Anda di halaman 1dari 17

2.5.4 Stomatitis Nikotina.

Stomatitis Nikotina merupakan salah satu kelainan pada mukosa mulut sebagai

akibat kebiasaan pengunaan tembakau dalam jumlah besar dan waktu yang

lama. Kelainan ini sering terjadi pada palatum keras. Mula-mula dengan gejala

kemerahan yang difus, kemudian menjadi keabuan dan kemungkinan mengalami

pengerutan pada waktunya, terlihat banyak papula-papula keratotik khas dengan

tengah yang merah cekung dan berhubungan dengan duktus ekskretorius

kelenjar liur minor yang melebar serta meradang, papula papula yang terpisah

tetapi dengan yang tengah merah yang menonjol adalah umum. 2,3 Etiologi dari

kelainan ini adalah panas dari menghisap pipa dan cerutu yang

berkepanjangan.24 Stomatitis nikotina jarang berkembang menjadi kanker dan

dapat disembuhkan beberapa bulan setelah penderita berhenti merokok,

biasanya kelainan ini terjadi pada pengguna rokok pipa.3,25


Stomatitis Venenata (Stomatitis Kontak Alergi)

Stomatitis kontak (stomatitis venenata) adalah reaksi alergi pada membran

mukosa mulut yang terjadi akibat mukosa berkontak dengan agen penyebab.

Reaksi sama yang terjadi di kulit disebut dermatitis kontak (dermatitis venenata).

Daerah yang terlibat biasanya berwarna merah, meradang, kadang disertai

pembentukan vesikel dan erosi (Cawson dan Odell, 2008; Neville dkk, 1999).

Stomatitis kontak dapat bersifat akut ataupun kronis.

Etiologi dan Faktor PredisposisiReaksi kontak alergi dapat disebabkan oleh stimulasi

antigen yang berupa benda asing.

Terdapat bermacam-macam antigen benda asing tersebut yang telahdilaporkan,

contohnya adalah sejumlah makanan, zat tambahan pada

makanan, permen karet, permen, pasta gigi, obat kumur, material sarung tangan

dental danrubber dam, anestesi topikal, material restoratif, material gigi tiruan

akrilik,material cetak kedokteran gigi, dan bahan adhesi.Frekuensi reaksi alergi

pada rongga mulut jarang terjadi, dibandingkan denganfrekuensi alergi pada

kulit. Hal ini dikarenakan mukosa oral kurang sensitifterhadap antigen daripada

permukaan kulit.

PatogenesisRespon imun yang predominan pada reaksi ini adalah mediasi sel T. Pada

tahapsensitisasi, sel epitel Langerhan tampak memiliki peran mayor pada

pengenalanantigen asing. Sel dendritik ini bertanggung jawab untuk memproses

antigen yangmemasuki epitel dari lingkungan luar. Sel Langerhan kemudian

menyajikandeterminan antigen yang sesuai ke limfosit T. Setelah antigen


dikenali, limfositlokal akan mensekresikan mediator inflamasi kimia (sitokin)

yang menghasilkan perubahan karakteristik klinis dan histologis pada proses ini.

Gambaran KlinisStomatitis kontak alergi terbagi menjadi tipe akut dan kronis. Wanita

lebihdominan terjadi stomatitis ini. Lesi kontak alergi tampak bersampingan

denganagen penyebabnya. Tampilan klinisnya berupa lesi eritema, vesikel, dan

ulser.

Pada pasien dengan stomatitis kontak akut, gejala yang sering dirasakan adalahrasa

terbakar. Tampilan mukosa yang terkena bervariasi, dari sedikit kemerahansampai

lesi eritema besar dengan atau tanpa adanya edema. Vesikel jarang terlihat,dan jika

ada maka akan cepat pecah dan membentuk erosi. Terkadang tampak

ulser permukaan yang menunjukkan apthous. Pasien juga merasakan sakit, gatal, da

nedema.Pada pasien kronis, mukosa yang terkena biasanya berkontak dengan

agen penyebab dan bisa tampak eritema atau putih dan hiperkeratin. Beberapa alerg

en,terutama pasta gigi, dapat menyebabkan eritema yang meluas, dengan

deskuamasilapisan superficial epitel.


