dengan serabut
hornblende, garnet dengan ukuran 0,5 1,2 cm, berwarna coklat merah merah maron dan
lain lain.

Kesimpulan

1. Kondisi geologi dan tektonik Kompleks Tektonik Bantimala tersusun oleh batuan pra-
Tersier (sekis, olistostrome, rijang radiolaria dan batupasir Balangbaru) dan batuan Tersier
(volkanik Paleosen, batupasir Mallawa, batugamping Tonasa, volkanik Camba dan intrusi
batuan beku basa intermsdit asam. Keduanya dibatasi oleh sesar sungkup Pangkajene.
2. Karakteristik olistostrome Kompleks Tektonik Bantimala dicirikan oleh komponen
heterogen polilitik (sekis, genes, kuarsit dan metachert) yang tersusun oleh empat lapisan
yaitu breksi polilitik 1, breksi polilitik 2, pasir kasar granule 3 dan pasir 4, termasuk
olistostrome kategori tipe subduksi, terbentuk pada zaman Kapur Bawah (Albian).
3. Batu mulia yang terdapat di daerah Kompleks Tektonik Bantimala terdiri dari kelompok
olistostrome (serpentinit jadeit, kuarsa rose, kuarsit, sekis hijau, serpentinit kuarsa dan
meta chert), kelompok penyerta (jasper berbagai warna, nodule kalsedon, metachert,
silisified dan batuan alterasi) dan kelompok batuan alas/metamorfik (sekis biru dan hijau,
garnet dan vein kuarsa).
4. Tersingkapnya batuan alas termasuk olistostrome yang mengandung batu mulia
berhubungan dengan tektonik pengangkatan dan sesar sungkup Pangkajene dizaman
Tersier

DAFTAR PUSTAKA

Abbate, E., Bortolotti, V., Passerini, P., 1970, Olistostrome and Ophiolite and Related
Melanges, Benchmark Papers in Geology/66, pp.86-110
Elter, P., Trevisan, L., 1973, Olistostromes in the Tectonic Evolution of the Northern
Apennines, Benchmark Papers in Geology/66, pp.111-124
Hall, R., 1976, Ophiolite Emplacement and the Evolution of the Taurus Suture Zone,
Southeastern Turkey, Bencmark Papers ini Geology/66. pp. 275 285
Kaharuddin, 2010, Perkembangan Tektonik dan Stratigrafi Kompleks Bantimala, Sulawesi
Selatan, Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Unhas, vol.4,hal.TG 5-1-TG5-9.
Kaharuddin, Tonggiroh, A., Sirajuddin, H., 2014, Olistostrome dan Obduksi Ofiolit Lasitae
Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan, Proceedings PIT IAGI 43th, Annual
Convention and Exhibition, Jakarta 15-18 September 2014.
Leonov, M.G., 1978, Olistostromes and their Origin, Benchmark Papers in Geology/66,
pp.125-134.
Permana, D., 1997, Batu Mulia, Bahan Galian Industri, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Mineral, Bandung.

75
Scholle, P.A., Spearing, D., 1982, Sandstone Depositional Environments, Oklahoma, USA.
Setiawan, N.I., Osanai, Y., Nakano, N., Adachi, T., Yonemura, K., Yoshimoto, A., Setiadji,
L.D., Kaharuddin, Wahyudiono, J., 2014, Geochemical Characteristic of
Metamorphic Rocks From South Sulawesi, Central Java, South and West
Kalimantan in Indonesia, Asean Engineering Journal Part C, Volumu 3 Number 1
ISSN 2286-8150, pp. 107-127
Sujatmiko, 2015, 100 Cerita Batu Mulia Indonesia, Kompas Gramedia, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Sukamto, R., 1982, Geologi Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi,
P3G, Departemen Pertambangan dan Energi Bandung.
Sukamto, R., 2011, Mengintip Perkembangan Geologi Daerah Sulawesi Selatan dari
Kompleks Melange Bantimala, Panduan Wisata Geologi Bantimala, ITB Bandung.
Syafri,I., 2004, Komposisi Kimia Eklogit dan Batuan bergarnet berglaukofan Dari
kompleks Bantimala Sulawesi Selatan Indonesia Serta Kemungkinan Jenis
jenis Batuan Asalnya, Bulletin of Scientific Contibution, Vol. 2 No. 2 April 2004.
Hal. 50 60.
Wakita, K., Munasri, Sopaheluwakan, J., Zulkarnain, I., Miyazaki, K., 1994, Early
Cretaceous Tectonic Events Implied in the Time lag Between the Age of
Radiolarian Chert and its Metamorphic Basement in Bantimala Area, South
Sulawesi, Indonesia, Research Article, Bandung, Indonesia.
Zulkarnain, I., 1999, Cretaceous Tectonic Events of the Bantimala Area, South Sulawesi
Indonesia : Evidence from Rock Chemistry, Jurnal Teknologi Mineral No. 2 Vol.
VI.

76

Anda mungkin juga menyukai