Definisi

Oral submucous fibrosis merupakan kondisi dimana terdapat jaringan fibrosis pada

Corium mukosa.

Walaupun kadang didahului atau disertai pembentukan vesikel, kondisi iniselalu

berkaitan dengan reaksi inflamasi

yang diikuti oleh perubahanfibroelastis pada lamina propria dengan atrofi epitel

yang menyebabkan kekakuan padamukosa oral sehingga menyebabkan trismus

dan kesulitan saat makan.

Etiologi

Penyebab
oral submucous fibrosis

belum diketahui secara pasti, tetapi penelitianterbaru menunjukkan bahwa

kerentanan genetik dan respon fibroblastik terhadap

kebiasaanmengunyah pinang dapat menjadi faktor pemicu terjadinya

oral submucous fibrosis.

Faktorlain yang dapat menjadi faktor predisposisi adalah cabai, tembakau, lemon,

defisiensi nutrisi

metabolisme zat besi yang tidak efektif, infeksi bakteri, gangguan kolagen,

gangguanimunologis, dan perubahan komposisi saliva

Patogenesis

Mengunyah pinang merupakan faktor predisposisi yang paling berperan dalam

prosesterjadinya

oral submucous fibrosis

Kebiasaan mengunyah sirih pinang dengan durasi danfrekuensi yang lama

menyebabkan iritasi kronis yang memicu respon inflamasi kronis.Respon

inflamasi berupa aktivasi sel T dan makrofag pada daerah iritasi serta

peningkatansitokin (IL-6 dan IF-alfa) dan peningkatan faktor pertumbuhan (TGF-

beta). Hal ini akanmengaktivasi gen prokolagen sehingga meningkatkan jumlah

kolagen soluble dan kolagen insoluble. Perubahan kolagen soluble menjadi

insoluble difasilitasi oleh peningkatan aktifitasoksidasi lysyl yang distimulasi

oleh cooper dan aksi flavanoid seperti catechi dan tannin

yang terkandung dalam pinang. Proses inflamasi juga mengaktivasi gen TIMP (

tissueinhibitor of matrix metalloproteinase) dan PAI ( plasminogen activator


) yang menghambataktivasi kolagenase dan konversi prokolagen menjadi kolagen

sehingga

menyebabkan penurunan degradasi kolagen. Peningkatan jumlah kolagen dalam

bentuk insoluble menimbulkan oral submucous fibrosis.

Gambaran klinis

Oral submucous fibrosis

paling sering ditemukan pada mukosa bukal dan arearetromolar. Selain itu dapat

juga ditemukan pada palatum lunak, palatal fauces, uvula, lidah,dan mukosa

labial, kadang-kadang melibatkan dasar mulut dan gingiva. Oral

submucous fibrosis

secara klinis terbagi menjadi tiga tahap dan gambaran klinis yang

ditemukan bervariasi pada setiap tahapnya.

Gejala awal (tahap pertama) yang paling umum adalah sensasi terbakar, mulut

kering,mukosa oral memucat dan ulserasi. Sensasi terbakar biasanya terjadi saat

mengunyahmakanan berbumbu. Warna mukosa yang pucat disebabkan oleh

gangguan vaskularitas lokalakibat peni

ngkatan fibrosis dan menunjukkan gambaran marble like


. Warna mukosa

yang pucat dapat terlokalisasi, difus atau retikuler. Pada beberapa kasus, warna p

ucat dapatdihubungkan dengan vesikel kecil yang pecah membentuk erosi.

Pasien mengeluhkan vesikelini terbentuk setelah mereka mengkonsumsi

makanan berbumbu, yang menunjukkankemungkinan reaksi alergi terhadap

capsaicin.

2,4,6

Pada mukosa juga dapat terjadi pigmentasimelanotik dan

petechie

pada mukosa.

Pada tahap lanjut, gambaran pentingnya adalah

fibrous band

vertikal dan sirkuler(gambar 1) yang menyebabkan kesulitan membuka mulut dan

mengunyah, berbicara,menelan dan memelihara

oral hygiene

Fibrous band

pada bibir menyebabkan bibir menebal,elastis, dan sulit diretraksi,

fibrous band

pada sekeliling bibir menyebabkan mulut terbukadalam bentuk elips (gambar 2).

Fibrosis membuat pipi menebal dan kaku, pada lidahdepapilasi dapat terjadi

pada ujung dan tepi lateral disertai warna pucat atau fibrosis

pada bagian ventral (gambar 3). Fibrosis pada lidah dan dasar mulut menggangg
u pergerakanlidah. Keterlibatan palatum durum menunjukkan mukosa yang

memucat (gambar 4)

Tahap ketiga merupakan

sequelae

dari

oral submucous fibrosis

dapat berupaleukoplakia yang merupakan lesi pre kanker dan ditemukan pada 25 %

pasien

oral submucous fibrosis

Pada kasus yang jarang, dapat terjadi ketulian akibat obstruksi tubaeustachi dan

kesulitan menelan akibat fibrosis pada esofagus

(Thermal burn)
1. Trauma :

Trauma adalah penyebab paling umum dari ulserasi dari membran mukosa mulut.
Ulserasi traumatik dapat diakibatkan oleh cedera fisik, kimia atau termal. Diagnosis
ulserasi traumatik biasanya ditentukan oleh anamnesa riwayat saja. Ulserasi
traumatik akut ditandai dengan rusaknya mukosa dengan dasar yang dangkal dan
tepinya tidak tinggi. Lesi ini paling tidak sedikit menyakitkan.

Trauma fisik yang umum termasuk menggigit pipi atau lidah, iritasi gigi tiruan yang
tidak pas, trauma dari benda asing atau bahkan trauma karena menggosok gigi
secara tidak benar. Kontak langsung mukosa dengan sejumlah obat, paling sering
aspirin, dapat menyebabkan ulserasi. Luka bakar kimia juga dapat terlihat pada
pasien yang telah menggunakan nitrat fenol atau perak untuk mengobati ulkus
aphthous berulang. Makanan atau minuman panas juga dapat menyebabkan ulserasi
oral.

(Chemical burn) (Thermal burn)


Prinsip penatalaksanaan trauma luka pada mukosa mulut adalah menghilangkan
iritan (penyebab trauma). Cedera kimia dan termal sering lebih menyakitkan, dan
membutuhkan analgesik selama periode penyembuhan.

Terapi suportif yang diberikan adalah memperhatikan kebersihan mulut dan


penggunaan larutan kumur pembersih, anestesi bilasan seperti lidokain 2%,
diphenhydramine, dan Kaopectate dapat digunakan setelah pertama membilas mulut
dan juga dapat diberikan kortikosteroid topikal.

Trigeminal neuralgia adalah sebuah gangguan rasa sakit yang


memengaruhi saraf trigeminal. Kondisi ini paling umum dialami oleh
perempuan yang berusia 50 tahun ke atas dibandingkan pada pria dengan
rentang usia yang sama. Saraf trigeminal adalah saraf yang
mengantarkan sensasi dari wajah menuju otak, sekaligus mengontrol
sebagian fungsi motorik wajah, seperti mengunyah dan menggigit. Kondisi
ini umumnya berdampak kepada satu sisi wajah saja. Pada sebagian
besar kasus, Kedua sisi wajah dapat terkena, namun sangat jarang dan
terjadi tidak dalam waktu yang bersamaan.

Penyebab Trigeminal Neuralgia


Trigeminal neuralgia disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf
trigeminal. Tekanan pembuluh darah terhadap saraf trigeminal pada area
di bagian bawah otak adalah penyebab yang umumnya mendasari kondisi
ini. Tekanan tersebut menimbulkan gangguan fungsi pada saraf
trigerminal.
Trigeminal neuralgia pada beberapa kasus bisa disebabkan oleh kelainan
pada otak akibat luka atau cedera, efek dari prosedur pembedahan,
stroke, tumor yang menekan saraf trigeminal, atau trauma yang dialami
oleh wajah. Trigeminal neuralgia juga terkait dengan kelainan yang
menyebabkan rusaknya selaput pelindung saraf bernama mielin, seperti
pada penyakit multiple sclerosis. Selain itu, kondisi ini pun dapat timbul
seiring proses penuaan.

Trigeminal neuralgia mengakibatkan penderita menjadi lebih sensitif


terhadap rangsangan kecil sehingga merasakan sakit yang berlebihan.
Beberapa pemicunya adalah menyentuh wajah, berbicara, tersenyum,
berdandan atau mengenakan riasan wajah, bercukur, makan, minum,
menyikat gigi, mencuci muka, bahkan terkena hembusan angin sekalipun.
Gejala Trigeminal Neuralgia
Rasa nyeri dapat terasa serupa dengan tersengat setrum, kejang atau
keram, atau rasa terbakar yang terus menerus dengan intensitas rasa
sakit yang lebih rendah. Penderita dapat merasakan sakit pada satu titik di
area wajah atau seperti menyebar ke seluruh wajah, namun sakit jarang
dirasakan pada kedua sisi wajah. Kondisi ini dapat dengan mudah terpicu
oleh kegiatan lain, seperti menyikat gigi bahkan berbicara.
Area yang biasanya merasakan sakit akibat kondisi ini adalah pipi,
rahang, bibir, gusi, gigi, rahang, dan pada kasus yang jarang dapat
mengenai area mata dan dahi. Serangan rasa nyeri semacam ini secara
tiba-tiba dapat berlangsung dalam hitungan detik hingga beberapa menit
dengan jeda tanpa rasa nyeri yang menyelingi tiap episode serangan.
Serangan rasa sakit yang dibarengi rasa panas atau perih dapat
berlangsung dan terjadi lebih sering serta lama. Kondisi ini dapat
berlangsung hingga beberapa hari, minggu, bulan, atau lebih lama lagi.
Adakalanya penderita trigeminal neuralgia tidak merasakan sakit selama
beberapa waktu, walau masih memiliki kondisi ini.

Segera temui dokter jika Anda merasakan gejala yang menyerupai, atau
rasa sakit pada area tersebut yang tidak hilang setelah penggunaan obat
pereda sakit bebas. Walaupun sulit, berusaha melakukan aktivitas harian
seperti biasanya adalah penting karena kondisi tubuh yang tidak terjaga
atau mengalami dehidrasi dapat memperburuk keadaan ini.

Diagnosis Trigeminal Neuralgia


Pada pemeriksaan guna memperoleh diagnosis trigeminal neuralgia,
dokter akan mengajukan pertanyaan, seperti waktu muncul, lokasi,
frekuensi, pemicu, jenis dan tingkat keparahan gejala yang muncul. Dokter
akan menanyakan sejarah penyakit turunan dan tindakan medis yang
pernah dilakukan pada area wajah sebelumnya, misalnya sejarah multiple
sclerosis, operasi akibat cedera pada wajah atau kondisi gigi. Selanjutnya
dokter dapat menyarankan pemeriksaan fisik atau tes penunjang lainnya
untuk mendapatkan diagnosis yang akurat.
Pemeriksaan fisik, terutama tes neurologis, akan dilakukan dengan
memeriksa bagian wajah untuk menemukan sumber rasa sakit dan
memastikan diagnosis pada kondisi tersebut. Melalui tes ini juga dokter
dapat mengetahui bagian saraf trigeminal mana yang mengalami
gangguan. Selanjutnya, serangkaian tes refleks mungkin dilakukan untuk
menentukan penyebab terganggunya fungsi saraf trigeminal, apakah
berasal dari tekanan atau kondisi lain.

Untuk mengetahui penyebab terganggunya saraf trigeminal neuralgia,


sebuah tes pencitraan MRI dan penyuntikan zat pewarna buatan ke dalam
pembuluh darah dapat direkomendasikan oleh dokter. Dengan demikian,
dokter dapat memastikan apakah tumor atau multiple sclerosis yang
menyebabkan kondisi ini.

Penyebab Ulkus Dekubitus (Bedsores)

DEFINISI

Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan kulit

yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang

yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi

roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang.

Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat

penonjolan tulang, yaitu sikut, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan

kepala bagian belakang.

PENYEBAB

Kulit kaya akan pembuluh darah yang mengangkut oksigen ke seluruh lapisannya. Jika

aliran darah terputus lebih dari 2-3 jam, maka kulit akan mati, yang dimulai pada lapisan

kulit paling atas (epidermis).


Penyebab dari berkurangnya aliran darah ke kulit adalah tekanan. Jika tekanan

menyebabkan terputusnya aliran darah, maka kulit yang mengalami kekurangan oksigen

pada mulanya akan tampak merah dan meradang lalu membentuk luka terbuka (ulkus).

Gerakan yang normal akan mengurangi tekanan sehingga darah akan terus mengalir.

Kulit juga memiliki lapisan lemak yang berfungsi sebagai bantalan pelindung terhadap

tekanan dari luar.

Resiko tinggi terjadinya ulkus dekubitus ditemukan pada:

1. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah,

dipasung)

2. Orang-orang yang tidak mampu merasakan nyeri, karena nyeri merupakan suatu

tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak.

Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa

menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.

3. Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan

lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna

karena kekurangan zat-zat gizi yang penting.

Karena itu penderita malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus

dekubitus.

4. Gesekan dan kerusakan lainnya pada lapisan kulit paling luar bisa menyebabkan

terbentuknya ulkus.

Baju yang terlalu besar atau terlalu kecil, kerutan pada seprei atau sepatu yang

bergesekan dengan kulit bisa menyebabkan cedera pada kulit.

Pemaparan oleh kelembaban dalam jangka panjang (karena berkeringat, air


kemih atau tinja) bisa merusak permukaan kulit dan memungkinkan

terbentuknya ulkus.

GEJALA

Ulkus dekubitus kebanyakan menyebabkan nyeri dan gatal-gatal; tetapi jika terdapat

gangguan pada indera perasa, ulkus yang dalampun tidak menimbulkan nyeri.

Ulkus dekubitus dikelompokkan ke dalam beberapa stadium:

Stadium 1 : ulkus belum terbentuk seutuhnya

Stadium 2 : kulit merah dan membengkak, seringkali disertai oleh pembentukan

lepuhan, lapisan kulit paling atas mulai mati

Stadium 3 : ulkus mulai timbul di kulit, menyusup ke lapisan kulit yang lebih

dalam

Stadium 4 : ulkus menembus kulit dan lemak, sampai ke otot

Stadium 5 : terjadi kerusakan otot

Stadium 6 : merupakan stadium ulkus yang paling dalam, dimana terjadi

kerusakan tulang dan kadang terjadi infeksi tulang.

Jika kulit terluka atau robek maka akan timbul masalah baru, yaitu infeksi. Infeksi

memperlambat penyembuhan ulkus yang dangkal dan bisa berakibat fatal terhadap

ulkus yang lebih dalam.

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.


Traumatic ulcus atau ulcus decubitus.

Ini dapat disebabkan karena gigi yang tajam, tergigit atau pemakaian gigi palsu yang

tidak cocok.

Sering pada anak anak yang mempunyai gigi susu terdapat ulcus decubitus arena akar

gigi susu yang teresorbsi tidak baik tertolak keluar gingiva oleh gigi pengganti, dan

karena resorbsi akar gigi susu ini tidak berjalan normal karena pulpanya sudah gangraen,

maka akar yang tertolak ini mempunyai tepi yang tajam dan menyebabkan ulcus

decubitus.

Ulcus TBC.

Ulcus tbc dimulut biasanya merupakan serangan sekunder tehadap tbc paru paru.

Ludah yang mengandung kuman tbc dapat masuk jaringan mukosa dan

menyebarkan tbc pada membrana mukosa tersebut. Ulcus ini kronis dan

menunjukkan tepi yang tajam atau undercut. Terlihat adanya penyebaran

mikroorganisme secara horisontal ke jaringan lymphe sub-epithelial.

Lesi Putih KeratotikWhite Sponge Nevus


White sponge nevus adalah kelainan yg relatif tidak umum, yang biasanya dijumpai

pada waktu lahiratau pada anak kecil, tetapi menetap seumur hidup. Ditandai

oleh lesi-lesi mukosa yang tanpa gejala,putih berkerut dan seperti busa.

Sering kali lesinya memperlihatkan pola gelombang yang simetris.Lokasi yang

paling umum adalah di mukosa pipi, bilateral, dan selanjutnya dimukosa bibir,

lingeralveolar dan dasar mulut. Keadaan ini dapat mengenai seluruh mukosa

mulut atau didistribusikan secaraunilateral sebagai bercak-bercak putih tertentu.

Tepi gusi dan dorsal lidah hamper tidak pernah terkena,meskipun palatum lunak

dan ventral lidah umum terlibat. Ukuran lesinya bervariasi dari satu pasien

kepasien lain dan dari waktu ke waktu.White sponge nevus tidak menunjukkan

predileksi ras dan jenis kelamin, tetapi karena pola transmisidominan autosomal

dari keadaan ini, maka banyak anggota keluarga dapat menderita kelainan

tersebut.Daerah-daerah mukosa ekstraoral yang dapat terlibat adalah rongga

hidung, esophagus, larings, vaginadan rectum. Lesi-lesi kulit yang timbul

bersamanya bias memastikan diagnosisnya. Penyebabnyadihubungkan dengan

cacat pada kematangan epitel dan eksfoliasi (Robert dan Craig, 2000 : 54)
Trauma mekanik atau fisik
Penyebabnya antara lain maloklusi, kesalahan pada pembuatan protesa,
menyikat gigi yang terlalu keras, kebiasaan pasien yang suka menggigit-
gigit pipi atau bibir dan oral piercing (Greenberg dkk., 2008). Menurut
Birnbaum dan Dunne (2010), trauma mekanik dapat disebabkan oleh
karena tergigit baik disengaja maupun tidak disengaja. Lokasinya bisa
bersebelahan dengan gigi yang karies atau patah, tepi plat gigi tiruan
atau ortodontik.
Neville dkk. (2009) menuliskan bahwa pada anak-anak, ulkus traumatik
disebut Riga-Fede yang muncul pada permukaan ventral lidah. Ulkus ini
bersifat kronis, dengan gambaran histopatologis yang disebut ulserasi
eosinofilik (traumatic granuloma, traumatic ulcerative granuloma with
stromal eosinophilia [TUGSE], eosinophilic granuloma of the tongue).

b. Trauma termal
Greenberg dkk. (2008) menuliskan bahwa trauma termal dapat
disebabkan karena makanan yang panas sehingga menimbulkan luka
bakar pada lidah dan palatum, atau dapat disebabkan oleh berkontaknya
instrument dental yang panas dengan mukosa (iatrogenic).
Pada umumnya, jejas yang ditimbulkan akibat thermal food burns
terletak pada palatum maupun mukosa bukal bagian posterior. Lesinya
berwarna kemerahan (eritema) pada bagian tengah ulkus dengan
epitelium yang nekrosis pada bagian tepinya (Neville dkk., 2009). Salah
satu contoh food burns adalah pizza burns yang diakibatkan oleh keju
panas, dan paling banyak terdapat pada palatum (Regezi dan Sciubba,
1993).

Anda mungkin juga menyukai